Alana menatap pria tampan yang sedang duduk di depannya, mengingat bagaimana ekspresi Yulina saat mengetahui Alesio datang ke rumah dan mencari dirinya. Hal itu membuat gadis itu merasa puas, ternyata pilihannya tidak salah untuk memanfaatkan kekuasaan Alesio.
“Berhenti tersenyum seperti itu, tatapanmu membuatku merasa dilecehkan” kata Alesio sambil mendudukkan dirinya di ranjang Alana.
“Hei! Siapa yang menyuruhmu duduk di situ, bangun!” Alana menatap Alesio kesal. Alesio hanya terkekeh kecil, kemudian ia bangkit dan duduk di kursi depan Alana.
“Kamu yang membawaku ke sini, señorita” ucap Alesio dengan senyum miringnya, matanya menyorot Alana dengan nakal.
Alana mendesah ringan. “Jangan membuatku menyesal membawamu kemari.”
“Oh haruskah aku kembali dan berbicara dengan ibu tirimu itu” Ucap Alesio yang membuat Alana mendengus “Kau tidak penasaran kenapa aku dirumahmu?” Tanya Alesio memancing
“Kamu kesini untuk kontrak” Ucap Alana dengan percaya diri
Alesio merespon dengan senyuman lebar. “Aku membawa kontraknya.” Ucap Alesio. Pria itu membuka map yang dibawanya dan menyerahkan sebuah dokumen pada Alana.
‘Secepat ini?’ Alana membatin, Dia mengigit bibir bawahnya, entah mengapa dia merasa ragu meraih dokumen itu.
Melihat keraguan Alana, Alesio menyipitkan matanya “Tidak perlu takut, señorita. Aku tidak menggigit.”
Alana kembali mendengus namun tangannya meraih dokumen itu dengan ragu. “Ini..?”
“Kontrak yang kau inginkan” kata Alesio, mengubah tatapannya menjadi serius. Alana membaca ketentuan kontrak itu dari awal sampai akhir, kemudian sudut bibirnya terangkat.
Mata Alana tertuju pada sebuah klausul bahwa “Pihak kedua harus menghentikan, memukul atau melakukan kekerasan apapun terhadap wanita yang mendekati pihak pertama, kecuali wanita yang memang dibawa oleh pihak pertama untuk kesenangannya.” Alana menatap Alesio “Kupikir kamu tidak suka orang lain mencampuri urusanmu” komentar Alana
Alesio menggindikan bahu acuh. Alana menatap baris berikutnya “Pihak kedua tidak boleh menolak keinginan pihak pertama dalam bentuk apapun” Alis Alana terangkat “Kamu bilang tidak tertarik pada tubuhku?” Komentarnya lagi membuat Alesio yang menyeringai tipis.
“Setidaknya istriku dapat menghiburku saat bosan” balas Alesio dengan santai.
‘Ckk Casanova ini’ Alana membatin
“Kau boleh mencari wanita lain. Lagipula, kontrak ini hanya berlangsung selama satu tahun dan selama satu tahun itu aku yakin jika kau pasti membutuhkan pelampiasan” Ucap Alana
“Kau yakin?” tanya Alesio menyelidik.
“Sudah kubilang, aku hanya akan menjadi bonekamu” ucap Alana tanpa ragu. Dia mengambil pena dan menandatangani perjanjian itu, membuat Alesio menatap gadis itu tak percaya. Gadis ini memberinya banyak kejutan.
“Apa kau tidak menginginkan sesuatu dari kontrak ini?” Tanya Alesio membuat Alana mengerutkan keningnya tanda tak mengerti.
“Kontrak tidak dapat dibuat jika hanya menguntungkan satu pihak” lanjut Alesio.
“Menikahimu adalah keuntunganku.”
Deg...
Alesio menegang seketika, entah kenapa ia merasa darahnya berdesir. Mendengar ucapan gadis itu membuat perasaan asing menjalar di tubuhnya. Ia berdehem menghilangkan rasa gugupnya.
“Kenapa?” Tanya Alesio kikuk
“Jika aku menjadi istrimu bukankah orang-orang akan segan denganku dan tentu saja medusa itu”
Alesio menatap mata Alana. Tatapan mata itu, tatapan mata yang tajam namun tersirat sejuta perasaan yang tersembunyi dalam diri Alana.
“Medusa” Gumam Alesio
“Ibu tiri dan para saudara tiri bak kisah Cinderella itu” Ucap Alana sambil merotasikan bola matanya jengah. Jika dipikir-pikir kisah hidupnya mirip juga dengan kisah Cinderella.
Meskipun terdengar sinis, Alesio merasa ada sesuatu di balik kata-kata Alana. Dia memutuskan untuk melanjutkan percakapan dengan lebih serius.
“Hanya itu?” Tanya Alesio
Alana menatap Alesio sejenak seolah mempertimbangkan apakah ia akan membuka diri. Akhirnya, dia menghela nafas dan memutuskan untuk berbicara.
“Aku ingin kebebasan, Alesio. Aku lelah menjadi boneka dalam kehidupanku sendiri. Dengan status istri Alesio Theodore Kingston, aku yakin orang-orang tidak akan lagi memperlakukan aku seperti anak kecil yang perlu diatur dan dikendalikan. Hanya selama satu tahun… selama itu aku masih bisa menahan diri menjadi bonekamu”
‘Karena setelah satu tahun, aku akan menjanda dan papa bukan lagi waliku dan aku bisa membalas medusa itu’ Sambung Alana dalam hati
Alesio menarik napas dalam-dalam. Perasaan dalam dirinya mungkin tidak bisa sepenuhnya diungkapkan, namun, ada sesuatu yang bergerak di balik ekspresi wajahnya yang tenang.
“Mengapa harus menikah? Mengapa tidak mencari cara lain untuk mendapatkan kebebasanmu?” tanya Alesio, mencari pemahaman lebih dalam.
Alana tersenyum getir “Orang seperti aku tidak punya banyak pilihan, Alesio. Terjebak dalam permainan kekuasaan dan ekspektasi keluarga, menikah adalah satu-satunya cara untuk keluar dari penjara yang mereka ciptakan untukku dan pernikahan itu harus dengan orang yang jauh lebih berkuasa dari Morgan”
Alesio menyandarkan dirinya di kursi dengan pandangan kosong sejenak sebelum menjawab “Ada beberapa hal yang harus kau tahan jika masuk dalam duniaku, Alana.”
Alana mendongak, bertatap langsung dengan netra biru gelap milik Alesio. “Apa itu?”
“Kau bahkan tidak mengenalku Alana” Kau tidak tau segila apa aku’ Alesio menambahkan dalam hati. Dia merasa prihatin dengan Alana dan tidak ingin gadis itu terjebak dengannya namun disisi lain ada hasrat kuat untuk membelenggu Alana.
“Aku bukan anak kecil yang baru saja terjatuh dari buaian” jawab Alana dengan mantap.
‘selamat Alana kamu baru saja menarik iblis untuk menandaimu dan tentu saja, kamu harus bertanggung jawab!’ Harus diakui bahwa Alesio semakin tertarik terhadap gadis ini.
Alesio tersenyum, menatap Alana sejenak sebelum akhirnya menjawab dengan suara serius “Setelah satu tahun berlalu, pergilah dariku sejauh mungkin Alana” Ucap Alesio dengan tatapan yang tak terbaca.
“Maksudmu?” tanya Alana, wajahnya mencerminkan kebingungan.
"Mungkin, tapi kau tidak tahu apa yang kau hadapi nanti." Ucapnya menginggalkan tanda tanya besar dibenak Alana.
Alana mengantar Alesio sampai pintu depan rumah. Dia menatap mobil Mercedes Benz milik Alesio yang menghilang dibalik gerbang yang tertutup. Suara mesin mobil yang merayap menjauh semakin meredup, meninggalkan Alana dalam keheningan malam.Alana kembali ke kamarnya, namun saat hendak menutup pintu, sebuah tangan kekar menahan pintu itu agar tetap terbuka.“Hentikan semuanya, Alana!” ucap sebuah suara yang sudah terlalu dikenal oleh Alana. Dia menoleh dan menemukan Henry, sang kakak tiri, berdiri di ambang pintu dengan ekspresi serius.Alana tersenyum sinis, menatap sang kakak tiri dengan ejekan. “Menghentikan apa, Kak?”Henry menghela nafas panjang sebelum memasuki kamar Alana tanpa izin. “Rencana anehmu itu, Alana. Hentikan sekarang! Kau tahu betapa pentingnya pertunanganmu dengan Morgan untuk menjaga citra dan bisnis keluarga.”Alana menyipitkan mata, tidak suka dengan pembicaraan ini. “Apa kau datang han
“Tidak!” Engahan napas itu beradu di antara gelapnya malam. Dada itu tersegal-segal seakan habis berlari ribuan kilometer jauhnya. Alana merasakan detak jantungnya yang memburu, seolah-olah sedang mengejar sesuatu yang terus bergerak menjauh. Alana menghidupkan lampu tidur yang terletak di atas nakas kecil di samping tempat tidurnya. Cahaya lembut menerangi ruangan, membawa sedikit kehangatan di tengah ketidakpastian yang melingkupi pikirannya. Dia duduk di tepi tempat tidur, menggenggam wajahnya dalam kedua tangan. Rambut panjangnya menjuntai dengan liar, menyelimuti wajah yang penuh kekhawatiran. Dengan gemetar, Alana mencoba meredakan napasnya yang masih terengah-engah. Dia menatap sekeliling kamarnya, mencari kepastian dalam setiap sudut yang pernah menjadi saksi bisu kehidupannya. Foto kelurganya terpajang diatas nakas membuatnya mengulas senyum tipis. Alana meminum segelas air yang telah dia siapkan setiap malam. Air itu dingin dan menyegarkan tenggorokannya yang terasa kerin
“Siapa yang bertamu pagi-pagi seperti ini Vera?” Runtukan dari Yulina begitu mendengar sang asisten rumah tangga mengatakan jika ada yang datang mengunjungi mereka “Pria yang kemarin Nyonya. Dia ingin bertemu Nyonya sekaligus Tuan” Vera menunduk diam saat menjawab pertanyaan Yulina. “Pria semalam? Alesio Kingston?” Mata Yulina akhirnya terbuka lebar. Dia bergerak cepat menuruni tangga dan melihat Alesio yang duduk dengan angkuhnya di sofa. Dengan setelan jas yang terlihat berkelas, rambut coklat gelapnya yang disisir rapi dan posisi duduknya yang elegan di sofa ruang tamu. Yulina tersenyum sambil berjalan menuju Alesio. "Selamat pagi, Mr Kingston. Apa yang membawamu ke sini pada pagi yang cerah ini?" Alesio menatap Yulina lalu berdiri dan mencium punggung tangan Yulina, sekedar sopan santun namun hal itu mampu membuat Yulina tersipu "Aku ingin membicarakan sesuatu yang penting dengan Nyonya Dirgantara." Ucapnya sambil tersenyum tipis. “Apa itu?” Tanya Yulina menyembunyikan raut
Alana berdiri memandang keluar jendela. Sudah hampir 20 menit dia berada di posisi itu sejak melihat mobil milik Alesio yang terparkir di halaman depan.Pintu kamar perlahan terbuka, Alana menoleh, dan matanya bertemu dengan mata tajam Alesio. Pria itu masuk dengan langkah tegas."Menungguku, Senorita" ucap Alesio“Sedikit” Jawab Alana dengan jujur“Kau memberikan sambutan yang buruk pada calon suamimu, Alana” Alesio kemudian duduk di pinggir ranjang Alana dengan angkuhnya.Alana mengangguk, mencoba menyembunyikan rasa ketidaknyamanannya. “Aku hanya butuh waktu untuk meresapi semuanya”“Padahal kau yang menawarkan kontrak itu padaku” Celetuk AlesioAlesio memandang Alana dengan tajam. "Kita berdua tahu bahwa ini hanyalah perjanjian bisnis, tetapi itu tidak berarti kita tidak bisa membuatnya terlihat nyata."“Aku tau” Jawab AlanaAlesio tersenyum licik. "Bagaiman
“Ada barang penting yang ingin kau bawa?” ucap AlesioAlana yang masih melamun langsung tersadar dan meresapi kata-kata itu. Dia mencoba mengumpulkan pikirannya yang terbang entah ke mana. “Mau kemana?” tanya Alana dengan tatapan waspada.Alesio melangkah mendekati Alana, menggenggam tangannya dengan mengecupnya dengan lembut hingga Alana tersentak. “California” jawab Alesio.Alana terdiam sejenak, mata mereka saling bertemu, dan dia bisa merasakan getaran emosi yang terjadi di antara mereka berdua.“Ngapain?” tanyanya, kekhawatiran dan ketidakpastian masih bersarang di benak Alana.“Kelurgaku ingin bertemu.”Alana membelalak. “Apa kita juga harus berpura-pura di depan keluargamu?”“Menurutmu?” tanyanya datar.“Apa itu perlu?” Melihat ekspresi datar Alesio membuat Alana melanjutkan ucapannya, “Em.. maksudku.. ini kan pernikahan
Mansion utama Kingston, California, USA.Alana memandang takjub desain bangunan di hadapannya itu. lampu-lampu menghiasi bangunan itu dengan indahnya. Alesio menatap Alana sambil tersenyum tipis, membiarkan Alana untuk menikmati rasa takjubnya itu“Hey.” Sampai akhirnya Alesio mengintrupsinya, membuat Alana tersentak “Kau menyukainya?” Tanya AlesioAlana mengangguk ringan “Ini indah, siapa yang mendesainnya?”“Tidak tahu, sejak aku lahir memang sudah begitu. Aku punya banyak dan lebih indah dari ini, kau ingin melihat milikku?” Ucap Alesio menyombongkan kepemilikan“Milikmu atau orang tuamu?” Tukas Alana dengan alis terangkat, menantang pria itu.“Kau ingin melihat nama pemiliknya? Aku tidak keberatan meminta Markus menyiapkannya”Alana mendengus “Ya.. yaa.. tuan muda keluarga Kingston sungguh hebat sekali”Alesio hanya tertawa, menikmati ketegangan ringan di udara antara mereka. Dia merasa tertarik dengan keberanian dan kecerdasan Alana yang membuatnya berbeda dari gadis-gadis yang p
“Kau salah sangka Alana. Dia hanya dijadikan gandengan putraku saja, lagipula kau gadis pertama yang diperkenalkan secara langsung padaku” Perkataan Shia membuat Alana tercengang.Jadi bagaimana dengan rumor yang beredar diluar sana???Pikiran Alana seolah kosong. Kenapa ada banyak sisi dari Alesio yang berbeda dengan rumornya. Tapi Alana yakin jika pendengarannya saat malam itu tidak salah. Ada desahan wanita ditelpon milik Alesio dan semua media jelas-jelas memberitakan teman kencan Alesio yang berbeda setiap harinya.Obrolan mereka terintrupsi oleh pelayan yang membawakan minuman dan menyerahkannya pada mereka. Rasa manis dan segar membasahi kerongkongan Alana."Alana..." panggil Shia dengan nada yang begitu serius, mata biru itu menatap Alana lurus, seolah menyelami isi pikiran Alana. Mata biru yang sama dengan milik Alesio, namun lebih cerah dan hidup."Apa kau mencintai putraku?" tanya Shia, suaranya lembut namun penuh dengan arti yang mendalam.Seperti terkena tamparan keras, A
Alana terbangun saat seseorang membuka tirai jendela membuat cahaya pagi yang lembut langsung menyapu ke dalam kamar, mengusik tidurnya yang nyenyak. "Selamat pagi, Nyonya Muda" sapa seorang pelayan yang tampak sudah berumur dengan senyuman ramah. Alana mengerutkan keningnya, merasa sedikit bingung. Dia mencoba menyusun pikirannya, mencari tahu di mana sebenarnya dia berada. Melihat sekeliling kamar yang mewah dan elegan, kesadaran perlahan menyapu ingatannya. Seingat Alana dia kemarin sedang berbincang dengan Alesio dan Dante ditaman lalu “Ah aku ketiduran” Gumam Alana sambil mengusap wajahnya. "Selamat pagi. Maaf aku kesiangan” Ucap Alana, menyadari bahwa dia harus mengumpulkan informasi untuk mengisi celah dalam ingatannya. Pelayan itu tersenyum "Tuan Alesio meminta saya membantu Anda menyiapkan segala sesuatu untuk hari ini, Nyonya Muda" Ucap pelayan dengan hormat. Alana mengangguk sebagai jawaban. "Siapa nama bibi?" tanya Alana, mencoba mengenali pelayan tersebut. "Jangan me
Alesio melingkarkan tangannya di pinggang ramping Alana dan mengelusnya pelan, bibir pria itu menicum leher putih Alana yang terekspos.Alana tersentak, dia melirik Alesio yang masih setia menciumi lehernya.“Kamu ini sedang apa sih?” tanyanya“kau wangi” Ucap Alesio. Pria itu menggigit leher Alana membuat gadis itu kaget.“Bisa kamu hentikan, aku sedang memasak”Alesio tidak menggubris ucapan Alana, pria itu masih menciumi lehernya, menikmati aroma yang mampu membuat Alesio kecanduan.Alana merasa semakin tidak nyaman dengan situasi ini, merasakan ketidaknyamanan dan kebingungan mencampuradukkan perasaannya.“Tolong, Alesio” desisnya lagi, mencoba untuk meminta dengan lebih tegas agar Alesio menghentikan tindakannya. Tetapi dia juga merasa sulit untuk menolaknya sepenuhnya, terpesona oleh keintiman yang mereka bagikan.“Ini hukuman mu karena memasak di rumahku” Ucapny
“KAKEKKKK!” Alana berteriak keras begitu melihat Kakek Igrit sedang berdiri memandangi pohon mahoni di samping rumah.Kakek Igrit memalingkan pandangannya dari pohon yang dia amati dengan penuh konsentrasi. Senyum hangat terukir di wajahnya ketika melihat Alana mendekatinya dengan cepat.“Di mana Alesio, Nak?” tanyanya dengan suara lembut, matanya memancarkan kekhawatiran.Alana menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya sendiri sebelum menjawab. “Dia sedang ada urusan, Kakek” ucapnya tanpa raguKakek Igrit mengangguk mengerti, tetapi matanya tetap penuh dengan rasa ingin tahu. “Baiklah, Nak” katanya dengan lembut, sebelum melangkah menuju pintu masuk rumah dengan langkah perlahan. Alana mengikuti di belakangnya, merasa lega bahwa dia memiliki seseorang yang selalu memahami dan peduli padanya.“Bagaimana kondisi perusahaan?” tanya kakek Igrit, berubah dari kekhawatiran pribadi
Alesio meloncat keluar dari mobil mewah dengan wajah yang penuh kemarahan. "Keluar!" teriaknya, suaranya gemetar oleh kemarahan.Diana keluar dari rumah dengan wajah sumringah, dia senang Alesio menemuinya “Al, aku merindu- Akh” Diana memekikAlesio menarik tangan Diana dan mencekik leher wanita itu, bahkan dengan mudahnya sedikit mengangkat tubuh Diana hingga tak menampak pada tanah“Alesio” Clark berteriak.Alesio cukup kaget melihat Clark yang keluar dari rumah Diana. Dia mendekat pada Alesio, meraih tangan Alesio yang bahkan kaku untuk ditarikAlesio tenggelam dalam lautan pikirannya yang gelap, tak terganggu oleh kehadiran Clark yang mencoba memanggilnya. Satu-satunya fokusnya adalah memadamkan nyala kebencian yang berkobar di dalam dirinya, kebencian yang diarahkan kepada Diana, sosok yang dianggapnya sebagai biang keladi dari kepergian Alana."ALESIO!" Clark berteriak, mencoba memperoleh perhatian pria it
“Aku hamil anak Alesio”Alana mengulas senyum tipis sambil menatap wanita cantik berambut blonde didepannya“Benarkah? Kau yakin itu miliknya?” Tanya Alana, dia meletakkan tangannya dan menopang dagu, menatap Diana dengan senyum tipis"Ya, aku yakin, memangnya siapa lagi pria yang menyentuhku selain Al" Diana menjawab dengan percaya diri, sambil menggerakkan rambutnya yang tergerai lembut ke belakang telingaAlana menganggukan kepalanya“Selamat” Ucap Alana yang membuat Diana terpaku, dia tidak menyangka dengan respon yang diberikan Alana“Kau tidak marah?” Tanya Diana. Seharusnya Alana marah padanya lalu dia akan menjatuhkan diri hingga menyebabkan keguguran untuk meraih simpati publik namun Alana justru hanya menggelengkan kepala ringan“Untuk apa aku marah? Buang-buang tenaga” Ucap Alana, tangannya meraih gelas dan menyesap kopi didalamnya“Ke-kenapa?” tanya Diana meminta penjelasan lebih lanjut“Aku sudah memutuskan untuk fokus pada masa depan, bukan untuk menghabiskan energi untu
Candu.Setidaknya itulah yang Alesio rasakan ketika bercinta dengan Alana. Alesio tidak peduli dengan tanggapan jika dia dikatakan hypersex, tapi saat ini Alesio memang ingin terus melakukannya dengan Alana.. lagi dan lagi.Mereka seperti magnet yang saling tarik-menarik, tak bisa lepas satu sama lain. Setiap sentuhan, setiap ciuman, dan setiap gerakan terasa seperti keajaiban yang mereka ciptakan bersama. Mereka saling memenuhi kebutuhan satu sama lain, menggali keintiman yang mendalam di antara mereka.“You’re so beautiful, Amour” bisiknya parau di telinga Alana. Bibirnya menyisir lembut leher Alana serta memberikan kiss mark sebagai tanda kepemilikannya.Tangan Alesio kemudian bergerak turun ke payudara dan perut Alana, lalu beralih pada pangkal paha Alana yang memang tidak menggunakan apapun. Kondisi keduanya sama-sama telanjang, hanya selimut tebal yang menutupi tubuh keduanya.Alana merespon dengan desahan kecil yang terputu
“Aku tidak tertarik pada mereka, Ale. Aku bukan dirimu yang suka berganti-ganti pasang di tiap club malam”Alesio membatu, seharusnya yang dia khawatirkan bukan Alana tertarik pada Grey namun apa yang akan Ezel ucapkan pada Alana.“Berniat menjelaskan… Alesio Kingston” Ucap Alana dengan senyum lebar sambil mengarahkan pistolnya pada dada AlesioAlesio menahan pistol itu dengan jari telunjuknya “Sepat sekali senjata ini terarah padaku” Kekeh AlesioAlana tetap tenang, senyumnya tidak luntur sedikit pun. "Kau tahu, Ale, kadang-kadang aku merasa ragu dengan dirimu” Ucap Alana membuat pandangan Alesio menajam“Jangan Denial Alana” Desisnya. Matanya menatap tajam Alana yang kini memegang senjata di depannya. "Aku tahu aku punya kesalahan, tapi ini tidak benar-benar relevan sekarang. Kau sendiri juga sudah tahu bagaimana aku di masa lalu."Alana hanya tertawa, senyumnya terlihat mengejek
Suara tembakan terus menggema dalam ruang tembak. Begitu peluru habis Alana langsung mengisi ulang magazen pistolnya dengan cekatan, gerakan-gerakan yang semakin mantap dan terampil. Dia menjadi semakin percaya diri dengan setiap tembakan yang dia lakukan, dan itu memacu adrenalinnya.Setiap kali dia menarik pelatuk, dia merasakan getaran yang menyebar ke tangannya, tetapi sensasi itu tidak lagi membuatnya takut. Sebaliknya, itu membuatnya merasa hidup, seperti menguasai kekuatan yang sebelumnya tidak pernah dia sadari.Alana terus berlatih dengan tekun, menyesuaikan posisi dan sikapnya dengan saran-saran dari Alesio. Dia seperti tenggelam dalam latihan, seolah-olah dunia di sekitarnya lenyap dan satu-satunya yang ada hanyalah dia dan senjatanya.“Hei”Dor.Alana melotot, dia nyaris menembak seorang pria tampan yang tadi menyentuh pundaknya “Maaf, maafkan aku, aku tidak sengaja”Alana menahan napasnya, jantungnya berd
Suara tembakan nyaring menggema di koridor-koridor yang gelap, menambah ketegangan di udara. Ketika mereka melangkah lebih jauh, Alana merasa seolah-olah dia masuk ke dalam dunia gelap yang tak pernah dia bayangkan sebelumnya.Dia mencoba untuk tetap tenang, berusaha mempertahankan keberaniannya meskipun hatinya berdegup kencang.“Gugup?” tanya Alesio membuat Alana mengangguk kaku.Bagaimana Alana tidak gugup jika tanpa persiapan apa pun, Alesio membawanya ke tempat yang disebutnya sebagai markas Siegel.“Tenang saja, mereka tidak berbahaya” kata Alesio, mencoba menenangkan Alana.Alana berdecak dalam hati. Bagaimana dia bisa merasa tenang jika sekitarnya dipenuhi oleh para penjaga berseragam yang terlihat menakutkan? Beberapa dari mereka memiliki tato dan bekas luka di wajah, dan tubuh besar yang berotot membuat mereka terlihat sangat intimidatif. Alana mencoba untuk menyembunyikan rasa ketidaknyamanannya, tetapi mata Alesi
Alana menggeliat saat merasakan geli diwajahnya akibat sebuah tangan yang terus bermain pada pipinya. Alana perlahan membuka mata dan mendapati mata biru menatapnya lembut disertai senyuman“Selamat pagi, Amour” Sapa Alesio sambil memberikan kecupan ringan pada bibir Alana“Hmm” Alana bergumam, tubuhnya terlalu lelah akibat dirinya yang terus bergumul dalam malam panas dengan pria yang staminanya tak pernah habis itu.“Ayo mandi lalu makan, aku sudah membuatkanmu makanan” desak Alesio dengan lembut“Bawakan ke sini” Ucap Alana dengan suara khas orang yang baru bangun tidur.“Mandi dulu” Ajak Alesio“Tidak mau. Bawakan saja makanannya”“Oke, tunggu sebentar” jawab Alesio patuh sebelum meninggalkan kamar ituSetelah Alesio pergi, Alana membuka mata, merenggangkan tubuhnya dari tempat tidur. Dia beranjak menuju kamar mandi, tak lupa mengunci pintu