Terima kasih atas dukungan, hadiah dan komentarnya. Semoga selalu suka dengan karya ini. Love You.
Amira makan siang seorang diri hingga selesai. Dia memperhatikan sekeliling dan tidak menemukan bibi. Wanita itu pergi ke ruangan taman dekat dapur dan melihat televisi kecil.“Ada tv.” Amira menyalakan televisi dan duduk dengan tenang. Dia sengaja memindahkan chanel karena bosan. Tidak ada ponsel dan laptop serta jaringan.“Hah!” Amira terdiam. Dia terkejut mendengarkan berita tentang Luna yang hilang setelah kecelakaan dan pembatalan syuting film. Para wartawan sedang mencari keberadaan tim dan juga Wijaya. Mereka butuh jawaban dan penjelasan.“Kenapa?” tanya Amira menatap layar televisi.“Dipastikan Wijaya Kusuma mengalami kerugian cukup besar atas pembatalan pembuatan film karena perusahaan telah banyak mengeluarkan dana. Dia juga menggantikan biaya kepada beberapa sponsor,” ucap pembawa berita di televisi.“Setelah kecelakaan Luna. Ada beberapa orang hilang dari lokasi syuting. Mereka diperkirakan mengundurkan diri karena ada pemecataan karyawan, tetapi ini terlalu mencurigakan,”
Wijaya kembali ke perusahaan untuk menyelesaikan pekerjaannya. Dia harus membubuhkan tanda tangan pada laporan dan kontrak kerja yang sudah berjalan. Pria itu pulang ke rumah di pukul enam sore. Di mana anak dan istrinya sudah selesai mandi.“Maaf, Pak.” Bibi menyambut kedatangan Wijaya di dalam garasi. Pria itu baru turun dari mobil.“Ada apa?” tanya Wijaya menatap bibi.“Maaf, Pak. Hari ini Non Amira menonton televisi di dapur,” jawab bibi menunduk.“Apa yang dia tonton?” Wijaya memicingkan matanya.“Berita tentang Ibu Luna dan pembatalan film,” ucap bibi.“Apa?” Wijaya harus mempersiapkan diri untuk memberikan jawaban ketika wanita itu bertanya.“Bagaimana reaksi Amira?” tanya Wijaya.“Non Amira terlihat biasa saja,” jawab bibi.“Ya. Dia memang terlihat tenang di depan kita, tetapi aku tahu. Amira berpikir lebih dari yang dibayangkan.” Wijaya tahu Amira ada di kamar Keano. Pria itu pergi ke kamarnya. Dia mandi dengan cepat dan berganti pakaian.“Kalian sedang apa?” tanya Wijaya yang
Wijaya dan Amira sudah berada di tempat tidur dengan berpelukan. Pria itu tidak akan pernah melepaskan istrinya. Dia ingin segera pergi ketika sang kekasih terlelap.“Kenapa belum tidur?” Wijaya melihat pada Amira.“Aku ingin bertanya,” ucap Amira.“Apa?” tanya Wijaya.“Mmm.” Amira ragu untuk bertanya karena dia khawatir Wijaya akan marah, tetapi ada rasa penasaran yang hanya pria itu bisa berikan jawaban serta perjelasan.“Tidak ada.” Amira memutar tubuh dengan cepat membelakangi Wijaya. Dia ingat benar bahwa pria itu tidak mengizinkannya menyenbutkan nama Luna diantara mereka.“Ada apa, Amira? Apa yang ingin kamu tanyakan?” tanya Wijaya mencium punggung leher Amira.“Tidak jadi. Aku tidak mau kamu marah,” jawab Amira.“Baiklah. Tidah usah ditanyakan. Aku juga tidak mau marah kepada kamu,” ucap Wijaya memeluk erat tubuh Amira.“Aku sudah mau kerja,” ucap Amira. “Aku senang, tetapi lebih baik kamu tetap istirahat di rumah dan bersama Keano. Pulihkan diri hingga benar-benar sehat,” bis
Wijaya masuk ke rumah. Dia mandi dan membersihkan diri di kamar bawah. Berjalan menuju ruang baca dan memeriksa semua hal yang berhubungan dengan Amira.“Aku tahu Andika dan Amira saling mencintai.” Wijaya menatap layar computer.“Cantika benar-benar sabar menunggu hingga beberapa tahun untuk mendapatkan Andika. Dia rela memisahkan anak dan ibu dengan cara yang kejam.” Wijaya menyenderkan tubuh ke dinding kursi. Pria itu terlihat berpikir keras.“Aku harus berterima kasih kepada Cantika karena telah berhasil membuat mereka berpisah sehingga aku bisa bertemu dengan Amira yang juga berhasil menyelamatkan hidup Keano dari kematian.” Wijaya tersenyum tipis.“Jika anak Amira benar-benar masih hidup.” Senyuman di bibi Wijaya hilang.“Maafkan aku, Amira. Aku tidak akan pernah memberitahu kepada kamu. Aku tidak ingin kehilangan kamu untuk selamanya. Aku juga tidak mau Keano harus berbagi ibu dengan anak Andika itu.” Wijaya mengepalkan tangannya.“Ketika aku menemukan anak kamu. Aku akan membia
Cantika duduk di kursi kerjanya di Perusahaan orang tuanya. Wanita itu memikirkan rencana untuk menyingkirkan Amira.“Dulu, aku tidak membunuhmu karena ingin melihat kamu hancur, Amira.” Cantika tersenyum.“Diusir dan diceraikan pria yang dicintai benar-benar membuat aku puas. Cinta pertama yang begitu kamu banggakan dan agungkan akan hilang begitu saja.” Cantika memutar ponsel yang ada di tangannya.“Tetapi, kamu sangat beruntung. Bisa-bisanya Wijaya datang dan menjadikannya sekretaris pribadi dengan gaji yang tinggi. Memberikan perhatian lebih hingga mampu menyingkirkan Luna.” Senyuman di bibir Cantika hilang begitu saja. Dia benar-benar benci dengan keberuntungan Amira. Wanita miskin yang tidak punya apa-apa dan lahir tanpa orang tua disukai dan dicintai banyak pria.“Apa para pria itu tergoda pada kecantikan dan keseksian Amira? Benar-benar membuat kesal,” ucap Cantika.“Kemana Jurik? Aku akan membuat Amira hilang dari dunia ini.” Cantika mencoba menghubungi kaki tangannya.“Apa si
Wijaya benar-benar gelisah dengan kabar tentang anak Amira yang mungkin masih hidup. Pria itu takut kehilangan Amira yang telah menjadi istrinya dan ibu susu Kenao. Wanita yang telah menyelamatkan putranya dari kematian karena keracunan susu formula dan kelaparan.“Ada apa, Pak? Apa Anda merindukan Nona Amira yang sudah beberapa hari tidak mendampingi Anda?” tanya Dody memperhatikan Wijaya yang melamun.“Ya,” jawab Wijaya asal. Pikiran pria itu kacau. Dia harus merencanakan banyak hal untuk masa depan keluarganya. Pria itu menginginkan anaknya yang dilahirkan dari rahim Amira.“Bukankah Anda satu rumah dengannya?” Dody tersenyum pada Wijaya yang tidak bisa menutupi kegelisahannya. Pria yang tenang itu benar-benar bisa dikacaukan oleh seorang Amira,“Hm.” Apa yang dilakukan Amira sekarang?” Wijaya menghubungkan ponselnya dengan kamera yang ada di rumah.“Di mana dia?” Wijaya mencari Amira karena tidak terlihat di layar computer. “Apa dia di taman?” Wijaya benar-benar mudah khawatir ket
Wijaya malas untuk kembali ke Perusahaan, tetapi dia sudah mendapatkan laporan dari Dody tentang Cantika yang memang dicurigai memiliki saham di rumah sakit sehingga bisa melakukan kejahatan untuk memisahkan Amira dari bayinya.“Sayang, aku akan kembali ke Perusahaan. Ada banyak berkas yang harus ditanda tangan.” Wijaya memeluk Amira cukup lama. Dia mencium dahi dan kepala wanita itu dengan lembut.“Maaf, pasti itu karena aku tidak masuk kantor,” ucap Amira menatap Wijata.“Tidak. Itu salahku sendiri yang memang terlalu sibuk dengan hal yang lain.” Wijaya tersenyum. Pria itu seakan tidak ingin melepaskan pelukan istrinya.“Hati-hati,” ucap Amira melambaikan tangan kepada Wijaya yang berjalan menuju mobil yang parkir di halaman rumah. Wanita itu mengantarkan suaminya hingga ke halaman depan rumah.“Hm.” Wijaya benar-benar mempunyai banyak musuh dna dia menambahkan lagi dengan mencari orang-orang yang menyakiti Amira.Mobil hitam dan kecil meninggalkan halaman rumah dan menuju Kawasan pe
Cantika terkejut ketika menerima laporan dari orang tuanya bahwa Wijaya mengundang para pemilik saham dan juga semua rekan bisnis untuk melakukan pertemuan. Mereka juga cukup khawatir karena sang penguasa akan melakukan pembersihan.“Ada apa ini, Pa?” tanya Cantika kepada papanya. “Papa juga tidak tahu. Sepertinya Wijaya sedang tidak baik-baik saja. Setelah pembatalan pembuatan film. Pria itu juga mengakuisi beberapa Perusahaan,” jelas Raditya pada putrinya.“Apa dia tahu tentang masalah rumah sakit?” Cantika tampak berpikir.“Apa kamu menyinggung Wijaya?” Raditya menatap Cantika.“Tidak, Pak. Aku mana berani,” ucap Cantika tersenyum.“Ya. Papa juga khawatir jika sudah bermasalah dengan Wijaya Kusuma. Dia itu pria yang mengerikan. Istrinya saja bisa dituntut untuk membayar kerugian ketika melakukan kesalahan,” jelas Raditya.“Apa ada seperti itu?” tanya Cantika. “Ya. Orang tua Luna harus memberikan satu Perusahaan kepada Wijaya agar karier putri mereka tidak hancur,” jawab Raditya.
Keano dan Devano berada di kelas yang berbeda. Pihak sekolah tidak ingin kesulitan membuat dua saudara itu bersaing.“Kita dipisah lagi.” Devano tersenyum setelah tiba di depan kelas sang adik.“Guru akan kebingungan jika kita berada di kelas yang sama.” Keano masuk ke dalam ruang kelasnya.“Ya.” Devano pun melanjutkan langkah kaki yang sempat terhenti.Semua mata tertuju kepada dua bersaudara itu. Baik lelaki atau pun perempuan pasti mengagumi mereka. Tidak ada yang berani bersaing karena telah mengetahui kemampuan anak dari Wijaya Kusuma yang sangat terkenal.“Aku sekelas dengan Keano.” Luci melihat Devano yang melewati ruang kelasnya.“Padahal aku lebih tertarik kepada Devano.” Luci melirik Keano. Dia merasa tertekan dan takut ketika berada di dekat adik Devano.“Cih!” Keano menarik kursi. Remaja itu benar-benar tidak menutupi diri ketika tidak suka pada seseorang. Dia akan memperlihatkannya secara langsung.“Aku harus menjadi siswi tercerdas di kelas ini. Aku dibayar mahal, tetapi
Keano dan Devano duduk di depan computer mereka. Dua anak lelaki itu telihat sibuk dengan pekerjaan masing-masing dan tidak saling mengganggu.“Apa Papa boleh masuk?” Wijaya mengetuk pintu kamar yang terbuka.“Ya,” ucap Keano dan Devano melihat kepada papa mereka.“Terima kasih.” Wijaya masuk ke dalam kamar Keano dan Devano. Pria itu duduk di sofa dan kedua putranya mendekat.“Ada apa, Pa?” tanya Devano.“Di mana Mama?” Keano pun bertanya.“Mama di kamar adik kembar. Duduklah.” Wijaya menunjukkan sofa yang berada tepat di depannya.“Apa ada kejadian yang janggal di sekolah?” tanya Wijaya.“Ya. Seorang wanita berusaha mendekati Keano. Dia mengatakan bahwa Keano mirip anaknya yang hilang,” jawab Devano.“Bagaimana perasaan kamu, Keano?” Wijaya menatap Keano.“Aku tidak suka dengan wanita itu,” tegas Keano.“Bagus. Kamu bisa menyelidikinya dan memastikan dia tidak akan berani mendekat. Apalagi sampai melukai perasaan mama kalian,” ucap Wijaya tersenyum.“Tentu saja, Pa. Kami sedang menyel
Amira dan anak-anak menyelesaikan kegiatan pembukaan ajaran baru di sekolah. Mereka bersiap untuk pulang ke rumah. Leon sudah menunggu di mobil dan melihat istri Wijaya bersama dua putra keluar dari gerbang gedung.“Nyonya sudah kembali.” Leon tersenyum. Pria itu tidak sadar bahwa dirinya semakin dekat dengan Amira dan anak-anak. Dia terbiasa berada di sisi istri dan anak Wijaya. Ada rasa tenang dan senang ketika bisa melihat wanita itu di depan matanya.“Siapa wanita dan anak itu? Kenapa dia terus mengikuti Nyonya?” Leon sangat teliti memperhatikan orang-orang di dekat Amira dan anak-anak.“Mencurigakan.” Leon segera mengirim data kepada anak buahnya. Mengambil gambar orang yang terlalu dekat dengan Amira dan anak-anak. Dia benar-benar harus sangat berhati-hati dan tidak mudah mempercayai siapa pun.“Apa kita langsung pulang?” tanya Leon membuka pintu untuk Amira.“Ya.” Amira memberikan jalan untuk Keano dan Devano untuk masuk lebih dulu ke dalam mobil.“Wanita duluan,” ucap Devano.“
Amira yang menyadari bahwa dia terlalu lama di dalam kamar meminta izin untuk kembali kepada anak-anaknya. Dia tahu segala sesuatu harus diperhitungkan karena akan berakibat fatal.“Aku harus pergi sekarang. Pemisi.” Amira tersenyum dan keluar dari kamar mandi. Langkah kakinya terhenti melihat seorang wanita yang sedang berinteraksi dengan Keano.“Maaf.” Luna menangis.“Kenapa Anda menangis?” tanya Devano dengan lembut.“Dia sangat mirip dengan putraku yang hilang,” jawab Luna.“Tetapi aku bukan putra Anda,” tegas Keano benar-benar tidak suka dengan keberadaan Luna.“Bagaimana jika kamu adalah putraku yang hilang?” tanya Luna menatap Keano.“Itu tidak mungkin. Kami adalah putra dari Wijaya Kusuma dan Amira Salsabila,” tegas Devano menepis tangan Luna yang sangat ingin memeluk Keano.“Aku punya mama yang luas biasa dan bukan kamu!” Keano beranjak dari kursi dan mendorong Luna hingga jatuh ke lantai.“Hah!” Dewi, Amira dan Luciana sangat terkejut. Tenaga Keano benar-benar kuat.“Jangan p
Amira memperhatikan keranjang buah yang dibawa Keano. Anak lelakinya duduk dengan tenang dan meletakkan keranjang buah di atas paha sang ibu.“Apa ini, Sayang? Apa kamu mau memakan semuanya?” tanya Amira tersenyum.“Buah-buah ini tidak ada di rumah,” jawab Keano.“Hahaha.” Amira mencubit pipi Keano dengan gemasnya. Wanita itu tertawa melihat tinggah yang tampak lucu. Dia tahu putranya miliki rasa penasaran yang tinggi.“Ini buah-buah dari desa yang hanya dijual di pasar tradisional dan pinggir jalan. Bibi dapur biasa belanja di supermarket sehingga tidak akan menemukan buah-buah local, Sayang.” Amira menyentuh buah-buahan yang ada di keranjang.“Oh.” Keano memperhatikan buah-buahan.“Rasanya manis dan asam. Enak dan segar, Sayang. Coba saja.” Amira memberikan buah cempedak kepada Keano.“Cempedak.” Keano menaikkan alisnya. Dia bisa mencium aroma yang kuat dari buah cempedak.“Cobalah.” Amira mendekati buah cempedak ke mulut Keano dan sang anak pun membuka mulutnya. “Mm. Aku tidak suka
Acara penyambutan telah dimulai. Beberapa siswa menampilkan kemampuan mereka sehingga bisa masuk ke sekolah unggulan. Walaupun swasta, tetapi merupakan sekolah internasional yang mengutamakan mutu dan tidak semua orang bisa masuk. Ada seleksi ketat yang harus dilewati.“Devano dan Keano akan menampilkan apa?” tanya Amira dengan lembut.“Tidak ada,” jawab dua bersaudara itu kompak.“Oh.” Amira terkejut dengan jawaban cepat dari dua putranya.“Nama mereka paling atas, tetapi tidak akan menampilkan apa pun. Padahal keduanya menguasai semua elemen.” Amira tersenyum. Dia berbisik di telinga Wijaya.“Sayang, mungkin anak-anak tidak mau terlalu menonjol di awal tahun ajaran baru ini.” Wijaya mengusap pipi Amira dengan lembut.“Kita mau fokus belajar, Ma. Keahlian lain bisa diasah di rumah saja,” jelas Devano tersenyum.“Iya, Sayang.” Amira mencium dahi Devano dan Keano. Wanita itu harus bersikap adil. Sentuhan dan ciuman serta pujian harus diberikan kepada kedua putranya. Tidak boleh hanya sa
Devano dan Keano sudah bersiap masuk sekolah. Dua remaja itu memilih sekolah swasta. Wijaya rela membayar mahal untuk Pendidikan anak-anaknya.“Selamat pagi.” Amira masuk ke kamar dua putranya.“Mama.” Keano dan Devano menoleh kepada Amira.“Apa sudah siap berangkat sekolah?” tanya Amira mendekati Keano dan Devano yang bersiap keluar kamar.“Ya, Ma.” Keano dan Devano memeluk Amira.“Anak-anak Mama benar-benar tampan dan menawan.” Amira menciu pipi Keano dan Devano yang harum.“Baiklah. Kita sarapan dulu ya.” Amira menggandengan kedua anaknya dari kamar dan pergi ke ruang makan.“Apa Mama akan mengantarkan kami ke sekolah di hari pertama?” tanya Devano.“Tentu saja, Sayang. Mama kana menemani kalian ke sekolah.” Amira menarik kursi untuk kedua anaknya.“Terima kasih, Ma. Aku bisa,” ucap Devano yang sudah lebih dulu menarik kursi untuk dirinya sendiri. Wijaya memperhatikan dua putrnaya.“Sayang, mereka sudah besar. Bisa melakukan semuanya sendiri. Apalagi hanya menarik kursi,” ucap Wija
WARNING 21++++Amira dan Wijaya telah berada di dalam kamar mereka. Anak-anak pun telah tidur, tetapi Keano dan Devano masih sibuk dengan alat baru yang diberikan oleh papa mereka.“Sayang, anak-anak sudah tidur dan ada baby sister juga. Apa kita bisa mulai?” Wijaya memeluk Amira dari belakang. Wanita itu baru saja melepaskan pakaian dan akan diganti dengan dress malam yang cantik.“Sayang, apa kamu tidak lelah?” tanya Amira tersenyum dan memutar tubuh menghadap Wijaya. Dia menggantungkan tangan di leher suaminya.“Apa kamu meremehkan aku, Sayang? Aku bahkan mampu main sampai pagi. Membuang berkali-kali.” Wijaya segera melahap bibir Amira. Wanita itu bahkan belum sempat mengenakan baju tidurnya. Dia mengangkat sang istri ke dalam gendongannya.“Mmm.” Mahira melingkarkan kedua kaki di pinggang sang suami. Menikmati ciuman hangat dari Wijaya Kusuma.“Aaahhh!” Wijaya berpindah ke leher jenjang Amira. Pria itu benar-benar sangat bergairah. Satu minggu tidak menyentuh istrinya membuatnya ha
Wijaya tidak heran lagi dengan banyaknya makanan dan minuman karena sudah mendapatkan laporan dari orang-orangnya.“Sayang, apa kamu tidak lelah?” tanya Wijaya duduk bersama sang istri dan anak-anaknya di ruang keluarga.“Tidak lelah. Tidak ada yang aku lakukan selain bermain bersama anak-anak.” Amira tersenyum.“Mama sangat merindukan Papa,” ucap Devano.“Papa tahu itu, Sayang.” Wijaya mengusap kepala Devano.“Karena senang kamu pulang. Jadi, aku masak banyak.” Amira telah menyajikan kue keju kesukaan Wijaya dan anak-anak di atas meja ruang keluarga.“Padahal, papa di rumah saja. Mama tetap rajin membuat kue kesukaan kami,” tegas Keano.“Tentu saja, Sayang. Itu karena Mama sayang dan cinta kalian semua.” Amira memeluk putranya.“Papa, oleh-oleh mana?” tanya Wiliam dan Wilona yang berlari mendekati Wijaya.“Oh, oleh-oleh sudah berada di ruang bermain,” jawab Wijaya mencium pipi Wiliam dan Wilona.“Hore.” Dua anak kembar berlari ke kamar bermain mereka.“Apa kalian tidak minta oleh-oleh