Isha masuk ke kamar mandi. Untuk sejenak dia masih terdiam memandangi alat tes kehamilan. Jantungnya berdegup kencang ketika hendak mengecek apakah kali ini hasilnya akan berbeda dengan sebelumnya. Segera Isha mengecek urine untuk mengetahui apakah dirinya hamil atau tidak. Karena sudah sering menggunakan alat tes kehamilan, dia sudah tidak lagi membaca petunjuk penggunaan. Di luar kamar mandi, Danish menunggu Isha dengan cemas. Danish begitu penasaran dengan hasil kali ini. Melihat Isha yang seperti orang hamil yang mual terus, dia memiliki keyakinan jika Isha hamil. “Aku tidak boleh berharap dulu.” Danish berusaha untuk menenangkan dirinya. Sayangnya, Isha begitu lama di kamar mandi. Hal itu membuat Danish benar-benar merasa semakin panik. “Isha.” Danish mengetuk pintu kamar mandi. Memastikan keadaan Isha baik-baik saja. Karena istrinya itu tidak kunjung keluar. Suara pintu kamar mandi terbuka. Akhirnya Danish melihat Isha keluar dari kamar mandi. Dia memerhatikan wajah Isha. B
Dokter menggerakkan alat USG. Mengecek rahim Isha. Saat melihat layar, dokter menemukan kantung rahim yang menebal. Tampak embrio di dalam rahim sebesar kacang polong. Senyum dokter pun menghiasi wajah ketika melihat hal itu.“Selamat atas kehamilan Bu Isha.” Dokter memberikan ucapan selamat. Dokter menatap Isha dan juga Danish bergantian.Isha dan Danish berbinar. Danish yang menggenggam tangan Isha mengeratkan genggamannya. Merasa bahagia sekali karena dokter memberitahu jika Isha benar-benar hamil.“Kamu benar-benar hamil.” Danish menatap Isha.Isha berkaca-kaca. Merasa terharu karena kehamilannya benar-benar nyata. Penantian panjangnya bersama Danish benar-benar berbuah manis. Isha beralih ke layar USG. Melihat anaknya di sana. Walaupun tidak mengerti dengan cara membaca layar USG, dia cukup senang melihatnya.Dokter menyelesaikan pemeriksaan. Kemudian kembali ke kursinya.Perawat langsung membersihkan tubuh Isha. Baru setelah itu Isha turun dari ranjang pemeriksaan. Berpindah ke
Mendapati pertanyaan itu Danish terdiam. Dia teringat dengan perjanjiannya dari awal dengan Isha. Rasanya, Danish belum sanggup menjalankan perjanjian itu. Namun, dia tidak boleh ingkar janji.“Tunggu Isha minta saja.” Danish belum mau mengatakan apa-apa terkait dengan pembebasan Abra. Dia masih ingin fokus pada kandungan Isha dulu.Dino yang mengerti apa yang dikatakan Danish langsung mengangguk. Dia hanya akan menjalankan perintah Danish saja. Jadi dia akan menunggu.“Aku sudah selesai. Itu beberapa yang aku yakin suka dengan rasanya.” Isha yang baru selesai memilih susu ibu hamil, langsung beralih pada Danish.Danish dan Dino langsung menghentikan aksinya. Mereka tidak mau Isha mendengar hal itu.Danish segera berdiri. Mengecek susu yang akan diminum Isha.“Kamu hanya menyisakan itu saja?” Danish membulatkan matanya ketika melihat Isha hanya memilih beberapa susu.“Aku hanya pilih yang rasa strawberry saja.” Isha memang merasa belakangan ini tidak suka rasa coklat, apalagi vanila.
Mendengar pertanyaan Ina, Danish dan Dino langsung mengalihkan pandangan pada Ina. Mereka tampak terkejut ketika Ina menanyakan hal itu. Mereka saja kemarin berbisik agar tidak mengingatkan Isha tentang kebebasan Abra. Danish sedang berbahagia dengan kehamilan Isha. Tidak mau membahas tentang Abra dan kebebasannya.Isha yang mendapati pertanyaan Ina itu, tersadar dengan rencananya. Kebebasan Abra adalah alasan dirinya hamil. Jadi jika saat ini hamil. Wajar saja jika Abra akan keluar dari penjara.“Iya, nanti pasti Kak Abra akan keluar dari penjara.” Isha menjawab dengan penuh semangat.Semangat Isha itu menular pada Isha. Ina sudah tidak sabar untuk menunggu Abra keluar.Sayangnya, semangat menanti Abra keluar hanyalah milik Isha dan Ina. Danish tidak sama sekali semangat. Cenderung malas ketika mengingat jika Abra akan keluar dari penjara. Bagi Danish keluarnya Abra adalah bencana baginya.“Ayo, kita bagikan susu ibu hamil ini dulu.” Isha pun mengajak Ina untuk bergabung dengan dirin
Kebahagiaan Danish yang baru saja didapatkan seketika langsung sirna. Dia benar-benar kesal ketika membahas Abra. Namun, tidak bisa dipungkiri jika kehamilan Isha adalah jalan bagi Abra keluar dari penjara.“Aku akan minta Dino mengurusnya besok. Tentu saja tidak akan bisa secepat itu. Butuh waktu untuk membebaskannya.”“Iya.” Isha mengangguk pasti. Dia merasa jika tidak masalah jika Danish harus butuh waktu untuk membebaskan Abra.“Apa kamu ingat perjanjian kita. Jika pria itu keluar. Kamu tidak boleh menemui pria itu?” Danish mengingatkan Isha akan perjanjian yang dilakukannya. Dia tidak mau sampai Abra dan Isha dekat. Apalagi mereka adalah mantan suami-istri. Bisa saja hal tak terduga terjadi. Terlebih lagi, Isha masih memendam rasa pada Abra.Isha ingat akan perjanjian itu. Dulu Danish dengan tegasnya melarangnya bertemu saat hamil karena tidak mau sampai darah anaknya tercampur dengan darah Abra. Dengan kata lain, Danish takut dirinya melakukan hubungan terlarang dengan Abra.“Ak
“Bukan saatnya untuk melakukan itu. Jawab dulu kenapa kamu memberikan karyawanmu tanpa izinku?” Isha mendorong tubuh Danish lagi agar dapat menjangkau wajahnya.“Aku tidak mau kamu kelelahan. Kamu bisa tenang saat tidak bisa ke toko jika ada karyawan lain. Jadi sengaja aku meminta Dino mengirim karyawan ke sini.” Danish mencoba menjelaskan hal itu.Isha tahu sekarang alasan Danish memberikan karyawan hanya untuknya.“Kamu tidak perlu membayar karyawan itu. Aku yang membayarnya.” Danish membelai lembut pipi Isha. Senyum manis menghiasi wajahnya.Isha cukup terharu dengan perhatian Danish. Demi kandungannya, dia sampai merekrut karyawan baru untuknya.“Terima kasih.” Isha langsung memeluk Danish. Entah kenapa dia jadi melow ketika mendapatkan perhatian. Mungkin itu semua karena dia yang sedang hamil.Mendapati pelukan sang istri jelas membuat Danish berbunga-bunga.“Jika kamu terus memelukku, aku yakin sesuatu di bawah sana akan bangun.” Di tengah pelukan itu, Danish mengatakan itu.Men
“Kamu mau makan apa?” tanya Danish. Isha memikirkan apa yang enak dimakan. Hingga akhirnya dia menemukan satu makanan. “Pasta.” Sayangnya kalimat itu diucapkan tidak hanya Isha saja. Namun, juga Danish. “Kamu tahu yang aku mau.” Isha malu ketika Danish tahu apa yang diinginkannya. Danish sudah hapal betul keinginan sang istri. Jadi dia memilih untuk menuruti. Walaupun sejujurnya dia mual melihat makanan tersebut. “Din, antar ke restoran Marlene.” Danish pun memberikan perintah pada Dino. “Baiklah.” Dino mengangguk. Kemudian melajukan mobilnya ke restoran favorit Isha. Di restoran, Isha dan Danish makan dalam satu meja, sedangkan Dino di meja lain. Kebetulan ada adik Liam yang sedang di restoran. Jadi mereka asyik mengobrol. Isha dan Danish tampak asyik menikmati makan. Isha tampak semangat makan, sedangkan Danish hanya makan beberapa menu saja. **** Isha tidak berangkat pagi untuk ke toko. Pagi tadi, dia muntah-muntah dan membuat tubuhnya lemas. Alhasil jam sepuluh dia baru b
'Ternyata mereka bermain api di belakangku.' Senyum tipis tertarik disudut bibir Isha. Walaupun belum melihat dengan mata kepalanya sendiri, tetapi Isha dapat menyimpulkan jika Abra dan Ina memiliki kedekatan. Tidak mungkin hanya sekadar hubungan biasa, karena sampai ada tanda merah di leher Ina. 'Kita lihat siapa yang akan terbakar api yang mereka buat?' batin Isha. Dia tidak akan tinggal diam setelah ini. "Kenapa kamu tersenyum?" Danish memerhatikan jika Isha tersenyum sendiri. "Tidak apa-apa." Isha menggeleng. Kemudian melanjutkan kembali makannya. Danish penasaran, karena mereka sedang membahas Abra. Pikiran Danish adalah Isha tersenyum karena memikirkan Abra. Namun, Danish hanya bisa pasrah. Karena sadar jika Isha begitu mencintai Abra. Buktinya sampai dia mau merelakan dirinya. Entahlah, perasaan Danish jadi bimbang. Dia jadi merasa perasaan yang mulai tumbuh tak ada gunanya. "Besok aku mau pulang dulu saja sebelum makan malam. Jadi aku bisa mandi dan bersiap." Isha mengali
Tanpa terasa Dario sudah sebelas bulan. Dia susah mulai berdiri-diri. Berpegangan beberapa barang yang ada di sekitarnya. Pagi ini, dia bermain dengan sang mami dan papinya di taman belakang. “Minggu depan pembukaan toko. Apa yang harus aku persiapkan?” Pembangunan toko milik Isha, akhirnya selesai juga. Walaupun sedikit meleset dari perkiraan, tapi tidak banyak kendala yang terjadi. “Tidak perlu menyiapkan apa-apa. Siapkan dirimu saja. Aku sudah siapkan semua.” Danish selalu ingin yang terbaik untuk istrinya. “Terima kasih.” Isha merasa sangat beruntung sekali karena sang suami selalu mempermudah semuanya. Danish memegangi Dario yang sedang berdiri. Karena senangnya berdiri-diri, anaknya itu memang selalu meminta untuk berdiri. Saat sedang berpegangan pada sang papi, tiba-tiba Dario melepaskan tagannya yang berpegang pads sang papi. Danish dan Isha tampak terkejut ketika melihat hal itu. “Rio ....” Isha memanggil anaknya itu. Dario yang dipanggil pun segera mengayunkan langkah
“Aaaccchhh ....”Suara indah yang keluar dari mulutnya keduanya menandakan jika pelepasan sempurna didapat oleh keduanya.Tubuh Danish seketika lemas dan terjatuh di atas tubuh sang istri. Mengatur napas yang terengah-engah.Isha pun merasakan hal yang sama. Tubuhnya lelah dan butuh waktu untuk beristirahat. Mengatur napasnya yang seperti baru saja lari kiloan meter.Butuh waktu beberapa saat untuk mengembalikan tenaganya. Hingga akhirnya, membersihkan diri.****Isha dan Danish memutuskan pulang saat sore hari. Seharian mereka memanfaatkan waktu untuk mencari kenikmatan. Melepaskan hasrat yang terpendam beberapa bulan.“Aku malu sekali mau pulang.” Tiba-tiba saja Isha merasakan hal itu.“Bersikaplah tenang. Nanti mereka akan curiga jika kamu bersikap seperti itu.”Isha bersikap tenang seperti yang suaminya katakan. Dia tidak mau membuat kakak iparnya curiga.Mereka sampai di rumah. Tampak mobil Liam-suami Loveta sudah di depan rumah. Isha dan Danish berusaha untuk tenang seperti tida
Pagi-pagi Loveta sudah sampai di rumah Danish. Semalam, dia dikabari oleh adiknya itu untuk membantu menjaga Dario. “Kak Loveta.” Isha menyapa kakak iparnya itu. “Mana Iyoo?” Loveta senang sekali karena akhirnya diminta jaga keponakannya. “Baru saja tidur, Kak.” Isha segera mempersilakan kakak iparnya untuk masuk ke rumah. Menyajikan teh sambil menunggu Danish bersiap. Beberapa saat kemudian, Danish keluar dari kamarnya. Kemudian menghampiri sang istri. “Kak Lolo sudah datang, kalau begitu ayo pergi.” Danish menatap istrinya. Isha masih diam. Dia masih tidak enak sekali dengan kakak iparnya karena harus menjaga sang anak. “Sudah, kalian pergi saja. Serahkan anak kalian padaku.” Loveta berusaha untuk meyakinkan adik iparnya. Saat mendapati ucapan itu, Isha segera bersiap untuk meraih tasnya yang berada di sofa ruang keluarga. “Titip Rio yang, Kak.” Sebelum berangkat dia menitipkan lagi anaknya. “Iya.” Loveta mengangguk. Isha dan Danish segera pergi. Danish mengendarai mobiln
Levon dan Luel semakin nyaman menjalani hubungan setelah mendapatkan restu. Perjalanan masih panjang untuk hubungan mereka ke jenjang serius. Mereka lebih memilih untuk menikmati hubungan. Apalagi mereka harus fokus pada kuliah mereka.Isha semakin nyaman menikmati perannya sebagai ibu rumah tangga. Anaknya semakin gembul sekali. Apalagi sang anak minum ASI.Kehadiran Dario membuat rumah menjadi ramai. Keluarga sering datang ke rumah untuk bertemu Dario. Mulai Nessia, Loveta, atau pun Mami Neta.Seperti hari ini, Loveta datang untuk berkunjung. Dia terus bermain dengan Dario.“Iyoo ... Iyooo ....” Loveta memanggil keponakannya itu.“Mi, namanya Dario, kenapa dipanggil Iyoo?” Ve melemparkan protesnya.“Susah jika dipanggil Dario. Seperti namamu saja. Singkat. Hanya ‘Ve’.” Loveta menjelaskan pada sang anak.Ve hanya bisa menggeleng heran. Ternyata itulah yang membuat sang mami memanggilnya singkat. Agar lebih mudah.Isha yang mendengar perdebatan itu hanya tersenyum saja.“Kak Loveta su
Mendapati pertanyaan sang anak, Dona terdiam sejenak. Memandang Luel.Luel yang melihat mama Levon menunggu jawaban dari wanita itu. Penasaran apa jawaban yang akan diberikan.“Iya, Mama tidak marah.” Dona langsung membenarkan apa yang diucapkan oleh Levon.Luel merasa lega sekali mendengar hal itu. Rasanya ketakutan yang dirasakannya menguap.Tok ... tok ....Suara ketukan pintu terdengar. Luel, Levon, dan Dona mengalihkan pandangan merek. Dilihatnya Isha yang mengetuk pintu.“Minumannya aku taruh di meja. Silakan diminum.” Isha melebarkan pintu untuk memberitahu di mana ditaruh minumannya.“Terima kasih, Aunty.” Levon mengangguk.“Mama akan ke sana.” Dona menepuk bahu Levon. Kemudian mengayunkan langkahnya keluar.Levon memilih untuk tetap tinggal di kamar Luel. Menemani Luel.Dona segera keluar untuk menikmati teh yang dibuat oleh Isha. Menghargai Isha yang membuatkan minuman.Melihat Dona yang keluar dan Levon yang tetap tinggal di kamar, membuat Isha memutuskan untuk menemani Don
“Makanlah dulu.” Isha memberikan semangkuk bubur pada Luel.“Terima kasih, Aunty.” Luel segera menerima mangkuk yang diberikan. Dengan perlahan dia memakan bubur yang dibuatkan oleh aunty-nya.Isha tidak tega melihat Luel yang sakit. Padahal kemarin dia sudah mengingatkan Luel untuk makan.“Apa tidak apa-apa jika tidak mengabari mami dan papimu?” Isha memastikan pada Luel.“Iya, Aunty. Tidak perlu. Lagi pula aku sudah lebih baik.” Luel menolak tawaran sang aunty. Takut justru membuat orang tuanya khawatir atau bahkan menyalahkan paman dan bibinya.“Baiklah kalau begitu.” Isha tidak mau memaksa jika Luel tidak mau. “Kalau begitu kamu habiskan buburnya. Setelah itu kamu minum obat.”Luel segera memakan bubur yang diberikan oleh Isha. Tak lupa memakan obat dari dokter.“Istirahatlah lagi kalau begitu.” Isha segera meraih kembali mangkuk bubur yang kini sudah kosong.Isha meninggalkan Luel di kamarnya. Memberikan waktu untuk Luel beristirahat. Dia segera turun ke lantai bawah. Menyusul sa
“Uncle, tadi Luel pingsan dan sekarang di rumah sakit. Kata dokter dia terkena asam lambung.”Mendengar hal itu Danish seketika terkejut. Tadi keponakannya itu berangkat baik-baik saja. Tapi, kenapa tiba-tiba sakit.“Kirimkan alamat rumah sakitnya, aku akan ke sana.”“Baik, Uncle.” Levon mengangguk.Akhirnya Danish mematikan sambungan teleponnya.“Siapa yang di rumah sakit?” Isha tampak penasaran sekali. Dia ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi.“Luel.”“Luel?” Isha membulatkan matanya ketika mendengar jika Luel di rumah sakit. “Kenapa dia?” tanyanya ingin tahu.“Katanya dia asam lambung.” Danish menjawab seraya mengambil jaket di dalam lemari.“Pasti karena seharian dia tidak makan.” Sejenak Isha teringat dengan hal itu.Mendengar ucapan Danish, dia teringat ucapan Isha. Jika Luel tidak makan sejak pagi.“Bisa jadi.” Danish membenarkan.Danish segera bersiap untuk ke rumah sakit. Dia harus mengecek keadaan keponakannya itu.“Aku pergi dulu. Kamu baik-baik di rumah.” Danish mendarat
Dona tampak terkejut melihat anaknya dengan seorang gadis. Yang menjadi perhatiannya jika ternyata gadis itu adalah gadis yang ditemuinya tadi di toilet. Dona memerhatikan gadis yang berada di sampingnya itu sedang melingkarkan tangan di lengan sang anak. Jika hanya teman, rasanya Dona yakin bukan. Karena teman tidak mungkin sedekat itu. “Ma.” Levon menyapa sang mama.Dona tidak langsung menjawab sapaan itu. Dia memilih memerhatikan gadis di samping sang anak.Levon menyadari hal itu. Mamanya sedang memerhatikan Luel. “Ma, kenalkan ini Luel, pacarku.” Dia pun segera memperkenalkan Luel.Pacar? Pikiran Dona melayang memikirkan pacar anaknya. Seingatnya sang anak sedang menjalin hubungan dengan keponakan Danish.‘Apa dia keponakan Danish?’ Dona bertanya dalam hatinya.“Luel?” Sejenak Dona mengingat sesuatu. Beberapa bulan lalu saat anaknya sakit, seorang gadis datang ke rumah sakit. Dona ingat nama gadis itu.“Kamu gadis yang ada di rumah sakit waktu itu?” tanya Dona memastikan.“Iya,
Luel memilih gaun cukup lama. Hingga membuat Levon menunggu. Karena orang tua Luel sedang pergi, jadi Levon menunggu sendiri. “Kak Luel mau pilih yang mana sebenarnya?” Ve merasa jika sedari tadi kakaknya terus memilih gaun tanpa tahu mana yang mau dipakai. “Iya, aku bingung. Kasihan Kak Levon sedari tadi menunggu. “Iya, sebentar lagi.” Luel mencari gaun. Hingga akhirnya dia mendapatkan gaun tersebut. Tak butuh waktu lama, dia pun mendapatkan gaun yang dicarinya. Gaun hitam dengan payet warna gold. Perpaduan pas untuk pesta malam ini. Tadi juga Luel sudah bertanya pada Levon. Baju warna apa saja yang dimiliki Levon. Hitam dan gold tadi disebut oleh Levon. Jadi tentu saja nanti mereka akan serasi. Saat mendapatkan gaun, segera dia berdandan untuk acara pesta. Dia tak punya banyak waktu. Jadi harus segera bersiap.Tepat jam lima sore akhirnya Luel siap. Segera mereka berangkat. Sebelum ke tempat pesta, Levon mengajak Luel untuk ke kost tempatnya lebih dulu karena dia gantian akan