'Babe, bagaimana kabarmu?''Aku tahu bahwa aku tidak memiliki hak apa pun untuk bertanya seperti ini, tapi aku sungguh ingin mengetahui bagaimana keadaanmu.''Apakah dia memperlakukanmu dengan baik? Apakah dia tidak berbuat kasar kepadamu? Babe, kudengar kamu juga tengah mengandung. Aku tahu dengan pasti anak siapa yang sekarang ada di dalam kandunganmu itu, tapi bagaimana dengannya?''Aku terus menerus memikirkan, bagaimana tanggapan dia soal kehamilanmu. Apakah dia percaya padamu? Ataukah ... dia sekedar ingin mengikatmu agar selalu berada di sampingnya?''Babe, apakah kamu bahagia bersamanya? Charlotte memang tidak menceritakan segalanya, tapi dari sedikit hal yang tanpa sengaja dia katakan, aku bisa menarik kesimpulan bahwa dia tidak terlalu percaya padamu. Bukankah dia juga sempat menyeretmu pulang dari rumah orang tuamu sendiri, lalu mengurungmu selama berhari-hari?''Ah, untuk yang satu ini, seharusnya aku tidak terlalu membahasnya. Sebab, aku pun melakukan hal yang sama terhad
"Queen ...."Entah sudah berapa kali Killian memanggil istrinya dengan nada merajuk. Saat ini waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam dan dia beserta Aila sedang berada di dalam kamar.Ya, Tuhan. Setelah berjam-jam yang penuh siksaan, akhirnya mereka bisa berduaan saja.Bisa dikata kalau Killian sudah berada di ambang batas kesabaran karena ulah Ansia tadi. Memikirkan kalau dia harus mengawasi kedua iblis kecil itu selama dua minggu ke depan, membuat lelaki itu nyaris meledak."Queen, ayolah ....""Aku harus bagaimana, Kills? Bukankah kamu sendiri yang sudah berjanji?""Ini curang namanya! Ansia tadi sama sekali tidak memberi tahuku kalau—""Makanya, lain kali jangan terburu-buru menjanjikan apa pun sebelum kami mengetahuinya dengan betul."Mendengus, Killian pun menekuk wajah. Untuk pertama kalinya, lelaki itu terlihat cemberut sehingga membuat Aila merasa geli sendiri."Jangan ngambek dong, Kills," ujarnya sembari duduk di pangkuan suaminya. Mengalungkan sebelah tangan ke belaka
Waktu menunjukkan tengah malam kurang tujuh menit.Adam menyusup masuk ke RUTAN dengan mudah, tanpa ada keributan sedikit pun. Jumlah petugas yang banyak berjaga di tempat ini, sama sekali bukan masalah baginya.Tentunya, semua hal yang menyusahkan bisa diselesaikan dengan segepok uang kan?"A piece of cake," bisik Adam dengan tersenyumSeolah sedang berjalan di rumahnya sendiri, langkah lelaki itu terbilang sangat santai, meski tetap saja nyaris tidak menimbulkan suara. Beberapa petugas memang sudah berhasil dia suap, tapi bukan berarti Adam bisa bertindak sembrono.Lelaki itu lantas meraih ponselnya, mengutak-atiknya sebentar, kemudian memeriksa kembali denah untuk menuju ruangan yang tengah dia tuju.Lima ratus meter lagi.Meraba saku depan jasnya, Adam memastikan bahwa 'barang itu' sudah dia bawa, meski sebenarnya itu adalah hal yang tidak perlu. Akan menjadi suatu kekonyolan yang sangat besar, apabila dia benar-benar lupa untuk membawa 'barang itu'."Yah, akhirnya kesayanganku bi
Suara notifikasi terdengar, pertanda adanya pesan yang masuk. Meraih ponselnya, Aila masih sempat melirik ke tempat di mana Killian tadi pergi, sebelum akhirnya membuka dan membaca pesan yang baru saja masuk tersebut. Pesan dari Erick. 'Tugas sudah saya laksanakan, Nyonya Muda. Surat tersebut sudah saya kembalikan dan diterima langsung oleh Nyonya Besar Callisto.' Ada senyuman yang menggaris di bibir Aila. Tadi dia memang meminta tolong kepada Erick untuk mengembalikan surat Selena ke kediaman Callisto. Beruntung sekali, karena ternyata kepala pengawal itu justru berhasil memberikannya langsung kepada Nyonya Shananet. "Syukurlah," gumamnya, segera mengetikkan balasan berisi pesan terima kasih kepada Erick. "Dengan begini, aku sudah tidak perlu lagi memiliki alasan apa pun untuk bertemu dengan Andreas." Terdiam, Aila menyadari bahwa masih ada hutang besar yang harus dia bayar kepada Andreas. Entah bagaimana caranya. "Soal itu, biarlah dipikirkan nanti. Sesuai dengan berjalannya
Waktu berjalan dengan begitu cepat. Dua hari sudah berlalu dan sekarang tibalah hari keberangkatan Ansia dan Hugo untuk berbulan madu. "Ingat, jaga sikap kalian selama kami tinggal. Jangan nakal, ya, Lexis, Alden," ucap Ansia, entah sudah untuk yang ke berapa puluh kali. Sebab sejak si kembar bangun pagi tadi sampai mereka semua kini berada di airport, dia terus saja mengatakan hal yang sama. "Ingat semua ucapan Mommy. Awas. Kalau sampai Mommy mendengar sedikit saja keluhan dari Auntie Aila soal kalian ...." Ansia memang tidak menyelesaikan ucapannya, tapi baik Alexis maupun Alden sudah langsung buru-buru mengangguk. Tidak lupa, mereka juga memasang senyuman manis dan sikap yang begitu menurut, sebagai bonus. "Jangan khawatir, Sia," sela Aila. "Mereka bukan anak-anak nakal kok. Kami semua pasti akan baik-baik saja di sini. Iya kan?" imbuhnya sambil menoleh dan mendapatkan beragam respon yang berbeda. Baik Alexis maupun Alden, keduanya terlihat begitu gembira seolah akan memasuki s
Mereka berdua nyaris tidak berbicara selama penerbangan.Ansia bisa merasakan hadirnya ketegangan yang menggantung. Seperti ada aliran listrik yang mengambang di udara, yang hanya memerlukan satu percikan kecil saja untuk segera menyambar dan membakar habis mereka berdua.Normalkah ini?"Tenangkan dirimu, Ansia. Ya, Tuhan," bisiknya, entah sudah untuk yang ke berapa kalinya.Sebenarnya, apa yang baru saja terjadi?Di sela-sela waktu sebelum boarding, dia dan Hugo tadi sempat melakukan percintaan singkat.Kamar mandi airport dan waktu empat puluh menit memang sama sekali tidak memadai, tapi bisa dikata lumayan. Setidaknya bagi Ansia, yang berhasil meraih puncak kenikmatan meski hanya sekali."Apakah aku yang memerintahkan Huggie untuk melakukannya?" Ansia terkesiap dan tangannya melayang mendekap mulut. "Ya ampun. Apa sih yang salah dengan diriku?"Rasanya memalukan. Meski pada kenyataannya dia melakukan hal tersebut dengan suaminya sendiri, tapi tetap saja sanggup membuat wajah Ansia
Apakah dirinya hanya sekedar lelucon?Mengangkat dagunya, Ansia berjalan tanpa ada rasa ragu sedikit pun. Dia bukan perempuan yang bisa dipermainkan begitu saja. Pantang baginya untuk hanya diam dan menangis, apabila merasakan sakit hati.Oleh karena itulah, sebenarnya tidak mengherankan saat dia akhirnya bergerak ke seberang ruangan dan langsung berdiri di samping lelaki yang secara hukum sudah sah menjadi suaminya."Huggie, apakah kita sudah bisa ke atas? Aku sudah tidak sabar untuk segera pergi ke kamar kita."Ada penekanan di setiap kata 'kita' yang Ansia ucapkan.Menyibakkan rambut hitam panjangnya yang indah, perempuan itu menyunggingkan senyuman penuh percaya diri, membuat kecantikannya seolah menjadi beratus-ratus kali lipat.Sementara itu, Hugo mengerjap kaget dan memandangnya terpana. Jelas ada tanda tanya besar yang tersirat di wajahnya."Ans, apa yang— Oh!"Meski sempat kehilangan kata-kata selama sesaat, tapi untunglah lelaki itu akhirnya tersadar tepat pada waktunya.Sep
Sementara itu, terpisah jarak 4.353 Km dari Maldives. Pada waktu yang sama. Aila baru saja menggeliat dengan kedua tangan terentang ke atas, ketika ada sepasang tangan yang memeluk pinggangnya dengan tiba-tiba. "Kills!" serunya, gagal menyelesaikan kuapnya karena terlalu kaget. "Apa-apaan, sih?" Bukannya merasa bersalah, Killian justru semakin mempererat pelukannya. Dia juga menghadiahi Aila ciuman di leher, bahkan masih sempat untuk menjilatnya sekali. "Kills, apa-apaan, sih?" Wajah Aila terlihat memerah. Dia menyadari pula kalau rasa kantuknya pun sudah hilang menjauh, akibat ulah suaminya tadi. "Ya, Tuhan. Apa bagimu aku ini terlihat seperti es krim? Baru datang sudah langsung main jilat-jilat segala. Ish!" "Mmh ...." Killian bergumam tidak jelas. Lelaki itu menyembunyikan wajah di leher istrinya dengan mata terpejam. "Not an ice cream, Queen, but watermelon sugar." Dahi Aila seketika berkerut mendengarnya. "Semangka tadi, katamu?" tanyanya. "Apa gara-gara aku sedang hamil s