Rene memandangi lautan pepohonan yang ada di bawah balkon itu, dia benar-benar bosan terhadap apapun yang terjadi di mansion ini. Rene hampir tidak pernah keluar dari mansion, mungkin sudah hampir satu bulan atau mungkin dua bulan.Rene bahkan tidak tahu lagi sudah berapa lama dia diculik oleh Anthony. Dia ingin pulang, melihat bibinya.Melihat Orlan.... Bagaimana keadaannya saat ini? Apakah dia baik-baik saja? Apakah Orlan masih mencarinya?Atau mungkin, dia sudah melupakannya?Rene menghela napas lelah, dia bingung dengan semua yang terjadi. Hidupnya saat ini benar-benar di luar dugaan."Memikirkan kekasihmu itu?" Suara Anthony terdengar dari belakang punggungnya.Rene berbalik, menatap Anthony yang kini memakai pakaian santainya.Anthony mungkin lebih tua darinya, namun harus Rene akui Anthony adalah pria yang sangat tampan.Wajahnya yang cenderung keras dan memiliki khas pria Eropa membuatnya sangat tampan."Ti—tidak."Anthony mendekatinya, mencengkram lehernya dan memajukan wajah
Rene sedang melamun ketika Anthony masuk dengan raut wajah penuh kebingungan. Rene melihat itu dan mencoba untuk memberikan perhatian penuh kepada pria itu."Anthony?"Anthony menoleh ke arah Rene dan secara mengejutkan mendekat ke arahnya."Apa yang kau cari?" Tanya Rene padanya."Aku tidak mencari apapun.""Lalu mengapa kau terlihat bingung?"Anthony tidak langsung menjawab, dia hanya menatap Rene dengan tajam seolah-olah bisa mentransfer semua hal yang dia ingin sampaikan ke Rene."Kau sudah bertemu dengan Calvaro, apa yang kalian bicarakan?"Oh, Rene bisa memahami mengapa Anthony secara mengejutkan terlihat kebingungan."Tidak ada, dia hanya memberiku sapu tangan untuk mengusap mataku—kami tidak membicarakan apapun.""Oh ya?""Ya."Anthony mulai mengangguk dan akan pergi sebelum Rene memanggilnya."Anthony?""Ya?""Bisakah aku berbicara denganmu malam ini?"Anthony berbalik, "kau bisa berbicara padaku bahkan jika kau menginginkannya saat ini."Rene menggelengkan kepalanya, "tidak,
Rene bangun dan langsung menyuruh Anthony untuk mandi, dia lalu menyeret Anthony untuk pergi ke dapur dan secara mengejutkan Rene membuatkan sarapan untuk mereka berdua."Aku tahu kau benci melewatkan sarapan kan?"Anthony menaikan alisnya karena merasa aneh dengan semua yang dilakukan oleh Rene."Apa yang sedang kau rencanakan? Apa kau melakukan ini agar aku luluh dan membebaskan mu? Jika itu yang kau pikirkan maka hapus pikiranmu itu jauh-jauh."Rene termenung dan kemudian mengangguk, "yah... Aku memang berpikiran untuk pergi dari sini—"Mata mereka bertemu, "tapi aku merasa semuanya tidak ada gunanya. Kau selalu berkata bahwa tidak ada lagi yang tersisa untukku di tempat asal ku kan? Maka bagaimana aku bisa pergi kembali jika tidak ada apapun yang bisa ku miliki?"Rene memakan sarapannya dan menuangkan teh untuknya."Jangan khawatir, aku sudah lelah dengan semua ini. Aku tidak lagi ingin pergi dan berusaha untuk kabur karena memang inilah yang takdirku.""Jika kau tidak menyukainya
"A—apa yang kau katakan?""Kau sudah mendengarnya sendiri dari mulutku ini.""Tentu saja aku tidak tahu, ada apa denganmu? Aku bahkan tidak pernah berbincang dengan Dyana, bagaimana aku bisa mengetahuinya?"Anthony mendekatinya dan perlahan menarik wajahnya dengan tangannya."Kau tahu aku tidak suka ada kebohongan di depanku kan Rene?"Rene menggelengkan kepalanya, "aku tidak pernah berbohong dan kau tahu itu."Tiba-tiba Anthony menampar wajahnya dengan keras. Rene langsung membeku karena tamparan itu, dia merasakan sakit yang luar biasa di hatinya."Oh ya? Benarkah begitu? Kau adalah wanita yang dekat dengannya! Dari siapa dia memiliki obat itu jika bukan darimu?!""A—apa? Apa yang kau katakan?""Tidak Rene, tidak..." Anthony menggeleng dengan wajah yang penuh kepura-puraan."Bukan aku yang menuduh mu, tapi kau sendiri yang membuatku melakukannya.""A—ku t—tidak."Anthony melemparkan obat yang digunakan olehnya."Kau meminum ini untuk mencegah kehamilan mu bukan? Hanya kau, hanya kau
Saat itu Rene membeku, beberapa orang yang ada di pesta itu memperhatikannya. Rene melihat ke arah Anthony yang sedang duduk bersama para pria dan merokok juga langsung menunjukkan pandangannya ke arahnya."Apa yang kau maksud?" Rene bertanya pada Nathasya.Tangan Nathasya masih ada di perutnya dan saat itulah Rene menyadari bahwa itu ada disana. Sebuah kehidupan."Kau hamil Rene, aku tidak mungkin salah!"Keheningan menyelimuti Rene dan bulu kuduk Rene berdiri. Dirinya meletakkan gelas dan botol minuman yang akan diisinya itu dan menyadari bahwa Anthony mendekat ke arahnya.Rene tertawa dan berkata, "apa sebenarnya maksudmu? Aku hanya kelelahan dan kau salah sangka."Rene melihat ke arah Anthony yang sedang memeriksanya."Aku tidak hamil!"Beberapa orang menatapnya dengan tatapan tak percaya, setelah apa yang dilakukan oleh Dyana, tidak ada lagi orang yang percaya terhadapnya maupun Dyana."Lalu mengapa kita tidak memeriksanya?""Mengapa kita perlu memeriksanya?" Rene membentak Natha
Rene terbangun dengan keadaan sakit kepala yang luar biasa, dia ingin memegang kepalanya namun tangannya juga kebas karena suatu hal. Saat Rene melihat apa yang terjadi dengan tangannya, dia terkejut dengan fakta bahwa Anthony telah memborgol tangannya.Dia baru saja ingin melepas rantainya ketika menyadari bahwa Anthony ada di sofa sebelah kamar. Anthony sedang mengamatinya dalam diam.Rene tiba-tiba menangis karena hal itu, dia kemudian memaksa borgol itu terlepas dari tangannya. Anthony yang melihat itu mendekatinya dan duduk di samping tempat tidurnya."Tanganmu bisa sakit jika kau terus memaksa untuk membukanya." Anthony menggenggam tangannya dan mengelap airmatanya. Suara Anthony benar-benar lembut seakan-akan dia membujuk anak kecil."Jika kau berpikir begitu, maka lepaskan tanganku dari borgol sialan ini!" Rene mengangkat tangannya ke depan wajah Anthony.Anthony menghela napas, "maaf tapi aku tidak bisa... Kau bisa menyakiti dirimu dan anak ku jika aku melakukannya.""Anak si
"Aku.... Hanya takut bahwa aku tidak bisa menjadi ibu yang baik untuk anak ku. Aku tidak di besarkan oleh ibuku, apa kau mengerti akan hal itu?""Aku tahu." Anthony mencoba memahaminya."Aku masih muda, banyak hal yang ingin ku lakukan dan punya anak bukanlah salah satu dari sekian banyaknya hal yang ku inginkan."Rene menatap Anthony dengan wajah sedihnya."Lagipula mengapa aku harus memiliki anak ini? Bahkan jika kau bertanggung jawab, kau tidak pernah mencintaiku..."Anthony terdiam karena perkataan Rene membuat jantungnya berdetak dengan kencang."Silahkan bilang aku terlalu tradisional, tapi aku hanya akan menikah dengan pria yang mencintaiku. Aku tidak menikah dengan pria yang tidak menginginkanku dan kau adalah orang itu, aku tidak bisa menikah denganmu."Rene tertawa sedih yang tentunya membuat Anthony sedih."Aku hanya memiliki Orlan sebagai orang yang ku cintai dan yang mencintaiku, tapi apa yang kau katakan terlalu benar. Dia tidak akan menyukaiku dengan keadaan ku saat ini
Rene memakai dress warna merah, dress ini diberikan khusus kepadanya dari Nathasya karena Nathasya ingin semua yang hadir memakai pakaian merah. Hari ini Nathasya akan menikah dengan Bruno, mereka adalah pasangan yang sempurna dan sudah seharusnya mereka bersama.Rene tahu bahwa mungkin mustahil mengatakan hal ini, tapi dia tahu bahwa Bruno dan Nathasya adalah orang yang baik. Kedua orang ini tidak pernah melakukan sesuatu yang membuatnya tidak nyaman. Banyak yang mengatakan bahwa belahan jiwa adalah cerminan diri sendiri dan mungkin ini terjadi pada Bruno dan Nathasya. Mereka berdua benar-benar cocok dan seperti diciptakan untuk saling bergenggaman tangan sampai tua.Saat Rene melihat cermin, dia melihat tampilan dirinya yang lebih dewasa dari dirinya yang dulu. Perutnya masih rata dan beruntung baginya bahwa itu tidak terlihat di gaun yang dikenakan olehnya.Pintu kamar terdengar terbuka, Anthony masuk ke dalam kamar dengan jas hitamnya. Anthony mendekati Rene dan berdiri disampin
Angin malam membuat banyak orang ragu-ragu untuk pergi ke luar dari rumahnya, tapi tidak bagi Anthony yang masih kuat untuk duduk di bangku dekat balkon.Wajahnya mengeras ketika mengingat pengkhianatan Renesmee.Wanita itu meninggalkannya, dia tidak merasa sakit sama sekali. Tapi wanita itu dengan beraninya meninggalkan anak-anaknya.Alan dan Rosseanne akhir-akhir ini sering menangis tanpa sebab, ketika Anthony membawa dokter ke rumah. Mereka mengatakan padanya bahwa anak-anaknya mengalami demam.Anthony langsung membenci Renesmee saat itu, dia bukan hanya menyakiti hati dan fisiknya. Tapi Rene juga menyakiti anak-anaknya.Anthony masih mengingat bagaimana Rene yang menusuk pisau ke arah paha kakinya. Rene menyakitinya dan pergi dari pulau ini dengan sembrono, meninggalkan dirinya dan anak-anak mereka.Janji yang mereka buat, cinta yang mereka gaungkan di setiap sisi pulau hanyalah sebuah fiksi.Rene tidak pernah mencintainya, dia membohongi semuanya. Dia berpura-pura dan berakting
Rene berjalan menuju sisi taman yang basah, hujan deres yang mengguyur kota membuat beberapa jalanan tergenang air.Jaket yang Rene kenakan tidak bisa menghalangi dinginnya udara atau mungkin kelembaban udara yang menusuk kulitnya.Rene menatap beberapa orang yang juga sedang berjalan sambil memegang kopi panas atau beberapa anak-anak yang memainkan bermain air hujan dengan menciprati temannya yang lainnya.Rene tersenyum melihat pemandangan itu, ulu hatinya nyeri melihat raut polos anak-anak yang sedang bermain tanpa adanya beban. Rene bertanya-tanya apakah anak-anaknya akan seperti itu juga?Ataukah Anthony membesarkan kedua anaknya dengan cara yang berbeda? Bisakah anak-anaknya hidup normal seperti anak-anak lainnya?Pikiran itu membuatnya pusing dan pada akhirnya dia memilih duduk di bangku taman yang tidak terkena air sama sekali.Rene menyadari sudah hampir satu bulan sejak dirinya pergi dari pulau.Dan sampai hari ini, belum ada tanda-tanda Anthony mencari keberadaannya. Rene b
"Apa kau ingin di temani?" Kalimat penuh tanda tanya itu dilontarkan oleh Orlan ketika mereka sampai di tempat yang telah dijanjikan oleh ibu Rene untuk bertemu dengannya."Aku tidak butuh di temani, kau tahu aku sudah dewasa." Jawab Rene dengan senyum mencoba meyakinkan Orlan.Orlan memandanginya dengan tidak yakin, Rene tahu bahwa pria itu sangat khawatir kepadanya dan inilah yang dia selalu lakukan setiap saat.Desahan napas Orlan yang terlihat kecewa membuat Rene sedikit merasa menyesal. Tapi dengan anggukan kecil itu, Rene tahu bahwa pria yang ada di hadapannya ini akan menyadari betapa pentingnya pertemuan ini."Aku akan duduk di sebrang sana dan jika kau merasa tidak nyaman atau terjadi sesuatu. Aku mohon untuk memanggilku. Apa kau mengerti?"Rene mengangguk dan dengan itu Orlan mengecup telapak tangannya dengan lembut. Dia pergi dan meninggalkan Rene sendirian disana.Rene duduk di tempat yang sudah dia dan ibunya sepakati, jam dinding sudah menunjukan waktu bahwa ibunya akan
Rene melihat dirinya melalui cermin yang ada di kamarnya. Rene bisa melihat bayangan dirinya yang lesu, memiliki lingkaran hitam di matanya dan pucat.Akhir-akhir ini mimpi tentang pulau itu, Anthony dan anak-anaknya menghampirinya setiap kali Rene memejamkan matanya.Dalam mimpi itu, Rene bisa melihat anak-anaknya dan Anthony saling menatapnya dengan penuh kebencian. Mereka menggumamkan kata-kata yang tidak dapat di dengar oleh Rene, tapi jelas Rene bisa merasakan rasa sakit mengendap di hatinya ketika dia melihat wajah-wajah mereka.Mengerti bahwa tidurnya tidak akan nyenyak karena dihantui oleh wajah-wajah itu, Rene akhirnya memutuskan untuk terjaga semalaman dengan membaca buku-buku yang dia bawa dari rumahnya.Sampai saat ini belum ada tanda-tanda Anthony mencarinya. Dia sempat khawatir bahwa apa yang dia lakukan saat itu mungkin membuat Anthony terluka parah.Kenangan sebelum Rene kabur terlintas di kepalanya. Dia benar-benar tidak pernah merencanakan untuk menusuk kaki Anthony
"Apa sudah selesai semuanya? Kau sudah mengemasi barang-barang yang kau butuhkan?"Rene mengangguk dan menunjukkan pada Orlan tas kecil yang selalu menjadi kesukaannya. Rene tersenyum kepada Orlan, "hanya ini saja barang-barang yang ku butuhkan.""Di tas sekecil itu?"Orlan dengan tatapan tak percaya bertanya kepada Rene yang terlihat bahagia."Aku hanya butuh kenangan-kenangan tentang bibi Shelly dan dirimu."Orlan tersenyum melihat tingkah Rene, bagaimana pun dia terlihat bahagia.Rene sudah melalui semua yang terjadi dengan tabah dan kuat, maka Orlan harus terus mendukungnya.Orlan memang merindukan Renesmee yang selalu tersenyum dan bahagia. Tapi kini semuanya perlu waktu, Rene perlu waktu untuk bisa terus menghilangkan rasa traumanya."Kau yakin hanya butuh itu?""Aku yakin."Orlan mengangguk dan segera setelah itu mereka pergi dari rumah Rene.Rene melihat rumah itu lagi setelah Orlan menguncinya."Aku akan sangat merindukan rumah ini.""Aku tahu. Tapi aku yakin kau tidak aman j
Rene akhirnya kembali mencoba berjalan menuju kamarnya, ketika dia membuka kamarnya, semuanya masih sama seperti terakhir kali dia pergi.Sprei, selimut hingga bantal yang terdapat di kasur kamar itu tidak berubah sama sekali.Dan untuk yang pertama kalinya, Rene merasakan kerinduan mengenai dirinya yang dulu.Dia pikir akan lebih muda baginya untuk melupakan masa lalunya tapi dengan melihat kamar ini, dia tahu bahwa tidak semudah itu melepas apa yang pernah dia rasakan.Rene mendekati meja kamarnya, melihat foto mesranya dengan Orlan. Bukan hanya satu melainkan beberapa foto yang menunjukkan kasih sayang mereka berdua.Rene tersenyum, dia mengusap foto itu. Rene masih bisa mengingat setiap kejadian dalam foto itu.Foto kencan pertama mereka, diambil ketika Orlan dan dirinya pergi ke kota untuk membeli buku-buku yang diinginkan Rene.Orlan melihat Rene masih terdiam sambil menggenggam foto itu dengan jemarinya."Kau ingat foto itu?""Tentu saja, ini foto kencan pertama kita."Orlan me
Pintu mobil milik Orlan dibuka oleh Renesmee, dia diperbolehkan pulang setelah lama diperiksa di rumah sakit.Orlan dengan hati-hati menuntunnya dan dia kembali melihat rumah yang di tempati olehnya dan bibi Shelly. Rumah itu terasa asing, padahal Rene telah dibesarkan dan tinggal di rumah ini dengan kurun waktu yang sangat lama.Lebih lama daripada di pulau itu, tapi Rene merasa tidak dapat mengenali rumahnya sendiri.Orlan dan dia memasuki halaman rumahnya, terlihat kotor dan tidak terawat karena memang setelah bibinya meninggal, tidak ada lagi yang membersihkan halaman dan rumput-rumput di sekelilingnya.Rene melihat pohon besar di sisi kanan rumah yang kini gugur daunnya, dia mengenang masa-masa ketika bibinya dengan penuh perhatian akan membiarkannya bermain boneka atau bahkan ayunan sambil memasakkan makanan kesukaannya di dapur. Jika bibinya telah selesai masak, biasanya pintu jendela akan dibuka dan dengan wajah yang penuh cinta, bibinya akan memanggil Rene untuk makan.Kenang
Orlan mendatanginya lagi ketika matahari sudah berada di tengah-tengah kota. Seragam Orlan yang menjadi pusat perhatian Rene untuk pertama kalinya.Dia begitu tampan dan dewasa begitu mengenakan pakaian kerjanya itu, tapi ada beberapa rasa sedih dan lelah yang bisa Rene lihat dari raut wajah dan mata Orlan."Kau terlihat bagus dengan seragam itu." Ucap Rene lemah ketika Orlan tidak kunjung mendekatinya atau bahkan mengatakan sesuatu untuk menyapanya."Kau tidak tidur lagi?""Aku tidur.""Jangan berbohong padaku Renesmee."Renesmee?"Aku tidak bisa tidur." Ungkap Rene dengan lemah."Aku takut jika aku tertidur, semua ini hanya akan menjadi mimpi."Itu bohong.Dia tahu bahwa tidak mungkin ini semua adalah mimpi.Rene hanya takut bahwa jika dia tertidur, dia akan melihat gambaran kehidupannya ketika berada di pulau itu."Mereka menempatkan polisi-polisi di luar karena mereka peduli terhadap kenyamanan mu. Tidak akan ada yang menyerangmu. Tidak ketika ada aku disini bersamamu."Orlan meme
Beberapa tahun kemudianRasanya sakit, Rene benar-benar kesakitan.Sakit di semua bagian tubuhnya.Dia berpikir bahwa kegelapan itu mungkin adalah pertanda bahwa dia telah mati.Tapi dia sadar bahwa dia belum mati.Ada suara seseorang yang berteriak memanggilnya."Rene!"Dia mencoba mencari tahu arah suara itu dan siapa yang sedang berteriak kepadanya."Rene kau harus bangun! Kau tidak boleh mati!""Aku mencintaimu!""Kita berdua akan baik-baik saja, aku berjanji padamu!"Dan saat itulah Rene membuka matanya, dia berada di ruangan serba putih dan bau obat-obatan menyeruak di setiap sudut ruangan itu.Tidak di ragukan lagi bahwa itu adalah rumah sakit, tapi mengapa dia sampai di rumah sakit?Rene bangun dan melihat jendela yang ada di sampingnya, jendela itu mengarah ke gedung-gedung tinggi.Dan ketika dia mengelus perutnya, itu sudah datar. Tidak ada lagi benjolan kehidupan dalam dirinya.Rene mulai panik dan mencoba berpikir sedemikian rupa mengenai apa yang terjadi padanya.Apa yang