"Kenapa kalian sangat berharap bahwa teman kalian Anna sedang berbohong kepada kalian. Teman macam apa kalian?" Tiba-tiba saja seorang pria tampan berdiri di belakang mereka.Maria dan teman-temannya langsung menoleh dan melihat pria tersebut. Mata mereka juga tidak melotot saat melihat wajah Liam. “Siapa kamu?” tanya Maria sambil memicingkan kedua matanya manatap pria itu.“Siapapun aku, bukanlah urusanmu.” Pria tersebut lalu melengos dan pergi meninggalkan Maria dan teman-temannya menuju ke mejanya Eric dan Anna.Ketika telah sampai, di hadapan bosnya dan istri, Liam langsung menundukkan kepalanya tanda hormat lalu berdiri di belakang tuannya. Seperti biasa, setiap kali Eric menghadiri acara, maka Liam akan selalu stand by kalau-kalau dia dibutuhkan. Melihat hal tersebut Maria dan teman-temannya semakin kebakaran jenggot. Sedangkan Laura sangking terkejutnya tidak sadar jika mulutnya saat ini sedang terbuka lebar seperti orang bodoh. “Tolong tutup mulutmu, Laura,” bisik Carlos ya
Sepeninggalan Carlos, Eric menoleh ke arah bahunya yang ditepuk oleh Laura. Sejak tadi dia sudah menahan amarah karena istrinya telah dirundung oleh mereka. Sekarang dengan tidak sopan, wanita ini malah menyentuh tubuhnya. Ayah Laura juga tak kalah terkejut dengan sikap putrinya, tetapi dia juga ingin tahu bagaimana reaksi dari pewaris Shailendra. Dalam hatinya dia masih sedikit berharap bahwa mungkin saja putrinya bisa mendapatkan hati pria itu. Jika begitu, maka akan berakibat baik untuk perusahaannya.Ayah Laura seakan lupa bawa putrinya baru saja menikah. Statusnya sekarang adalah seorang wanita yang memiliki suami. Secara tidak langsung dia telah mendukung putrinya untuk menjadi perebut suami orang dan juga berselingkuh dari suaminya. Laura bisa merasakan ketidaksukaan Eric setelah dia menepuk bahunya. Tetapi di depan banyak orang, dia merasa malu jika mereka sadar perubahan suasana di antara dia dan suami Anna. Jadi langsung menurunkan tangan dan memberikan ekspresi wajah yang
Langkah kaki Anna terhenti, dia menoleh ke arah Eric dengan tatapan penuh tanya. Tetapi pria itu hanya membalasnya dengan sebuah senyuman. Sembari terus memeluk tubuh Anna, membawanya pergi dari sana. Ketika mereka telah sampai di dalam mobil, Anna termenung sebentar, sampai akhirnya Liam datang dan masuk ke kursi kemudi, barulah dia tersadar. Anna menoleh pada Eric kemudian berkata, "Eric, sepertinya kita harus kembali. Aku merasa ada sesuatu yang tidak benar sudah terjadi di sana."Eric tidak langsung menjawab perkataannya, dia memandang Anna, sedikit memiringkan kepala sembari terus menatap tanpa mengeluarkan suara. "Eric," Anna menggoyangkan lengan Eric, "Ayo, kita lihat apa yang telah terjadi!" ajaknya. "Kau masih mencintainya?""Apa?""Pria itu, apa kau masih mencintainya?"Seketika Anna sadar dengan seseorang yang dimaksud suaminya. Dia menegakkan punggung, lalu menjawab, "Aku sudah tidak mencintainya. Sekarang, ayo pergi dan lihat apa yang terjadi.""Untuk apa?"Kening Ann
Laura sangat kesal menyadari dirinya sudah tidak berdaya. Melawan Eric, dia sangat sadar bahwa dirinya tidak mampu. Ayahnya saja sudah dibuat hancur, apalagi dia yang sama sekali tidak memiliki kekuatan apapun.Kemudian dengan hati yang dipenuhi oleh amarah, Laura langsung pergi dari sana meninggalkan suaminya. Sekarang dia bahkan sudah tidak peduli lagi bagaimana perasaan Carlos terhadapnya. Tujuannya memenangkan hati Carlos, adalah untuk mengalahkan Anna. Dia sama sekali tidak terima jika gadis itu memiliki sesuatu yang lebih baik darinya.Namun, tanpa dia ketahui, Anna malah sudah menikah dengan seorang pria yang merupakan pewaris dari kerajaan bisnis terkenal di negeri ini. Pencapaiannya dalam menikahi Carlos, tentu saja menjadi hal yang percuma. Laura sekarang sudah berada di kamar pengantinnya. Melihat dekorasi yang sangat cantik membuat hatinya menjadi semakin marah. Laura berteriak dengan kesal, melempar apapun yang bisa dilempar. Untung saja kamar ini kedap suara, sehingga
"Anna, kau kenapa?" Mendengar suara itu, seketika membuat Anna membuka kedua mata. Dia menurunkan tangan dan melihat Eric yang sudah terlihat dengan jelas berada di depannya. Saat itulah dia baru bisa bernapas lega, ternyata siluet hitam itu adalah suaminya. "Kau tidak apa-apa?" Eric kembali bertanya ketika Anna tak kunjung menjawab pertanyaannya. Anna memaksakan senyuman, dia menganggukkan kepala. Tidak mungkin dia berkata dengan jujur bahwa suasana tadi berubah menjadi menyeramkan. Siluet hitam yang dia kira adalah sebuah penampakan, ternyata adalah suaminya. Eric menuntun Anna duduk di kursi makan, mengambilkan air minum lalu duduk di sampingnya. Pria itu menunggu Anna sampai selesai menetralkan perasaannya. Melihat perhatian Eric yang sangat nyata, seketika membuat Anna semakin merasa malu. Seketika dia teringat dengan pernyataan cinta yang diucapkan olehnya. Tetapi dia saja yang memang masih sulit untuk membuka hati setelah dipatahkan berkali-kali oleh pria lain. "Kena
Anna mendengus, dia memalingkan wajah, enggan menatap suaminya. Pria ini, kenapa bisa terlihat begitu mempesona dan menyebalkan di satu waktu yang bersamaan?"Jangan terlalu percaya diri! Aku tidak akan jatuh cinta padamu!" Anna berkata dengan penuh percaya diri. Sebelumnya dia sangat mencintai Carlos dan berakhir dengan patah hati. Selain itu, karena cinta, orang tuanya juga berakhir tragis. Anna sangat yakin bahwa dia tidak akan bisa lagi membuka hatinya untuk pria lain. Jadi sangat yakin berkata bahwa dia tidak akan jatuh hati pada sang suami. Eric menatap Anna dengan senyuman, kedua tangannya masih lihai memotong sayuran, "Kau sudah sesumbar seperti itu, tapi lihat saja ke depannya nanti. Akan kubuat kau jatuh ke dalam pelukanku."Anna berdecak ketika mendengarnya, dia memilih untuk memainkan ponsel sembari menunggu makanannya matang. Tepat pada saat itu, dia mencium aroma wangi masakan. Seketika dia mengangkat kepala dan melihat sebuah atraksi yang diperlihatkan suaminya. Eric
Anna menutup pintu kamarnya dengan perlahan. Menyandarkan tubuhnya di balik pintu dan seketika itu juga senyuman di wajahnya terkembang. Dia mengingat perlakuan Eric yang sangat perhatian padanya. Pria ini, nampak tidak main-main dengan perasaannya. Seperti yang dia katakan adalah memang kenyataan. Namun, Anna sudah berkali-kali ditipu mengenai perasaan seseorang. Orang yang dia kira tidak akan menyakitinya, malah menjadi orang yang paling membuatnya tersiksa. Membuat dia sangat kecewa dan berujung hilangnya kepercayaan dirinya. Anna tidak mau lagi memberikan kepercayaannya dengan mudah. Dia tidak mau lagi merasa kecewa dengan seseorang. Anna tidak siap jika kebahagiaan yang dia rasakan adalah kebahagiaan semu seperti sebelumnya. Anna menarik napas panjang kemudian menghembuskannya perlahan. Dia berjalan menuju ranjang dan memilih untuk beristirahat dengan cepat. Masalah hari ini, biar dia pikirkan esok hari. Saat ini pikirannya sudah terlalu lelah dengan permasalahan yang telah
Anna mengerjapkan kedua matanya, dia tersadar setelah beberapa kali Eric memanggil namanya. Pria ini hanya sedang dinas beberapa hari di luar kota tetapi entah kenapa dia malah merasa kehilangan. Seperti hatinya menjadi kosong dan terasa hampa. "Ya, aku masih di sini," jawab Anna. "Ehm ... berapa hari kau di sana?" tanya Anna ragu-ragu. "Kenapa? Apakah kau sudah merindukanku?"Anna berdecak, "Sudahlah! Lupakan saja! Anggap aku tidak pernah mempertanyakannya.""Mana bisa seperti itu? Kau sudah mengatakannya dan aku juga sudah mendengarnya. Tidak bisa kulupakan begitu saja!" "Kalau begitu, jawab saja tanpa harus menggodaku!" sergahnya kesal. "Kau merindukanku, benarkah?" "Tidak!""Katakan saja dengan jujur, kau merindukanku, bukan?" Eric semacam mendapatkan kesenangan baru dengan menggoda Anna. Mendengar suara istrinya yang merengut kesal, membuat hatinya menjadi bahagia."Kututup telfonnya!"Panggilan langsung diputus begitu saja tanpa mendengar jawaban Eric. Anna menggerutu semba