Luel dan Levon sampai di rumah Danish. Luel cukup berdebar ketika sampai di rumah. Tentu saja dia takut dengan sang paman. Takut sang paman marah.Saat baru saja turun dari taksi, mereka sudah disambut oleh Danish dan Isha. Luel semakin takut ketika melihat paman dan bibinya itu ada di depan pintu."Pagi, Uncle, Aunty." Levon menyapa dua orang yang berdiri di depan pintu.Danish masih memandang dengan tajam pada Levon. Hingga membuatnya Levon jadi takut. Namun, Levon berusaha tenang. Dia harus bertanggung jawab atas apa yang sudah dilakukannya."Pagi." Isha membalas sapaan Levon. Dia langsung menyenggol sang suami yang diam saja."Masuk, aku ingin bicara!" Danish bukan membalas sapaan itu, justru memberikan perintah.Isha hanya melirik sang suami. Dari bagaimana cara sang suami bicara, pasti akan membuat keponakanya itu takut.Danish segera masuk ke rumah. Diikuti oleh Isha. Isha melingkarkan tangannya di lengan sang suami. Berjalan bersama."Kenapa ketus sekali?" Isha melayangkan pro
"Jadi aku selama ini tidak romantis? Hanya yang bisa bernyanyi yang romantis?" Danish melemparkan sindiran pada sang istri.Isha langsung mengerti yang dimaksud oleh sang suami. Dia bukan bermaksud hal itu sebenarnya, tetapi mau apa lagi. Sang suami terlanjur marah."Sayang, aku hanya mengatakan dari apa yang orang ceritakan. Kamu itu romantis. Justru lebih romantis dibanding para pria yang bisa bernyanyi." Isha berusaha untuk membujuk sang suami. Menatap lekat wajah sang suami.Mendapati tatapan penuh harap dari sang istri membuat Danish tidak kuasa. Hingga akhirnya dia luluh juga."Sayang, jangan marah seperti itu." Isha menggoyangkan tubuh sang suami.Danish mana bisa melihat sang istrinya yang merengek."Iya, aku tidak marah.""Kamu memang terbaik." Isha mengulas senyumnya. Karena begitu senangnya, dia langsung mendaratkan kecupan di pipi Danish. Agar sang suami tidak lagi marah padanya.Tepat saat Isha sedang mencium Danish, Luel dan Levon kembali ke meja makan. Mereka hanya terp
Untuk sesaat Isha terdiam. Dia memikirkan siapa gerangan yang menghubungi suaminya ini. Apalagi terdengar begitu akrab. Hingga memanggil nama suaminya.Sebenarnya bukan itu saja yang dipikirkan oleh Isha. Yang dipikirkannya adalah orang yang menghubungi adalah seorang wanita. Jelas itu membuat Isha penasaran siapa gerangan wanita yang menghubungi suaminya itu."Maaf Danish sedang mandi.""Oh ...." Terdengar suara wanita di seberang sana terkejut dengan apa yang didengarnya."Jika ada pesan bisa disampaikan saja." Isha masih bersikap tenang."Emm ... bilang saja jika Miska menghubungi. Minta dia menghubungi kembali.""Baiklah, biar aku sampaikan.""Terima kasih."Akhirnya sambungan telepon terhenti. Isha segera meletakan ponsel Danish di atas nakas lagi. Dia masih memikirkan siapa gerangan wanita yang menghubungi Danish itu. Entah kenapa Isha merasa ada kedekatan antara Danish dan wanita yang bernama Miska itu."Apa dia mantan kekasihnya?" Isha bergumam sendiri.Baru membayangkan saja,
"Kemarin polisi baru menemukan apa penyebab kebakaran."Baru mendengar jika polisi menemukan penyebab kebakaran itu saja membuat Isha berdebar-debar."Apa penyebab kebakaran?" tanya Isha penasaran."Ada bekas bensin yang dituang di gudang.""Bensin?" Isha membulatkan matanya ketika mendengar apa penyebab kebakaran."Apa kamu menyimpan bensin di toko?"Isha mengingat jika tidak ada bensin di toko. Dia tidak pernah menggunakan bensin sama sekali. Jika mati lampu, dia menggunakan lampu dengan baterai. Isha pun langsung menggeleng."Berarti memang ada orang yang masuk membawa bensin. Karena temuan bensin itu tersebar. Jadi memang sengaja dituang lalu dilempar api agar membuat kebakaran."Isha tidak habis pikir. Kenapa bisa ada yang masuk ke toko dan melakukan hal gila itu. Isha semakin penasaran siapa yang melakukannya."Lalu, apa polisi sudah menemukan siapa orangnya?""Polisi masih mencari tahu siapa orang yang melakukannya. Jadi kita tunggu dulu." Danish belum dapat informasi lagi dari
"Levon sakit apa, Aunty?" Luel menebak jik yang menerima sambungan telepon adalah mama Levon."Tidak sakit.""Lalu?""Dia adu tinju dengan temannya."Luel tampak semakin terkejut. Kenapa bisa Levon bermain tinju? Untuk apa pria itu melakukannya."Dirawat di mana, Aunty?""Di rumah sakit persada.""Baiklah, terima kasih."Luel langsung mematikan sambungan telepon tersebut. Dia benar-benar memikirkan kenapa Levon bisa melakukan hal senekad itu. Luel juga memikirkan dengan siapa Levon melakukan hal tersebut. Luel benar-benar pusing memikirkan hal itu.****Isha memijat kakinya yang pegal karena tadi jalan-jalan. Walaupun hanya berjalan-jalan di mal, tetap saja membuatnya kelelahan."Kamu mengelilingi mal seharian?" Danish yang keluar dari kamar mandi pun mengomentari sang istri."Tidak, hanya mengelilingi beberapa lantai saja." Isha menggeleng.Danish hanya tersenyum. Kemudian memakai bajunya. Handuk yang dipakainya tadi ditaruh di rak handuk. Agar sang istri tidak marah. Barulah setelah
Di saat sedang dalam posisi sedang menghapus air mata Luel, tiba-tiba saja pintu terbuka tanpa diketuk lebih dulu. Luel dan Levon mengalihkan pandangan ke arah pintu."Mama." Levon tampak terkejut ketika melihat sang mama secepat itu kembali.Luel yang melihat orang tua Levon datang pun segera memundurkan wajahnya. Dia menjauhkan tangan Levon yang baru saja menghapus air matanya."Mama tadi baru dari swalayan dan kembali ke sini dulu untuk memberikan kamu makan." Dona masuk ke ruang perawatan untuk menaruh makanan yang dibelikannya untuk sang anak.Levon yang masih menggantung tangannya segera menariknya. Dia tampak canggung ketika sang mama melihatnya sedang bersama Luel.Dona meletakan makanan di atas meja. Kemudian beralih pada Levon dan gadis cantik di sebelahnya."Siapa ini? Mama belum pernah lihat." Dona mengulas senyum manisnya.Mendengar hal itu Levon langsung berinisiatif untuk mengenalkan Luel pada sang mama."Ma, kenalkan ini Luel." Kemudian dia beralih pada Luel. "Luel, in
Barang-barang yang berada di kamar Dara akhirnya dipindahkan ke kamar atas. Danish sudah menyuruh orang untuk mengurus semuanya. Karena sang istri sedang hamil, jadi terpaksa Danish meminta saudara kembarnya itu mengawasi. Tak mau sampai sang istri yang mengawasi. Karena takut istrinya ikut membantu merapikan barang-barang. "Kamu duduk saja. Jika Danish tahu kamu ikut-ikutan, aku yang akan dapat masalah." Nessia menegur iparnya itu.Isha hanya pasrah. Kemudian memberikan box yang diambilnya tadi pada Nessia.Nessia hanya bisa tersenyum melihat Isha yang menuruti apa yang dikatakannya. Dia memang tidak mau dapat masalah. Apalagi masalah bersama saudara kembarnya. Yang ada bisa-bisa dia dicincang habis.Isha tidak punya pilihan lain selain menuruti apa yang dikatakan oleh iparnya itu. Dari pada mengorbankan orang lain lebih baik dia diam. Dia memutuskan untuk duduk di sofa ruang keluarga saja. Nessia meminta orang memasukkan barang dengan hati-hati ke dalam box. Kemudian meminta menar
Danish membulatkan matanya ketika melihat seorang wanita menghampirinya. Entah mimpi apa semalam dia sampai bertemu dengan wanita itu."Wah ... senang sekali melihat pemilik IZIO langsung di sini." Miska begitu gembira melihat Danish. "Apa kabar, Nish?" Dia menyapa Danish dengan senyum merekah di wajahnya. Tangannya diulurkan pada Danish."Baik." Danish segera menerima uluran tangan dari Miska."Kamu sedang kunjungan?""Tidak.""Aku sedang mengantarkan belanja." Dia menunjukkan ke arah Luel dan sang istri."Oh ... kamu sedang mengantarkan keponakanmu berbelanja." Misha langsung tersenyum ketika mengalihkan pandangan pada Luel dan Isha.Isha dan Luel pun mengulas senyum mereka. Membalas senyuman Miska. Mereka berdua sebenarnya agak sedikit bingung ketika wanita itu menebak Isha adalah keponakan Danish."Mana istrimu?" Miska begitu penasaran sekali dengan istri Danish. Ingin tahu secantik apa istri Danish."Itu istriku." Dengan percaya diri dia menunjuk ke arah Isha.Miska yang sejak ta