Hari-hari berikutnya di Mansion Kingston berjalan dengan relatif tenang. Alana meresapi keindahan perpustakaan, mencari pelarian dalam dunia buku koleksi milik Shia untuk melupakan sedikit kecemasan yang masih menyertainya.
Waktu berjalan begitu cepat, dan tanpa disadari, dua hari telah berlalu sejak Alana dan Alesio kembali dari rumah kaca. Kontrak mereka tersisa 359 hari, Alana selalu menghitungnya dengan tepat, Alana bahkan nyaris tak percaya jika dia dan Alesio mengenal satu sama lain hanya selama 2 minggu. Entah kenapa rasanya seperti Alana sudah mengenal Alesio cukup lama.
Suasana di Mansion Kingston semakin akrab, terutama setelah Shia dan Dante kembali dari perjalanannya di Spanyol.
Pagi ini, dia sedang sarapan bersama Alesio, Dante, dan Shia. Alana menatap berbagai hidangan di depannya. Hidangan yang disajikan sangat lezat, tetapi pikirannya masih terganggu oleh rencana pernikahannya yang sudah dekat
"Jadi kapan kalian akan kembali? Mama de
Di Mansion Kingston, matahari telah terbenam, tetapi Alana masih sibuk menatap keluar jendela, menunggu mobil Alesio memasuki halaman mansion. Alana merasa perlunya sebuah klarifikasi. Dengan langkah yang mantap, dia menyelinap pergi dari kamarnya Di koridor yang sepi, Alana berusaha mencari tahu keberadaan Alesio. Suasana mansion yang damai menjadi kontras dengan kegelisahan di dalam hati Alana. Setiap langkah yang diambilnya terasa seperti menambah beban ketidakpastian. Alana mencapai pintu ruang kerja Alesio dan dengan ragu membuka pintunya. “Dia belum pulang?” Alana bergumam Ruang kerja itu tampak kosong. Alana merasa bingung, namun keinginan untuk menemui Alesio mendorongnya untuk terus mencari di mana sang Casanova berada. Dia melangkah ke ruang tamu, ke dapur, tetapi tak ada tanda-tanda kehadiran Alesio. Alana merasa semakin gelisah, beberapa pelayan yang dilewatinya nampak berbisik. Alana menghela napas, berjalan ke taman belakang, memandangi kolam renang yang tenang. Di s
Henry merenung sambil mengetuk-ngetukkan jari telunjuknya pada meja yang terdapat sebuah undangan pernikahan. Hatinya galau memikirkan dalam waktu dekat Alana akan melangsungkan pernikahan dengan Alesio.Ruang kerja itu terasa semakin sesak bagi Henry, ketidaknyamanan dan kekecewaan menyelinap dalam dirinya. Henry menelan ludahnya, mencoba menemukan cara untuk mengatasi perasaan frustasinya.“Henry!” panggil Yulina. Wanita yang hampir berusia 50 tahun itu berjalan masuk sambil menatap putra pertamanya dengan penuh harap.“Mama? Ada apa?” tanya Henry.“Mama perlu bantuanmu” desis Yulina kepada Henry yang tengah terjebak dalam kegalauan hatinya. “Kita tidak boleh membiarkan Alana menikah dengan pria itu.”“Apa maksud mama?” tanya Henry, berpura-pura tenang.“Kau menyukai Alana kan. Hamili dia! Buat dia patuh padamu!” desak Yulina dengan tatapan tajam.“Ma! Apa
“Kau terlambat Mr Kingston” Ucap Henry menghentikan langkah Alesio yang hendak memasuki mansionAlesio menatap Henry dengan heran. "Kau berbicara denganku?"Henry menggeleng, seolah-olah dia sedang menimbang-nimbang untuk berbicara. "Kau mungkin perlu tahu bahwa Alana dan aku, kita punya hubungan terlarang. Dia sudah tidur denganku. Bahkan kami baru selesai bercinta" Ucap HenryWajah Alesio langsung berubah serius dan gelap. "Omong kosong apa yang kau bicarakan?"Henry terus berbohong dengan tenang, menciptakan cerita yang tak berdasar. "Kami terlibat dalam hubungan rahasia ini sejak lama. Tapi aku pikir kau pantas tahu sebelum kau terlalu jauh terlibat dengan Alana."Alesio memandang Henry dengan tidak percaya. "Kau pikir aku percaya dengan bualanmu?”Henry memainkan perannya dengan baik, menunjukkan ekspresi seolah-olah dia penuh penyesalan. "Aku tahu ini sulit dipercaya, tapi kenyataannya pahit, Alesio. Alana hanya berpu
Hari yang ditunggu pun tiba. Sebuah resort dipenuhi dengan kegembiraan dan keramaian. Keluarga dan teman-teman dari kedua belah pihak berkumpul untuk merayakan pernikahan Alana dan Alesio. “Mahkota mana yang ingin kau kenakan Alana?” Tanya Madame Clare membuyarkan lamunannya “Apapun yang bagus” ucap Alana dengan senyum tipis Alana menatap pantulan wajahnya dicermin. Dia sedang dirias oleh Madame Clare, seorang make up artis kelas dunia. Jangan lupakan gaun putih tulang panjang yang mengekspos punggung putihnya yang bersih. Salah satu gaun karya desainer terbaik yang menjadi rekan Madam Clare. “Hallo Alana” Alana menatap sosok yang memanggilnya melalui pantulan cermin. Setelah melihatnya mau tak mau Alana memutar bola matanya jengah “Bisa tinggalkan aku dengannya sebentar, aku ingin berbicara berdua dengannya” Madame Clare mengangguk lalu pergi meninggalkan Alana dan Fiona. “Aku tidak tahu jika kamu datang,” ucap Alana dengan sedikit sindiran. Dia tidak begitu tertarik dengan keh
Suara tepuk tangan memenuhi ruangan itu, tetapi ciuman antara kedua mempelai yang baru saja menikah masih terus berlangsung. Alesio tidak melepaskan ciumannya, malah mendorong Alana untuk memperdalam kontak bibir mereka.Awalnya, ciuman itu hanya sekadar kecupan lembut, tetapi sekarang menjadi semakin panas dengan gerakan kecil yang dilakukan Alesio.Alana merasakan denyut-denyut panas melalui bibirnya, dan matanya terbuka lebar ketika merasakan lidah Alesio mencoba masuk.“Emph-“Saat Alana terkejut, Alesio justru tersenyum tipis, masih tidak melepaskan ciuman panas mereka. Mereka terperangkap dalam momen yang intens, mengabaikan tepuk tangan dan flash kamera yang menghujani mereka.Ketika ciuman itu berakhir, Alana terengah-engah, napas mereka bergabung dalam irama yang sama. Alana memandang Alesio dengan mata yang dipenuhi dengan perasaan kesal, sementara Alesio memandanginya dengan tatapan penuh cinta dan kehangatan.‘D
“Bagaimana kamu mengenal Ale?” Tanya Jason memulai pembicaraan merekaAlana nampak menimbang, hingga akhirnya Alana memberikan jawaban yang sama seperti saat menjawab Shia“Kami bertemu di sebuah pesta perusahaan, dan seperti cerita klasik, jatuh cinta pada pandangan pertama” ucap Alana dengan senyum tipis untuk menyempurnakan kebohongannya“Alesio bukan orang yang seperti itu, Alana” Ucap Jason tepat sasaran “Katakan saja apa kesepakatan kalian?”Alana merasakan detak jantungnya berdebar kencang ketika Jason mulai menyelidiki lebih dalam. Dia merasa tertekan, namun berusaha untuk tetap tenang dan merencanakan setiap kata yang akan dia ucapkan. Menghadapi pertanyaan tajam Jason, Alana mengambil napas dalam-dalam sebelum menjawab.“Jangan berbohong padaku, Alana” Matanya menatap Alana dengan intensitas yang membuatnya merasa seperti terperangkap.“Tidak ada hal yang seperti itu
"Alana!" panggil Michael dengan antusias. dia berjalan kearah Alana "Hai, Mic!" balas Alana sambil tersenyum cerah, senyumnya berkilau seolah melupakan kejadian dengan Morgan beberapa saat lalu. Michael tersenyum hangat. "Selamat atas pernikahanmu, adik angkat" "Terima kasih, Kak" jawab Alana sambil merenggangkan bibirnya. "Bagaimana perasaanmu menikah dengan Casanova itu?" tanya Michael dengan hangat, namun terdengar sedikit ejekan di belakang kata-katanya. Alana mengangkat bahu dengan enteng. "Lebih baik daripada bertunangan dengan Morgan." Michael mengangkat alisnya, senyumnya melebar. "Morgan, ya? Aku melihatnya tadi, sepertinya dia hendak melakukan sesuatu." "Dia sudah melakukannya" jawab Alana dengan serius, ekspresinya berubah seketika. Namun, sebelum Michael bisa bertanya lebih lanjut, suara intrupsi dari asisten Alesio memecah keheningan di ruangan “Nyonya Alana..” Alana dan Mic menoleh pada asisten Alesio yang memanggil Alana “Ya, kenapa Markus?” “Tuan Alesio menun
"Kau bilang akan patuh pada perintahku kan, Alana?" Ucap Alesio dengan suara yang bergetar, matanya terfokus pada belahan dipunggung Alana.Gerakannya maju, langkahnya mantap, dengan tatapan yang tajam seakan siap untuk menerkam mangsanya.Alana merasa jantungnya berdegup kencang saat dia merasakan kedekatan Alesio. Dia memutar tubuhnya, wajahnya sedikit merona saat tatapan Alesio menggodanya dengan intensitas yang membuatnya terguncang."Jangan bilang jika kau lupa dengan perjanjian kita?" bisikan Alesio terdengar menggoda, membuat Alana tersentak. Dia merasakan kekikukan di tubuhnya, tidak mampu menahan desiran yang menggelora di dalam dirinya. Sesuatu dalam bisikan Alesio membuatnya merasa tak berdaya, bahkan di hadapan pria ini yang tampaknya memiliki kendali atasnya."Aku mau mandi" Alana mencoba mengalihkan pembicaraan, berusaha keras untuk mengendalikan emosinya yang mulai meluap-luap. Namun, sebelum dia bisa melanjutkan kalimatnya, Alesio menahannya."Aku belum selesai bicara,
Alesio melingkarkan tangannya di pinggang ramping Alana dan mengelusnya pelan, bibir pria itu menicum leher putih Alana yang terekspos.Alana tersentak, dia melirik Alesio yang masih setia menciumi lehernya.“Kamu ini sedang apa sih?” tanyanya“kau wangi” Ucap Alesio. Pria itu menggigit leher Alana membuat gadis itu kaget.“Bisa kamu hentikan, aku sedang memasak”Alesio tidak menggubris ucapan Alana, pria itu masih menciumi lehernya, menikmati aroma yang mampu membuat Alesio kecanduan.Alana merasa semakin tidak nyaman dengan situasi ini, merasakan ketidaknyamanan dan kebingungan mencampuradukkan perasaannya.“Tolong, Alesio” desisnya lagi, mencoba untuk meminta dengan lebih tegas agar Alesio menghentikan tindakannya. Tetapi dia juga merasa sulit untuk menolaknya sepenuhnya, terpesona oleh keintiman yang mereka bagikan.“Ini hukuman mu karena memasak di rumahku” Ucapny
“KAKEKKKK!” Alana berteriak keras begitu melihat Kakek Igrit sedang berdiri memandangi pohon mahoni di samping rumah.Kakek Igrit memalingkan pandangannya dari pohon yang dia amati dengan penuh konsentrasi. Senyum hangat terukir di wajahnya ketika melihat Alana mendekatinya dengan cepat.“Di mana Alesio, Nak?” tanyanya dengan suara lembut, matanya memancarkan kekhawatiran.Alana menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya sendiri sebelum menjawab. “Dia sedang ada urusan, Kakek” ucapnya tanpa raguKakek Igrit mengangguk mengerti, tetapi matanya tetap penuh dengan rasa ingin tahu. “Baiklah, Nak” katanya dengan lembut, sebelum melangkah menuju pintu masuk rumah dengan langkah perlahan. Alana mengikuti di belakangnya, merasa lega bahwa dia memiliki seseorang yang selalu memahami dan peduli padanya.“Bagaimana kondisi perusahaan?” tanya kakek Igrit, berubah dari kekhawatiran pribadi
Alesio meloncat keluar dari mobil mewah dengan wajah yang penuh kemarahan. "Keluar!" teriaknya, suaranya gemetar oleh kemarahan.Diana keluar dari rumah dengan wajah sumringah, dia senang Alesio menemuinya “Al, aku merindu- Akh” Diana memekikAlesio menarik tangan Diana dan mencekik leher wanita itu, bahkan dengan mudahnya sedikit mengangkat tubuh Diana hingga tak menampak pada tanah“Alesio” Clark berteriak.Alesio cukup kaget melihat Clark yang keluar dari rumah Diana. Dia mendekat pada Alesio, meraih tangan Alesio yang bahkan kaku untuk ditarikAlesio tenggelam dalam lautan pikirannya yang gelap, tak terganggu oleh kehadiran Clark yang mencoba memanggilnya. Satu-satunya fokusnya adalah memadamkan nyala kebencian yang berkobar di dalam dirinya, kebencian yang diarahkan kepada Diana, sosok yang dianggapnya sebagai biang keladi dari kepergian Alana."ALESIO!" Clark berteriak, mencoba memperoleh perhatian pria it
“Aku hamil anak Alesio”Alana mengulas senyum tipis sambil menatap wanita cantik berambut blonde didepannya“Benarkah? Kau yakin itu miliknya?” Tanya Alana, dia meletakkan tangannya dan menopang dagu, menatap Diana dengan senyum tipis"Ya, aku yakin, memangnya siapa lagi pria yang menyentuhku selain Al" Diana menjawab dengan percaya diri, sambil menggerakkan rambutnya yang tergerai lembut ke belakang telingaAlana menganggukan kepalanya“Selamat” Ucap Alana yang membuat Diana terpaku, dia tidak menyangka dengan respon yang diberikan Alana“Kau tidak marah?” Tanya Diana. Seharusnya Alana marah padanya lalu dia akan menjatuhkan diri hingga menyebabkan keguguran untuk meraih simpati publik namun Alana justru hanya menggelengkan kepala ringan“Untuk apa aku marah? Buang-buang tenaga” Ucap Alana, tangannya meraih gelas dan menyesap kopi didalamnya“Ke-kenapa?” tanya Diana meminta penjelasan lebih lanjut“Aku sudah memutuskan untuk fokus pada masa depan, bukan untuk menghabiskan energi untu
Candu.Setidaknya itulah yang Alesio rasakan ketika bercinta dengan Alana. Alesio tidak peduli dengan tanggapan jika dia dikatakan hypersex, tapi saat ini Alesio memang ingin terus melakukannya dengan Alana.. lagi dan lagi.Mereka seperti magnet yang saling tarik-menarik, tak bisa lepas satu sama lain. Setiap sentuhan, setiap ciuman, dan setiap gerakan terasa seperti keajaiban yang mereka ciptakan bersama. Mereka saling memenuhi kebutuhan satu sama lain, menggali keintiman yang mendalam di antara mereka.“You’re so beautiful, Amour” bisiknya parau di telinga Alana. Bibirnya menyisir lembut leher Alana serta memberikan kiss mark sebagai tanda kepemilikannya.Tangan Alesio kemudian bergerak turun ke payudara dan perut Alana, lalu beralih pada pangkal paha Alana yang memang tidak menggunakan apapun. Kondisi keduanya sama-sama telanjang, hanya selimut tebal yang menutupi tubuh keduanya.Alana merespon dengan desahan kecil yang terputu
“Aku tidak tertarik pada mereka, Ale. Aku bukan dirimu yang suka berganti-ganti pasang di tiap club malam”Alesio membatu, seharusnya yang dia khawatirkan bukan Alana tertarik pada Grey namun apa yang akan Ezel ucapkan pada Alana.“Berniat menjelaskan… Alesio Kingston” Ucap Alana dengan senyum lebar sambil mengarahkan pistolnya pada dada AlesioAlesio menahan pistol itu dengan jari telunjuknya “Sepat sekali senjata ini terarah padaku” Kekeh AlesioAlana tetap tenang, senyumnya tidak luntur sedikit pun. "Kau tahu, Ale, kadang-kadang aku merasa ragu dengan dirimu” Ucap Alana membuat pandangan Alesio menajam“Jangan Denial Alana” Desisnya. Matanya menatap tajam Alana yang kini memegang senjata di depannya. "Aku tahu aku punya kesalahan, tapi ini tidak benar-benar relevan sekarang. Kau sendiri juga sudah tahu bagaimana aku di masa lalu."Alana hanya tertawa, senyumnya terlihat mengejek
Suara tembakan terus menggema dalam ruang tembak. Begitu peluru habis Alana langsung mengisi ulang magazen pistolnya dengan cekatan, gerakan-gerakan yang semakin mantap dan terampil. Dia menjadi semakin percaya diri dengan setiap tembakan yang dia lakukan, dan itu memacu adrenalinnya.Setiap kali dia menarik pelatuk, dia merasakan getaran yang menyebar ke tangannya, tetapi sensasi itu tidak lagi membuatnya takut. Sebaliknya, itu membuatnya merasa hidup, seperti menguasai kekuatan yang sebelumnya tidak pernah dia sadari.Alana terus berlatih dengan tekun, menyesuaikan posisi dan sikapnya dengan saran-saran dari Alesio. Dia seperti tenggelam dalam latihan, seolah-olah dunia di sekitarnya lenyap dan satu-satunya yang ada hanyalah dia dan senjatanya.“Hei”Dor.Alana melotot, dia nyaris menembak seorang pria tampan yang tadi menyentuh pundaknya “Maaf, maafkan aku, aku tidak sengaja”Alana menahan napasnya, jantungnya berd
Suara tembakan nyaring menggema di koridor-koridor yang gelap, menambah ketegangan di udara. Ketika mereka melangkah lebih jauh, Alana merasa seolah-olah dia masuk ke dalam dunia gelap yang tak pernah dia bayangkan sebelumnya.Dia mencoba untuk tetap tenang, berusaha mempertahankan keberaniannya meskipun hatinya berdegup kencang.“Gugup?” tanya Alesio membuat Alana mengangguk kaku.Bagaimana Alana tidak gugup jika tanpa persiapan apa pun, Alesio membawanya ke tempat yang disebutnya sebagai markas Siegel.“Tenang saja, mereka tidak berbahaya” kata Alesio, mencoba menenangkan Alana.Alana berdecak dalam hati. Bagaimana dia bisa merasa tenang jika sekitarnya dipenuhi oleh para penjaga berseragam yang terlihat menakutkan? Beberapa dari mereka memiliki tato dan bekas luka di wajah, dan tubuh besar yang berotot membuat mereka terlihat sangat intimidatif. Alana mencoba untuk menyembunyikan rasa ketidaknyamanannya, tetapi mata Alesi
Alana menggeliat saat merasakan geli diwajahnya akibat sebuah tangan yang terus bermain pada pipinya. Alana perlahan membuka mata dan mendapati mata biru menatapnya lembut disertai senyuman“Selamat pagi, Amour” Sapa Alesio sambil memberikan kecupan ringan pada bibir Alana“Hmm” Alana bergumam, tubuhnya terlalu lelah akibat dirinya yang terus bergumul dalam malam panas dengan pria yang staminanya tak pernah habis itu.“Ayo mandi lalu makan, aku sudah membuatkanmu makanan” desak Alesio dengan lembut“Bawakan ke sini” Ucap Alana dengan suara khas orang yang baru bangun tidur.“Mandi dulu” Ajak Alesio“Tidak mau. Bawakan saja makanannya”“Oke, tunggu sebentar” jawab Alesio patuh sebelum meninggalkan kamar ituSetelah Alesio pergi, Alana membuka mata, merenggangkan tubuhnya dari tempat tidur. Dia beranjak menuju kamar mandi, tak lupa mengunci pintu