Anna tidak bertanya lagi mengenai gaun yang akan dikenakan oleh ibu mertuanya. Dia hanya berpikir, jika semakin banyak dia bertanya maka akan semakin tidak bisa memahami jalan pikiran ibu kandung suaminya.Ini adalah pertama kalinya bagi Anna datang ke pesta ulang tahun Ayah mertuanya. Dan hal itu akan menjadi pertama kalinya dia berjumpa dengan keluarga besar suaminya. Melihat sikap Vania yang begitu bersahabat dengannya, Anna hanya berharap bahwa sikap itulah yang memang tulus ditujukan untuknya. Anna sudah pernah kecewa sekali sebab tidak pernah dianggap oleh ibu yang dia pikir adalah ibu kandungnya. Dia tidak mau mengulangi lagi kesalahan yang sama dengan mempercayai orang yang salah.Anna menutup matanya ketika pegawai salon kecantikan menyemprotkan wajahnya dengan face mist. Setelah itu dia merasakan hembusan angin supaya cairan itu bisa cepat mengering."Sudah selesai, Nyonya. Anda boleh membuka mata Anda."Perlahan, Anna membuka kedua matanya dan langsung ditujukan dengan pen
"Apa maksudmu? Gaunku tidak terbuka seperti yang kamu katakan." Dikatakan seperti itu, tentu saja membuat Anna merasa tidak terima. Menurutnya, pilihannya sudah sangat sempurna. Dia juga bukan seorang wanita yang akan memamerkan tubuhnya dengan mudah. Dia masih memiliki rasa malu dengan tidak menampilkan bagian tubuhnya secara percuma.Eric merasa penglihatannya benar, gaun sang istri sangat terbuka dalam pandangannya. Dia menunjuk bahu Anna sembari berkata, "Itu! Bahumu terlihat. Itu artinya bahwa gaun yang kamu pilihkan sangat terbuka!" Anna melihat ke arah gaunnya, seketika dia tertawa. Setelah dia menetralkan perasaannya, segera dia berkata, "Hanya bagian ini saja tidak akan sampai mempengaruhi orang-orang. Aku sangat yakin bahwa di pesta nanti, akan ada lebih banyak gaun terbuka yang bisa kamu lihat!""Kata siapa tidak akan mempengaruhi orang-orang? Kamu tidak tahu bagaimana pikiran pria berjalan. Mereka akan—""Eric!" Mendengar suara Vania, pasangan suami istri itu refleks me
Tatapan Vania berubah, tetapi senyuman di wajahnya masih tersemat. Hal itu menimbulkan pertanyaan yang sangat banyak di kepala Eric dan juga Anna. "Tenang saja. Mama sudah menyiapkan hadiah yang sangat spesial untuk papa kalian," ucap Vania kemudian langsung mengajak mereka berdua untuk masuk ke dalam gedung. Sejak awal sang ibu memintanya untuk ikut datang ke pesta ulang tahun Edmund, hal itu saja sudah menimbulkan banyak pertanyaan. Biasanya Vania tidak pernah memaksanya jika tidak ingin pergi tetapi kali ini ibunya itu seakan sangat ingin datang bersama dengannya dan juga Anna. Tiba-tiba langkah kaki mereka kembali terhenti, Anna menoleh ke arah ibu mertuanya kemudian bertanya, "Ada apa, Ma? Apakah ada yang terlupa?"Vania melihat ke arah anak dan menantunya secara bergantian. Merasa ada yang tidak beres kemudian pandangannya tertuju pada mereka yang malah berdiri dengan berjarak dan tidak saling berpegangan."Kenapa kalian berdiri sejauh itu?" Vania beralih pada Anna, "Kamu jug
Anna memasang senyum ramah, sedikit membungkuk sebagai tanda penghormatan. Dia menatap Edmund tanpa rasa takut, kemudian berkata, "Saya Anna Caroline Gwenevieve." Mendengar nama belakang menantunya, seketika dia teringat dengan nama seseorang yang sangat tidak asing di telinganya. "Gwenevieve?" Anna terkejut dengan pertanyaan Edmund, dia merasa bahwa nama belakang keluarganya tidak asing di telinga ayah mertua. Tetapi Anna tidak mau ambil pusing, dia segera menyodorkan paper bag yang dibawanya. "Ini hadiah untuk Anda, saya harap Anda menyukainya," ucap Anna, senyumannya sama sekali tidak pudar. Seketika itu juga membuat Edmund seperti terpesona. Perlahan dia menerima paper bag itu, kemudian membukanya sedikit. Seketika itu juga aroma kopi yang dia sukai langsung masuk ke dalam indra penciumannya. Edmund langsung mengangkat wajah dan seketika pandangannya pada Anna menjadi berbeda. Dia melihat ke arah Eric, tetapi pria itu masih menatapnya tanpa ekspresi. Sepertinya dia memang
Beberapa saat sebelumnya, ketika mereka baru saja tiba, pandangan Daphne langsung saja tertuju pada mereka. Dia menoleh ke arah belakang, lebih tepatnya pada seorang pria yang memang berjaga di sana.Tersenyum tipis pada pria itu seraya mengangguk pelan. Seakan tahu dengan tugasnya, pria itu segera pergi dari sana.Daphne sangat membenci Vania dan juga Eric. Sekarang anak tirinya itu memiliki seorang istri, membuat kebenciannya kian membesar. Dia bertekad untuk menghancurkan mereka semua yang akan menghalangi jalannya.Daphne kembali beralih pada suaminya yang kini sedang bicara dengan rekan bisnisnya. Dia bersikap seakan dia adalah istri sah, tidak peduli dengan pandangan orang-orang. Sementara itu, setelah Vania memerintahkan putranya untuk memperkenalkan Anna pada Edmund, dia terdiam beberapa saat di tempatnya duduk. Melihat sang suami duduk berdampingan dengan istri keduanya, membuat dia tidak suka sebab cemburu.Seharusnya Vania yang berada di tempat duduk itu. Dia adalah istri
Eric tersenyum pada Anna kemudian melihat ekspresi wajahnya yang kesal seketika dia berpikir bahwa ada sesuatu yang membuatnya tidak senang. Di antara mereka hanya ada petugas wanita, dia langsung paham apa yang telah terjadi sekarang.Petugas wanita itu tersenyum sembari membungkuk tanda menghormati Eric. Dia tahu bahwa pria di depannya adalah anak dari atasannya. "Selamat malam, Tuan Eric. Ada yang perlu saya bantu?" Wanita itu bertanya dengan ramah. Cara bicaranya sangat berbeda ketika dia sedang berbicara dengan Anna. Meski sama-sama tersenyum, tetapi Anna tahu bahwa memang perlakuannya dibedakan. "Ada seseorang yang terkunci di toilet wanita. Aku sudah memberitahu petugas itu tapi dia tidak mau mendengarkan. Dia malah mengatakan akan memanggil keamanan jika aku terus bersikeras." Anna langsung saja memberitahu duduk perkaranya.Sementara petugas wanita yang mendengarnya, dia menjadi takut. Meski begitu, dia tidak kehilangan akal. "Maaf, Nona. Mungkin Anda salah paham. Saya han
Anna sangat terkejut mendengar perkataan ibu mertuanya. Pria itu memang pernah mengakui perasaannya tetapi Anna memang belum siap untuk membuka hati. Jika yang dikatakan oleh Vania adalah kebenaran, maka itu berarti perasaan Eric adalah nyata. "Mama sama sekali tidak menyangka ketika mendengar kabar bahwa Eric sudah menikah. Sebab hal yang dilakukan oleh papanya sangat membekas sehingga mama khawatir jika Eric tidak akan pernah mau mencintai ataupun menikah dan membangun keluarganya." Sisi lain Eric yang seperti ini, sangat jarang sekali dia lihat. Biasanya Anna hanya akan melihat sang suami yang selalu bersikap seperti tidak memiliki masalah. Selalu saja bersikap dominan dan menjadi sandaran ketika dia sedang ditimpa musibah. Vania menoleh ke arah Anna, memberikan senyuman hangat pada menantunya. "Ketika mama mendengar bahwa Eric telah menikah, mama sangat bahagia. Karena itu berarti masalah orang tuanya tidak menjadikannya hilang harapan untuk bahagia bersama dengan wanita yang d
Anna langsung mendorong tubuh Eric, melangkah mundur menjauhi pria itu. Meskipun ciuman Eric sangat memabukkan, tapi bukan berarti pria itu boleh melakukan yang lebih dari pada ciuman. "Jangan harap!" Anna menatapnya dengan sinis. Kenyataan bahwa dia menikmati ciumannya, membuat dirinya tidak terima. Ditambah dengan ciuman ini merupakan ciuman pertamanya, semakin membuat Anna kesal. "Kenapa? Kurasa tadi kamu menikmatinya juga," ucap Eric dengan penuh percaya diri. "Hei! Kamu mungkin sudah biasa tapi ini yang pertama buatku, tahu!" Anna bersedekap, dia memalingkan wajah ke arah lain, enggan untuk menatap suaminya. Jujur saja dia merasa sangat malu sekarang. Bagaimana bisa dia memberitahu Eric bahwa pria itu merupakan yang pertama baginya? "Ini juga pertama kali untukku. Dan ternyata rasanya seperti ini." Anna terbelalak, dia langsung menolehkan kepala ke arah Eric dan menatap dengan penuh ketidakpercayaan. Bagaimana mungkin dia adalah yang pertama sementara Eric terasa sangat ahl
Waktu berlalu sejak hari di mana mereka pergi ke taman yang ada di dekat rumah. Berhari-hari setelahnya, Ethan juga terlihat murung karena tidak bisa bermain dengan teman barunya. Anna berpikir bahwa ini hanya masalah anak kecil, waktu yang akan membuatnya lupa. Sekarang kedua anaknya sudah beranjak dewasa. Ethan sudah berusia 30 tahun sementara Lyra tahun ini baru menginjak usia 28 tahun. Anna menikmati kebersamaannya bersama dengan sang suami. Perusahaan pun sudah perlahan-lahan diserahkan pada Ethan. Kini dia dan Eric hanya tinggal menikmati masa tua bersama. Dilihatnya jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 06.00 sore. Sebentar lagi suami dan juga anak-anaknya akan kembali setelah selesai bekerja. Anna merapikan meja makan dan tepat pada saat itu dugaannya benar. Tak lama datang Eric dengan Lyra yang menggendong tangannya. Namun, tidak ada Ethan yang mengekori mereka. Hal itu membuat Anna bertanya-tanya, "Sayang, dimana kakakmu?" Lyra memeluk sang ibu kemudian berkata, "Kata
Akhirnya Anna harus merelakan pakaian dalam kesayangannya menjadi korban "keganasan" Eric yang sudah tidak bisa menahan gairahnya. Anna hanya bisa pasrah dan menikmati saja setiap perlakuan yang diberikan oleh suaminya. Anna merasa kehidupannya sudah sangat sempurna, suami yang sangat mencintainya dan juga anak-anak yang cantik dan tampan. Sudah lengkap kebahagiaan yang dirasakan olehnya setelah bertahun-tahun hidup dalam kesedihan. Tahun demi tahun dilalui keluarga kecil itu dengan penuh semangat kebahagiaan. Kerikil tetap saja akan hadir tetapi jika Eric terus menggenggam kedua tangannya, maka semua akan menjadi baik-baik saja. Kini Anna dan Eric bersiap-siap untuk mengajak Lyra dan Ethan bermain ke taman. Mereka berdua dengan penuh semangat dan kebahagiaan mempersiapkan segala perlengkapan yang diperlukan untuk hari yang menyenangkan bersama keluarga kecil mereka.Lyra yang ceria dan Ethan yang penuh energi dengan riangnya melompat-lompat karena hendak diajak pergi ke taman. Mer
Eric merasa sangat malu karena sudah tertangkap basah melakukan sesuatu yang tidak senonoh oleh istrinya. Padahal dia berusaha untuk menjaga kerahasiaan dirinya sendiri tetapi tidak disangka malah Anna tiba-tiba datang kembali setelah dia menyuruhnya untuk pergi beristirahat. Saat ini Eric sedang duduk di tepi ranjang dengan kepala tertunduk dan jemari yang saling bertaut. Dia seperti seorang penjahat yang sudah kedapatan tertangkap warga saat sedang melakukan aksinya. "Anna, aku ...." Eric tidak bisa menemukan alasan yang tepat untuk diberikan pada istrinya. Anna menggelengkan kepala, menatap Eric dengan tidak percaya. Dalam hati sedikit merasa bersalah karena dialah yang menjadi penyebab Eric melakukannya. Seandainya saja dia tidak ketakutan, mungkin hal seperti tadi tidak akan pernah terjadi. Anna menarik nafas panjang kemudian menghembuskannya perlahan. Dia berjalan mendekati suaminya kemudian duduk di sebelahnya. "Sayang, maaf, aku tidak bermaksud—""Maafkan aku." Eric meng
Eric memicingkan kedua matanya, kali ini dia balik menatap Anna dengan kesal. Berani sekali istrinya ini berbohong dengan mengatakan bahwa dia belum selesai. Membuat Eric merasa uring-uringan selama seharian ini. Sementara Anna, dia tahu marabahaya akan segera datang. Dia segera bersiap, mendorong tubuh Eric, hendak bangun dan pergi meninggalkannya. Namun, gerakan Anna tidak kalah cepat dengan gerakan Eric. Prianitu segera menangkap pergelangan tangannya, membuat Anna tidak bisa pergi menjauhinya. "Kamu mau kemana?" Eric berkata dengan tatapan mengintimidasi. Anna yang melihat itu, seketika dia sadar bahwa riwayatnya akan segera tamat. Eric pasti tidak akan membiarkannya. "Eric, aku ...." Anna tidak bisa lagi berkata-kata. Dalam hati dia merasa harus mengubah strateginya. Jika ditolak, tentu Eric akan kecewa. Sementara jika diladenipun, Anna takut sebab dia masih merasa ngilu melakukannya. Anna berdeham, dia melingkarkan kedua tangannya di leher Eric kemudian memberikan kecupan-
"Mana ada! Bahkan aku tidak pernah terpikir untuk melakukan hal seperti itu di belakang!" Eric membela diri.Anna memicingkan kedua matanya, menatap Eric dengan perasaan curiga. Perlahan dia berjalan mendekati suaminya kemudian melirik ke arah layar laptop yang terbuka. Di sana hanya ada lembar kerja lengkap dengan catatan di sana. Anna membuka seluruh isi di dalamnya dan tidak menemukan hal-hal mencurigakan. Anna menolehkan kepala dan tatapannya langsung bertemu dengan Eric. Kedua tangan pria itu bersedekap di depan dada, melihat sang istri yang menatap yang tidak percaya. "Bagaimana? Apakah kamu sudah menemukan hal-hal yang kamu cari?" Eric bertanya dengan penuh keberanian. Sementara Anna, dia hanya diam sembari terus memperhatikan ekspresi wajah suaminya. Tetapi dia hanya mencintai kebenaran di sana. Eric sama sekali tidak berbohong tentang dia yang memiliki pekerjaan. "Kalau gitu, sekarang tidur bersama denganku! Kamu sudah berjanji tidak akan menyentuh pekerjaan selama dua b
Sepanjang hari itu, Eric merasa sangat kesal dengan keadaan. Padahal dia yakin bahwa hari ini istrinya sudah siap. Dia sudah menghitung tanggal dan sekarang adalah hari yang tepat. "Bukankah sudah satu bulan berlalu, tapi kenapa belum juga bisa? Apakah aku salah menghitung?" Eric bermonolog. "Kenapa, Eric?" Edmund bertanya, saat ini dia sedang mengajak Ethan bermain di halaman belakang tetapi tiba-tiba mendengar putranya berbicara. Hanya saja dia tidak terlalu mendengarkan, sehingga tidak tahu kalimat yang diucapkan oleh Eric. Eric menolehkan kepala dan dalam hati merasa malu sebab dia tidak menyadari bahwa telah menyuarakan isi kepalanya. "Tidak ada," Eric menggelengkan kepala. Edmund tidak bertanya lagi, dia memilih untuk kembali fokus pada Ethan hingga tiba-tiba Eric memanggilnya. "Kenapa?" Edmund bertanya. Eric terdiam beberapa saat sebelum akhirnya dia berkata, "Pa, apakah wanita memang membutuhkan waktu yang lama setelah melahirkan?" Mendengar pertanyaan putranya, seketi
"Eric? Kamu kenapa, Nak?" Vania sangat terkejut melihat tampilan putranya yang sudah mirip seperti zombie. Kantung mata hitam sangat terlihat dengan jelas ditambah dengan rambut yang acak-acakan serta kaos putih oblong yang sudah tidak beraturan. Eric seperti pria yang tidak terurus. Vania mengintip dari balik celah tubuh putranya dan saat itulah dia semakin terkejut. Anna dalam posisi duduk dan bersandar di kepala ranjang dengan menggendong Lyra dan juga kedua mata yang terkanduk. "Apa yang terjadi dengan kalian? Kenapa penampilan kalian seberantakan ini?" Hari masih pagi tapi anak dan menantunya sudah tidak bersemangat untuk menjalani hari. "Tadi malam Lyra tidak mau tidur, setiap kami ingin meninggalkannya tidur, dia malah terus menangis sampai membangunkan Ethan. Akhirnya kami ajak mereka berdua untuk tidur bersama di bawah tapi malah berakhir tidak tidur semalaman." Eric berjalan dengan gontai ke arah ranjang kemudian berbaring di samping Ethan yang baru saja terlelap bebera
Anna memejamkan kedua mata setelah hari yang melelahkan untuknya. Dia sudah tidak sanggup lagi untuk berjalan dari arah ruang keluarga ke kamar. Bahkan untuk bernapas saja, rasanya sangat sulit untuk dilakukan. Tepat pada saat itu Eric turun dari lantai dua dan duduk di sebelahnya. Terdengar helaan nafas panjang sebagai tanda bahwa suaminya itu juga merasakan hal yang sama dengannya. Anna dan Eric merasa kelelahan yang mendalam setelah merawat Ethan dan Lyra yang masih bayi. Mereka duduk di sofa dengan ekspresi lelah. Ketika Ethan lahir, meskipun merasa lelah tetapi mereka berdua bisa mengatasinya dengan sangat baik. Keduanya akan secara bergantian menjaga Ethan malam dan juga pagi. Eric akan menjaga Ethan pada malam hari sementara Anna terlelap. Kemudian dari pagi hingga bertemu dengan matahari terbenam, ganti Anna yang menjaga. Selama dua bulan mereka melakukannya hingga akhirnya jam tidur Ethan berangsur normal seperti manusia pada umumnya. Pada malam hari, Ethan sudah tidak l
Anna dan Eric membawa dua anak mereka ke tempat yayasan dimana Cedric tinggal. Sudah bertahun-tahun sejak Gwenevieve diakuisisi oleh Eric, Cedric memilih untuk tinggal di yayasan ini bersama para orang tua lain. Ethan dengan penuh kegembiraan mendekati Lyra yang terbaring tenang dalam gendongan kakeknya, Cedric. Bocah berusia hampir tiga tahun itu sangat menyayangi adiknya, jadi ketika dalam posisi berdekatan seperti ini maka dia akan memajukan wajah dan memberikan kecupan di pipi Lyra. Cedric, dengan senyuman hangat dan penuh kelembutan, menyambut Ethan dan Lyra dengan penuh kasih sayang. Dia merasa begitu bersyukur bisa melihat cucunya yang baru lahir dan cucunya yang sudah tumbuh dengan sehat dan bahagia."Ethan sayang sama adik Lyra?" Cedric bertanya dengan penuh sayang. Ethan langsung mengganggukan kepalanya dengan sangat antusias, "Ethan sayang adik!" Cedric tak kuasa menahan tawanya, melihat tingkah lucu sang cucu, membuat dia sangat gemas. Kehadiran dua cucu membuat hidupn