“Tidak, saya tidak berniat menggoda.” Isha menggeleng ketika mendapatkan tuduhan itu. Memang tidak ada niatnya sama sekali untuk menggoda Danish.“Benarkah jika kamu sedang tidak berusaha menggodaku?” Tangan Danish membelai lembut paha mulus milik sang istri. Sorot matanya bak harimau yang sedang akan menerkam buruannya.Apa yang dilakukan Danish itu membuat Isha berdebar-debar. Bukannya menolak atau menghentikan aksi Danish itu, Isha justru membiarkannya.“Saya benar-benar tidak berniat menggoda Pak Danish.” Isha menjawab sedikit gugup.“Jika tidak menggoda kenapa memakai pakaian seperti ini?” Danish melihat tubuh Isha dari leher hingga ke paha. Tangannya masih membelai lembut paha Isha.“Saya pikir Anda tidur. Jadi saya pakai baju ini karena merasa Anda tidak akan bangun. Lagi pula tidak ada siapa-siapa di sini. Jadi tidak masalah jika saya memakai pakaian ini.” Isha mencoba menjelaskan pada Danish.Bagi Danish alasan apa pun tetap saja baginya terlalu berbahaya jika Isha memakai ba
Danish ingat betul jika pernah mengatakan hal itu pada Isha. Jadi wajar saja jika Isha mengingatkannya. Namun, dia tidak mau kalah begitu saja.“Waktu itu, kamu masak untuk mantan suami, jelas aku tidak mau. Aku tidak mau disamakan dengan mantan suamimu yang berengsek itu.” Danish punya seribu alasan yang bisa diberikan pada Isha. Apalagi demi mendapatkan makanan.Isha mengingat jika waktu itu Danish memang tidak mau saat dia memasak untuk Abra. Jadi dia menerima alasan Danish kali ini.“Pak Danish mau?” tanyanya memastikan.“Iya, aku malas jika harus menunggu kurir makanan datang. Jadi makan masakanmu saja.” Tetap saja gengsi Danish besar. Tidak mau terlihat ingin makan masakan Isha.Isha mencibirkan bibirnya. Ragu dengan ucapan Danish. Tak mau banyak berdebat, dia berdiri untuk mengambilkan nasi untuk Danish ke dapur.Danish menunggu di meja makan dengan sabar. Duduk manis seperti anak kecil yang sedang diambilkan makanan.Isha kembali dengan membawa sepiring nasi. Kemudian memberik
“Mau pergi.” Danish dengan santainya menjawab.Dahi Isha berkerut dalam. Tadi suaminya itu tidak mengizinkannya untuk pergi, tetapi sekarang dia ingin pergi sendiri.“Lalu Pak Danish mau meninggalkan saya sendiri?” Isha merasa tidak terima ketika Danish justru pergi.“Jika tidak mau sendiri di rumah, kamu bisa ikut.” Danish menjawab seraya mengayunkan langkahnya.Isha sebenarnya malas pergi dengan Danish. Namun, dia tidak mau di rumah sendiri. Akhirnya Isha mengekor di belakang Danish. Bersamaan dengan mereka yang keluar sudah ada supir yang datang. Artinya, Danish sudah menghubungi supir sejak tadi.Mereka masuk ke mobil. Danish tidak tahu ke mana mereka akan pergi. Dia juga malas bertanya karena yakin Danish tidak akan menjawab.Mobil melintas di salah satu mal besar di ibu kota. Isha hanya bisa memandangi karena tak sekali pun dia pernah ke sana. Mal itu terlalu elit untuk dirinya yang sulit.Tanpa Isha sangka ternyata mobil berbelok ke mal yang baru saja dilihatnya itu. Isha pikir
“Apa Pak Danish tidak lihat kita sedang di mana?” Isha justru balik bertanya.“Tahu, ini di bioskop.” Dengan santainya Danish menjawab di mana mereka sedang berada“Kalau sudah tahu kenapa masih mencium. Bisa jadi ini ada CCTV.” Isha merasa tidak nyaman ketika berciuman di tempat umum.Danish merasa tidak mau jadi tontonan orang jika berciuman di tempat umum. Jadi dia memilih untuk tidak melanjutkan.“Ayo, sudahi jika kamu takut.” Danish sudah malas menonton film jika Isha hanya bersembunyi.“Tapi, sayang makanannya.” Isha melihat makanan yang dipesan masih banyak.“Kalau begitu kamu duduk yang benar.” Danish merasa sempit ketika ada Isha di kursinya.“Tapi, aku takut.” Isha tidak berani sendiri. Apalagi filmnya seram.“Kalau begitu ayo keluar. Kalau tidak mau duduk yang benar.”Mendapati ancaman itu, Isha tidak punya pilihan. Dibanding di bioskop sendiri, lebih baik dia keluar. Walaupun dia merasa sayang sekali melihat makanan yang berada yang sudah dipesannya.“Tahu begitu makanan d
“Bisa saja hamil. Buktinya orang yang diperkosa sekali bisa hamil. Jadi berdoalah saja jika Isha akan hamil.”Danish terdiam ketika mendengar ucapan Dino. Dia hanya bisa berharap jika Isha akan benar-benar hamil. Walaupun hanya sekali melakukannya. Jika sampai tidak, dia harus bekerja keras lagi untuk melakukannya.Di toko, Isha memikirkan jika tidak ada tanda-tanda sama sekali. Dia terus berpikir, apakah dia akan hamil.“Kamu kenapa?” Ina menatap Isha yang tampak tidak bersemangat pagi ini.“Aku memikirkan kenapa aku tidak merasa mual sama sekali.”Ina masih bingung dengan ucapan Isha. “Maksudnya?” Dia yang tidak mengerti pun memilih bertanya.“Jika tidak mual, bisa jadi aku tidak hamil.” Isha merasa kecewa membayangkan jika dia akan benar-bena tidak hamil.“Temanku hamil pertamanya tidak mual. Jadi aku rasa tidak semua kehamilan ditandai dengan mual. Mungkin saja kamu juga begitu.”Mendapati cerita Ina membuat Isha berbinar. Dia merasa ada harapan untuk hamil. Jadi dia tidak mau ber
Tak sabar menunggu jawaban Isha, Danish segera meraih alat tes kehamilan yang dibawa Isha. Melihat berapa garis di alat tes kehamilan tersebut.“Kenapa kosong?” Alih-alih mendapatkan garis di dalam alat tes kehamilan, Danish justru tidak mendapati apa-apa.“Aku belum memakainya.” Isha menjelaskan apa yang terjadi.“Kalau belum dipakai, cepat pakai sana.” Danish memutar tubuh Isha dan mendorongnya masuk ke kamar mandi lagi.Tubuh Isha terasa berat ketika didorong. Seolah tidak mau masuk ke dalam kamar mandi.“Tidak perlu dicoba.” Tiba-tiba Isha mengatakan.Danish yang sedang asyik mendorong tubuh Isha-langsung menghentikan aksinya. Dia merasa bingung dengan ucapan Isha.“Kenapa tidak perlu dicoba?” Danish menatap Isha yang masih membelakanginya.Isha memutar tubuhnya. Wajahnya tampak lesu tak bersemangat. “Aku datang bulan.” Dia mengembuskan napasnya ketika memberitahu Danish.Tadi pagi, Isha dengan semangat hendak mencoba alat tes kehamilan. Sayangnya, saat baru membuka pakaian dala
Sayangnya saat Isha berteriak dan berlari, mobil terus melaju. Danish dan Dino yang berada di dalam mobil, tidak ada yang mendengar suara Isha.“Kenapa mereka meninggalkan aku?” Isha benar-benar kesal sekali. Dia tidak menyangka jika Danish dan Isha akan meninggalkannya.Isha mengembuskan napasnya kasar. Dengan segera Isha mengambil ponselnya di dalam tas. Menghubungi Ina. Meminta Ina untuk menjemputnya.Sekitar satu jam akhirnya Ina sampai. Ini adalah kali pertama Ina ke rumah Danish. Jadi dia cukup terkejut dengan rumah mewah Danish.“Sha, kamu benar-benar tinggal di sini?” tanya Ina penasaran.“Iya, aku benar-benar tinggal di sini.” Isha mengangguk.“Astaga, kamu beruntung sekali. Bisa tinggal di rumah mewah.” Ina tidak habis pikir dengan apa yang didapatkan Isha. Dia merasa jika temannya itu selalu beruntung sekali.Isha hanya mengulas senyumnya tipis. Jika dibilang beruntung, memang benar dia beruntung. Namun, ini hanyalah sementara. Jadi dia tidak mau larut dalam kebahagiaan sem
Isha yang sedang berjalan masuk ke rumah langsung berhenti ketika mendapati pertanyaan itu dari Danish.“Untuk apa saya mengabari? Anda saja sudah meninggalkan saya tadi pagi.” Isha melirik malas pada Danish.Dari jawaban Isha, jelas terdengar Isha benar-benar sedang kesal pada Danish. “Kamu yang lama, tetapi kamu menyalahkan orang lain.” Danish jelas tidak mau kalah.“Harusnya Pak Danish menunggu saya sebentar. Tidak main meninggalkan saya begitu saja. Padahal saya sudah berteriak-teriak, tetapi Anda tidak dengar.” Isha meluapkan kekesalannya.“Salah sendiri lama.” Danish masih dengan pendiriannya jika Ishalah yang salah.Ketika disalahkan oleh Danish, Isha semakin kesal. Dia berharap pria itu meminta maaf karena sudah meninggalkannya, sayangnya itu hanya anggan belaka. Karena Danish tidak akan pernah meminta maaf.“Dasar egois.” Isha bergumam seraya mengayunkan langkahnya ke kamarnya.Danish mengulas senyum tipisnya ketika melihat Isha yang tampak kesal. “Padahal semua salahnya send
Tanpa terasa Dario sudah sebelas bulan. Dia susah mulai berdiri-diri. Berpegangan beberapa barang yang ada di sekitarnya. Pagi ini, dia bermain dengan sang mami dan papinya di taman belakang. “Minggu depan pembukaan toko. Apa yang harus aku persiapkan?” Pembangunan toko milik Isha, akhirnya selesai juga. Walaupun sedikit meleset dari perkiraan, tapi tidak banyak kendala yang terjadi. “Tidak perlu menyiapkan apa-apa. Siapkan dirimu saja. Aku sudah siapkan semua.” Danish selalu ingin yang terbaik untuk istrinya. “Terima kasih.” Isha merasa sangat beruntung sekali karena sang suami selalu mempermudah semuanya. Danish memegangi Dario yang sedang berdiri. Karena senangnya berdiri-diri, anaknya itu memang selalu meminta untuk berdiri. Saat sedang berpegangan pada sang papi, tiba-tiba Dario melepaskan tagannya yang berpegang pads sang papi. Danish dan Isha tampak terkejut ketika melihat hal itu. “Rio ....” Isha memanggil anaknya itu. Dario yang dipanggil pun segera mengayunkan langkah
“Aaaccchhh ....”Suara indah yang keluar dari mulutnya keduanya menandakan jika pelepasan sempurna didapat oleh keduanya.Tubuh Danish seketika lemas dan terjatuh di atas tubuh sang istri. Mengatur napas yang terengah-engah.Isha pun merasakan hal yang sama. Tubuhnya lelah dan butuh waktu untuk beristirahat. Mengatur napasnya yang seperti baru saja lari kiloan meter.Butuh waktu beberapa saat untuk mengembalikan tenaganya. Hingga akhirnya, membersihkan diri.****Isha dan Danish memutuskan pulang saat sore hari. Seharian mereka memanfaatkan waktu untuk mencari kenikmatan. Melepaskan hasrat yang terpendam beberapa bulan.“Aku malu sekali mau pulang.” Tiba-tiba saja Isha merasakan hal itu.“Bersikaplah tenang. Nanti mereka akan curiga jika kamu bersikap seperti itu.”Isha bersikap tenang seperti yang suaminya katakan. Dia tidak mau membuat kakak iparnya curiga.Mereka sampai di rumah. Tampak mobil Liam-suami Loveta sudah di depan rumah. Isha dan Danish berusaha untuk tenang seperti tida
Pagi-pagi Loveta sudah sampai di rumah Danish. Semalam, dia dikabari oleh adiknya itu untuk membantu menjaga Dario. “Kak Loveta.” Isha menyapa kakak iparnya itu. “Mana Iyoo?” Loveta senang sekali karena akhirnya diminta jaga keponakannya. “Baru saja tidur, Kak.” Isha segera mempersilakan kakak iparnya untuk masuk ke rumah. Menyajikan teh sambil menunggu Danish bersiap. Beberapa saat kemudian, Danish keluar dari kamarnya. Kemudian menghampiri sang istri. “Kak Lolo sudah datang, kalau begitu ayo pergi.” Danish menatap istrinya. Isha masih diam. Dia masih tidak enak sekali dengan kakak iparnya karena harus menjaga sang anak. “Sudah, kalian pergi saja. Serahkan anak kalian padaku.” Loveta berusaha untuk meyakinkan adik iparnya. Saat mendapati ucapan itu, Isha segera bersiap untuk meraih tasnya yang berada di sofa ruang keluarga. “Titip Rio yang, Kak.” Sebelum berangkat dia menitipkan lagi anaknya. “Iya.” Loveta mengangguk. Isha dan Danish segera pergi. Danish mengendarai mobiln
Levon dan Luel semakin nyaman menjalani hubungan setelah mendapatkan restu. Perjalanan masih panjang untuk hubungan mereka ke jenjang serius. Mereka lebih memilih untuk menikmati hubungan. Apalagi mereka harus fokus pada kuliah mereka.Isha semakin nyaman menikmati perannya sebagai ibu rumah tangga. Anaknya semakin gembul sekali. Apalagi sang anak minum ASI.Kehadiran Dario membuat rumah menjadi ramai. Keluarga sering datang ke rumah untuk bertemu Dario. Mulai Nessia, Loveta, atau pun Mami Neta.Seperti hari ini, Loveta datang untuk berkunjung. Dia terus bermain dengan Dario.“Iyoo ... Iyooo ....” Loveta memanggil keponakannya itu.“Mi, namanya Dario, kenapa dipanggil Iyoo?” Ve melemparkan protesnya.“Susah jika dipanggil Dario. Seperti namamu saja. Singkat. Hanya ‘Ve’.” Loveta menjelaskan pada sang anak.Ve hanya bisa menggeleng heran. Ternyata itulah yang membuat sang mami memanggilnya singkat. Agar lebih mudah.Isha yang mendengar perdebatan itu hanya tersenyum saja.“Kak Loveta su
Mendapati pertanyaan sang anak, Dona terdiam sejenak. Memandang Luel.Luel yang melihat mama Levon menunggu jawaban dari wanita itu. Penasaran apa jawaban yang akan diberikan.“Iya, Mama tidak marah.” Dona langsung membenarkan apa yang diucapkan oleh Levon.Luel merasa lega sekali mendengar hal itu. Rasanya ketakutan yang dirasakannya menguap.Tok ... tok ....Suara ketukan pintu terdengar. Luel, Levon, dan Dona mengalihkan pandangan merek. Dilihatnya Isha yang mengetuk pintu.“Minumannya aku taruh di meja. Silakan diminum.” Isha melebarkan pintu untuk memberitahu di mana ditaruh minumannya.“Terima kasih, Aunty.” Levon mengangguk.“Mama akan ke sana.” Dona menepuk bahu Levon. Kemudian mengayunkan langkahnya keluar.Levon memilih untuk tetap tinggal di kamar Luel. Menemani Luel.Dona segera keluar untuk menikmati teh yang dibuat oleh Isha. Menghargai Isha yang membuatkan minuman.Melihat Dona yang keluar dan Levon yang tetap tinggal di kamar, membuat Isha memutuskan untuk menemani Don
“Makanlah dulu.” Isha memberikan semangkuk bubur pada Luel.“Terima kasih, Aunty.” Luel segera menerima mangkuk yang diberikan. Dengan perlahan dia memakan bubur yang dibuatkan oleh aunty-nya.Isha tidak tega melihat Luel yang sakit. Padahal kemarin dia sudah mengingatkan Luel untuk makan.“Apa tidak apa-apa jika tidak mengabari mami dan papimu?” Isha memastikan pada Luel.“Iya, Aunty. Tidak perlu. Lagi pula aku sudah lebih baik.” Luel menolak tawaran sang aunty. Takut justru membuat orang tuanya khawatir atau bahkan menyalahkan paman dan bibinya.“Baiklah kalau begitu.” Isha tidak mau memaksa jika Luel tidak mau. “Kalau begitu kamu habiskan buburnya. Setelah itu kamu minum obat.”Luel segera memakan bubur yang diberikan oleh Isha. Tak lupa memakan obat dari dokter.“Istirahatlah lagi kalau begitu.” Isha segera meraih kembali mangkuk bubur yang kini sudah kosong.Isha meninggalkan Luel di kamarnya. Memberikan waktu untuk Luel beristirahat. Dia segera turun ke lantai bawah. Menyusul sa
“Uncle, tadi Luel pingsan dan sekarang di rumah sakit. Kata dokter dia terkena asam lambung.”Mendengar hal itu Danish seketika terkejut. Tadi keponakannya itu berangkat baik-baik saja. Tapi, kenapa tiba-tiba sakit.“Kirimkan alamat rumah sakitnya, aku akan ke sana.”“Baik, Uncle.” Levon mengangguk.Akhirnya Danish mematikan sambungan teleponnya.“Siapa yang di rumah sakit?” Isha tampak penasaran sekali. Dia ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi.“Luel.”“Luel?” Isha membulatkan matanya ketika mendengar jika Luel di rumah sakit. “Kenapa dia?” tanyanya ingin tahu.“Katanya dia asam lambung.” Danish menjawab seraya mengambil jaket di dalam lemari.“Pasti karena seharian dia tidak makan.” Sejenak Isha teringat dengan hal itu.Mendengar ucapan Danish, dia teringat ucapan Isha. Jika Luel tidak makan sejak pagi.“Bisa jadi.” Danish membenarkan.Danish segera bersiap untuk ke rumah sakit. Dia harus mengecek keadaan keponakannya itu.“Aku pergi dulu. Kamu baik-baik di rumah.” Danish mendarat
Dona tampak terkejut melihat anaknya dengan seorang gadis. Yang menjadi perhatiannya jika ternyata gadis itu adalah gadis yang ditemuinya tadi di toilet. Dona memerhatikan gadis yang berada di sampingnya itu sedang melingkarkan tangan di lengan sang anak. Jika hanya teman, rasanya Dona yakin bukan. Karena teman tidak mungkin sedekat itu. “Ma.” Levon menyapa sang mama.Dona tidak langsung menjawab sapaan itu. Dia memilih memerhatikan gadis di samping sang anak.Levon menyadari hal itu. Mamanya sedang memerhatikan Luel. “Ma, kenalkan ini Luel, pacarku.” Dia pun segera memperkenalkan Luel.Pacar? Pikiran Dona melayang memikirkan pacar anaknya. Seingatnya sang anak sedang menjalin hubungan dengan keponakan Danish.‘Apa dia keponakan Danish?’ Dona bertanya dalam hatinya.“Luel?” Sejenak Dona mengingat sesuatu. Beberapa bulan lalu saat anaknya sakit, seorang gadis datang ke rumah sakit. Dona ingat nama gadis itu.“Kamu gadis yang ada di rumah sakit waktu itu?” tanya Dona memastikan.“Iya,
Luel memilih gaun cukup lama. Hingga membuat Levon menunggu. Karena orang tua Luel sedang pergi, jadi Levon menunggu sendiri. “Kak Luel mau pilih yang mana sebenarnya?” Ve merasa jika sedari tadi kakaknya terus memilih gaun tanpa tahu mana yang mau dipakai. “Iya, aku bingung. Kasihan Kak Levon sedari tadi menunggu. “Iya, sebentar lagi.” Luel mencari gaun. Hingga akhirnya dia mendapatkan gaun tersebut. Tak butuh waktu lama, dia pun mendapatkan gaun yang dicarinya. Gaun hitam dengan payet warna gold. Perpaduan pas untuk pesta malam ini. Tadi juga Luel sudah bertanya pada Levon. Baju warna apa saja yang dimiliki Levon. Hitam dan gold tadi disebut oleh Levon. Jadi tentu saja nanti mereka akan serasi. Saat mendapatkan gaun, segera dia berdandan untuk acara pesta. Dia tak punya banyak waktu. Jadi harus segera bersiap.Tepat jam lima sore akhirnya Luel siap. Segera mereka berangkat. Sebelum ke tempat pesta, Levon mengajak Luel untuk ke kost tempatnya lebih dulu karena dia gantian akan