Isha menimbang-nimbang apa yang ditawarkan Danish. Dia sendiri juga tidak mengerti kenapa belakangan ini dia mual dan muntah terus. Padahal dia tidak pernah terlambat makan atau pun makan yang aneh-aneh yang membuat mual. “Aku baik-baik saja, sepertinya tidak masalah jika tidak ke dokter.” Isha masih tetap menolak permintaan Danish. Danish sebenarnya kecewa. Karena Isha tetap tidak mau ke dokter meskipun terus mual. Ternyata membujuk Isha benar-benar tak semudah yang dibayangkan. Raut kecewa Danish terlihat jelas. Hal itu membuat Isha langsung menyadarinya. “Bagaimana jika kita tunggu tiga hari dulu? Jika keadaanku tidak membaik, baru kita ke dokter.” Isha memang tidak mau terburu-buru. Terlebih lagi dia hanya merasa mual, pusing, dan muntah saja. Itu pun terjadi saat pagi saja. Danish menimbang apa yang ditawarkan sang istri. Menunggu tiga hari memang lama. Namun, tidak ada salahnya menunggu dibanding tidak sama sekali. “Baiklah, kita tunggu tiga hari.” Danish akhirnya setuju. I
Isha masuk ke kamar mandi. Untuk sejenak dia masih terdiam memandangi alat tes kehamilan. Jantungnya berdegup kencang ketika hendak mengecek apakah kali ini hasilnya akan berbeda dengan sebelumnya. Segera Isha mengecek urine untuk mengetahui apakah dirinya hamil atau tidak. Karena sudah sering menggunakan alat tes kehamilan, dia sudah tidak lagi membaca petunjuk penggunaan. Di luar kamar mandi, Danish menunggu Isha dengan cemas. Danish begitu penasaran dengan hasil kali ini. Melihat Isha yang seperti orang hamil yang mual terus, dia memiliki keyakinan jika Isha hamil. “Aku tidak boleh berharap dulu.” Danish berusaha untuk menenangkan dirinya. Sayangnya, Isha begitu lama di kamar mandi. Hal itu membuat Danish benar-benar merasa semakin panik. “Isha.” Danish mengetuk pintu kamar mandi. Memastikan keadaan Isha baik-baik saja. Karena istrinya itu tidak kunjung keluar. Suara pintu kamar mandi terbuka. Akhirnya Danish melihat Isha keluar dari kamar mandi. Dia memerhatikan wajah Isha. B
Dokter menggerakkan alat USG. Mengecek rahim Isha. Saat melihat layar, dokter menemukan kantung rahim yang menebal. Tampak embrio di dalam rahim sebesar kacang polong. Senyum dokter pun menghiasi wajah ketika melihat hal itu.“Selamat atas kehamilan Bu Isha.” Dokter memberikan ucapan selamat. Dokter menatap Isha dan juga Danish bergantian.Isha dan Danish berbinar. Danish yang menggenggam tangan Isha mengeratkan genggamannya. Merasa bahagia sekali karena dokter memberitahu jika Isha benar-benar hamil.“Kamu benar-benar hamil.” Danish menatap Isha.Isha berkaca-kaca. Merasa terharu karena kehamilannya benar-benar nyata. Penantian panjangnya bersama Danish benar-benar berbuah manis. Isha beralih ke layar USG. Melihat anaknya di sana. Walaupun tidak mengerti dengan cara membaca layar USG, dia cukup senang melihatnya.Dokter menyelesaikan pemeriksaan. Kemudian kembali ke kursinya.Perawat langsung membersihkan tubuh Isha. Baru setelah itu Isha turun dari ranjang pemeriksaan. Berpindah ke
Mendapati pertanyaan itu Danish terdiam. Dia teringat dengan perjanjiannya dari awal dengan Isha. Rasanya, Danish belum sanggup menjalankan perjanjian itu. Namun, dia tidak boleh ingkar janji.“Tunggu Isha minta saja.” Danish belum mau mengatakan apa-apa terkait dengan pembebasan Abra. Dia masih ingin fokus pada kandungan Isha dulu.Dino yang mengerti apa yang dikatakan Danish langsung mengangguk. Dia hanya akan menjalankan perintah Danish saja. Jadi dia akan menunggu.“Aku sudah selesai. Itu beberapa yang aku yakin suka dengan rasanya.” Isha yang baru selesai memilih susu ibu hamil, langsung beralih pada Danish.Danish dan Dino langsung menghentikan aksinya. Mereka tidak mau Isha mendengar hal itu.Danish segera berdiri. Mengecek susu yang akan diminum Isha.“Kamu hanya menyisakan itu saja?” Danish membulatkan matanya ketika melihat Isha hanya memilih beberapa susu.“Aku hanya pilih yang rasa strawberry saja.” Isha memang merasa belakangan ini tidak suka rasa coklat, apalagi vanila.
Mendengar pertanyaan Ina, Danish dan Dino langsung mengalihkan pandangan pada Ina. Mereka tampak terkejut ketika Ina menanyakan hal itu. Mereka saja kemarin berbisik agar tidak mengingatkan Isha tentang kebebasan Abra. Danish sedang berbahagia dengan kehamilan Isha. Tidak mau membahas tentang Abra dan kebebasannya.Isha yang mendapati pertanyaan Ina itu, tersadar dengan rencananya. Kebebasan Abra adalah alasan dirinya hamil. Jadi jika saat ini hamil. Wajar saja jika Abra akan keluar dari penjara.“Iya, nanti pasti Kak Abra akan keluar dari penjara.” Isha menjawab dengan penuh semangat.Semangat Isha itu menular pada Isha. Ina sudah tidak sabar untuk menunggu Abra keluar.Sayangnya, semangat menanti Abra keluar hanyalah milik Isha dan Ina. Danish tidak sama sekali semangat. Cenderung malas ketika mengingat jika Abra akan keluar dari penjara. Bagi Danish keluarnya Abra adalah bencana baginya.“Ayo, kita bagikan susu ibu hamil ini dulu.” Isha pun mengajak Ina untuk bergabung dengan dirin
Kebahagiaan Danish yang baru saja didapatkan seketika langsung sirna. Dia benar-benar kesal ketika membahas Abra. Namun, tidak bisa dipungkiri jika kehamilan Isha adalah jalan bagi Abra keluar dari penjara.“Aku akan minta Dino mengurusnya besok. Tentu saja tidak akan bisa secepat itu. Butuh waktu untuk membebaskannya.”“Iya.” Isha mengangguk pasti. Dia merasa jika tidak masalah jika Danish harus butuh waktu untuk membebaskan Abra.“Apa kamu ingat perjanjian kita. Jika pria itu keluar. Kamu tidak boleh menemui pria itu?” Danish mengingatkan Isha akan perjanjian yang dilakukannya. Dia tidak mau sampai Abra dan Isha dekat. Apalagi mereka adalah mantan suami-istri. Bisa saja hal tak terduga terjadi. Terlebih lagi, Isha masih memendam rasa pada Abra.Isha ingat akan perjanjian itu. Dulu Danish dengan tegasnya melarangnya bertemu saat hamil karena tidak mau sampai darah anaknya tercampur dengan darah Abra. Dengan kata lain, Danish takut dirinya melakukan hubungan terlarang dengan Abra.“Ak
“Bukan saatnya untuk melakukan itu. Jawab dulu kenapa kamu memberikan karyawanmu tanpa izinku?” Isha mendorong tubuh Danish lagi agar dapat menjangkau wajahnya.“Aku tidak mau kamu kelelahan. Kamu bisa tenang saat tidak bisa ke toko jika ada karyawan lain. Jadi sengaja aku meminta Dino mengirim karyawan ke sini.” Danish mencoba menjelaskan hal itu.Isha tahu sekarang alasan Danish memberikan karyawan hanya untuknya.“Kamu tidak perlu membayar karyawan itu. Aku yang membayarnya.” Danish membelai lembut pipi Isha. Senyum manis menghiasi wajahnya.Isha cukup terharu dengan perhatian Danish. Demi kandungannya, dia sampai merekrut karyawan baru untuknya.“Terima kasih.” Isha langsung memeluk Danish. Entah kenapa dia jadi melow ketika mendapatkan perhatian. Mungkin itu semua karena dia yang sedang hamil.Mendapati pelukan sang istri jelas membuat Danish berbunga-bunga.“Jika kamu terus memelukku, aku yakin sesuatu di bawah sana akan bangun.” Di tengah pelukan itu, Danish mengatakan itu.Men
“Kamu mau makan apa?” tanya Danish. Isha memikirkan apa yang enak dimakan. Hingga akhirnya dia menemukan satu makanan. “Pasta.” Sayangnya kalimat itu diucapkan tidak hanya Isha saja. Namun, juga Danish. “Kamu tahu yang aku mau.” Isha malu ketika Danish tahu apa yang diinginkannya. Danish sudah hapal betul keinginan sang istri. Jadi dia memilih untuk menuruti. Walaupun sejujurnya dia mual melihat makanan tersebut. “Din, antar ke restoran Marlene.” Danish pun memberikan perintah pada Dino. “Baiklah.” Dino mengangguk. Kemudian melajukan mobilnya ke restoran favorit Isha. Di restoran, Isha dan Danish makan dalam satu meja, sedangkan Dino di meja lain. Kebetulan ada adik Liam yang sedang di restoran. Jadi mereka asyik mengobrol. Isha dan Danish tampak asyik menikmati makan. Isha tampak semangat makan, sedangkan Danish hanya makan beberapa menu saja. **** Isha tidak berangkat pagi untuk ke toko. Pagi tadi, dia muntah-muntah dan membuat tubuhnya lemas. Alhasil jam sepuluh dia baru b