Terima kasih. Semoga suka. Double Update yaa. Muaach!
Amira dan Wijaya meninggalkan Perusahaan. Dua orang itu tidak perlu lagi ke butik untuk memilih baju karena memang sudah dipesan sesuai ukuran mereka di jauh hari. Pria arogan mempercayakan semuanya kepada sang asisten pribadi.“Apa kamu perlu membawa seorang perias?” tanya Wijaya membuka pintu untuk Amira.“Tidak. Aku bisa melakukan sendiri. Aku punya perlengkapan kosmetik,” jawab Amira duduk di kursinya.“Baiklah. Tanpa dandan berlebihan kamu jauh lebih cantik.” Wijaya tersenyum. Dia memasangkan sabuk pengaman untuk Amira dengan tidak lupa memberikan kecupan di pipi dan dahi wanita itu.“Aku bisa sendiri,” ucap Amira yang hanya bisa pasrah.“Aku tahu.” Wijaya mencium dahi Amira sekali lagi. Pria itu mengitari mobil dan duduk di balik kemudi.“Kita pulang,” ucap Wijaya menyalakan mesin mobil. Pria itu terlihat lebih tenang.“Apa Ibu Luna tidak pulang ke rumah Anda?” tanya Amira.“Pulang kemana?” Wijaya balik bertanya dan menoleh pada Amira.“Ke rumah kalian yang pertama kali aku datan
Amira masuk ke kamarnya yang berada tepat di samping kamar papa Keano. Dia bahkan melupakan gaun miliknya yang masih tertinggal di ruang tengah. Wanita itu menekan dadanya yang berdebar tidak karuan. Bayangan senjata milik Wijaya benar-benar terus muncul dalam ingatannya.“Aku benar-benar sial. Kenapa harus melihat benda milik Wijaya?” Amira duduk di tepi kasur.“Aaarggh!” Amira merebahkan tubuh ke tempat tidur.“Sial! Sial!” Amira memukul guling dan menghempas-hempas kakinya di kasur. Wanita itu sangat kesal melihat senjata Wijaya yang berdiri tegak penuh semangat. Seakan siap memangsa diirnya.“Hah! Aku bisa gila terus berada di dekat Wijaya. Pria itu terlihat santai dan tidak merasa bersalam sama sekali.” Amira memijit kepalanya. Padahal dia tidak merasa pusing.“Gaunku masih tinggal di bawah. Aku harus menyiapkan untuk ikut ke pesta. Aku tidak mau membuat pria gila itu mengamuk.” Amira beranjak dari kasur dan keluar kamar. Dia berlari menuruni tangga dan mengambil gaun yang ada di
Wijaya benar-benar tidak mengganggu Amira. Dia masih sibuk di ruang kerja hingga larut malam. Pria itu sengaja membuat istrinya terlelap lebih dulu.“Sudah pukul sebelas malam.” Wijaya merapikan meja kerja dan mematikan lampu. Dia pergi ke kamar Amira dan melihat tempat tidur yang kosong.“Tidur di kamar Keano.” Wijaya tersenyum. Dia membuka pintu kamar sebelah dan tersenyum.“Ini kamar bayi.” Wijaya menggendong Amira dan memindahkan ke kamarnya. Dia membaringkan tubuh padat berisi itu di atas kasur miliknya. Pria itu pun masuk ke kamar mandi untuk membuang racun. Mematikan lampu dan merebahkan tubuh di samping ibu susu Keano.“Aku tidak bisa lagi tidur tanpa kamu, Amira. Aroma tubuh yang manis dan harum membuat diriku menjadi rindu dan candu.” Wijaya mencium dahi dan pipi Amira. Dia memeluk tubuh wanita itu dengan tersenyum. Memejamkan mata untuk mendapatkan istirahat yang tenang dari sibuknya dunia.Luna hampir tidak bisa tidur karena terlalu bahagia mendapatkan gaun mewah yang dikir
Amira menggendong tubuh Keano yang tidak mengenakan apa pun. Dia masih ragu untuk masuk ke kamar mandi karena ada Wijaya yang juga mau ikut mandi bersama di dalam bak. Wanita itu khawatir sang suami akan melakukan sesuatu padanya.“Kenapa?” Wijaya menatap Amira.“Kalian masuklah lebih dulu.” Amira memberikan Keano kepada Wijaya yang juga tidak mengenakan pakaian lagi.“Kamu mau kemana?” tanya Wijaya menatap Amira.“Aku akan mengenakan baju mandi,” jawab Amira.“Baju mandi? Apa kamu mau berenang?” Wijaya memicingkan matanya pada Amira yang terlihat jelas tidak berkenan untuk masuk ke kamar mandi.“Tunggulah di dalam. Aku akan segera masuk.” Amira pergi ke lemari pakaian. Dia benar-benar memilih pakaian tertutup yang biasa dipakai untuk berenang.“Ini pasti aman.” Amira tersenyum. pakaian yang dikenakan berbahan karet tanpa celah. Bagian atas dan bawah tertutup rapat dengan kancing di depan.“Mari bermain air.” Amira masuk ke kamar mandi dengan tidak lupa menutup pintu. Dia melihat Wijay
Amira melihat pintu kamar mandi yang sudah ditutup. Wanita itu masih ragu untuk keluar dari kamar mandi karena dia tidak mengenakan apa pun.“Ah. Akhirnya aku kalah juga pada Wijaya Kusuma. Menyakitkan.” Amira berdiri dengan hati-hati. Tubuhnya masih gemetar. Dia melangkah keluar dari bak mandi. Wanita berjalan pelahan menuju shower. Menutup pintu kaca dengan rapi dan menguncinya.Wijaya tersenyum melihat Amira yang tidak sadar selalu menjadi pusat perhatian pria itu. Dia masih sempatnya mengintip sang istri yang keluar dari bak mandi. “Aku suka semua tentang kamu, Amira.” Wijaya menutup rapat pintu dengan hati-hati. Dia membuka lemari dan berganti pakaian. Mereka akan makan malam agar perut tidak kosong ketika pesta penjamuan yang akan dimulai pukul delapan malam.“Rasanya tidak mungkin villa seluas ini hanya ada tiga kamar. Apa Wijaya membohongiku?” tanya Amira dibawah guyuran air dingin. “Aaahh. Sial!” Amira berteriak kesal setiap kali mengingat kegilaan dirinya dan Wijaya di dala
Luna berdiri di depan cermin. Dia terus menatap diri yang cantik dan anggun dengan gaun merah muda yang mewah. “Kamu benar-benar cocok dengan warna itu,” ucap Bella.“Aku sangat suka dengan warna merah muda. Ini membuat aku bahagia karena Wijaya mengingat warna kesukaanku.” Luna tersenyum bahagia. Dia sudah merias diri dengan sempurna.“Aku juga ikut bahagia.” Bella merapikan rambut Luna.“Apa kamu sudah siap?” tanya Bella.“Ya. Ayo kita keluar. Aku sudah tidak sabar bertemu dengan Wijaya.” Luna tersenyum. Dia menggandeng tangan Bella keluar dari kamar.Aula pesta sudah dipenuhi para undangan dari kalangan pembisnis dan selebritis. Berkumpul untuk acara yang tidak terlalu formal. Kegiatan untuk mencari relasi dan rekan kerja sama.“Apa kamu sudah melihat Wijaya?” tanya Luna pada Bella. Wanita itu tidak mau bertemu dengan pria lain sebelum memperlihatkan kecantikannya kepada Wijaya Kusuma.“Belum terlihat,” jawab Bella yang mengitari bola mata setiap sudut ruangan. Mereka mencari pria
Amira ingin melepaskan diri dari Giorgio, tetapi ditahan oleh pria itu. Dia tidak mengizinkan sekretaris Wijaya pergi menjauh darinya.“Kamu mau kemana? Apa mau makan atau minum?” tanya Giorgio menahan tangan Amira. “Aku….” Amira benar-benar kebingungan. Dia selalu mendapatkan lirikan tajam dari Wijaya. Wanita itu sangat gelisah dan ragu untuk bergerak. “Amira.” Andika menatap Amira dari kejauhan. Dia tidak menyangka istrinya menjadi pusat perhatian dan rebutan semua orang seperti di masa muda. Wanita itu bahkan semakin mempesona dan menawan melebihi ketika masih lajang.“Aku sangat menyesal melepaskan kamu, Amira.” Andika berbicara di dalam hatinya.“Sayang, apa yang kamu lihat?” tanya Cantika.“Tidak ada.” Andika mengalihkan pandangan dari Amira.Semua orang dengan pasangan masing-masing. Mereka mulai memasuki lantai dansa. Kegiatan yang dilakukan untuk memeriahkan acara pesta. “Wijaya Sayang, ayo kita berdansa,” ajak Luna. Dia benar-benar tidak memberikan kesempatan kepada Wijaya
Amira dan Kristian terlihat bercanda dan tertawa bersama. Keduanya bernostalgia dengan tarian yang mereka tampilkan dengan penuh semangat.“Siapa kamu?” tanya Giorgio menarik kursi duduk di samping Kristian.“Halo, saya Kristian. Pembisnis kecil yang sedang belajar di perusahaan Wijaya.” Kristian mengulurkan tangan kepada Giorgio.“Giorgio. Apa kalian saling kenal?” tanya Giorgio melihat pada Amira dan Kristian.“Ya. Kami adik dan kakak tingkatan di kampus,” jawab Kristian.“Oh pantas saja. Kalian terlihat sangat kompak. Benar-benar membuat iri,” ucap Giorgio.“Kenapa kalian memilih kursi di sini?” tanya Wijaya yang juga menghampiri meja Amira dan Kristian.“Aku ke kamar mandi dulu.” Amira berdiri. Dia tidak nyaman sendirian seorang wanita diantara tiga pria.“Aku temani,” ucap Wijaya.“Apa?” Amira kebingungan dengan sikap Wijaya. Dia melihat kepada Giorgio dan Kristian. Wanita itu berharap dua pria di depannya tidak salah paham.“Tidak perlu. Aku bisa sendiri. Kamar mandi di sebelah s
Anto dan anak buahnya bergerak di malam hari. Mereka meninggalkan pulau dengan kapal. Bayi tampan dengan kulit putih bersih berada dalam gendongan Sulas. Putra dari Andika dan Amira tertidur lelap. Lelaki kecil itu mampu bersaing dengan Keano. Lahir dari bobot dan bibit terbaik kedua orang tuanya.Wijaya dan Amira tidur dalam senyuman. Mereka tidak tahu bahwa putra yang dijaga dan dilindingi dari kejauhan akan datang sendiri ke kota dan tidak sulit untuk digapai. Berbeda ketika berada di pulau terpencil. Ada bgitu banyak penjaga dan lokasi yang sulit dijangkau.Jack yang selalu memantau pulau menggantikan pekerjaan Leon mendapatkan laporan dari anak buah mereka. Pria itu tidak bisa memberikan perintah menyerang dan merebut Devano karena Wijaya yang tidak bisa dihubungi. Dia hanya bisa terus mengikuti dan mengawasi pergerakan Anto beserta rombongannya. “Ada apa?” tanya Leon.“Devano dibawa keluar pulau. Apa kita rebut sekarang?” Jack melihat pada Leon.“Bukankah ini memang rencana Pak
Cantika terlihat melamun. Wanita itu benar-benar telah banyak berkorban untuk Andika dan sang suami menjadikan dirinya pemuas nafsu sebagai pengganti Amira. “Apa aku harus membunuh Devano?” tanya Cantika pada dirinya yang duduk di depan cermin meja rias.“Tetapi, jika aku tidak bisa hamil artinya kami tidak akan pernah punya anak sedangkan Devano adalah putra kandung Andikan. Darah daging suamiku.” Cantika benar-benar gelisah.“Aku akan membawa Devano pulang. Mengatakan kepada Andika bahwa itu anak saudara jauh yang ditinggal orang tuanya. Aku akan meminat izin untuk mengadopsinya dengan alasan sebagai pemancing agar bisa hamil dan kasian.” Cantika tersenyum dengan rencananya. Dia mengambil ponsel dan menghubungi penjaga Devano.“Halo, bawa Devano pulang. Aku menginginkan dia. Pulau itu ambil saja untuk kalian,” ucap Cantika.“Baik, Bos.” Pria di seberang panggilan sangat senang. Mereka memiliki pulau pribadi dengan laut yang kaya. “Aku akan membesarkan anak Andika dan Amira. Itu tid
Luna melakukan penerbangan ke Amerika bersama Robert dan Bella. Wanita itu akan memulai karier sebagai aktris dan melanjutkan status modelling. Mereka sudah berada di apartemen milik Perusahaan.“Hah! Akhirnya aku bisa tinggal di tempat yang mewah lagi.” Luna menghempas tubuhnya di kasur.“Apartemen ini benar-benar mewah,” ucap Bella memperhatikan sekeliling. Kamar itu sangat luas dan lengkap. Ada dapur, ruang tamu dan bahkan balkon untuk bersantai. Kolam renang di atas Gedung.“Iya. Amerika memang gila dalam dunia entertaimen. Apalagi perfilm.” Luna beranjak dari kasur dan berjalan ke balkon.“Pemandangan yang indah. Aku suka tempat ini. Mahal.” Luna membentangkan tangan menghidup udara pagi.“Belum kontrak kerja, tetapi kita sudah dapat kemewahan.” Bella mendekati Luna yang berada di balkon.“Wijaya pasti punya saingan di Amerika ini. Aku ingin membuat pria itu menderita dengan kehilangan Amira. Aku akan balas dendam.” Luna mengepalkan tangannya.“Dia mencintai Amira dan membuang dir
Amira berada di halaman belakang. Wanita itu bermain bersama bayi tampan dan cerdasnya. Wanita itu benar-benar telah mengiklaskan Devano dengan adanya Keano.“Non, hari sudah mulai gelap. Sebaiknya Anda dan Keano masuk ke dalam rumah,” ucap bibi.“Bibi bawa Keano ke kamar.” Amira memberikan Keano kepada bibi.“Anda mau kemana?” tanya bibi.“Aku mau menunggu hujan turun.” Amira tersenyum.“Non, nanti Bapak marah,” ucap bibi khawatir.“Tidak akan. Aku suka hujan. Sudah lama tidak bermain air hujan. Bibi masuklah. Aku akan selesai sebelum Pak Wijaya pulang. Hari ini dia lembur.” Amira mendorong tubuh bibi masuk ke dalam rumah. Dia menutup pintu dan duduk di tengah halaman.“Semoga hanya hujan dan tidak ada kilat, Guntur serta petir.” Amira mendongak dan tetesan pertama jatuh tepat di wajahnya.“Aah!” Amira tersenyum. Dia benar-benar menyukai hujan. Aroma dan suara air yang jatuh ke bumi memberikan ketenangan untuknya.“Ahhhhh!” Amira berdiri dan berputar di atas rumput yang basah. Dia men
Wijaya benar-benar serius untuk menjemput Devano. Dia tidak ingin Cantika lebih dulu mengambil bayi dari Amira. Pria it uterus memantau laporan dari anak buahnya yang menjaga di pesisir pantai dekat dari pulau tempat tinggal Devano.“Kita akan berperang jika tidak bisa mengambil Devano baik-baik,” ucap Wijaya. Pria itu berada di rumah sakit.“Apa tidak ada kesempatan?” tanya Leon.“Aku tidak ingin menambahkan korban lagi. Kita akan mengganti para penjaga mereka pelan-pelan. Ambil Devano di mana Cantika akan bergerak,” tegas Wijaya yang duduk di sofa bersama dengan Jack.“Maafkan aku, Bos,” ucap Leon.“Kamu minta maaf untuk apa?” tanya Wijaya menoleh pada Leon yang masih berbaring di tempat tidur.“Saya tidak bisa menyelesaikan tugas,” jawab Leon.“Tugas kamu sudah selesai,” tegas Wijaya.“Ini pertama kalinya orang kepercayaanku terluka. Padahal hanya pergi mencari anak Amira. Berperang melawan musuh dunia bisnis tidak membuatku mengorbankan banyak orang.” Wijaya menatap layar computer
Cantika menunggu Andika di dalam kamar. Suaminya benar-benar sering lembur.“Sayang.” Cantika menyambut kedatangan Andika. Wanita itu mengambil jas dan tas dari tangan suaminya. “Kamu mandi dulu,” ucap Cantika tersenyum pada Andika.“Ya.” Andika masuk kamar mandi. Membersihkan diri yang lelah dan gerah. Pria itu keluar dengan hanya mengenakan handuk putih yang melingkar di pinggang.“Sayang.” Cantika memeluk Andika. Dia menggantungkan kedua tangan di leher suaminya.“Ada apa?” tanya Andika mencium bibir Cantika.“Kemarilah! Ada yang mau aku bicarakan.” Cantika menarik Andika ke tempat tidur.“Kamu mau berbicara atau bercinta?” Andika berada di atas kasur dan Cantika duduk di perut ratanya. Jari-jari wanita itu merada dada bidang suaminya.“Sayang, aku belum juga hamil. Apa kita perlu program dengan dokter?” tanya Cantika.“Apa?” Andika terkejut. “Siapa yang tidak sehat?” tanya Andika menatap Cantika.“Aku sudah periksa dan sehat,” jawab Cantika.“Apa itu artinya aku yang tidak sehat?
Bella pergi ke penginapan Luna dengan mengendarai mobil pribadinya. Dia harus menjemput sahabatnya pindah ke apartemen.“Lelah sekali. Wijaya benar-benar membuang Luna.” Bella harus mengendarai mobil cukup lama. Dua jam perjalanan baru bisa sampai di penginapan yang berada di ujung kota.Bella memarkirkan mobil di tempat parkir. Dia tiba hampir tengah malam. Wanita itu disambut oleh karyawati bagian resepsionis.“Selamat datang. Apa Anda mau menginap?” tanya karyawati.“Aku ada janji dengan tamu bernama Luna,” jawab Bella.“Mungkin Anda bisa menghubunginya agar bisa keluar dari kamar,” ucap karyawanti.“Baiklah.” Bella menghungi Luna dan tidak ada jawaban.“Apa aku bisa menunggu di sini?” tanya Bella yang gagal menghubungi Luna.“Tentu saja,” jawab karyawati.“Terima kasih.” Bella duduk di sofa. Dia terus berusaha menghubungi Luna yang tidak juga menjawab panggilannya.“Kemana Luna? Apa dia tidur? Padahal aku sudah memintanya untuk menunggu.” Bella sangat lelah dan mengantuk. Dia butuh
Amira membuka mata. Dia benar-benar tidak bisa lagi tidur tanpa Wijaya. Jari-jarinya meraba kasur yang kosong. Kehangatan dari pelukan suaminya sudah menjadi kebiasaan.“Sayang,” sapa Amira lembut. Dia melihat pintu kamar mandi yang tertutup rapat.“Kemana dia?” Amira duduk di tepi kasur. Dia kesulitan melihat karena pencahayaan yang sedikit di dalam kamar.“Sayang.” Amira beranjak dari kasur. Dia berjalan menuju sakelar lampu dan menyalakannya. Wanita itu mengetuk kamar mandi dan tidak ada jawaban.“Apa dia pergi?” Amira melihat jam yang telah menujukkan pukul sepuluh malam.“Sepertinya aku tertidur di mobil. Aku lihat Keano dulu.” Amira tersenyum. Dia melihat pakaian yang telah diganti dengan piyama tidur. Wanita itu segera pergi ke kamar putranya.“Sudah tidur. Apa dia asi dari botol?” Amira mencium Keano yang terlelap. Wanita itu menuruni tangga dan memastikan bahwa Wijaya ada di ruang kerja. Dia baru saja akan mengetuk dan pintu sudah terbuka. “Sayang, ada apa?” tanya Wijaya yan
Amira dan Wijaya masih berada di puncak bukit. Mereka berdua menikmati matahari terbenam. Sang istri duduk di pangkuan suami. Pelukan kuat dari belakang oleh Wijaya Kusuma. Kedua tangan pria itu mengunci pinggang Amira. “Sayang, apa kita menginap di sini saja?” tanya Wijaya mencium punggung leher Amira.“Tidak bisa. Aku kangen Keano. Dia belum asi,” jawab Amira.“Hmm. Keano nomor satu di hati kamu,” ucap Wijaya menggigit pundak Amira.“Aaah. Sakit.” Amira mencubit paha Wijaya.“Kamu membuat aku cemburu. Padahal hari ini aku mau memiliki kamu untuk diriku sendiri. Tidak memikirkan Keano yang berada di rumah.” Wijaya memutar tubuh Amira menghadap dirinya.“Apa sih. Kiano itu anak kita,” ucap Amira.“Ya. Keano adalah anak kita, Sayang.” Wijaya tersenyum. Dia menyentuh bibir Amira dengan jarinya.“Kamu tidak boleh begitu. Bersaing dengan Keano yang anak sendiri.” Amira merapikan diri agar tubuhnya benar-benar berhadapan dengan Wijaya.“Aku tahu, Sayang. Aku terlalu mencintai dan takut keh