“Pertunangan kita akan dilakukan minggu depan” ucap Dante pada Shia. Keduanya sedang duduk berhadapan di sebuah kursi dalam kamar Dante
“Bukannya kau bilang akan memberikanku waktu?” Balas Shia dengan dengusan
“Aku memang memberikanmu waktu untuk tujuanmu, tapi bukan berarti kau tidak terikat denganku little tigriss”
Lagi-lagi Shia mendengus ‘terikat katanya? Seolah-olah dia benar-benar memandang suci sebuah ikatan’ Tiba-tiba Shia merasa kesal mengingat ucapan Irena jika ada seorang wanita yang mengaku mengandung anak Dante.
“Aku tidak tau jika player sepertimu akhirnya berhenti. Kasihan sekali para sugar babymu” Celetuk Shia asal
“Cemburu” Ucap Dante membuat Shia bingung “Apa kau cemburu Shia?” tambah Dante dengan senyuman sombongnya yang membuat ekspresi Shia memburuk
“Dengar! Meskipun kau tidur dengan ratusan bahkan ribuan wanitapun dihadapanku, aku
Teresa Tylor, dokter cantik yang menjadi sahabat Shia itu kini sedang duduk kursi taman Parkland memorial hospital. Beberapa menit yang lalu Shia menelponnya dan mengatakan bahwa gadis itu akan mengunjunginya. Entah ada masalah apa lagi yang Shia lakukan, karena Erika yakin bila Shia mengujunginya pasti sesuatu yang buruk menimpa gadis itu. Sama sepertinya dirinya yang mengunjungi Shia ke Milan untuk melarikan diri“Teresa”Suara panggilan itu membuat Teresa menoleh. Di depannya sesosok lelaki dengan perawakan tampan itu berdiri dengan tatapan datarnya. “Damien..” Teresa bergumam, tubuhnya sedikit bergetar mengingat perbuatan pria itu yang mematahkan lengan kanannya.“Kau tidak merindukanku Teresa?” Ucap Damien lirih. Secara tiba-tiba pria itu mendekat kearah Teresa dan memeluknya. Teresa meronta mencoba melepaskan pelukan Damien. Tidak bisa dipungkiri jika Teresa merindukan pria itu, bagaimanapun perasaan cintanya pada Damien
“Oh yaa. Max perkenalkan ini sahabatku Shia dan Shia ini kenalanku Max” Ucap Teresa membuat Max kembali menatap Shia yang seperti sedang menyelidikinya “Shia, senang bertemu denganmu” Shia mengulurkan tangannya. Max menatap tangan itu. apakah tidak masalah dia menjabatnya saat di sudut taman itu ada sepasang mata yang menyorotnya tajam “Max” Akhirnya Max menjabat tangan Shia, hanya sebentar karena dia yakin jika bossnya itu akan langsung memotong tangannya jika berani menyentuh Shia lebih lama lagi “Kudengar kau bertemunya di Boston. Jadi apa urusanmu di Dallas, Max?”Tanya Shia penuh selidik membuat Max sedikit gugup “Aku sedang menjenguk temanku disini” Ucap Max bohong “Dimana ruang temanmu?” “Ada di lantai tiga. Ngomong-ngomong aku harus pergi sekarang, jam makan siang sudah habis” Akhir Max, pria itu tersenyum pada Teresa dan mengusap kepalanya pelan. “Jangan sedih lagi. panggil aku kapanpun kau butuh” Ucapnya sambil menyerahkan sebuah kartu nama Shia berdecih dan mengalihk
Dante menjatuhkan tubuh Shia pada ranjang lebarnya. Kondisi Shia dalam pakaiann yang berantakan membuat Dante menyeringai lebar. Sorot matanya bertambah gelap tatkala melihat dada Shia yang bergerak naik turun saat bernafas. Terlebih gaun gadis itu memang mengekspos pundak indahnya Cantik, Indah dan Menawan Dante menyeringai persisi seperti hewan buas kelaparan lalu membawa hidungnya bergerilya disekitar leher mulus milik Shia. Dante mengamati Shia dari jarak yang sangat dekat. Melihat wajah tirus dengan bibir ranum yang selalu dicobanya setiap ada kesempatan. Dante menggeram, membayangkan jika sekali saja menghantam Shia dengan keras. Membuat gadis itu penuh dengan dirinya, hanya dirinya. “D-dante..” Shia menghela napas gugup, tatapan Dante benar-benar berbahaya Pelan-pelan Dante menempatkan jari-jari besarnya membelai rambut Shia, membawa sejuntai surai coklat panjang itu mendekati hidungnya kemudian menghirup dalam-dalam aroma shampoo yang Shia gunakan. “You drive me Crazy, li
Raut wajah Shia menjadi polos, dia perlahan membuka kemeja Dante. Semakin banyak kulit Shia menyentuh Dante, Shia merasa sedikit puas namun sayangnya hal itu tidak membiarkan rasa membakar didalam tubuhnya hilang.Shia melepaskan seluruh pakainnya, membuat Dante meneguk salivanya begitu melihat tubuh polos indah Shia yang membuat manik abunya menggelap.“Buka semua pakaianku little tigriss. Buang semua yang menghalangimu menyentuhku” Pinta Dante dengan suara seraknya. Shia menatap Dante linglung. Suara Dante membuat akan sehatnya lenyap tak tersisa. Tangannya kini beralih membuka sabuk celana Dante. “Faster little tigriss..” Gerakan Shia yang lambat dan terlihat bingung itu benar-benar menguji kesabaran Dante.Dengan cepat Dante bangun lalu membuka seluruh pakaiannya. Keduanya dalam kondisi tanpa busana sekalipun. Melihat Dante yang seperti itu membuat Shia semakin merasa panas, matanya tertuju pada satu titik, sebuah batang besar panjang dan terlihat keras yang menempel di selangkang
Pukul 3 dini hari, mata abu-abu Dante masih setia menatap Shia yang terbaring dipelukannya. Tanpa bisa di tahan bibirnya mengulas tersenyum lebar.Netra Dante menangkap banyaknya jejak percintaannya yang ia tinggalkan dikulit Shia. Rencananya untuk membuat Shia menyerah akhirnya berhasil. Wanita itu sudah berada di pelukannya, menjadi miliknya.Darah Dante berdesir, tangannya bergerak seringan buku menelusuri tubuh Shia. Betapa bahagianya Dante saat tau jika dirinyalah yang pertama untuk Shia. Shia masih murni dan belum ternoda, ada kepuasaan bagi Dante, perasaan menggebu itu membangkitkan hasratnya untuk mengurung Shia dan tidak membiarkan orang lain melihatnya. Jiwa posesifnya semakin menyeruak kuat, Dante ingin memiliki Shia hanya untuk dirinya.Dante sengaja memarahi Shia dan mengancam Shia, semua itu bagian dari rencananya termasuk memasukan obat perangsang dalam coklat hangat yang Shia minum, membuat gadis itu terbakar gairah dan menyerangnya.Dante bangun dari ranjang. Dia meng
Bunyi deritan ranjang dan hantaman pada tubuhnya membuat Shia membuka matanya yang terasa berat. Telinganya menangkap suara dan hentakan cepat membuat tubuh Shia bergerak maju mundur. Shia menoleh kebelakang, mendapati Dante masih memompa kejantanannya dari belakang.“Shh..” Shia meringis, meremas seprai guna menahan rasa sakit dan nikmat disatu waktu bersamaan.“Mhh- Kau terbangun little tigris” Dante berdesis menahan kenikmatan saat dirinya berada didalam Shia.“K-kau-“ Sebelum selesai Shia berbicara, Dante memeluk pinggang Shia, mengangkat Shia dalam pelukannya. Dante merubah posisi menjadi duduk dan bersandar pada kepala ranjang dengan Shia yang berada dipelukannya, memungginya.“Ah..Shh..” Shia mengigir bibir, menahan desahan, rasanya aneh saat dia menunggani Dante seperti iniTangan Dante melingkari pinggang Shia, menggerakan pinggang itu naik turun, memompa kejantanannya yang kian membesar. Gerakan itu semakin cepat, Dante menggeram sedangkan Shia tak kuasa menahan pelepasannya
Shia melenguh. Kepalanya terasa berat. Begitu kedua mata biru itu terbuka perlahan, pandangannya sedikit buram, samar-samar Shia bisa melihat tempat dirinya terbangun berbeda dengan kamarnya. Sebuah kamar bernuansa hitam dan abu-abu.Shia mengerjabkan matanya berulang kali. Nafasnya terasa sesak. Perlahan Shia bangun dan bersandar pada kepala ranjang. Tubuhnya terasa remuk.Dante benar-benar mengurungnya dan membuat Shia harus menampung benih pria itu yang entah akan tumbuh atau tidak. Shia berhadap tidak, karena dia belum siap untuk menjadi seorang ibu.Mata biru Shia menatap pada Dante. Raut wajah pria itu terlihat segar sangat berbeda dengan dirinya yang merasakan remuk disekujur tubuh. Nyatanya pria dewasa itu memiliki stamina yang luar biasa dalam menggempurnya.Dengan gerakan perlahan Shia melepaskan tangan Dante yang membelit pinggangnya, takut membangunkan Dante yang baru tertidur beberapa jam lalu.Shia melangkah menuju kamarnya, mem
Seorang pria melangkah dengan arogan menuruni sebuah mobil hitam, bibir itu mengulas senyum tipis lalu menapakan kakinya, para penjaga di sisi kiri dan kanan pria itu menunduk hormat, bisa ditebak jika dia memiliki kekuasaan yang besar.“Selamat datang Tuan” Seorang pelayan menyapa sosok pria yang baru saja melangkah menuju kediamannya yang mewah“Dia sudah datang?” Suara berat itu terdengar“Sudah Tuan. Tamu anda sudah menunggu”Pria itu hanya berdehem. Ia melangkah hingga sampai pada sebuah ruangan, membukanya dan melangkah masuk dengan tegas.“Duduklah Xin”Pria bernama Xin itu kembali duduk, matanya menatap sosok pria yang berjalan mendekatinya“Jadi apa yang anda butuhkan kali ini?” ucap Xin langsung pada intinya“Culik seorang wanita. Namanya Arshia Clarikson” Pria itu duduk di sofa single berwarna hitam, kakinya terangkat bertopang pada kaki sa