"Aku tidak mau!" Eric menolak dengan tegas. Phillip sudah bisa menduga penolakan yang akan dilayangkan oleh Eric. Dia tahu bahwa Eric emang bukan seorang pria yang mudah diberi ancaman. Semakin Phillip berusaha mengancam, maka akan semakin sulit baginya mencapai keinginannya. Namun, Phillip juga bukan orang yang suka ditolak. Apapun yang diinginkannya pasti akan didapatkan dengan mudah. Meski sulit, dia tidak peduli, Phillip pasti akan dapatkan keinginannya. Tiba-tiba suara tawa Phillip terdengar, Eric hanya menyipitkan kedua matanya tanpa merespon apapun. Dia sudah muak, segera memberikan lirikan tajam pada Liam. Tanpa bicarapun Liam sudah paham, dia segera menekan sebuah tombol yang berada tidak jauh dari pintu ruang kerja. "Kamu tidak bisa menolak Jessie. Saya akan pastikan kamu tidak bisa lari dari tanggung jawabmu!" Tepat pada saat itu, dua orang pria dengan tubuh yang kekar masuk ke dalam ruang kerja. Mereka bersiap menunggu perintah dari tuannya. Phillip melirik ke arah
"Dari mana kamu mendapatkannya?" Anna hanya menatap suaminya tanpa ekspresi, dia melihat Eric selidik, dalam hati berharap bahwa berita itu tidak benar. Pesan yang diterima oleh Anna merupakan sebuah pesan singkat yang tidak diketahui dari mana asalnya. Tetapi orang yang mengirim menggunakan nomor itu berkata bahwa ada seorang gadis di luar sana yang sedang hamil anak suaminya. Anna tentu saja tidak percaya, tetapi dalam hatinya dia juga wanita biasa. Anna merasa cemburu dan juga terluka dengan berita itu meski dia yakin bahwa Eric bukan laki-laki brengsek seperti kebanyakan. Akibat rasa cemburu dan juga marah yang dirasakan oleh Anna, membuat dia enggan untuk berdekatan dengan suaminya. Sehingga kesalahpahaman itu akhirnya terjadi dan Eric menjadi pria yang salah di mata Anna. "Aku tidak tahu siapa yang sudah mengirimkan hasil foto USG itu padamu. Tapi, yang dikatakan oleh orang itu tidak benar," Eric berkata dengan nada suara serta ekspresi wajah yang sangat meyakinkan. Meliha
Ketika mereka sedang bercumbu mesra, secara tiba-tiba Anna merasakan sebuah dorongan yang familiar dari perutnya. Dia memejamkan kedua mata dengan erat, menahan hasrat ingin mengeluarkan sesuatu yang tidak nyaman. Hingga akhirnya, Anna sudah tidak lagi kuat, dia segera mendorong tubuh Eric dan beranjak dari ranjang. Segera berlari ke arah kamar mandi, dan menumpahkan seluruh isi perutnya di wastafel. Anna merasa sangat lemas hingga dia tidak mampu untuk menopang tubuhnya. Saat kedua kaki Anna sudah tidak lagi bertenaga, secara tiba-tiba sepasang tangan memeluknya. Anna menolehkan kepala dan melihat wajah Eric yang sangat mengkhawatirkannya. "Anna, kamu tidak apa-apa?"Tanpa melihat ke arah Eric, Anna hanya menganggukan kepalanya. Dia bahkan sudah tidak lagi bertenaga untuk membalas pertanyaan suaminya.Tanpa berkata-kata lagi, Eric segera menggendong Anna dan membawanya ke atas ranjang. Menidurkan istrinya itu dengan sangat hati-hati, seakan takut akan melukainya. Anna tidak banya
Eric tersenyum mendengar keinginan istrinya, dia mengusap rambut Anna kemudian berkata, "Laki-laki ataupun perempuan, Aku tidak akan mempermasalahkannya. Buatku, hal terpenting adalah, anak kita lahir dengan sehat. Kamu juga harus kuat untuk bisa merawatnya bersama denganku." Anna terperangah mendengar kata-kata yang diucapkan oleh suaminya. Terlebih diakhir kalimat yang diucapkan olehnya. Terdengar bahwa pria itu sangat mencintai Anna hingga takut kehilangannya. Membuat hati Anna merasa sangat tersentuh dan juga bahagia. "Kalau gitu, apakah kamu sudah menyiapkan nama untuknya?" Anna bertanya lagi. Eric terdiam beberapa saat, berpikir deretan nama yang bisa mereka gunakan. Tetapi tidak satupun nama yang terpikir olehnya. "Aku tidak tahu ingin menamai anak kita dengan nama apa. Bisakah kamu memberiku pilihan?" Kali ini ganti Anna yang terdiam, dia pun juga tidak tahu harus memberi nama bayi mereka apa. Karena ini adalah kali pertama untuk Anna memikirkan sebuah nama. "Aku juga ti
Anna menatap pintu kamarnya dengan perasaan tidak senang. Dia hanya bicara saja, tetapi kenapa suaminya malah benar-benar pergi meninggalkannya? Apakah pria memang tidak sepeka itu? Hanya melakukan semua yang dikatakan di mulut? Anna berdecak dengan kesal, dia menutup tubuhnya dengan selimut dan mencoba untuk memejamkan kedua matanya. Tetapi Anna tidak benar-benar bisa tertidur. Dia malah terus saja terjaga setiap mencoba untuk pulas. Setelah beberapa saat dalam posisinya, Anna sudah tidak tahan lagi. Dia segera bangun dan berjalan menuju pintu kamar. Tepat ketika itu, Anna dikejutkan dengan kehadiran Eric yang hendak masuk dengan membawa sebuah nampan. Anna membelalakkan kedua matanya, kemudian reflek memegang dada. Sesaat dia tidak bisa bersuara hingga akhirnya dia berhasil mendapatkan kembali kesadarannya. "Kamu mengejutkanku!" Anna berseru dengan kesal. Namun, dalam adegan ini, yang paling dikejutkan sebenarnya adalah Eric. Pria itu memegang minuman hangat tapi tiba-tiba Anna
Anna menyipitkan kedua matanya menatap sang suami yang tersenyum menggoda. Setelah pergulatan pagi yang panjang, pria itu malah tanpa rasa bersalah berbaring sembari terus menatapnya. "Kamu memang sengaja, ya, melakukannya?" Anna berseru tidak senang. "Lain kali jika kamu mau membangunkanku, lakukan dengan cara tadi," Eric berucap dengan santai. Anna membelalak, dia segera mengambil bantal yang dikenakannya kemudian membanting bantal itu dan tepat mengenai wajah suaminya. "Aww!" Eric mengaduh kesakitan meski tenaga Anna tidak seberapa. "Kamu menyebalkan!" Anna segera berdiri dan menarik selimut yang digunakan untuk menutupi tubuh mereka. Dia tidak peduli jika dengan gerakannya maka akan membuat Eric terlihat polos di bawah sana. Anna langsung saja bergegas masuk ke dalam walk interview closet dan semakin masuk ke kamar mandi. Anna segera membersihkan diri sebab dia hendak menagih janji sang suami. Sementara Eric, dia mengangkat tangan kanannya dan menjadikan tangannya sebagai b
Hari demi hari berlalu dengan sangat baik, tidak ada apapun yang mengganggu pasangan suami istri yangsedang sibuk memadu kasih. Eric menjaga Anna dengan sangat baik, dia benar-benar memastikan bahwa tidak ada apapun yang akan mengganggu kehidupan harmonis yang mereka miliki. Anna dan Eric duduk berdampingan di ruang tunggu depan poli kandungan, wajah mereka penuh harap dan kegembiraan. Mereka saling bertatapan dengan senyuman hangat, menunggu dengan sabar untuk memeriksakan kandungan Anna dan mengetahui jenis kelamin anak mereka yang sedang dikandung. "Tenang saja, tidak perlu tegang," ucap Eric menenangkan Anna yang sejak tadi merasa berdebar untuk melihat calon anak mereka. Anna menolehkan kepala, dia tidak berkata apapun dan hanya membalas senyuman suaminya. Entah kenapa hari ini Anna merasa dia tidak seperti biasa. Sejak awal kehamilan, biasanya ketika akan melakukan kontrol bulanan, maka Anna hanya akan bersikap biasa saja. Senang tapi juga tidak sampai berlebihan. Namun, har
Setelah memberitahu Vania dan juga Edmund mengenai jenis kelamin anak pertama mereka, keduanya langsung melakukan sambungan telepon dengan Cedric dan memberikan kabar bahagia itu padanya. Respon yang diberikan oleh Cedric tentu saja sesuai dugaan, pria itu sangat bahagia karena akhirnya bisa mendapatkan cucu pertama laki-laki dari Putri kesayangannya. "Tapi, sebenarnya mau laki-laki ataupun perempuan, papa akan menerima dan menyayanginya dengan sepenuh hati. Hal terpenting untuk papa adalah kesehatan Anna dan juga bayi kalian." Anna menolehkan kepala, menatap Eric dengan penuh sukacita. Dia merasa sangat bahagia sampai tidak bisa untuk dideskripsikan. Anna merasa sangat bingung, kebaikan apa yang telah dia lakukan hingga Tuhan memberikannya kebahagiaan yang sangat banyak? "Anna, apa ada hal yang perlu kalian siapkan?" "Ada, hari ini kami akan mulai berbelanja." "Bagus!" Cedric segera mengambil ponsel kemudian mengetikkan sesuatu di layar ponselnya. Setelah itu dia kembali mengan
Waktu berlalu sejak hari di mana mereka pergi ke taman yang ada di dekat rumah. Berhari-hari setelahnya, Ethan juga terlihat murung karena tidak bisa bermain dengan teman barunya. Anna berpikir bahwa ini hanya masalah anak kecil, waktu yang akan membuatnya lupa. Sekarang kedua anaknya sudah beranjak dewasa. Ethan sudah berusia 30 tahun sementara Lyra tahun ini baru menginjak usia 28 tahun. Anna menikmati kebersamaannya bersama dengan sang suami. Perusahaan pun sudah perlahan-lahan diserahkan pada Ethan. Kini dia dan Eric hanya tinggal menikmati masa tua bersama. Dilihatnya jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 06.00 sore. Sebentar lagi suami dan juga anak-anaknya akan kembali setelah selesai bekerja. Anna merapikan meja makan dan tepat pada saat itu dugaannya benar. Tak lama datang Eric dengan Lyra yang menggendong tangannya. Namun, tidak ada Ethan yang mengekori mereka. Hal itu membuat Anna bertanya-tanya, "Sayang, dimana kakakmu?" Lyra memeluk sang ibu kemudian berkata, "Kata
Akhirnya Anna harus merelakan pakaian dalam kesayangannya menjadi korban "keganasan" Eric yang sudah tidak bisa menahan gairahnya. Anna hanya bisa pasrah dan menikmati saja setiap perlakuan yang diberikan oleh suaminya. Anna merasa kehidupannya sudah sangat sempurna, suami yang sangat mencintainya dan juga anak-anak yang cantik dan tampan. Sudah lengkap kebahagiaan yang dirasakan olehnya setelah bertahun-tahun hidup dalam kesedihan. Tahun demi tahun dilalui keluarga kecil itu dengan penuh semangat kebahagiaan. Kerikil tetap saja akan hadir tetapi jika Eric terus menggenggam kedua tangannya, maka semua akan menjadi baik-baik saja. Kini Anna dan Eric bersiap-siap untuk mengajak Lyra dan Ethan bermain ke taman. Mereka berdua dengan penuh semangat dan kebahagiaan mempersiapkan segala perlengkapan yang diperlukan untuk hari yang menyenangkan bersama keluarga kecil mereka.Lyra yang ceria dan Ethan yang penuh energi dengan riangnya melompat-lompat karena hendak diajak pergi ke taman. Mer
Eric merasa sangat malu karena sudah tertangkap basah melakukan sesuatu yang tidak senonoh oleh istrinya. Padahal dia berusaha untuk menjaga kerahasiaan dirinya sendiri tetapi tidak disangka malah Anna tiba-tiba datang kembali setelah dia menyuruhnya untuk pergi beristirahat. Saat ini Eric sedang duduk di tepi ranjang dengan kepala tertunduk dan jemari yang saling bertaut. Dia seperti seorang penjahat yang sudah kedapatan tertangkap warga saat sedang melakukan aksinya. "Anna, aku ...." Eric tidak bisa menemukan alasan yang tepat untuk diberikan pada istrinya. Anna menggelengkan kepala, menatap Eric dengan tidak percaya. Dalam hati sedikit merasa bersalah karena dialah yang menjadi penyebab Eric melakukannya. Seandainya saja dia tidak ketakutan, mungkin hal seperti tadi tidak akan pernah terjadi. Anna menarik nafas panjang kemudian menghembuskannya perlahan. Dia berjalan mendekati suaminya kemudian duduk di sebelahnya. "Sayang, maaf, aku tidak bermaksud—""Maafkan aku." Eric meng
Eric memicingkan kedua matanya, kali ini dia balik menatap Anna dengan kesal. Berani sekali istrinya ini berbohong dengan mengatakan bahwa dia belum selesai. Membuat Eric merasa uring-uringan selama seharian ini. Sementara Anna, dia tahu marabahaya akan segera datang. Dia segera bersiap, mendorong tubuh Eric, hendak bangun dan pergi meninggalkannya. Namun, gerakan Anna tidak kalah cepat dengan gerakan Eric. Prianitu segera menangkap pergelangan tangannya, membuat Anna tidak bisa pergi menjauhinya. "Kamu mau kemana?" Eric berkata dengan tatapan mengintimidasi. Anna yang melihat itu, seketika dia sadar bahwa riwayatnya akan segera tamat. Eric pasti tidak akan membiarkannya. "Eric, aku ...." Anna tidak bisa lagi berkata-kata. Dalam hati dia merasa harus mengubah strateginya. Jika ditolak, tentu Eric akan kecewa. Sementara jika diladenipun, Anna takut sebab dia masih merasa ngilu melakukannya. Anna berdeham, dia melingkarkan kedua tangannya di leher Eric kemudian memberikan kecupan-
"Mana ada! Bahkan aku tidak pernah terpikir untuk melakukan hal seperti itu di belakang!" Eric membela diri.Anna memicingkan kedua matanya, menatap Eric dengan perasaan curiga. Perlahan dia berjalan mendekati suaminya kemudian melirik ke arah layar laptop yang terbuka. Di sana hanya ada lembar kerja lengkap dengan catatan di sana. Anna membuka seluruh isi di dalamnya dan tidak menemukan hal-hal mencurigakan. Anna menolehkan kepala dan tatapannya langsung bertemu dengan Eric. Kedua tangan pria itu bersedekap di depan dada, melihat sang istri yang menatap yang tidak percaya. "Bagaimana? Apakah kamu sudah menemukan hal-hal yang kamu cari?" Eric bertanya dengan penuh keberanian. Sementara Anna, dia hanya diam sembari terus memperhatikan ekspresi wajah suaminya. Tetapi dia hanya mencintai kebenaran di sana. Eric sama sekali tidak berbohong tentang dia yang memiliki pekerjaan. "Kalau gitu, sekarang tidur bersama denganku! Kamu sudah berjanji tidak akan menyentuh pekerjaan selama dua b
Sepanjang hari itu, Eric merasa sangat kesal dengan keadaan. Padahal dia yakin bahwa hari ini istrinya sudah siap. Dia sudah menghitung tanggal dan sekarang adalah hari yang tepat. "Bukankah sudah satu bulan berlalu, tapi kenapa belum juga bisa? Apakah aku salah menghitung?" Eric bermonolog. "Kenapa, Eric?" Edmund bertanya, saat ini dia sedang mengajak Ethan bermain di halaman belakang tetapi tiba-tiba mendengar putranya berbicara. Hanya saja dia tidak terlalu mendengarkan, sehingga tidak tahu kalimat yang diucapkan oleh Eric. Eric menolehkan kepala dan dalam hati merasa malu sebab dia tidak menyadari bahwa telah menyuarakan isi kepalanya. "Tidak ada," Eric menggelengkan kepala. Edmund tidak bertanya lagi, dia memilih untuk kembali fokus pada Ethan hingga tiba-tiba Eric memanggilnya. "Kenapa?" Edmund bertanya. Eric terdiam beberapa saat sebelum akhirnya dia berkata, "Pa, apakah wanita memang membutuhkan waktu yang lama setelah melahirkan?" Mendengar pertanyaan putranya, seketi
"Eric? Kamu kenapa, Nak?" Vania sangat terkejut melihat tampilan putranya yang sudah mirip seperti zombie. Kantung mata hitam sangat terlihat dengan jelas ditambah dengan rambut yang acak-acakan serta kaos putih oblong yang sudah tidak beraturan. Eric seperti pria yang tidak terurus. Vania mengintip dari balik celah tubuh putranya dan saat itulah dia semakin terkejut. Anna dalam posisi duduk dan bersandar di kepala ranjang dengan menggendong Lyra dan juga kedua mata yang terkanduk. "Apa yang terjadi dengan kalian? Kenapa penampilan kalian seberantakan ini?" Hari masih pagi tapi anak dan menantunya sudah tidak bersemangat untuk menjalani hari. "Tadi malam Lyra tidak mau tidur, setiap kami ingin meninggalkannya tidur, dia malah terus menangis sampai membangunkan Ethan. Akhirnya kami ajak mereka berdua untuk tidur bersama di bawah tapi malah berakhir tidak tidur semalaman." Eric berjalan dengan gontai ke arah ranjang kemudian berbaring di samping Ethan yang baru saja terlelap bebera
Anna memejamkan kedua mata setelah hari yang melelahkan untuknya. Dia sudah tidak sanggup lagi untuk berjalan dari arah ruang keluarga ke kamar. Bahkan untuk bernapas saja, rasanya sangat sulit untuk dilakukan. Tepat pada saat itu Eric turun dari lantai dua dan duduk di sebelahnya. Terdengar helaan nafas panjang sebagai tanda bahwa suaminya itu juga merasakan hal yang sama dengannya. Anna dan Eric merasa kelelahan yang mendalam setelah merawat Ethan dan Lyra yang masih bayi. Mereka duduk di sofa dengan ekspresi lelah. Ketika Ethan lahir, meskipun merasa lelah tetapi mereka berdua bisa mengatasinya dengan sangat baik. Keduanya akan secara bergantian menjaga Ethan malam dan juga pagi. Eric akan menjaga Ethan pada malam hari sementara Anna terlelap. Kemudian dari pagi hingga bertemu dengan matahari terbenam, ganti Anna yang menjaga. Selama dua bulan mereka melakukannya hingga akhirnya jam tidur Ethan berangsur normal seperti manusia pada umumnya. Pada malam hari, Ethan sudah tidak l
Anna dan Eric membawa dua anak mereka ke tempat yayasan dimana Cedric tinggal. Sudah bertahun-tahun sejak Gwenevieve diakuisisi oleh Eric, Cedric memilih untuk tinggal di yayasan ini bersama para orang tua lain. Ethan dengan penuh kegembiraan mendekati Lyra yang terbaring tenang dalam gendongan kakeknya, Cedric. Bocah berusia hampir tiga tahun itu sangat menyayangi adiknya, jadi ketika dalam posisi berdekatan seperti ini maka dia akan memajukan wajah dan memberikan kecupan di pipi Lyra. Cedric, dengan senyuman hangat dan penuh kelembutan, menyambut Ethan dan Lyra dengan penuh kasih sayang. Dia merasa begitu bersyukur bisa melihat cucunya yang baru lahir dan cucunya yang sudah tumbuh dengan sehat dan bahagia."Ethan sayang sama adik Lyra?" Cedric bertanya dengan penuh sayang. Ethan langsung mengganggukan kepalanya dengan sangat antusias, "Ethan sayang adik!" Cedric tak kuasa menahan tawanya, melihat tingkah lucu sang cucu, membuat dia sangat gemas. Kehadiran dua cucu membuat hidupn