Beruntung orang tersebut dapat menghindar. Jadi tidak mengenai tubuhnya. Jika sampai air mengenai tubuhnya, jelas baju dan celananya akan basah. “Isha, kamu tidak apa-apa?” Pria itu kembali mengulang ucapannya. Isha menundukkan kepalanya melihat air yang dibawa tumpah. Air tumpah ke lantai dan membuat lantai basah. Beruntung gelas yang dibawa tidak ikut jatuh. “Suara itu?” Sejenak Isha memikirkan suara siapa yang baru saja di dengar. Dia baru menyadari jika suara itu bukan suara Danish. Isha memberanikan diri untuk menegakkan pandangannya. Alangkah terkejutnya ketika yang berada di depannya bukan Danish melainkan Dino. “Pak Dino di sini?” Isha tampak terkejut ketika melihat Dino di rumah Danish. “Iya, Danish tidak bisa tidur. Jadi dia meminta aku ke sini menemani.” Dino tadi dihubungi oleh Danish ketika temannya itu kembali mimpi buruk. Tadi dia berniat mengambil minum ke dapur. Namun, justru melihat Isha. Isha terdiam sejenak ketika mendengar Danish kembali mimpi buruk lagi.
Dari dalam kamar, Isha langsung terbangun ketika mendengar suara ganggang pintu dibuka. Sejak kejadian Danish mau memerkosanya, memang Isha selalu was-was setiap malam. Membuat tidurnya menjadi tidak nyenyak. Saat pintu berusaha dibuka, Isha segera mendudukkan tubuhnya. Memundurkan tubuhnya menempel ke headboard tempat tidur. Matanya awas melihat pintu kamarnya. Di luar, Danish menggerakkan gagang pintu kamar Isha. Sayangnya, pintu kamar Isha terkunci dari dalam dan membuat Danish tidak bisa masuk. “Ternyata dia mengunci pintu.” Danish tidak menyangka jika Isha akan mengunci pintu kamarnya. “Apa sebegitu takut dia padaku?” Tebarkan itu melayang menghiasi pikiran Danish. Dia menebak jika Isha melakukan itu karena takut padanya. Danish merasa begitu berengsek dirinya sampai membuat takut sang istri. Tak mau membuat Isha takut, akhirnya Danish memutuskan untuk kembali ke kamarnya. Di dalam kamar Isha menunggu pintu terbuka. Walaupun sebenarnya dia tahu jika pintu tidak akan terbuka kar
“Kamu sedang apa?” tanya Dino yang melihat Danish tengah asyik mengerjakan sesuatu. “Mengirim uang untuk Luel. Mereka sepertinya mau pergi ke mal.” Danish mengulas senyumnya ketika menceritakan hal itu. Dino menebak jika Danish pasti baru saja mendengar obrolan keponakan dan istrinya. Karena itu temannya itu mengirim uang. Danish melihat wajah Isha dari CCTV dari layar ponselnya. Memang selama ini CCTV di rumahnya selalu dapat dipantau dari ponselnya. Karena itu walaupun dia tidak di rumah, tetap bisa mengawasi. Sebenarnya Danish memang memantau Isha dari CCTV. Itu digunakannya untuk mengobati rasa rindunya. “Kamu terus memantaunya dari CCTV, kenapa tidak kamu temui saja dia.” “Kemarin aku ke kamarnya dan dia mengunci pintu. Artinya memang dia tidak mau aku sampai masuk ke kamar. Artinya dia juga tidak mau bertemu dengan aku. Jika aku memaksa untuk bertemu, pasti dia akan semakin ketakutan.” Danish tersenyum getir. Rasanya sedih ketika mendapati kenyataan Isha begitu takut padany
“Halo, Uncle.” Luel segera mengangkat sambungan telepon. “Kalian sudah pulang?” tanya Danish di seberang sana. “Sudah, dan aku membawa Aunty Isha dengan selamat sampai di rumah.” Luel menatap Isha sambil tersenyum. “Bagus kalau begitu.” Danish di seberang sana merasa senang. “Uncle kapan pulang?” Luel begitu penasaran sekali. “Mungkin aku akan pulang tiga hari. Jadi kalian selama tiga hari, jaga dulu Aunty kalian.” “Baiklah, kami akan menjaga Aunty. Jangan khawatir.” Mendengar Luel yang mengobrol dengan Danish, membuat Isha akhirnya beranjak. Tak mau sampai Luel memintanya bicara dengan Danish. “Unlce mau bicara dengan Aunty?” Baru saja Isha bangun dari posisi duduknya, tetapi sudah mendengar jika Luel memintanya untuk bicara dengan Danish. Hal yang sedari tadi Isha hindari. Dalam situasi ini jelas Isha berada dalam dilema. Sudah sejak lama Isha tidak bicara dengan Danish. Lalu, jika bicara, pastinya akan membuatnya tidak nyaman. “Ini Aunty.” Luel memberikan ponsel pada Da
Tangan Isha bergetar ketika mendengar ponselnya berdering dan sambungan telepon itu berasal dari Danish.Jika kemarin Isha berbicara dengan Danish karena Luel dan Ve. Agar di depan mereka, tidak terlihat jika sebenarnya ada kemarahan yang sedang terjadi. Namun, kali ini tentu saja akan jadi beda jika dia mengangkat sambungan telepon.Melihat nama Danish di layar ponselnya membuat Isha begitu merindukan pria itu. Hingga perasaannya pun mengalahkan logikanya. Dengan segera Isha mengarahkan jarinya ke layar ponselnya. Mengusap layar ponselnya untuk mengangkat sambungan telepon.Sayangnya, sebelum sambungan telepon itu diangkat, sambungan telepon itu sudah terputus. Isha merasa kecewa, kenapa dia tidak mengangkat sambungan telepon tersebut. Justru asyik dengan pikirannya.Isha menunggu Danish kembali menghubungi lagi. Karena dia tidak mau menghubungi lebih dulu. Entah ego apa yang merasukinya. Namun, dia merasa malu jika harus menghubungi kembali Danish.Sayangnya, Danish tidak kunjung me
Isha mencari sumber suara tersebut. Suara itu berasal dari ruang keluarga. Karena posisi lampu temaram. Jadi dia tidak melihat apa yang ada di sana. Isha yang penasaran mengayunkan langkahnya untuk menghampiri. Dari dekat, Isha melihat seseorang tidur di atas sofa. Hal itu membuat jantung Isha berdebar. Bertanya-tanya, siapa gerangan orang tersebut.“Hemmmm ….”Isha mendengar suara orang yang tertahan. Suara itu seperti orang yang mau berteriak, tetapi tidak bisa. Rasa penasarannya pun mengantarkannya lebih mendekat ke sofa.“Pak Danish.” Isha mengucap tanpa mengeluarkan suara. Ternyata yang tidur di sofa adalah Danish.Isha ingat betul jika kemarin, keponakan Danish mengatakan jika Danish akan pulang besok. Namun, ternyata dia pulang malam ini.“Tidak.” Danish menggelengkan kepalanya. Matanya masih terpejam.“Pasti dia mimpi buruk.” Isha menebak apa yang terjadi pada Danish. Dia sudah dengar dari Dino jika Danish kembali mimpi buruk lagi setelah tidak tidur dengannya.Melihat Danis
Isha sudah siap untuk ke toko, tetapi dia tidak buru-buru keluar dari kamar. Dia masih merasa malu sekali dengan orang-orang di luar. Malu dengan Luel dan Ve yang melihatnya berpelukan dengan Danish. Malu dengan asisten rumah tangga karena pasti asisten rumah tangga melihat apa yang dilakukannya. Yang terutama malu dengan Danish karena sudah memeluk erat tubuhnya semalam. Rasanya, Isha mau mengurung diri saja sampai mereka semua pergi. Namun, itu tidak mungkin. Tidak mungkin dia tidak keluar kamar. Pasti akan membuat orang-orang curiga. Di saat kebingungan Isha itu sedang melanda, tiba-tiba suara pintu terdengar. Isha sampai terkejut karena mendengar itu hal itu. Buru-buru Isha membuka pintu. Untuk tahu siapa yang mengetuk pintu. Saat pintu dibuka, ternyata Ve yang berada di balik pintu. “Aunty, tidak keluar-keluar dari kamar. Tidak mau sarapan dengan kita?” Ve menatap Isha dengan penuh pengharapan. “Iya, ini aku baru akan keluar.” Isha mengulas senyumnya. Berusaha meyakinkan Ve.
“Sudah cepat bersiaplah dan jangan banyak bertanya!” Kembali Isha mendapati perintah dari Danish. Hal itu membuatnya sedikit kesal. Sikap dominan Danish kembali. Padahal juga mereka belum berbaikan. Danish juga belum meminta maaf dengan apa yang dilakukannya kala itu. Danish menatap Isha lekat. Tatapan itu seolah menyiratkan untuk Isha segera mengambil tasnya dan segera pergi dengannya. Isha segera mengambil tas miliknya. Kemudian berpamitan pada Ina. Meminta Ina untuk menutup toko saat sore. Tak berlama-lama, Isha masuk ke mobil. Sudah ada supir di dalam yang siap mengantarkan mereka. Ke mana? Isha sendiri tidak tahu. Pasrah saja mengikuti yang dilakukan Danish. Mobil terus melaju. Isha pun tak bertanya sama sekali ke mana mereka pergi. Sampai akhirnya, mereka sampai di sebuah rumah sakit. Isha langsung terperangah. Bertanya-tanya, kenapa Danish membawanya ke sini? Saat mobil berhenti di depan lobi, Isha masih terdiam. Tak beranjak sama sekali. Masih termangu di kursi penu
Tanpa terasa Dario sudah sebelas bulan. Dia susah mulai berdiri-diri. Berpegangan beberapa barang yang ada di sekitarnya. Pagi ini, dia bermain dengan sang mami dan papinya di taman belakang. “Minggu depan pembukaan toko. Apa yang harus aku persiapkan?” Pembangunan toko milik Isha, akhirnya selesai juga. Walaupun sedikit meleset dari perkiraan, tapi tidak banyak kendala yang terjadi. “Tidak perlu menyiapkan apa-apa. Siapkan dirimu saja. Aku sudah siapkan semua.” Danish selalu ingin yang terbaik untuk istrinya. “Terima kasih.” Isha merasa sangat beruntung sekali karena sang suami selalu mempermudah semuanya. Danish memegangi Dario yang sedang berdiri. Karena senangnya berdiri-diri, anaknya itu memang selalu meminta untuk berdiri. Saat sedang berpegangan pada sang papi, tiba-tiba Dario melepaskan tagannya yang berpegang pads sang papi. Danish dan Isha tampak terkejut ketika melihat hal itu. “Rio ....” Isha memanggil anaknya itu. Dario yang dipanggil pun segera mengayunkan langkah
“Aaaccchhh ....”Suara indah yang keluar dari mulutnya keduanya menandakan jika pelepasan sempurna didapat oleh keduanya.Tubuh Danish seketika lemas dan terjatuh di atas tubuh sang istri. Mengatur napas yang terengah-engah.Isha pun merasakan hal yang sama. Tubuhnya lelah dan butuh waktu untuk beristirahat. Mengatur napasnya yang seperti baru saja lari kiloan meter.Butuh waktu beberapa saat untuk mengembalikan tenaganya. Hingga akhirnya, membersihkan diri.****Isha dan Danish memutuskan pulang saat sore hari. Seharian mereka memanfaatkan waktu untuk mencari kenikmatan. Melepaskan hasrat yang terpendam beberapa bulan.“Aku malu sekali mau pulang.” Tiba-tiba saja Isha merasakan hal itu.“Bersikaplah tenang. Nanti mereka akan curiga jika kamu bersikap seperti itu.”Isha bersikap tenang seperti yang suaminya katakan. Dia tidak mau membuat kakak iparnya curiga.Mereka sampai di rumah. Tampak mobil Liam-suami Loveta sudah di depan rumah. Isha dan Danish berusaha untuk tenang seperti tida
Pagi-pagi Loveta sudah sampai di rumah Danish. Semalam, dia dikabari oleh adiknya itu untuk membantu menjaga Dario. “Kak Loveta.” Isha menyapa kakak iparnya itu. “Mana Iyoo?” Loveta senang sekali karena akhirnya diminta jaga keponakannya. “Baru saja tidur, Kak.” Isha segera mempersilakan kakak iparnya untuk masuk ke rumah. Menyajikan teh sambil menunggu Danish bersiap. Beberapa saat kemudian, Danish keluar dari kamarnya. Kemudian menghampiri sang istri. “Kak Lolo sudah datang, kalau begitu ayo pergi.” Danish menatap istrinya. Isha masih diam. Dia masih tidak enak sekali dengan kakak iparnya karena harus menjaga sang anak. “Sudah, kalian pergi saja. Serahkan anak kalian padaku.” Loveta berusaha untuk meyakinkan adik iparnya. Saat mendapati ucapan itu, Isha segera bersiap untuk meraih tasnya yang berada di sofa ruang keluarga. “Titip Rio yang, Kak.” Sebelum berangkat dia menitipkan lagi anaknya. “Iya.” Loveta mengangguk. Isha dan Danish segera pergi. Danish mengendarai mobiln
Levon dan Luel semakin nyaman menjalani hubungan setelah mendapatkan restu. Perjalanan masih panjang untuk hubungan mereka ke jenjang serius. Mereka lebih memilih untuk menikmati hubungan. Apalagi mereka harus fokus pada kuliah mereka.Isha semakin nyaman menikmati perannya sebagai ibu rumah tangga. Anaknya semakin gembul sekali. Apalagi sang anak minum ASI.Kehadiran Dario membuat rumah menjadi ramai. Keluarga sering datang ke rumah untuk bertemu Dario. Mulai Nessia, Loveta, atau pun Mami Neta.Seperti hari ini, Loveta datang untuk berkunjung. Dia terus bermain dengan Dario.“Iyoo ... Iyooo ....” Loveta memanggil keponakannya itu.“Mi, namanya Dario, kenapa dipanggil Iyoo?” Ve melemparkan protesnya.“Susah jika dipanggil Dario. Seperti namamu saja. Singkat. Hanya ‘Ve’.” Loveta menjelaskan pada sang anak.Ve hanya bisa menggeleng heran. Ternyata itulah yang membuat sang mami memanggilnya singkat. Agar lebih mudah.Isha yang mendengar perdebatan itu hanya tersenyum saja.“Kak Loveta su
Mendapati pertanyaan sang anak, Dona terdiam sejenak. Memandang Luel.Luel yang melihat mama Levon menunggu jawaban dari wanita itu. Penasaran apa jawaban yang akan diberikan.“Iya, Mama tidak marah.” Dona langsung membenarkan apa yang diucapkan oleh Levon.Luel merasa lega sekali mendengar hal itu. Rasanya ketakutan yang dirasakannya menguap.Tok ... tok ....Suara ketukan pintu terdengar. Luel, Levon, dan Dona mengalihkan pandangan merek. Dilihatnya Isha yang mengetuk pintu.“Minumannya aku taruh di meja. Silakan diminum.” Isha melebarkan pintu untuk memberitahu di mana ditaruh minumannya.“Terima kasih, Aunty.” Levon mengangguk.“Mama akan ke sana.” Dona menepuk bahu Levon. Kemudian mengayunkan langkahnya keluar.Levon memilih untuk tetap tinggal di kamar Luel. Menemani Luel.Dona segera keluar untuk menikmati teh yang dibuat oleh Isha. Menghargai Isha yang membuatkan minuman.Melihat Dona yang keluar dan Levon yang tetap tinggal di kamar, membuat Isha memutuskan untuk menemani Don
“Makanlah dulu.” Isha memberikan semangkuk bubur pada Luel.“Terima kasih, Aunty.” Luel segera menerima mangkuk yang diberikan. Dengan perlahan dia memakan bubur yang dibuatkan oleh aunty-nya.Isha tidak tega melihat Luel yang sakit. Padahal kemarin dia sudah mengingatkan Luel untuk makan.“Apa tidak apa-apa jika tidak mengabari mami dan papimu?” Isha memastikan pada Luel.“Iya, Aunty. Tidak perlu. Lagi pula aku sudah lebih baik.” Luel menolak tawaran sang aunty. Takut justru membuat orang tuanya khawatir atau bahkan menyalahkan paman dan bibinya.“Baiklah kalau begitu.” Isha tidak mau memaksa jika Luel tidak mau. “Kalau begitu kamu habiskan buburnya. Setelah itu kamu minum obat.”Luel segera memakan bubur yang diberikan oleh Isha. Tak lupa memakan obat dari dokter.“Istirahatlah lagi kalau begitu.” Isha segera meraih kembali mangkuk bubur yang kini sudah kosong.Isha meninggalkan Luel di kamarnya. Memberikan waktu untuk Luel beristirahat. Dia segera turun ke lantai bawah. Menyusul sa
“Uncle, tadi Luel pingsan dan sekarang di rumah sakit. Kata dokter dia terkena asam lambung.”Mendengar hal itu Danish seketika terkejut. Tadi keponakannya itu berangkat baik-baik saja. Tapi, kenapa tiba-tiba sakit.“Kirimkan alamat rumah sakitnya, aku akan ke sana.”“Baik, Uncle.” Levon mengangguk.Akhirnya Danish mematikan sambungan teleponnya.“Siapa yang di rumah sakit?” Isha tampak penasaran sekali. Dia ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi.“Luel.”“Luel?” Isha membulatkan matanya ketika mendengar jika Luel di rumah sakit. “Kenapa dia?” tanyanya ingin tahu.“Katanya dia asam lambung.” Danish menjawab seraya mengambil jaket di dalam lemari.“Pasti karena seharian dia tidak makan.” Sejenak Isha teringat dengan hal itu.Mendengar ucapan Danish, dia teringat ucapan Isha. Jika Luel tidak makan sejak pagi.“Bisa jadi.” Danish membenarkan.Danish segera bersiap untuk ke rumah sakit. Dia harus mengecek keadaan keponakannya itu.“Aku pergi dulu. Kamu baik-baik di rumah.” Danish mendarat
Dona tampak terkejut melihat anaknya dengan seorang gadis. Yang menjadi perhatiannya jika ternyata gadis itu adalah gadis yang ditemuinya tadi di toilet. Dona memerhatikan gadis yang berada di sampingnya itu sedang melingkarkan tangan di lengan sang anak. Jika hanya teman, rasanya Dona yakin bukan. Karena teman tidak mungkin sedekat itu. “Ma.” Levon menyapa sang mama.Dona tidak langsung menjawab sapaan itu. Dia memilih memerhatikan gadis di samping sang anak.Levon menyadari hal itu. Mamanya sedang memerhatikan Luel. “Ma, kenalkan ini Luel, pacarku.” Dia pun segera memperkenalkan Luel.Pacar? Pikiran Dona melayang memikirkan pacar anaknya. Seingatnya sang anak sedang menjalin hubungan dengan keponakan Danish.‘Apa dia keponakan Danish?’ Dona bertanya dalam hatinya.“Luel?” Sejenak Dona mengingat sesuatu. Beberapa bulan lalu saat anaknya sakit, seorang gadis datang ke rumah sakit. Dona ingat nama gadis itu.“Kamu gadis yang ada di rumah sakit waktu itu?” tanya Dona memastikan.“Iya,
Luel memilih gaun cukup lama. Hingga membuat Levon menunggu. Karena orang tua Luel sedang pergi, jadi Levon menunggu sendiri. “Kak Luel mau pilih yang mana sebenarnya?” Ve merasa jika sedari tadi kakaknya terus memilih gaun tanpa tahu mana yang mau dipakai. “Iya, aku bingung. Kasihan Kak Levon sedari tadi menunggu. “Iya, sebentar lagi.” Luel mencari gaun. Hingga akhirnya dia mendapatkan gaun tersebut. Tak butuh waktu lama, dia pun mendapatkan gaun yang dicarinya. Gaun hitam dengan payet warna gold. Perpaduan pas untuk pesta malam ini. Tadi juga Luel sudah bertanya pada Levon. Baju warna apa saja yang dimiliki Levon. Hitam dan gold tadi disebut oleh Levon. Jadi tentu saja nanti mereka akan serasi. Saat mendapatkan gaun, segera dia berdandan untuk acara pesta. Dia tak punya banyak waktu. Jadi harus segera bersiap.Tepat jam lima sore akhirnya Luel siap. Segera mereka berangkat. Sebelum ke tempat pesta, Levon mengajak Luel untuk ke kost tempatnya lebih dulu karena dia gantian akan