Meta yang akhirnya sampai di sekolah Aysel segera dengan langkah terburu-buru hendak menemui Aysel. Ia memasang senyum penuh kelegaannya setelah mendapati putri semata wayangnya masih menunggu duduk di bangku kecil. Berdiri di sampingnya guru dan orang suruhan Alex. Menyadari kehadiran mamanya Aysel langsung berteriak."Mama!" segera Aysel berlari ke arah Meta dan menghambur dalam pelukannya. Alex sengaja tidak ikut masuk karena di cegah Meta. Ia belum siap kalau Aysel ngambek lagi. Meta meminta agar Alex bersabar sampai Aysel menerimanya.Pelukan hangat, cipika-cipiki pun terjadi. Aysel rindu sekali mamanya."Mama kok lamaaa ... sekali. Teman-teman udah pulang semua," celoteh Aysel."Maafin Mama Sayang. Besok Mama usahain agar lebih cepat jemputnya," sesal Meta. Untuk kesekian kalinya terpaksa dia berbohong. Dia akan jelaskan nanti kalau sudah di rumah.Di bahu jalan mobil Alex terparkir di sana. Ia memantau dari kaca mobil Aysel dan Meta sudah keluar dari halaman sekolah. Alex pun t
Pelukan hangat di sambut Aysel manakala Meta sudah pulang dari rumah sakit. "Ma, akhirnya Mama pulang juga," peluk Aysel.Rasa rindu tak terbendung di hati Aysel. Gadis kecil itu melirik Alex yang masih saja berdiri lemah di belakang Meta. Segera Aysel melepaskan diri dari pelukan Meta. Dia mencoba memberanikan dirinya mendekati Alex.Aysel menatap Omnya dengan mata berkaca-kaca, isak tangisnya tertahan di tenggorokan. "Om, maafin Aysel. Udah buat Om kecelakaan," katanya dengan suara yang bergetar, penuh penyesalan.Alex menghampiri dengan langkah ringan, senyum lebar menghiasi wajahnya yang lega. Ia merentangkan kedua tangannya, seolah menawarkan pelukan hangat. "Om sudah memaafkan kamu, Sayang," ucapnya seraya matanya berbinar penuh kelembutan. Dan sedikit ragu Aysel mendekat masuk dalam pelukan Alex. Pria tampan itu mengusap rambut Aysel yang harum aroma shampo. Dalam hati Alex merasa lega. Berkat kecelakaan itu hati Aysel yang semula beku kini telah mencair."Meta mengulurkan tang
Abie memiringkan kepalanya sedikit, matanya menunjukkan rasa ingin tahu. Dia menatap lawan bicaranya. "Siapa namamu?" tanyanya, suaranya lembut namun terdengar jelas di ruangan yang sunyi itu."Winda," jawabnya.DeghTentu saja Abie kaget karena nama tersebut sama dengan nama mamanya.Tapi bukan Winda yang hidup lagi dari kematian. Ini Winda yang lainnya. Winda yang dia tolong semalam karena jatuh dari motornya.Winda menangkap ekspresi wajah Abie terlihat berbeda seperti rada-rada kaget. Sementara Abie menghela nafasnya. Matanya tertuju pada luka-luka di lengan Winda yang tadi malam di obatinya.""Dengan tatapan penuh tanya Abie mendekat dan menatap luka Winda sejenak. "Bagaimana lukamu sekarang? Apa sudah mulai membaik?" tanya Abie.Winda menggeser lengannya wajahnya meringis kesakitan. "Seperti yang kau lihat aku masih sakit."Abie tampak resah menggenggam kedua tangannya sendiri. Kondisi rumahnya yang sederhana, lantai keramik pecah dan atap yang bocor di sudut ruangan, menjadi ce
"Selamat pagi," sapa Winda pada Abie. Lelaki itu tengah sibuk di dapur hendak membuat sarapan ala kadarnya."Pagi," jawab Abie tanpa menoleh. Karena dia sibuk menggoreng kerupuk takut gosong."Boleh aku bantuin?" tawar Winda."Eh, tidak usah. Kamu duduk saja, sebentar lagi juga selesai."Winda menatap punggung Abie dari belakang. Postur lelaki itu tinggi tegap dan dari pinggir hidung Abie keliatan mancung. Tanpa sadar Winda memperhatikan Abie.Tanpa sadar pandangan mereka bertemu saat Abie menoleh ke belakang hendak mengambil toples kerupuk di depan Winda.Abie buru-buru mengalihkan pandangannya ke arah toples dan segera mengambil toples itu. Sialnya, dia terlalu gugup sehingga toplesnya jatuh ke lantai. Keduanya saling berebut mengambil toples itu sehingga tak sengaja tangan Winda menyentuh tangan Abie. Namun lelaki itu menarik diri dan segera bangkit. Abie berusaha keras melawan kontak fisik dengan wanita."Maaf, untung saja tidak pecah toplesnya," ucap Winda mengurai kesunyian."La
"Kami tidak berbuat senonoh! Aku hanya menolongnya," bantah Abie.Rupanya kedua ibu-ibu itu sudah memantau pergerakan Abie. Yang mereka tahu Abie memasukkan perempuan dalam rumahnya."Alaah, ngomong aja kalian habis zina. Kalau kamu cuma tolongin dia. Nggak mungkin pake nginep-nginep segala.Ngaku aja deh!"Ibu-ibu cukup!" Merasa harga dirinya di injak-injak Winda hendak membela diri."Mas Abie memang menolong saya. Saya kecelakaan di depan rumahnya," jelas Winda."Lihat, Pak Bu. Wanita ini memanggil Pak Abie dengan sebutan Mas. Mereka pasti sangat akrab sebelumnya. Pasangan seperti ini sebaiknya kita nikahkan. Dari pada jadi aib di kompleks kita!" Seru salah seorang ibu-ibu."Ya, betul! Nikahkan saja mereka!" Kerumunan di rumah Pak Rt makin banyak. Abie dan Winda makin terpojok."Aku bersumpah tidak melakukan itu.Aku hanya menolongnya!" jelas Abie sekali lagi. Ia tidak melakukan perbuatan itu mengapa dirinya yang di tuduh-tuduh.Pak RT mulai mendekat ingin mencairkan suasana. Ia tidak
Ustadz menatap Abie dan Winda bergantian. "Sekarang siapkan dirimu. Ikuti apa yang aku ucapkan.Abie menarik nafas dalam-dalam dan berusaha menenangkan dirinya. Meski hatinya belum bisa menerima sepenuhnya. Sekilas dia melirik ke arah Winda. Gadis itu tertunduk sedari tadi. Jarinya meremas ujung hijabnya. Ada rasa bersalah hinggap di hati Abie. Tak seharusnya begini. Tapi semua tidak dapat mundur. Warga sudah bertindak. Dan sekarang pernikahan adalah jalan satu-satunya lepas dari tekanan warga.Dengan tangan sedikit gemetar, Abie meraih tangan ustadz yang sudah menunggunya. Akhirnya suara ustadz mengucapkan kalimat ijab qobul yang di ikuti Abie.Kedua kalinya Abie menikah. Dan kedua kali ini menikah dengan wanita yang tidak di inginkannya."Bagaimana para saksi?""Sah!""Alahamdulillah, sekarang Winda binti Ramdani sudah menjadi istri sahmu. Selamat menempuh hidup baru," ucap Ustadz.Winda masih tidak percaya apa yang di alaminya ini nyata. Ia menikah dengan Abie. Pria yang menolak me
"Mas, dua hari lagi kita akan menikah. Kapan kamu pulang dari luar negeri?" tanya Zahra yang di penuhi rasa rindu terhadap kekasihnya. Kekasih yang tidak pernah di lihatnya secara langsung, tapi ia meyakini kalau Abie memang jodohnya. Seorang wanita cantik memakai pakaian minim bahan tengah tersenyum membaca pesan pendek yang di terimanya. Tentu saja itu bukan hapenya melainkan hape Abie. Dahi Zahra mengernyit heran. Ia melihat pesannya centang biru pertanda sudah di baca pemilik hape. Tapi kenapa belum juga di balas. Zahra berusaha untuk positif thingking. Ia mengira Abie masih sibuk dengan pekerjaannya. Karena semenjak Abie mengurus bisnis papanya, dia memang jarang menghubungi Zahra. Zahra seorang gadis sederhana lewat perjodohan hanya bisa menunggu kedatangan calon suaminya. Calon suami Zahra bernama Abie. Abie beruntung karena almarhum Mamanya menikah dengan Hisyam seorang pengusaha kaya raya. Hisyam yang kabarnya sudah lama mencintai Winda, merasa cintanya bersambut manakal
"Tenanglah, aku akan mencoba menghubungi Abie lagi," kata Hisyam mencoba menenangkan besannya. Ia tidak menyangka akan di hadapkan pada situasi pelik seperti ini. Hisyam yang terbiasa menghadapi situasi rumit dalam urusan bisnisnya kini di hadapkan pada masalah pernikahan putra tirinya."Winda, mengapa kamu meninggal lebih dulu. Sehingga putramu mempermalukanku hari ini," batin Hisyam. Ia setengah menggerutu karena sebenarnya Abie juga bukan putra kandungnya. Tapi kenapa dia yang kena getahnya.Hisyam benar-benar marah karena Abie tak kunjung bisa di hubungi. Semya mata tertuju kepadanya menatapnya tajam seolah mengintimidasinya. "Banyak orang yang hadir dalam pernikahan ini, kami tidak mungkin membatalkan pernikahan ini begitu saja." Bu Siti dengan nada kesal berkata lebih keras dari biasanya."Saya paham dengan perasaan kalian. Namun sungguh saya tidak bermaksud membatalkan pernikahan ini. Saya tidak tahu keberadaan Abie," ucap Hisyam apa adanya. Pernyataan dari Hisyam membuat me
Ustadz menatap Abie dan Winda bergantian. "Sekarang siapkan dirimu. Ikuti apa yang aku ucapkan.Abie menarik nafas dalam-dalam dan berusaha menenangkan dirinya. Meski hatinya belum bisa menerima sepenuhnya. Sekilas dia melirik ke arah Winda. Gadis itu tertunduk sedari tadi. Jarinya meremas ujung hijabnya. Ada rasa bersalah hinggap di hati Abie. Tak seharusnya begini. Tapi semua tidak dapat mundur. Warga sudah bertindak. Dan sekarang pernikahan adalah jalan satu-satunya lepas dari tekanan warga.Dengan tangan sedikit gemetar, Abie meraih tangan ustadz yang sudah menunggunya. Akhirnya suara ustadz mengucapkan kalimat ijab qobul yang di ikuti Abie.Kedua kalinya Abie menikah. Dan kedua kali ini menikah dengan wanita yang tidak di inginkannya."Bagaimana para saksi?""Sah!""Alahamdulillah, sekarang Winda binti Ramdani sudah menjadi istri sahmu. Selamat menempuh hidup baru," ucap Ustadz.Winda masih tidak percaya apa yang di alaminya ini nyata. Ia menikah dengan Abie. Pria yang menolak me
"Kami tidak berbuat senonoh! Aku hanya menolongnya," bantah Abie.Rupanya kedua ibu-ibu itu sudah memantau pergerakan Abie. Yang mereka tahu Abie memasukkan perempuan dalam rumahnya."Alaah, ngomong aja kalian habis zina. Kalau kamu cuma tolongin dia. Nggak mungkin pake nginep-nginep segala.Ngaku aja deh!"Ibu-ibu cukup!" Merasa harga dirinya di injak-injak Winda hendak membela diri."Mas Abie memang menolong saya. Saya kecelakaan di depan rumahnya," jelas Winda."Lihat, Pak Bu. Wanita ini memanggil Pak Abie dengan sebutan Mas. Mereka pasti sangat akrab sebelumnya. Pasangan seperti ini sebaiknya kita nikahkan. Dari pada jadi aib di kompleks kita!" Seru salah seorang ibu-ibu."Ya, betul! Nikahkan saja mereka!" Kerumunan di rumah Pak Rt makin banyak. Abie dan Winda makin terpojok."Aku bersumpah tidak melakukan itu.Aku hanya menolongnya!" jelas Abie sekali lagi. Ia tidak melakukan perbuatan itu mengapa dirinya yang di tuduh-tuduh.Pak RT mulai mendekat ingin mencairkan suasana. Ia tidak
"Selamat pagi," sapa Winda pada Abie. Lelaki itu tengah sibuk di dapur hendak membuat sarapan ala kadarnya."Pagi," jawab Abie tanpa menoleh. Karena dia sibuk menggoreng kerupuk takut gosong."Boleh aku bantuin?" tawar Winda."Eh, tidak usah. Kamu duduk saja, sebentar lagi juga selesai."Winda menatap punggung Abie dari belakang. Postur lelaki itu tinggi tegap dan dari pinggir hidung Abie keliatan mancung. Tanpa sadar Winda memperhatikan Abie.Tanpa sadar pandangan mereka bertemu saat Abie menoleh ke belakang hendak mengambil toples kerupuk di depan Winda.Abie buru-buru mengalihkan pandangannya ke arah toples dan segera mengambil toples itu. Sialnya, dia terlalu gugup sehingga toplesnya jatuh ke lantai. Keduanya saling berebut mengambil toples itu sehingga tak sengaja tangan Winda menyentuh tangan Abie. Namun lelaki itu menarik diri dan segera bangkit. Abie berusaha keras melawan kontak fisik dengan wanita."Maaf, untung saja tidak pecah toplesnya," ucap Winda mengurai kesunyian."La
Abie memiringkan kepalanya sedikit, matanya menunjukkan rasa ingin tahu. Dia menatap lawan bicaranya. "Siapa namamu?" tanyanya, suaranya lembut namun terdengar jelas di ruangan yang sunyi itu."Winda," jawabnya.DeghTentu saja Abie kaget karena nama tersebut sama dengan nama mamanya.Tapi bukan Winda yang hidup lagi dari kematian. Ini Winda yang lainnya. Winda yang dia tolong semalam karena jatuh dari motornya.Winda menangkap ekspresi wajah Abie terlihat berbeda seperti rada-rada kaget. Sementara Abie menghela nafasnya. Matanya tertuju pada luka-luka di lengan Winda yang tadi malam di obatinya.""Dengan tatapan penuh tanya Abie mendekat dan menatap luka Winda sejenak. "Bagaimana lukamu sekarang? Apa sudah mulai membaik?" tanya Abie.Winda menggeser lengannya wajahnya meringis kesakitan. "Seperti yang kau lihat aku masih sakit."Abie tampak resah menggenggam kedua tangannya sendiri. Kondisi rumahnya yang sederhana, lantai keramik pecah dan atap yang bocor di sudut ruangan, menjadi ce
Pelukan hangat di sambut Aysel manakala Meta sudah pulang dari rumah sakit. "Ma, akhirnya Mama pulang juga," peluk Aysel.Rasa rindu tak terbendung di hati Aysel. Gadis kecil itu melirik Alex yang masih saja berdiri lemah di belakang Meta. Segera Aysel melepaskan diri dari pelukan Meta. Dia mencoba memberanikan dirinya mendekati Alex.Aysel menatap Omnya dengan mata berkaca-kaca, isak tangisnya tertahan di tenggorokan. "Om, maafin Aysel. Udah buat Om kecelakaan," katanya dengan suara yang bergetar, penuh penyesalan.Alex menghampiri dengan langkah ringan, senyum lebar menghiasi wajahnya yang lega. Ia merentangkan kedua tangannya, seolah menawarkan pelukan hangat. "Om sudah memaafkan kamu, Sayang," ucapnya seraya matanya berbinar penuh kelembutan. Dan sedikit ragu Aysel mendekat masuk dalam pelukan Alex. Pria tampan itu mengusap rambut Aysel yang harum aroma shampo. Dalam hati Alex merasa lega. Berkat kecelakaan itu hati Aysel yang semula beku kini telah mencair."Meta mengulurkan tang
Meta yang akhirnya sampai di sekolah Aysel segera dengan langkah terburu-buru hendak menemui Aysel. Ia memasang senyum penuh kelegaannya setelah mendapati putri semata wayangnya masih menunggu duduk di bangku kecil. Berdiri di sampingnya guru dan orang suruhan Alex. Menyadari kehadiran mamanya Aysel langsung berteriak."Mama!" segera Aysel berlari ke arah Meta dan menghambur dalam pelukannya. Alex sengaja tidak ikut masuk karena di cegah Meta. Ia belum siap kalau Aysel ngambek lagi. Meta meminta agar Alex bersabar sampai Aysel menerimanya.Pelukan hangat, cipika-cipiki pun terjadi. Aysel rindu sekali mamanya."Mama kok lamaaa ... sekali. Teman-teman udah pulang semua," celoteh Aysel."Maafin Mama Sayang. Besok Mama usahain agar lebih cepat jemputnya," sesal Meta. Untuk kesekian kalinya terpaksa dia berbohong. Dia akan jelaskan nanti kalau sudah di rumah.Di bahu jalan mobil Alex terparkir di sana. Ia memantau dari kaca mobil Aysel dan Meta sudah keluar dari halaman sekolah. Alex pun t
Alex menarik tubuh Meta. Ia sudah cukup menahan diri karena Meta sepertinya menghindarinya. Ada apa gerangan dengan Meta. Alex merasa tidak ada kesalahan yang di perbuatnya.Nafas Alex memburu mengusap wajah perempuan itu perlahan. Meta melipat bibirnya ke dalam, tubuhnya memanas. Rasa cemas terpancar di wajahnya. Ia terjebak bagaimana bisa Alex menemukannya. Bukan di rumah, Meta sedang mengadakan kunjungan di perumahan yang baru di kembangkannya. Ia ingin mengecek desain interiornya. Tak ada siapapun di sana kecuali dirinya dan Alex.Tadi seorang karyawannya mengatakan kalau ada pembeli baru. Dan sialnya, ternyata Alex yang mengatur semua rencana itu agar bertemu."Meta, katakan mengapa kau menghindariku? Hemm?" Jari tangan Alex menyisir helai rambut Meta.Meta bergerak mundur. Sayangnya, Alex menarik pingganggnya ke dalam pelukannya. "Lex, ini tidak benar," lirih Meta."Aku tidak bisa sedikitpun jauh darimu. Aku mau menikahimu sekarang," kata Alex."Sekarang? Kamu jangan gila, Lex.
Di dalam kamar Hisyam belum juga beranjak dari sisi istrinya. Hampir tiga puluh menit lamanya dia menatap wajah cantik istrinya yang tengah terlelap. Sesekali dia mengusap pipi putih Zahra. Kemudian berganti merapikan anakan rambut menyembunyikannya di belakang telinga.Aksi random Hisyam membuat Zahra terganggu. Ia mengerjapkan matanya. Lalu membuka matanya perlahan. Wajah tampan itu tersenyum padanya."Sayang, udah baikan belum?" tanya Hisyam lembut."Sedikit," jawab Zahra yang memang masih lemah. Hisyam langsung memasang mode wajah bersalah. Gara-gara hasratnya yang terlalu tinggi membuat istrinya sakit."Maaf, lain kali aku akan menahan diri. Demi bayi kita," lirih Hisyam. Wajahnya sayu saat mengatakannya. Membuat Zahra tidak enak hati."Om, nggak usah pikirin itu. Kan sama-sama enak. Om, nggak usah ngerasa bersalah gitu," hibur Zahra mengumbar senyum manisnya."Iya, tapi Om janji akan lebih hati-hati lagi," ulang Hisyam. Ia tidak ingin membahayakan kondisi bayinya. Demi Zahra, de
Meta jongkok di hadapan Aysel dan berniat memeluknya."Aysel, dengerin Mama Sayang. Mama tidak pernah mengabaikan Aysel. Akhir-akhir ini Mama banyak masalah yang harus di selesaikan," bujuk Meta.Namun Aysel justru lari ke dalam kamar menepis tangan Meta.Alex tahu Meta terluka dengan kelakuan putrinya. Di tambah lagi akhir-akhir ini hari-harinya begitu berat menghadapi sidang perceraianmnya dengan Reno. Tidak mungkin juga ia cerita pada Aysel kalau sebenarnya dirinya dan Reno sudah cerai. Ia takut kalau Aysel belum bisa menerima. Meski dulu Aysel pernah cerita padanya kalau lihat papanya selingkuh. Meta takut Aysel belum rela melepas kepergian papanya. Buktinya dia marah-marah waktu dirinya datang bersama Alex."Maafin Aysel ya Lex. Dia cuma anak kecil. Nanti aku akan bicara padanya pelan-pelan," kata Meta."Tidak apa-apa. Wajar kalau Aysel bersikap demikian. Dunianya sekarang hanya ada kamu. Dia mungkin butuh perhatian. Sebaiknya aku pulang dulu. Kamu temani Aysel. Nanti dia pasti ak