Danish melihat istrinya di balik pintu. Hal itu membuatnya terkejut. Seingatnya tadi sang istri sedang tidur. Namun, tiba-tiba saja sudah di kamar.Isha masuk ke dalam kamar. Menghampiri sang suami. Tadi saat bangun, dia mencari keberadaan sang suami. Entah kenapa dia merasa jika sang suami sedang berada di kamar Dara. Karena itu, dia mencoba ke sana. Benar saja. Danish ada di dalam. Sedang memandangi foto Dara."Aku hanya sedang tidak bisa tidur. Aku ...." Danish bingung harus menjelaskan apa. Takut sang istri berpikir buruk tentangnya.Isha duduk di samping sang suami. Meraih tangan Danish dan menggenggamnya erat."Tenanglah, aku tidak marah." Isha mencoba menenangkan sang suami.Danish bernapas lega saat sang istri tidak berpikir negatif padanya."Apa yang kamu pikirkan?" Isha tahu jika ada sesuatu yang dipikirkan Danish hingga mengantarkan suaminya itu ke kamar ini."Aku hanya memikirkan ucapan kakak Dara yang mengatakan jika aku sudah menggantikan Dara di hatiku." Danish menjelas
"Saya?" tanyanya."Iya, kamu. Memang siapa lagi! Cepat angkat barang-barang itu masuk." Luel menunjuk ke truk yang berada di depan rumah. Kemudian berjalan masuk ke rumah.Levon hanya terdiam ketika diberikan perintah oleh seorang gadis. Dia masih bingung kenapa dia harus membawa barang-barang itu ke dalam rumah. Bukankah harusnya dia membawa barang-barang dari dalam rumah keluar.Luel yang berjalan, berbalik ketika merasa tidak ada pergerakan dari orang yang disuruhnya itu."Kenapa diam saja? Cepat kerjakan!" Luel sedikit kesal ketika pria itu diam saja. Bukan cepat-cepat mengerjakan pekerjaan.Levon yang mendapati perintah tidak punya pilihan lain. Dia pun segera ke truk tersebut untuk mengambil barang-barang milik gadis yang menyuruhnya itu.Levon mengambil koper dan membawanya ke dalam rumah. Saat masuk ke rumah, Levon melihat foto Danish dengan seorang wanita. Dari foto itu dia menebak jika gadis yang tadi menyuruhnya bukanlah istri dari Danish."Ayo, bawa koper itu ke kamar." Lu
Luel membulatkan matanya ketika mendengar penjelasan sang paman. Dia langsung mengalihkan pandangan pada pria yang sedang duduk manis, memasang rak kecil miliknya.Levon menatap Luel. Ternyata selama ini dirinya dikira orang yang membantu pindahan. Pantas saja sejak tadi dia disuruh-suruh terus.Danish menggeleng heran melihat keponakannya memperlakukan tamu seperti itu. Dia segera menghampiri Levon. Mengulurkan tangan untuk membantu Levon untuk bangun.Levon segera menerima uluran tangan Danish. Kemudian berdiri."Maaf keponakanku memperlakukan kamu seperti ini." Danish meminta maaf atas apa yang dilakukan oleh Luel."Tidak apa-apa, Uncle. Mungkin karena tampangku seperti tukang angkat-angkat barang. Jadi dikira tukang angkat-angkat barang." Levon menjawab sambil memberikan sedikit sindiran pada Luel.Luel hanya bisa tertunduk malu karena merasa bersalah sudah menyuruh-nyuruh Levon.Isha yang melihat reaksi Luel langsung menghampiri keponakannya itu. "Sebaiknya kamu minta maaf." Dia
Setelah Levon pulang, Danish, Isha, dan Luel masuk ke rumah. Luel masih merasa tidak enak sekali dengan pamannya."Maaf, Uncle. Tadi aku benar-benar tidak tahu." Luel kembali meminta maaf. Dia sadar jika tadi kesalahannya karena melakukan hal itu."Lain kali tanya keperluan orang tersebut. Jangan asal menyuruh saja.""Iya." Luel mengangguk."Sudah, lagi pula Levon tidak mempermasalahkan." Isha pun mencoba membela keponakanya itu."Iya." Danish pun tak mau memperpanjang masalah lagi."Apa kamu sudah selesai merapikan barang-barangmu?" Isha beralih pada Luel."Tinggal sebentar lagi, Aunty.""Butuh bantuan?" tanyanya memastikan."Hanya tinggal merapikan beberapa saja. Sepertinya aku bisa melakukan sendiri.""Baiklah kalau begitu."Akhirnya Danish dan Isha ke kamar mereka ketika mendengar Luel tidak butuh bantuan. Di saat paman dan bibinya ke kamar mereka, Luel pun memilih ke kamarnya. Melanjutkan kembali merapikan barang-barang yang dibawanya.Danish dan Isha yang masuk ke kamar segera m
Isha membulatkan matanya ketika mendapati pertanyaan itu. Dia merasa jika keponakannya tadi mendengar obrolannya. Tentu saja itu membuat Isha malu. Akan tetapi, Isha harus bijak menanggapi hal itu. "Semua pria memang begitu. Tapi, kita sebagai wanita harus berhati-hati. Kita para wanita, hanya boleh disentuh oleh pria yang sah menjadi suami." "Makanya itu mau putus saja." Isha yang mendengar ucapan Luel itu langsung mengalihkan pandangan pada Luel. "Putus dengan siapa?" Isha begitu penasaran. "Dengan pacarku, Aunty." Luel menjelaskan. Isha mencerna ucapan Luel. "Dia pegang-pegang kamu?" Dia begitu terkejut ketika menyadari jika keponakanya cerita hal itu. "Iya." Luel mengangguk. "Apa yang dipegang?" Isha seketika panik. Takut keponakannya diapa-apakan oleh pria. "Awalnya tangan. Lalu dia peluk aku dari belakang, lalu pegang perut." "Lalu?" Isha semakin penasaran ketika sang keponakan cerita setengah-setengah."Mau naik ke atas, tapi aku langsung melepaskannya." Luel ragu-rag
Luel segera turun ketika melihat ada yang menabrak mobilnya. Dia melihat keadaan mobilnya yang ditabrak.Saat keluar, dia melihat ada motor yang berada di belakangnya tampak ban motor tersebut menempel di mobilnya. Membuat mobilnya sedikit penyok. "Astaga, mobilku." Luel benar-benar terkejut ketika melihat mobilnya penyok. Levon langsung memundurkan motornya. Menjauh dari mobil Luel. Dia tidak menyangka jika yang berhenti mendadak itu adalah Luel. Luel langsung mengecek mobilnya. Benar saja, bagian belakang penyok. Dan itu cukup dalam. Hal itu membuatnya sedih. "Mobil kesayanganku." Luel memegangi bagian yang penyok itu. Dia segera beralih pada pengendara motor. "Apa kamu tidak bisa memberikan jarak saat berkendara?" Dia justru menyalahkan pengandara motor. Levon membulatkan matanya. Dia merasa heran dengan Luel. Dia yang berhenti mendadak, tetapi justru menyalahkan orang lain. "Yang salah itu kamu, mengerem mendadak. Kenapa jadi menyalahkan orang lain?"Luel tahu jika dia salah,
Luel membulatkan matanya ketika mendengar jawaban Levon. "Dasar pria mesum." Luel langsung menampar Levon. Levon benar-benar terkejut sekali dengan apa yang baru saja dilakukan oleh Luel. Pipinya sayang sakit, tiba-tiba sekali ditampar oleh Luel. "Kenapa kamu menampar aku?" Levon benar-benar bingung dengan sikap Luel. "Karena kamu berpikir untuk memegang yang lain." Luel benar-benar tidak suka dengan apa yang dikatakan Levon. "Astaga, aku bilang contoh. Tidak benar-benar akan memegangnya. Itu hanya andai aku punya waktu lebih untuk memikirkan mana yang aku pegang. Lagi pula aku tadi memang benar-benar tidak sengaja memegang." Levon yang kesal pun meluapkan kekesalannya.Luel masih diam. Dia masih kesal ketika Levon menjelaskan. "Dengar, jika bukan karena kamu jatuh, aku juga tidak akan memegang anggota tubuhmu. Untuk apa aku selancang itu melakukannya. Aku tahu mana batasanku. Itu semua ketidaksengajaan saja. Bukan benar-benar niat. Lagi pula kamu yang mengajak berdebat. Kamu yan
Mendapati tawaran itu, Levon pun mempertimbangkan. Dia melirik ke arah Luel. Dia merasa jika harus mengerjai gadis itu sebagai bayaran atas apa yang menimpanya hari ini. Jadi tentu saja tawaran itu tidak akan dilepaskan oleh Levon. "Baiklah, jika Uncle Danish dan Aunty Isha memaksa." Danish merasa lega ketika Levon menerima tawarannya. Dia tidak tega melihat Levon harus pulang dengan wajah babak belur seperti itu. "Luel, tunjukan kamar tamu pada Levon." Danish memberikan perintah pada keponakannya itu. "Baik, Uncle." Luel mengangguk. "Kami ke kamar dulu." Danish berpamitan. Dia kemudian mengulurkan tangan pada istrinya. Mengajak sang istri untuk ke kamar. Kini tinggal Luel dan Levon saja yang berada di ruang keluarga. Saat berada berdua seperti ini, Luel punya kesempatan untuk bicara dengan Levon. "Kenapa kamu tidak mengatakan jika aku yang membuatmu seperti ini?" Luel menatap Levon. Tadi Levon berbohong pada pamannya. "Karena aku ingin saja." Levon menjawab asal. "Terima kas
Tanpa terasa Dario sudah sebelas bulan. Dia susah mulai berdiri-diri. Berpegangan beberapa barang yang ada di sekitarnya. Pagi ini, dia bermain dengan sang mami dan papinya di taman belakang. “Minggu depan pembukaan toko. Apa yang harus aku persiapkan?” Pembangunan toko milik Isha, akhirnya selesai juga. Walaupun sedikit meleset dari perkiraan, tapi tidak banyak kendala yang terjadi. “Tidak perlu menyiapkan apa-apa. Siapkan dirimu saja. Aku sudah siapkan semua.” Danish selalu ingin yang terbaik untuk istrinya. “Terima kasih.” Isha merasa sangat beruntung sekali karena sang suami selalu mempermudah semuanya. Danish memegangi Dario yang sedang berdiri. Karena senangnya berdiri-diri, anaknya itu memang selalu meminta untuk berdiri. Saat sedang berpegangan pada sang papi, tiba-tiba Dario melepaskan tagannya yang berpegang pads sang papi. Danish dan Isha tampak terkejut ketika melihat hal itu. “Rio ....” Isha memanggil anaknya itu. Dario yang dipanggil pun segera mengayunkan langkah
“Aaaccchhh ....”Suara indah yang keluar dari mulutnya keduanya menandakan jika pelepasan sempurna didapat oleh keduanya.Tubuh Danish seketika lemas dan terjatuh di atas tubuh sang istri. Mengatur napas yang terengah-engah.Isha pun merasakan hal yang sama. Tubuhnya lelah dan butuh waktu untuk beristirahat. Mengatur napasnya yang seperti baru saja lari kiloan meter.Butuh waktu beberapa saat untuk mengembalikan tenaganya. Hingga akhirnya, membersihkan diri.****Isha dan Danish memutuskan pulang saat sore hari. Seharian mereka memanfaatkan waktu untuk mencari kenikmatan. Melepaskan hasrat yang terpendam beberapa bulan.“Aku malu sekali mau pulang.” Tiba-tiba saja Isha merasakan hal itu.“Bersikaplah tenang. Nanti mereka akan curiga jika kamu bersikap seperti itu.”Isha bersikap tenang seperti yang suaminya katakan. Dia tidak mau membuat kakak iparnya curiga.Mereka sampai di rumah. Tampak mobil Liam-suami Loveta sudah di depan rumah. Isha dan Danish berusaha untuk tenang seperti tida
Pagi-pagi Loveta sudah sampai di rumah Danish. Semalam, dia dikabari oleh adiknya itu untuk membantu menjaga Dario. “Kak Loveta.” Isha menyapa kakak iparnya itu. “Mana Iyoo?” Loveta senang sekali karena akhirnya diminta jaga keponakannya. “Baru saja tidur, Kak.” Isha segera mempersilakan kakak iparnya untuk masuk ke rumah. Menyajikan teh sambil menunggu Danish bersiap. Beberapa saat kemudian, Danish keluar dari kamarnya. Kemudian menghampiri sang istri. “Kak Lolo sudah datang, kalau begitu ayo pergi.” Danish menatap istrinya. Isha masih diam. Dia masih tidak enak sekali dengan kakak iparnya karena harus menjaga sang anak. “Sudah, kalian pergi saja. Serahkan anak kalian padaku.” Loveta berusaha untuk meyakinkan adik iparnya. Saat mendapati ucapan itu, Isha segera bersiap untuk meraih tasnya yang berada di sofa ruang keluarga. “Titip Rio yang, Kak.” Sebelum berangkat dia menitipkan lagi anaknya. “Iya.” Loveta mengangguk. Isha dan Danish segera pergi. Danish mengendarai mobiln
Levon dan Luel semakin nyaman menjalani hubungan setelah mendapatkan restu. Perjalanan masih panjang untuk hubungan mereka ke jenjang serius. Mereka lebih memilih untuk menikmati hubungan. Apalagi mereka harus fokus pada kuliah mereka.Isha semakin nyaman menikmati perannya sebagai ibu rumah tangga. Anaknya semakin gembul sekali. Apalagi sang anak minum ASI.Kehadiran Dario membuat rumah menjadi ramai. Keluarga sering datang ke rumah untuk bertemu Dario. Mulai Nessia, Loveta, atau pun Mami Neta.Seperti hari ini, Loveta datang untuk berkunjung. Dia terus bermain dengan Dario.“Iyoo ... Iyooo ....” Loveta memanggil keponakannya itu.“Mi, namanya Dario, kenapa dipanggil Iyoo?” Ve melemparkan protesnya.“Susah jika dipanggil Dario. Seperti namamu saja. Singkat. Hanya ‘Ve’.” Loveta menjelaskan pada sang anak.Ve hanya bisa menggeleng heran. Ternyata itulah yang membuat sang mami memanggilnya singkat. Agar lebih mudah.Isha yang mendengar perdebatan itu hanya tersenyum saja.“Kak Loveta su
Mendapati pertanyaan sang anak, Dona terdiam sejenak. Memandang Luel.Luel yang melihat mama Levon menunggu jawaban dari wanita itu. Penasaran apa jawaban yang akan diberikan.“Iya, Mama tidak marah.” Dona langsung membenarkan apa yang diucapkan oleh Levon.Luel merasa lega sekali mendengar hal itu. Rasanya ketakutan yang dirasakannya menguap.Tok ... tok ....Suara ketukan pintu terdengar. Luel, Levon, dan Dona mengalihkan pandangan merek. Dilihatnya Isha yang mengetuk pintu.“Minumannya aku taruh di meja. Silakan diminum.” Isha melebarkan pintu untuk memberitahu di mana ditaruh minumannya.“Terima kasih, Aunty.” Levon mengangguk.“Mama akan ke sana.” Dona menepuk bahu Levon. Kemudian mengayunkan langkahnya keluar.Levon memilih untuk tetap tinggal di kamar Luel. Menemani Luel.Dona segera keluar untuk menikmati teh yang dibuat oleh Isha. Menghargai Isha yang membuatkan minuman.Melihat Dona yang keluar dan Levon yang tetap tinggal di kamar, membuat Isha memutuskan untuk menemani Don
“Makanlah dulu.” Isha memberikan semangkuk bubur pada Luel.“Terima kasih, Aunty.” Luel segera menerima mangkuk yang diberikan. Dengan perlahan dia memakan bubur yang dibuatkan oleh aunty-nya.Isha tidak tega melihat Luel yang sakit. Padahal kemarin dia sudah mengingatkan Luel untuk makan.“Apa tidak apa-apa jika tidak mengabari mami dan papimu?” Isha memastikan pada Luel.“Iya, Aunty. Tidak perlu. Lagi pula aku sudah lebih baik.” Luel menolak tawaran sang aunty. Takut justru membuat orang tuanya khawatir atau bahkan menyalahkan paman dan bibinya.“Baiklah kalau begitu.” Isha tidak mau memaksa jika Luel tidak mau. “Kalau begitu kamu habiskan buburnya. Setelah itu kamu minum obat.”Luel segera memakan bubur yang diberikan oleh Isha. Tak lupa memakan obat dari dokter.“Istirahatlah lagi kalau begitu.” Isha segera meraih kembali mangkuk bubur yang kini sudah kosong.Isha meninggalkan Luel di kamarnya. Memberikan waktu untuk Luel beristirahat. Dia segera turun ke lantai bawah. Menyusul sa
“Uncle, tadi Luel pingsan dan sekarang di rumah sakit. Kata dokter dia terkena asam lambung.”Mendengar hal itu Danish seketika terkejut. Tadi keponakannya itu berangkat baik-baik saja. Tapi, kenapa tiba-tiba sakit.“Kirimkan alamat rumah sakitnya, aku akan ke sana.”“Baik, Uncle.” Levon mengangguk.Akhirnya Danish mematikan sambungan teleponnya.“Siapa yang di rumah sakit?” Isha tampak penasaran sekali. Dia ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi.“Luel.”“Luel?” Isha membulatkan matanya ketika mendengar jika Luel di rumah sakit. “Kenapa dia?” tanyanya ingin tahu.“Katanya dia asam lambung.” Danish menjawab seraya mengambil jaket di dalam lemari.“Pasti karena seharian dia tidak makan.” Sejenak Isha teringat dengan hal itu.Mendengar ucapan Danish, dia teringat ucapan Isha. Jika Luel tidak makan sejak pagi.“Bisa jadi.” Danish membenarkan.Danish segera bersiap untuk ke rumah sakit. Dia harus mengecek keadaan keponakannya itu.“Aku pergi dulu. Kamu baik-baik di rumah.” Danish mendarat
Dona tampak terkejut melihat anaknya dengan seorang gadis. Yang menjadi perhatiannya jika ternyata gadis itu adalah gadis yang ditemuinya tadi di toilet. Dona memerhatikan gadis yang berada di sampingnya itu sedang melingkarkan tangan di lengan sang anak. Jika hanya teman, rasanya Dona yakin bukan. Karena teman tidak mungkin sedekat itu. “Ma.” Levon menyapa sang mama.Dona tidak langsung menjawab sapaan itu. Dia memilih memerhatikan gadis di samping sang anak.Levon menyadari hal itu. Mamanya sedang memerhatikan Luel. “Ma, kenalkan ini Luel, pacarku.” Dia pun segera memperkenalkan Luel.Pacar? Pikiran Dona melayang memikirkan pacar anaknya. Seingatnya sang anak sedang menjalin hubungan dengan keponakan Danish.‘Apa dia keponakan Danish?’ Dona bertanya dalam hatinya.“Luel?” Sejenak Dona mengingat sesuatu. Beberapa bulan lalu saat anaknya sakit, seorang gadis datang ke rumah sakit. Dona ingat nama gadis itu.“Kamu gadis yang ada di rumah sakit waktu itu?” tanya Dona memastikan.“Iya,
Luel memilih gaun cukup lama. Hingga membuat Levon menunggu. Karena orang tua Luel sedang pergi, jadi Levon menunggu sendiri. “Kak Luel mau pilih yang mana sebenarnya?” Ve merasa jika sedari tadi kakaknya terus memilih gaun tanpa tahu mana yang mau dipakai. “Iya, aku bingung. Kasihan Kak Levon sedari tadi menunggu. “Iya, sebentar lagi.” Luel mencari gaun. Hingga akhirnya dia mendapatkan gaun tersebut. Tak butuh waktu lama, dia pun mendapatkan gaun yang dicarinya. Gaun hitam dengan payet warna gold. Perpaduan pas untuk pesta malam ini. Tadi juga Luel sudah bertanya pada Levon. Baju warna apa saja yang dimiliki Levon. Hitam dan gold tadi disebut oleh Levon. Jadi tentu saja nanti mereka akan serasi. Saat mendapatkan gaun, segera dia berdandan untuk acara pesta. Dia tak punya banyak waktu. Jadi harus segera bersiap.Tepat jam lima sore akhirnya Luel siap. Segera mereka berangkat. Sebelum ke tempat pesta, Levon mengajak Luel untuk ke kost tempatnya lebih dulu karena dia gantian akan