Sampai di rumah orang tuanya, Zahra mendapatkan serentetan pertanyaan. Karena dia datang sendiri tanpa Hisyam di sisinya."Zahra, Nak Hisyam mana? Kenapa kamu datang sendirian?" tanya Bu Siti."Om lagi sibuk, Ma," jawab Zahra."Om... kamu panggil suami kamu dengan panggilan Om?" Dahi Siti mengkerut tak percaya. Ia kira setelah beberapa bulan lamanya mereka menikah Zahra sudah berubah."Terus ... panggil apa lagi ... Mas? Ih, enggak ah. Keenakan dia dong, Ma," jawab Zahra.Siti memerhatikan putri semata wayangnya dari atas hingga ke bawah. Perutnya juga masih rata, wajah Zahra tidak ada yang berubah masih seperti remaja. Jangan ... jangan ... "Zahra. Maaf kalau mama turut campur pernikahanmu. Selama ini kamu sudah melakukan hubungan suami istri belum sama Hisyam?" tanyanya.Zahra terdiam, dia memang tidur bersama dengan Hisyam tapi sampai sekarang dia masih Virgin. Itu karena dia takut dan belum mau kalau di ajak begituan. Maunya kissing-kissing doang."Ih, mama kok tanyanya begitu. K
Hisyam terus mengikuti Zahra sampai di kamarnya. Kamar nuansa serba Pink dengan pernak pernik serba Pink pula. Hisyam tersenyum, setidaknya dia tahu warna kesukaan istrinya."Kita bisa mengubah kamar kita di rumah menjadi seperti ini kalau kamu mau," ujar Hisyam. "Enggak usah repot-repot. Palingan juga aku sebentar lagi tidak ada di sana. Om bisa nikah sama Tante Brenda dengan tenang," jawab Zahra ketus."Kamu cemburu lihat aku sama Brenda?" tanya Hisyam."Eh, Om jangan ge - er ya. Aku bilang gini karena merasa harga diriku sebagai istri Om sudah di injak-injak," jawab Zahra membela diri. Hisyam naik ke tempat tidur, sementara Zahra langsung membatasi dengan guling."Om jangan macam-macam ya. Aku tidak mau deket-deket Om," tolak Zahra. Ia memunggungi Hisyam yang masih terhalang guling. Sementara Hisyam merogoh sesuatu dari sakunya."Aku punya rekaman cctv yang membuktikan kalau aku tidak macam-macam dengan Brenda. Tapi dia yang merayuku," kata Hisyam. Dia menyodorkan hapenya pada Z
Sentuhan lembut di bibirku menyapa entah sudah berapa kali Om Hisyam melakukannya. Maklum duda perjaka ini sudah berapa tahun miliknya karatan tidak di gunakan. Sepertinya perlu waktu lama untuk mengasahnya kembali. Ciuman itu terasa lebih dalam dan menuntut, seakan menunjukkan besarnya keinginan Om Hisyam untuk melakukannya lagi."Sayang," panggilannya yang mendayu-dayu membuatku terhipnotis seketika. Ia meminta apapun aku turuti, asal nggak nyemplung sumur. Surga dunia baru aku nikmati masa mau mati.Bibir itu kembali mengukir mahakarya di tubuhku. Meninggalkan jejak di sana sini. Tangannya terampil menyapa area pribadiku. Membuatku tidak tahan lagi agar pusaka miliknya itu menyusup kembali. Rasanya nikmat tiada tara, melebihi kenikmatan lezatnya cilok yang sering aku beli di kampus.Wajah tampannya yang berkeringat membuatnya makin mempesona. Tubuhnya yang kekar atletis berada di atasku penuh semangat 45 memacu miliknya masuk dalam area pribadiku. Miliknya yang berukuran besar s
Hisyam boleh merasa tenang karena dapat memenangkan hatinya Zahra. Namun di sisi lain, Abie tengah memegang nyawa. DiaSampai di Jakarta, Hisyam langsung menuju ke rumah sakit sesuai pemberitahuan Candra. Zahra juga menemaninya, mereka terlihat saling menguatkan satu sama lain."Bagaimana keadaannya?" Tanya Hisyam pada Dokter Deni."Sepertinya dia membutuhkan donor sumsum tulang belakang secepatnya," ucap Deni. "Apa tidak ada cara lain?" Hisyam masih ingat bagaimana Reno memanfaatkan situasi dengan penukaran yang licik. Sekarang Hisyam memiliki Zahra yang mencintainya. Ia juga tidak ingin Zahra ikut menderita jika dirinya jatuh miskin gara-gara Reno."Selain cara dari saudara kandung atau orang tuanya. Masihkah ada kemungkinan lain yang bisa menolongnya?" tanya Hisyam lagi.Dokter Deni diam sejenak ia lalu kembali menatap ke arah Hisyam. "Sebenarnya ada, tetapi kemungkinan ini biasanya sangat kecil. Karena yang memiliki kemiripan jenis sumsum tulang belakang yang di inginkan biasany
Abie masih membutuhkan waktu pemulihan yang lama. Meski operasi itu berjalan lancar. Tapi tidak menutup kemungkinan akan terjadi indikasi akibat operasi sumsum tulang belakang itu. Untuk itulah Abie beberapa bulan ke depan masih mendapat perawatan intensif di rumah sakit.Hisyam berdiri di samping Abie. Ia menatap penuh rasa iba kepada putranya. Perlahan Abie membuka matanya. Ia melihat ke sekeliling, hanya ada Hisyam di sana. Tidak ada Zahra di sisi papanya."Kemana Zahra, Pa?" tanya Abie. Satu hal yang ada di pikiran Abie hanya Zahra dan Zahra."Kemarin Zahra ke rumah orang tuanya. Sekarang dia sudah kembali dan istirahat di rumah," terang Hisyam. Ia memang sengaja tidak memunculkan Zahra di depan Abie, karena anaknya itu pasti ingin dekat dengan Zahra terus menerus."Aku ingin Zahra menemaniku di sini, Pa," pinta Abie tanpa mempedulikan perasaan Hisyam.Hisyam rasanya geram terhadap sikap putranya yang masih saja mengharapkan Zahra. Untung saja dia tengah sakit. Kalau tidak Hisyam
Reno penuh percaya diri memasuki perusahaan Hisyam. Banyak pasang mata yang menatapnya curiga. Karena dia berani memaksa masuk ke dalam ruang kantor Presdir."Maaf Pak, Anda tidak di perbolehkan masuk sembarangan. Ini ruang Pak Presdir," cegah salah seorang karyawan. "Berani sekali kamu mencegahku. Kantor ini dan semua perusahaan Hisyam sekarang jadi milikku!" ucap Reno tegas.Semua yang ada di sana menatap Reno tak percaya."Bapak jangan asal bicara. Mana buktinya kalau perusahaan ini di jual oleh Pak Hisyam?" tanya mereka.Tentu saja Reno sudah menyiapkan buktinya. Berupa surat perjanjian yang di tanda tangani bersama Hisyam. Ia sudah menduga para karyawan Hisyam pasti banyak yang protes tak percaya."Ini sudah bisa jadi bukti kan!" kata Reno.Semua langsung terpaku diam tak ada yang berani bicara. Reno tersenyum smirk, ia melanjutkan langkahnya hingga sampai ke depan pintu langkahnya terhenti karena mendengar suara dari belakang yang cukup mengganggunya."Berhenti!" Suara itu terd
Reno tidak terima, dia merasa di permainkan oleh Hisyam. Meski dia tidak miskin-miskin amat karena wanita yang di nikahinya seorang janda kaya raya. Tetapi semua harta bersumber dari istrinya. Ia meninggalkan Winda yang pada saat itu sudah merintis bersamanya. Tak tahan mengalami kesulitan hidup akhirnya dia memilih meninggalkan Winda di saat wanita itu justru sangat membutuhkannya. Menjadi suami janda kaya raya, membuat Reno bisa berbuat apapun di belakang istrinya. Ia menggunakan harta kekayaan istrinya untuk memanjakan para selingkuhannya. Meski sudah memiliki kekayaan yang cukup banyak dari istrinya. Tetapi Reno tidak merasa puas. Ia ingin menjadi orang yang paling kaya raya menyaingi Hisyam.Tak menemukan Hisyam di perusahaannya ia berniat untuk menemuinya di rumah. Reno sudah mengantongi alamat rumahnya. Sampai di depan rumah Hisyam, matanya berdecak kagum menatap betapa besarnya rumah Hisysm. Meski rumahnya juga tak kalah besar, tapi desainnya lebih mewah milik Hisyam.Sengaj
Sudah menjadi rutinitas setiap hari menjenguk Reno di rumah sakit bersama Om Hisyam. Bagaimanapun juga sekarang aku adalah mama tiri yang harus bersikap baik pada anak tiriku. Heh, meski Abie memandangiku rautnya menyiratkan kekecewaan. Peduli amat, aku tidak menggubrisnya. "Makanlah, biar kamu cepat sembuh," ucapku.Dia malahan diam tak bergeming lalu menatapku penuh harap. Sebenarnya aku merasa tidak enak duduk di sini. Berhubung suami tercintaku tadi keluar sebentar membelikanku sarapan. Terpaksa aku terkurung berduaan bersama Abie."Kalau aku makan bisa mengembalikanmu di sisiku. Aku mau makan terus setiap hari," balasnya.Ck, itu terus yang dia bahas. Jelas-jelas aku sudah menikah dengan Papa nya. Apakah dia buta dan tuli sehingga tidak mau menerima kebenaran. Salah sendiri kenapa saat itu dia meninggalkanku di pernikahan."Ini makananmu. Kamu bisa ambil di sini. Kalau kamu tidak mau makan, tubuhmu akan menderita. Obat itu tidak akan bisa bereaksi sepenuhnya," ucapku.Tanganya t
"Gimana istri Om di rumah? Apa tidak menaruh curiga kalau kita sering bertemu?" tanya Citra nggelendot di lengan Reno."Dia terlalu sibuk dengan putri kami dan pekerjaannnya. Ia tidak akan sempat berpikir kalau aku punya kamu," jawab Reno menjawil dagu Citra mesra.Citra langsung mengalungkan kedua tangannya di leher Reno. Tanpa menunggu lama mereka langsung beradu bibirnya. Reno yang masih memakai jas kerja langsung melepas jasnya ke lantai. Sementara Citra menyodorkan tubuhnya yang sudah setengah polos ke dada bidang Reno.Seperti biasa perbuatan menjijikkan itu pun terjadi. Mereka berbagi peluh bersama dan keduanya sama-sama gila hubungan tanpa status yang halal itu. Tanpa di sadari dari balik pintu ada seorang pria yang berdiri merekam kegiatan mereka. Andai tidak berpikir waras mungkin dia sudah menendang pintu itu dan menghajar pria itu habis-habisan.Sebelumnya Abie sudah curiga kenapa Citra selalu pulang pagi dalam keadaan kelelahan. Dari pertengkaran tadi pagi ia tahu kalau C
Dulu tidak pernah terpikirkan mencari pekerjaan. Karena memiliki papa tirinya yang kaya raya. Dan sudah pastinya menjadi pemilik salah satu perusahaan milik papanya. Kini semua sudah berakhir. Karena ketidakbecusannya memimpin perusahaan mau tidak mau dia harus rela kehilangan perusahaan yang menjadi kebanggaannya.Langkah kaki Abie terhenti di depan sebuah gedung pencakar langit yang ada di depannya. Dulu dia penuh percaya diri saat masuk ke dalam. Sekarang dia bukan siapa-siapa.Haruskah dia mengemis pekerjaan pada ayah tirinya? Sungguh memalukan, tapi hanya itu yang sementara ini dapat di lakukannya. Ia yakin Hisyam tidak mungkin tega membiarkannya menderita."Pak Abie, apa kabarnya?" Sapa salah seorang karyawan."Ba ... baik, Papa ada?" tanya Abie."Ada, tapi biasanya jam segini Pak Hisyam sedang makan siang bersama istrinya," kata karyawan itu."Maksudnya makan siang keluar?" tanya Abie."Tidak, mereka ada di dalam ruangan. Biasanya Bu Zahra selalu membawakan Pak Hisyam bekal mak
Jam delapan pagi Citra baru pulang. Ia masuk ke rumah tanpa rasa bersalah sedikitpun. Meskipun begitu dalam hatinya tetap ada rasa takut di marahi Abie."Darimana kamu!" Citra sampai berjingkat kaget. Suara Abie terdengar menggelegar di telinganya. Membuat nyalinya menciut seketika. Namun sifat gengsinya mendominasi membuatnya kembali tak gentar menghadapi Abie."Bukan urusanmu," sahut Citra.Abie melihat Citra dari atas sampai ke bawah. Ada yang berubah dari penampilannya. Mulai dari baju dan gelang perhiasan yang melingkar di lengannya."Sejak kapan kamu ganti baju? Dan perhiasan itu. Kamu beli perhiasan baru?" tanya Abie. Ia tidak percaya di saat kondisi perekonomiannya serba sulit Citra justru seenaknya saja menghamburkan uangnya.Citra justru tersenyum sinis. "Terserah aku mau hamburkan uangku. Ini uangku sendiri bukan uang kamu!" bantah Citra."Uangmu? Darimana kamu dapat uang itu? Selama ini kamu hanya menggantungkan uang dariku!" Abie terus saja memojokkan Citra.Citra menunju
Di depan pintu, langkah Hisyam terhenti dia tersenyum melihat Zahra sudah tertidur pulas. Ia mungkin pulang terlambat karena hari ini begitu padat pekerjaan. Candra belum pulang kampung, kerjaan jadi dobel-dobel sehingga Hisyam tidak bisa pulang lebih awal. Bukannya tidak punya karyawan lain yang bisa di suruh. Tetapi beberapa pekerjaan hanya bisa di hendel dirinya dan Candra. Seharian tak bertemu istri kecilnya membuatnya mati rindu. Tapi nggak mati beneran he ...he ..he.Hisyam melepas sepatu kerjanya, lalu ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Ia tidak ingin menyentuh Zahra dalam keadaan kotor berkeringat. Setelah membersihkan diri memakai baju yang bersih, Hisyam berbaring di samping Zahra mengelus perut Zahra yang masih rata.Merasakan ada yang menyentuh perutnya. Zahra membuka matanya perlahan. Tubuhnya refleks bergeser kaget karena Hisyam berada di dekatnya."Om, sudah pulang?" tanya Zahra.Hisyam tersenyum kemudian mengecup kening Zahra. "Maafin Om ya, baru pulang. Kamu past
Reno melirik Citra saat mau keluar dari salon bersama istrinya. Dan beberapa menit kemudian Citra mendapatkan pesan dari Reno."Datanglah ke Hotel Vanesa jam 10 malam. Aku menunggumu," kata Reno dalam pesan itu.Hati Citra langsung berbunga. Keinginannya menjadi simpanan Om tajir segera terwujud. Dia tidak perlu memusingkan masalah uang. Tinggal menyodorkan tubuhnya saja tanpa kerja keras.Sampai di rumah, Meta menemui putri kecilnya Aysel yang tengah bermain boneka barbie bersama pengasuhnya."Halo Sayang.... maaf ya Mama tadi lama," peluk Meta. Aysel mendekap erat Meta."Nggak apa ... Ma, Aysel seneng kok kalau lihat Mama berduaan sama Papa," kata Aysel melirik Reno yang berdiri di samping Meta.Reno melingkarkan satu tangannya di pinggang ramping Meta. Meta hendak melepaskan tangan itu tapi dia mengurungkannya. Karena takut Aysel tahu kalau dia sedang marahan dengan Reno."Ayo kita ke kamar sayang. Biarkan Aysel bermain," bujuk Reno."Aysel sayang, Mama sangat lelah seharian dari s
Citra menawarkan tasnya itu di online dan juga teman-temannya. Ia tidak peduli mereka bertanya kenapa tas itu ia jual semuanya. Citra beralasan kalau dirinya bosan ingin ganti yang baru.Meski banyak yang menawar harga di bawah harga sebenarnya. Tapi karena keburu ingin punya uang Citra merelakannya. Tangannya sudah gatal kalau tidak pegang uang.Bibirnya senyum-senyum sendiri manakala ada laporan e bangking dari hapenya. Sudah dua tas yang terjual, cukuplah untuk mengisi ATM nya tang kosong melompong. Kebetulan yang beli adalah temannya sendiri. Mereka percaya kalau barang yang di jual Citra itu asli merk luar negeri. Makanya mereka tidak sungkan membayar mahal.Citra menyuruh kurir untuk mengantarkan paketan tasnya. Sudah di packing menggunakan buble wrap sehingga aman."Tanpa kamu pun aku bisa cari uang sendiri, Abie," gumam Citra. Ia sudah tidak sabar untuk shoping-shoping. Sudah lama sekali dia tidak memanjakan dirinya."Hemm, enaknya nyalon dulu atau beli baju ya," kata Citra. D
Di dalam ruang kantor mewah, tampak duduk dua orang berbeda generasi saling menatap diam. Abie kemudian menunduk, tatapan tajam Hisyam membuat nyalinya ciut. "Bagaimana, kamu setuju dengan tawaranku?" Perkataan Hisyam bukan seperti tawaran biasa melainkan perintah yang harus di laksanakan. Abie mengangguk lemah. Dia tidak bisa berkutik sekarang. Semua kekuatannya tak berlaku di hadapan Hisyam. Ia bagaikan serpihan debu yang tak berarti. Mau tidak mau dia harus menyetujuinya. "Baik, Pa. Tapi setelah aku melepas perusahaan itu aku tidak punya pekerjaan. Lalu bagaimana aku menafkahi istriku. Dia sedang hamil sekarang," kata Abie. Berharap Hisyam akan mengasihaninya. "Rumah, mobil, perusahaan, aku sudah pernah memberikannya. Karena kamu tidak bisa menjaganya. Kamu harus menerima resikonya," ucap Hisyam tegas. Bagai di sambar petir di siang bolong, kaki Abie serasa lemas jantungnya hampir berhenti berdetak. Tak membayangkan hidupnya jatuh miskin menjadi gembel di jalanan. Hisyam
Abie duduk di kursi kerjanya sembari menatap papan nama yang bertuliskan nama dan kedudukannya. Dulu dia mungkin bangga, namun hati kecilnya merasa malu karena bukan anak kandung Hisyam. Dia seperti numpang kekayaan. Hatinya berseteru antara kenyataan dan kekecewaan yang bertempur satu sama lain.Kenyataan yang menunjukkan dia anak Reno. Seorang pria yang amat di bencinya. Benci karena Ayah yang seharusnya mengayominya justru memanfaatkan demi mendapatkan keuntungan pribadi.Abie selama ini membayar orang kepercayaannnya dengan bayaran fantastis untuk menjalankan perusahaannya. Kini terancam gigit jari karena orang kepercayaannya itu justru diam-diam mendirikan perusahaan sendiri sebagai pesaingnya. Kini Abie sendirian, karena mencari orang kepercayaan tak semudah membalikkan telapak tangan.Laporan perusahaannya yang mengalami defisit membuat kepalanya makin pusing. Di tambah lagi Citra yang selalu cerewet ketika di rumah. Ujung-ujungnya minta uang terus."Pak ini bagaimana, semua ka
Abie sudah pergi setelah memberi ancaman pada Reno. Namun meninggalkan amarah di hati istri Reno. "Meta, kau jangan pikirkan omongan Abie tadi. Kita akan selamanya bersama. Kamu tahu kan, aku sangat menyayangi Aysel ," Reno menyentuh jemari Meta berusaha meyakinkan istrinya.Meta diam saja. Sibuk menata perasaannya. Sebenarnya dia sudah tidak peduli pernikahannya. Meta tahu jelas bagaimana karakter suaminya yang tidak bisa setia. Rahasia keburukan suaminya itu ibarat seperti bom waktu yang bisa meledak kapan saja. Tentu tidak baik buat perkembangan psikologis putrinya.Mengingat pertemuannya dengan Abie adalah bukti nyata kelakuan suaminya yang tidak bisa setia dengan satu wanita. Abie adalah fotokopi Reno. Wajahnya benar-benar sangat mirip. Meski tidak usah tes DNA orang pasti akan percaya hanya dengan melihat sekilas wajahnya."Aku memang suka berganti-ganti wanita. Tapi istriku yang aku akui hanya kamu. Kamu harus tahu itu. Jadi jangan berpikir macam-macam untuk bercerai."Reno men