Alana terbangun saat seseorang membuka tirai jendela membuat cahaya pagi yang lembut langsung menyapu ke dalam kamar, mengusik tidurnya yang nyenyak. "Selamat pagi, Nyonya Muda" sapa seorang pelayan yang tampak sudah berumur dengan senyuman ramah. Alana mengerutkan keningnya, merasa sedikit bingung. Dia mencoba menyusun pikirannya, mencari tahu di mana sebenarnya dia berada. Melihat sekeliling kamar yang mewah dan elegan, kesadaran perlahan menyapu ingatannya. Seingat Alana dia kemarin sedang berbincang dengan Alesio dan Dante ditaman lalu “Ah aku ketiduran” Gumam Alana sambil mengusap wajahnya. "Selamat pagi. Maaf aku kesiangan” Ucap Alana, menyadari bahwa dia harus mengumpulkan informasi untuk mengisi celah dalam ingatannya. Pelayan itu tersenyum "Tuan Alesio meminta saya membantu Anda menyiapkan segala sesuatu untuk hari ini, Nyonya Muda" Ucap pelayan dengan hormat. Alana mengangguk sebagai jawaban. "Siapa nama bibi?" tanya Alana, mencoba mengenali pelayan tersebut. "Jangan me
Mobil Alesio berhenti di depan Kingston Group, perusahaan maskapai penerbangan terbesar di benua Eropa. Alana melihat keluar jendela, memperhatikan gedung megah dan aktivitas karyawan yang sibuk. Hatinya berdebar-debar, menyadari bahwa mereka akan menjadi pusat perhatian di kantor ini. ‘Ah jiwa Introvet ku meronta-ronta’ Batin Alana sambil menghela napas gusar. Kalau begini Alana yakin saat perceraiannya satu tahun lagi maka para wartawan pasti akan mengejar dirinya. Mencari berita utama tentang kehidupan pribadi seorang Kingston. Alesio keluar dari mobil dan dengan sopan membantu Alana keluar, membawa Alana berjalan menuju pintu masuk dengan langkah mantap. “Selamat pagi Mr Kingston” Sapaan serempak para pegawai terdengar namun setelahnya suasana di koridor seolah berubah. Para pegawai yang biasanya langsung sibuk dengan tugasnya setelah menyapa masih memandang Alesio dan Alana dengan keheranan. Alana merasa seperti menjadi bintang tamu di pertunjukan besar. Beberapa bisikan dan
Alana memainkan handphonenya dengan bosan, beberapa foto dirinya menghiasi headline berita online. Berbagai artikel dan komentar netizen memenuhi layar ponselnya, membicarakan hubungannya dengan Alesio.Alana merasa sedikit terganggu oleh sorotan media dan perhatian publik yang tiba-tiba padanya. Terlebih beberapa komentar miring para netizen diakun insta miliknya."Alesio" Panggil Fiona dengan suara tertahan, Alana mentap kearah pintu, Fiona memanggil Alesio dengan menujulurkan kepalanya.‘Dia terlihat polos dengan payudara yang besar dan menonjol’ Diam-diam otak Alana menilai penampilan Fiona, wanita itu seperti sengaja berpose demikian untu menggoda Alesio.“Kenapa Fiona?” Tanya Alesio“Kau ditunggu di ruang rapat untuk pertemuan bersama tim pengembangan proyek." Ucap FionaAlesio hanya mengangguk sebagai tanggapan, lalu berjalan pada Alana, merangkul pinggangnya dengan ringan “Ayo sayang” Ajak Al
"Bagaimana menurutmu rencana pengembangan bisnis di Asia, Alana?" tanya Alesio, sambil menyelipkan sentuhan ringan di punggung tangan Alana.Alana yang semula melamun memikirkan hubungan antara Fiona dan Alesio langsung terkesiap saat pertanyaan diajukan. Semua mata kini tertuju padanya, dan Alana berusaha untuk tetap fokus, menatap Alesio dengan tatapan tajam.Pria itu tersenyum tipis “Bagaimana menurutmu, calon istriku?” tanyanya, menyelipkan kerlingan nakal di matanyaAlana merasa perasaan canggung, tetapi dia menyadari bahwa ini mungkin bagian dari usaha Alesio untuk menguji atau mengerjainya. Tanpa membiarkan rasa tidak nyaman mempengaruhi jawabannya, Alana menjawab"Rencana pengembangan bisnis di Asia terlihat sangat menjanjikan tapi ada beberapa peluang besar di pasar regional yang dapat dimanfaatkan. Namun, sepertinya kalian harus memastikan bahwa strategi pemasaran dan distribusi itu benar-benar terukur selain itu pertimbangkan juga b
Matahari bersinar cerah ketika Alana dan Alesio kembali ke Mansion Kingston setelah makan siang. Meskipun masih ada kecanggungan bagi Alana, tetapi suasana perlahan menjadi lebih santai. Alesio membimbing Alana menuju sebuah rumah kaca di bagian kanan Mansion."Apa pendapatmu tentang tempat ini?" tanya Alesio sambil menyandarkan tubuhnya di dinding yang terbuat dari marmer.Alana memandang sekeliling dengan tatapan kagum. Dia bukan gadis norak yang baru pertama kalinya melihat rumah kaca, namun rumah kaca kediaman Kingston benar-benar luar biasa."Indah.." Ucap AlanaAlesio tersenyum "Rumah kaca ini memiliki banyak kenangan bagi keluarga Kingston.”Alesio membawa Alana ke kursi di tengah rumah kaca yang dikelilingi oleh pepohonan hijau. Mereka duduk bersama, menikmati hangatnya sinar matahari yang masuk melalui kaca transparan.“Jadi apa yang ingin kamu katakan?” Tanya Alana tiba-tiba, melihat ekspresi Alesio yang tampak be
Hari-hari berikutnya di Mansion Kingston berjalan dengan relatif tenang. Alana meresapi keindahan perpustakaan, mencari pelarian dalam dunia buku koleksi milik Shia untuk melupakan sedikit kecemasan yang masih menyertainya.Waktu berjalan begitu cepat, dan tanpa disadari, dua hari telah berlalu sejak Alana dan Alesio kembali dari rumah kaca. Kontrak mereka tersisa 359 hari, Alana selalu menghitungnya dengan tepat, Alana bahkan nyaris tak percaya jika dia dan Alesio mengenal satu sama lain hanya selama 2 minggu. Entah kenapa rasanya seperti Alana sudah mengenal Alesio cukup lama.Suasana di Mansion Kingston semakin akrab, terutama setelah Shia dan Dante kembali dari perjalanannya di Spanyol.Pagi ini, dia sedang sarapan bersama Alesio, Dante, dan Shia. Alana menatap berbagai hidangan di depannya. Hidangan yang disajikan sangat lezat, tetapi pikirannya masih terganggu oleh rencana pernikahannya yang sudah dekat"Jadi kapan kalian akan kembali? Mama de
Di Mansion Kingston, matahari telah terbenam, tetapi Alana masih sibuk menatap keluar jendela, menunggu mobil Alesio memasuki halaman mansion. Alana merasa perlunya sebuah klarifikasi. Dengan langkah yang mantap, dia menyelinap pergi dari kamarnya Di koridor yang sepi, Alana berusaha mencari tahu keberadaan Alesio. Suasana mansion yang damai menjadi kontras dengan kegelisahan di dalam hati Alana. Setiap langkah yang diambilnya terasa seperti menambah beban ketidakpastian. Alana mencapai pintu ruang kerja Alesio dan dengan ragu membuka pintunya. “Dia belum pulang?” Alana bergumam Ruang kerja itu tampak kosong. Alana merasa bingung, namun keinginan untuk menemui Alesio mendorongnya untuk terus mencari di mana sang Casanova berada. Dia melangkah ke ruang tamu, ke dapur, tetapi tak ada tanda-tanda kehadiran Alesio. Alana merasa semakin gelisah, beberapa pelayan yang dilewatinya nampak berbisik. Alana menghela napas, berjalan ke taman belakang, memandangi kolam renang yang tenang. Di s
Henry merenung sambil mengetuk-ngetukkan jari telunjuknya pada meja yang terdapat sebuah undangan pernikahan. Hatinya galau memikirkan dalam waktu dekat Alana akan melangsungkan pernikahan dengan Alesio.Ruang kerja itu terasa semakin sesak bagi Henry, ketidaknyamanan dan kekecewaan menyelinap dalam dirinya. Henry menelan ludahnya, mencoba menemukan cara untuk mengatasi perasaan frustasinya.“Henry!” panggil Yulina. Wanita yang hampir berusia 50 tahun itu berjalan masuk sambil menatap putra pertamanya dengan penuh harap.“Mama? Ada apa?” tanya Henry.“Mama perlu bantuanmu” desis Yulina kepada Henry yang tengah terjebak dalam kegalauan hatinya. “Kita tidak boleh membiarkan Alana menikah dengan pria itu.”“Apa maksud mama?” tanya Henry, berpura-pura tenang.“Kau menyukai Alana kan. Hamili dia! Buat dia patuh padamu!” desak Yulina dengan tatapan tajam.“Ma! Apa