“Mau pergi.” Danish dengan santainya menjawab.Dahi Isha berkerut dalam. Tadi suaminya itu tidak mengizinkannya untuk pergi, tetapi sekarang dia ingin pergi sendiri.“Lalu Pak Danish mau meninggalkan saya sendiri?” Isha merasa tidak terima ketika Danish justru pergi.“Jika tidak mau sendiri di rumah, kamu bisa ikut.” Danish menjawab seraya mengayunkan langkahnya.Isha sebenarnya malas pergi dengan Danish. Namun, dia tidak mau di rumah sendiri. Akhirnya Isha mengekor di belakang Danish. Bersamaan dengan mereka yang keluar sudah ada supir yang datang. Artinya, Danish sudah menghubungi supir sejak tadi.Mereka masuk ke mobil. Danish tidak tahu ke mana mereka akan pergi. Dia juga malas bertanya karena yakin Danish tidak akan menjawab.Mobil melintas di salah satu mal besar di ibu kota. Isha hanya bisa memandangi karena tak sekali pun dia pernah ke sana. Mal itu terlalu elit untuk dirinya yang sulit.Tanpa Isha sangka ternyata mobil berbelok ke mal yang baru saja dilihatnya itu. Isha pikir
“Apa Pak Danish tidak lihat kita sedang di mana?” Isha justru balik bertanya.“Tahu, ini di bioskop.” Dengan santainya Danish menjawab di mana mereka sedang berada“Kalau sudah tahu kenapa masih mencium. Bisa jadi ini ada CCTV.” Isha merasa tidak nyaman ketika berciuman di tempat umum.Danish merasa tidak mau jadi tontonan orang jika berciuman di tempat umum. Jadi dia memilih untuk tidak melanjutkan.“Ayo, sudahi jika kamu takut.” Danish sudah malas menonton film jika Isha hanya bersembunyi.“Tapi, sayang makanannya.” Isha melihat makanan yang dipesan masih banyak.“Kalau begitu kamu duduk yang benar.” Danish merasa sempit ketika ada Isha di kursinya.“Tapi, aku takut.” Isha tidak berani sendiri. Apalagi filmnya seram.“Kalau begitu ayo keluar. Kalau tidak mau duduk yang benar.”Mendapati ancaman itu, Isha tidak punya pilihan. Dibanding di bioskop sendiri, lebih baik dia keluar. Walaupun dia merasa sayang sekali melihat makanan yang berada yang sudah dipesannya.“Tahu begitu makanan d
“Bisa saja hamil. Buktinya orang yang diperkosa sekali bisa hamil. Jadi berdoalah saja jika Isha akan hamil.”Danish terdiam ketika mendengar ucapan Dino. Dia hanya bisa berharap jika Isha akan benar-benar hamil. Walaupun hanya sekali melakukannya. Jika sampai tidak, dia harus bekerja keras lagi untuk melakukannya.Di toko, Isha memikirkan jika tidak ada tanda-tanda sama sekali. Dia terus berpikir, apakah dia akan hamil.“Kamu kenapa?” Ina menatap Isha yang tampak tidak bersemangat pagi ini.“Aku memikirkan kenapa aku tidak merasa mual sama sekali.”Ina masih bingung dengan ucapan Isha. “Maksudnya?” Dia yang tidak mengerti pun memilih bertanya.“Jika tidak mual, bisa jadi aku tidak hamil.” Isha merasa kecewa membayangkan jika dia akan benar-bena tidak hamil.“Temanku hamil pertamanya tidak mual. Jadi aku rasa tidak semua kehamilan ditandai dengan mual. Mungkin saja kamu juga begitu.”Mendapati cerita Ina membuat Isha berbinar. Dia merasa ada harapan untuk hamil. Jadi dia tidak mau ber
Tak sabar menunggu jawaban Isha, Danish segera meraih alat tes kehamilan yang dibawa Isha. Melihat berapa garis di alat tes kehamilan tersebut.“Kenapa kosong?” Alih-alih mendapatkan garis di dalam alat tes kehamilan, Danish justru tidak mendapati apa-apa.“Aku belum memakainya.” Isha menjelaskan apa yang terjadi.“Kalau belum dipakai, cepat pakai sana.” Danish memutar tubuh Isha dan mendorongnya masuk ke kamar mandi lagi.Tubuh Isha terasa berat ketika didorong. Seolah tidak mau masuk ke dalam kamar mandi.“Tidak perlu dicoba.” Tiba-tiba Isha mengatakan.Danish yang sedang asyik mendorong tubuh Isha-langsung menghentikan aksinya. Dia merasa bingung dengan ucapan Isha.“Kenapa tidak perlu dicoba?” Danish menatap Isha yang masih membelakanginya.Isha memutar tubuhnya. Wajahnya tampak lesu tak bersemangat. “Aku datang bulan.” Dia mengembuskan napasnya ketika memberitahu Danish.Tadi pagi, Isha dengan semangat hendak mencoba alat tes kehamilan. Sayangnya, saat baru membuka pakaian dala
Sayangnya saat Isha berteriak dan berlari, mobil terus melaju. Danish dan Dino yang berada di dalam mobil, tidak ada yang mendengar suara Isha.“Kenapa mereka meninggalkan aku?” Isha benar-benar kesal sekali. Dia tidak menyangka jika Danish dan Isha akan meninggalkannya.Isha mengembuskan napasnya kasar. Dengan segera Isha mengambil ponselnya di dalam tas. Menghubungi Ina. Meminta Ina untuk menjemputnya.Sekitar satu jam akhirnya Ina sampai. Ini adalah kali pertama Ina ke rumah Danish. Jadi dia cukup terkejut dengan rumah mewah Danish.“Sha, kamu benar-benar tinggal di sini?” tanya Ina penasaran.“Iya, aku benar-benar tinggal di sini.” Isha mengangguk.“Astaga, kamu beruntung sekali. Bisa tinggal di rumah mewah.” Ina tidak habis pikir dengan apa yang didapatkan Isha. Dia merasa jika temannya itu selalu beruntung sekali.Isha hanya mengulas senyumnya tipis. Jika dibilang beruntung, memang benar dia beruntung. Namun, ini hanyalah sementara. Jadi dia tidak mau larut dalam kebahagiaan sem
Isha yang sedang berjalan masuk ke rumah langsung berhenti ketika mendapati pertanyaan itu dari Danish.“Untuk apa saya mengabari? Anda saja sudah meninggalkan saya tadi pagi.” Isha melirik malas pada Danish.Dari jawaban Isha, jelas terdengar Isha benar-benar sedang kesal pada Danish. “Kamu yang lama, tetapi kamu menyalahkan orang lain.” Danish jelas tidak mau kalah.“Harusnya Pak Danish menunggu saya sebentar. Tidak main meninggalkan saya begitu saja. Padahal saya sudah berteriak-teriak, tetapi Anda tidak dengar.” Isha meluapkan kekesalannya.“Salah sendiri lama.” Danish masih dengan pendiriannya jika Ishalah yang salah.Ketika disalahkan oleh Danish, Isha semakin kesal. Dia berharap pria itu meminta maaf karena sudah meninggalkannya, sayangnya itu hanya anggan belaka. Karena Danish tidak akan pernah meminta maaf.“Dasar egois.” Isha bergumam seraya mengayunkan langkahnya ke kamarnya.Danish mengulas senyum tipisnya ketika melihat Isha yang tampak kesal. “Padahal semua salahnya send
Sesuai dengan saran dari Dino tadi, Isha berniat membujuk Danish. Tidak seperti biasanya, Isha tidak langsung ke kamar setelah makan malam.“Bibi bisa pulang saja, biar aku yang buatkan kopi.” Tadi Danish meminta asisten rumah tangga untuk membuatkan kopi. Jadi dia mengambil alih agar sekalian membujuk Danish.“Apa tidak apa-apa, Bu?” tanya asisten rumah tangga.“Tidak apa-apa.” Isha mengangguk.Asisten rumah tangga memberikan tanggung jawab membuat kopi pada Isha. Segera dia pulang karena suaminya sudah menunggu di depan.Isha segera membuatkan kopi untuk Danish. Kemudian membawanya ke ruang keluarga di mana Danish berada. Dia meyakinkan hatinya agar dapat berkata lemah lembut pada Danish.Danish yang sedang asyik melihat berita malam, mengalihkan pandangannya pada Isha. “Kenapa kamu yang membuatkan kopi? Mana bibi?” Danish mencari asisten rumah tangga yang disuruhnya membuat kopi.“Bibi sudah pulang jadi saya yang membuatkan kopi.” Isha menjawab seraya meletakkan cangkir kopi di ata
Mendapati Isha belum pulang. Danish segera menuju ke tempat sayur yang biasa di mana asisten rumah tangga beli. Letaknya memang berada di depan komplek. Itu pun berada di ruko seberang.“Pak Danish.” Sampai di sana Danish langsung disambut teriakan Isha.Danish segera menghampiri Isha. “Kenapa kamu tidak segera pulang?”Tepat saat Danish di depannya. Isha menarik tangan Danish. “Coba Pak Danish lihat. Saya belanja sebanyak ini, habis tiga ratus ribu. Ini tidak masuk akal ‘kan?” Isha melayangkan protesnya.Danish melihat kantung plastik milik Isha. “Memang kamu beli apa?” Dia penasaran apa saja yang dibeli Isha sampai sebanyak itu.“Saya hanya beli ikan dan sayur.” Isha mencoba menjelaskan pada Danish.Danish merasa heran. Hanya beli ikan saja bisa semahal itu. Tentu saja itu membuatnya penasaran. Karena itu, dia segera mengecek apa yang dibeli Isha sebenarnya. Saat membuka plastik yang dibawa Isha, ternyata isinya adalah ikan salmon, dan ukurannya cukup besar.“Pantas semahal itu, kam