Pukul 6 pagi, suasana di luar kamar hotel Shia sudah terasa segar. Tanpa ragu, Shia keluar dari kamar dan bergegas menuju lift. Tidak berselang lama, pintu lift terbuka, mengungkap pemandangan yang tak terduga.
Ketika Shia memasuki lift, matanya terkejut oleh adegan yang sedang berlangsung di dalamnya. Di sudut kecil itu, sebuah pasangan tengah terlibat dalam momen intim, tanpa sepatah kata pun tentang privasi atau kesopanan. Mata biru Shia melarikan pandangannya, mencoba untuk fokus pada hal lain.
Namun, tak dapat dihindari, Shia harus memutuskan apakah akan mengabaikan kejadian ini atau berhadapan dengan situasi yang cukup menjengkelkan. Dengan sikap yang tetap tenang, Shia memilih untuk tetap masuk ke dalam lift. Ia berdiri di depan pasangan tersebut, merapatkan dirinya ke sudut yang berlawanan arah.
Mungkin karena kehadirannya, mungkin tidak, pasangan itu terus dengan kegiatannya seolah Shia bukanlah bagian dari dunia mereka. Meski demikian, Shia merasa terganggu oleh suara yang kurang pantas mengisi ruang kecil tersebut.
Shia menekan tombol lantai UG. Dia lega ketika melihat tombol 16 sudah ditekan, itu dua lantai dibawah mereka. Artinya dia hanya perlu turun 2 lantai dan membiarkan pasangan gila dibelakangnya keluar.
‘ayolah ini masih pagi buta’ Shia memutarkan bola mata nya, dia menguap dengan suara yang sengaja dibuat sekeras mungkin, berusaha menyamarkan suara decapan kedua bibir yang menyatu dibelakangnya.
Ting. Pintu lift terbuka
Ciuman pasangan dibelakangnya terhenti.
“See you, babe..” Ucap perempuan itu sambil berjalan keluar lift, Shia bisa melihat kerlingan nakal dan menggoda yang wanita itu berikan.
Shia merasa aneh, kenapa perempuan itu keluar sendiri dan meninggalkan kekasihnya didalam lift dengan dirinya. Seharusnya pria itu turun saja mengikuti wanita tadi dan melanjutkan kegiatan mereka, bukannya meninggalkan pria itu dengan Shia hingga membuat gadis itu merasa canggung!
Pintu lift kembali tertutup, suara langkah kaki terdengar mendekati Shia. Kini Shia yakin jika pria itu sudah berdiri dibelakangnya dan mengukung tubuhnya.
Baru saja Shia ingin memaki pria itu, namun suara maskulin pria itu terdengar.
“We meet again, little tigris” Suara berat itu terdengar sangat jelas dibelakangnya. Shia membalik tubuhnya dengan cepat
“KAU!! SEDANG APA KAU DISINI?!” Shia memekik mendorong Dante menjauh.
Ya, pria yang berada satu lift dengannya dan bercumbu dengan seorang wanita itu adalah Dante, pria menyebalkan yang Shia temui kemarin malam.
“Hanya mengantarkan rekanku kembali ketempatnya” Jawab Dante santai, dia menyenderkan tubuhnya pada sisi lift. Mata abu-abu itu menatap Shia lekat, tidak ingin mengalihkan pandangannya dari mata biru yang menarik perhatiannya sejak pertemuan pertama mereka.
“Terkutuk, sudah kubilang jangan sampai kita bertemu lagi, jerk!” Shia menekan tombol lift untuk berhenti satu lantai dibawahnya. Dia tidak peduli jika harus turun dilantai 14. Yang penting baginya tidak berada ditempat yang sama dengan pria berbahaya seperti Dante.
“Sialan, kenapa tidak terbuka!” Shia memaki, lift itu tidak mau berhenti meskipun Shia sudah menekan angka 14
“Kau tidak akan bisa memaksanya berhenti hanya dengan menekan tombol, little tigris” Ucap Dante dengan tawa ringannya. Dia merasa lucu dengan tingkah Shia saat sedang kesal.
“KAU-!!”
Mata biru gelapnya menyipit dengan mulut yang mengeluarkan umpatan itu sungguh menarik perhatian Dante. Dante mulai berpikir, kapan terakhir kali merasakan ketertarikan seperti ini?
12 tahun lalu mungkin, ya benar 12 tahun lalu saat dia bertemu dengan sosok malaikat kecil di sebuah gereja. Dante merasa tertarik dengan mata birunya yang berbinar cerah. Dan kini dia bertemu sesorang dengan mata yang sama, namun ketertarikannya kali ini terasa jauh lebih besar.
Dante tertawa geli, Shia kembali menekan angka 16 namun sayangnya lift itu tetap tidak berhenti. Hingga tawa Dante pecah saat Shia menekan semua angka dengan brutal.
Helaan nafas Shia membuat Dante mendekat, kembali mengukung tubuh wanita itu dengan tubuh kekarnya.
“sebenarnya apa maumu bastard!” Shia mendesis, dia yakin jika semua ini diatur oleh Dante
“Kiss me” Ucap Dante ringan. Shia tertawa tak percaya
“Kurasa kau benar-benar sakit jiwa atau mungkin kau maniak ciuman, tapi maaf saja aku tidak berniat membiarkan bibirku bersentuhan dengan bekas orang lain. Kau tau jajanan murahan mengandung banyak virus” Sindir Shia
“Lidahmu tajam juga. Sepertinya kau lebih suka terjebak bersamaku selamanya daripada menciumku” Dante kembali melangkah mundur dengan sudut bibir yang terangkat
“Apa maksudmu?” Tanya Shia
Dante melirikkan matanya pada pintu lift. Shia mengikuti pandangan Dante. Lift itu telah berhenti dilantai UG, lantai tujuan Shia namun pintu itu masih tidak terbuka meskipun Shia sudah menekan tombol buka pada lift.
“Shit! Kau benar-benar menyebalkan. Buka pintu ini!” Shia menatap Dante dengan kesal
“One kisses and I will let you go”
“Never!”
Tolak Shia, dia menekan tombol darurat pada lift. Suara operator seolah menjadi harapan untuk Shia
“Help me please. Aku terjebak didalam lift, pintunya macet, tidak bisa terbuka”
“Lift anda berada dilantai berapa, nona?” Suara seorang pria terdengar
“UG” Jawab Shia, matanya melirik Dante dengan bibir yang mengulas senyum penuh kemenangan
Namun sayangnya senyum itu tidak bertahan lama ketika suara operator itu justru mendadak putus dan menghilang.
“Hello..”
“Hei, tolong aku, aku terjebak bersama pria gila yang akan membunuhku!”
Tidak ada jawaban. Shia memukul tombol itu dengan keras “God, I hope you go to the hell!”
“Kutukanmu terlalu berlebihan little tigris”
“Diam kau! Berhenti menyebutku seperti itu!” Shia menunjuk Dante, rasa kesalnya membuat Shia lupa jika Dante dapat membunuhnya dalam hitungan detik. “Hotel mewah macam apa yang membiarkan tamunya terjebak didalam lift!”
“Hotel ini milikku, jika punya masalah katakan saja padaku” Ucap Dante dengan senyum lebar, Shia memutar bola matanya malas. Dia sudah menebak jika pria itu pasti memiliki kuasa atas hotel ini, dari setelan yang dikenakannya saja Shia yakin jika dia bukan pria sembarangan.
“Kau ini sebenarnya siapa? Aku tidak pernah melihatmu dalam acara bisnis sebelumnya” Tanya Shia. dia berharap pria itu akan berbaik hati membuka pintu lift tanpa sebuah ciuman seperti permintaannya
“Dante, cukup ingat nama itu. Jadi bisa kau menciumku sekarang?” Ucapnya dengan seringain tipis
Oke, Shia akui jika Dante tampan. Namun dari tampang dan gaya bahkan tingkahnya Shia sangat yakin jika dia adalah seorang player.
Terlebih dia baru saja membuktikannya sendiri. dengan mata kepalanya sendiri, Dante berciuman dengan seorang wanita di dalam sebuah lift. Hell, dia berharap semoga pria itu mendapat karma atas segala tingkah menjijikannya.
“Berapa usiamu?” tanya Shia, dia cukup penasaran dengan satu hal ini
“35. Kenapa?” Tanya Dante membuat Shia melotot, dia tau jika pria itu lebih dewasa tapi Shia tidak mengira jika usia pria 35 tahun padahal tampangnya seperti pria yang berada akhir 20an.
“Maaf tapi aku tidak ingin mencari masalah dengan mencium pria yang hampir seusia pamanku” Balas Shia
“jadi kau keberatan mencium pria yang berusia 16 tahun lebih tau darimu little tigris” Lanjut Dante dengan senyum miring.
“Kau tau usiaku..” Shia bergumam
“Hmm, hanya memastikan jika aku tidak terlibat dengan anak dibawah umur”
Shia berdecih, sepertinya dia tidak memiliki cara lain untuk keluar selain mengabulkan keinginan pria itu.
“Bisa bersihkan bibirmu, aku tidak ingin menyentuh bekas orang lain” Ucap Shia malas
“Aku ingin kau yang membersihkannya, dengan bibirmu” Ucap Dante santai, dia bahkan tidak bergeming ketika netra biru itu membola.
“Aku ingin kau yang membersihkannya, dengan bibirmu” Ucap Dante santai, dia bahkan tidak bergeming ketika netra biru terang itu membola. Nafas Shia memburu, udara didalam lift terasa sangat panas. “Kau benar-benar baj-“ Ucapan Shia terpotong oleh ciuman Dante di bibirnya. Terkejut. Shia makin membelalakkan mata ketika tiba-tiba saja Dante mendorong tubuhnya, menyudutkannya ke dinding elevator, kemudian memagut bibirnya kasar. Shia gemetar marah, dia berusaha keras mendorong Dante, tubuh lelaki itu sekokoh karang, tidak bergeming meski Shia mendangkan kakinya pada aset pria itu. Tangan Dante menangkup wajah Shia, memiringkan kepalanya kemudian menyerang bibir Shia dengan posesif. Arshia seperti tersengat. Ini berbeda dengan ciuman biasa yang dia lakukan. Ini lebih dewasa… lebih dalam dan membakarnya. Apalagi Dante menggerakan lidahnya dengan jilatan pelan dan niat. Shia merasa nyaris tenggelam dalam ciuman itu. Tangannya mencengkeram Jas hitam Dante, mengelusnya pelan. Dante tersen
Mobil yang membawa Shia dan Dante berhenti di Parkland memorial hospital tepat di samping wanita dengan seragam dokter yang memang menunggunya. Teresa Tylor, sahabatnya yang bekerja sebagai dokter itu menampakan raut terkejut ketika melihat pakaian Shia yang berwarna merah darah.“kau terluka?” ucap Teresa panik, dia memperhatikan Shia secara seksama.“Itu darahnya.” Ucap Shia bersamaan dengan pintu mobil yang terbuka, menampakkan seorang pria yang terbalut kemeja putih yang kini berubah merah darah.“Oh Gosh. Bagaimana dia bisa begini? Apa kamu menabraknya? Sudah kubilangkan berhentilah balapan liar Shia.” Cecar Erika panik. Wanita itu mengkode kepada perawat yang bersamanya agar membawa pria itu dengan cepat.“Dia menyelamatkanku, aku berhutang budi dengannya” jawab Shia dengan atensi yang sepenuhnya tertuju pada para perawat yang memindahkan tubuh Dante ke ranjang pasien dan membawanya masuk ke d
Setelah Shia mengembalikan kunci mobil pada Teresa di ruangannya, langkahnya membawanya menuju lift yang membawa ke lantai 5. Menyusuri koridor yang tenang, ia akhirnya sampai di depan pintu ruangan lavender. Dengan langkah hati-hati, Shia membuka pintu itu. Ruangan tersebut terasa hening, terasa tenang dengan warna-warna lembut dan lampu yang redup. Namun, perhatian Shia segera tertuju pada sosok pria yang terbaring di ranjang. Dante, seorang pria yang baru dikenalnya, terlihat rapuh dalam seragam pasien. Perban di kepala dan infus yang terpasang di tangan kanannya menyiratkan bahwa Dante tengah melewati masa sulit. Shia mendekati ranjang, mengambil tempat di kursi di sampingnya. Tatapannya terkunci pada wajah Dante yang tertutup oleh matanya yang tenang. Mata biru Shia memperhatikan setiap detail, mencoba membaca ekspresi yang mungkin ada di balik ketenangan itu. lalu Shia nampak menilai perawakan Dante. Rupa pria itu sangat menawan. Rambut hitam yang terlihat lembut, Rahang kokoh
Shia menatap sosok pria yang terduduk di ranjang pasien. Mata yang tertutup itu kini terbuka. Pandangan mereka bertemu, netra abu-abu gelap dengan kesan dingin itu menyapanya. Shia cukup tertegun, sosok Dante yang sekarang berada didepannya berbeda dengan tingkah pria itu sebelumnya yang terkesan menyebalkan. “Siapa?” suara serak itu menyadarkan Shia. Dante tidak mengenalinya. “Kau baik-baik saja?” Tanya Shia balik dengan langkah mendekat. Bersamaan dengan tangannya yang menuangkan segelas air dan menyerahkan pada Dante yang masih bersandar pada kepala ranjang. Dante melirik Shia dengan kening berkerut. Maniknya bersitatap dengan manik biru gelap milik Shia. Tentu saja pria itu sadar dirinya kini pasti berada di sebuah rumah sakit dan mengenakan seragam pasien. Namun bagaimana dirinya bisa berada disini. Merasakan tenggorokan yang kering. Dante meraih gelas yang disodorkan oleh Shia dan meminumnya hingga tandas. “Kau ingat ses-“ PRANK “ARGHH” Gelas kaca yang dipegangnya jatuh d
Los Angeles, USBRAK..“ITU BUKAN MAYATNYA!!” teriak seorang pria sambil menggebrak meja kerjanya, membuat dokumen yang tersusun rapi kini berhamburan ke lantai.“Apa kalian bisa menjelaskan apa yang terjadi” Tanya pria itu dengan desisan tajam. Dua orang yang berada didepannya menunduk takut. Saling menyenggol untuk menentukan siapa yang berbicara.“Apa kalian mendadak bisu.” Ucapnya dengan dingin.“I-itu jebakan.. kami dijebak” jawab Frank selaku pemimpin kompotan dengan takut-takut. Pria itu hanya diam seolah menunggu kelanjutan cerita yang ingin didengarnya.“Benarkah? Ceritakan padaku jebakan seperti apa yang dibuat olehnya”“Bom yang kami tembakan pada mobil itu berhasil meledak, saat kami ingin mendekat, tiba-tiba kami semua pingsan dan saat bangun sudah berada didepan gerbang” Ucap Frank dengan badan bergetar.“Kami rasa ia sudah mati tuan. Mo
Setelah mengantar Dante menuju kamar, Shia kini berkutat di dapur, sebenarnya sudah cukup lama dia tidak memasak bagi orang lain, dengan sedikit kaku ia mulai mengaduk telur dengan beberapa potong wortel dan bumbu lalu mendadarnya dilanjutkan dengan cornet. Shia mengangkat dan meyusun keduanya diatas roti tawar. Menuangkan saos dan mayonnaise lalu menutup kembali dengan roti dan memotong roti tersebut menjadi dua bagian berbentuk segitiga. Senyum tipis tertera di bibirnya ketika melihat bentuk sandwice buatannya. Tidak buruk pikirnya.“Kau memasak?” Tanya DanteShia menoleh, menatap Dante yang shirtless hanya menggunakan celana selutut yang baru di belinya tadi. Rambut hitam pria itu terlihat basah begitu pula dengan aliran air yang mengalir membasahi tubuh atletisnya yang memiliki roti sobek disana.‘astaga’ Shia terdasar“Gunakan bajumu” Ucap Shia yang otomatis membalikkan tubuhnya.Dante ters
Di apartemen, Dante duduk di sofa dengan tatapan yang tertuju pada televisi yang menampilkan berita, dia tersenyum tipis begitu melihat berita salah satu keluarga ternama“Dia rajin sekali mencari sensasi” celetuknya asal. Dante mematikan televisi itu, dia berjalan kea rah kamar yang berhadapan dengan kamar miliknya.Tanpa berpikir dua kali Dante membuka pintu kamar itu. “Jadi ini kamarmu, little tigris” gumamnya saat melihat bagian dalam kamar itu.Dante melangkah masuk. Kamar ini terlihat lebih kelam dengan warna dinding abu-abu dan juga beberapa lukisan abstrak yang didominasi warna hitam yang menghiasi dindingnya. Berbeda dengan kamar miliknya yang dilapisi cat dinding putihDante melangkahkan menuju lemari kaca berisi piala yang menarik perhatiannya. Piala penghargaan atas prestasi wanita itu di bidang akademik dan 4 mendali serta belasan piala kejuaraan drift yang di dapat 2 tahun terakhir.Netra abu-abu itu tera
Gerakan Shia yang membongkar belanjaannya terhenti, tatapannya mengambang “Aku tidak lagi memiliki alasan untuk melakukannya” Shia mengedipkan matanya, tersadar jika dia kembali mengingat kenangan lama“Sudahlah, makan saja ini. Aku membelinya di restoran favorit ibuku”Shia membuka kotak makanan di depannya. Lalu memakan pasta itu dengan tenang. Baru satu suapan ucapan Dante justru membuat suapannya terhenti“Dimana ibumu?” Shia mengulas senyum tipis lalu menatap Dante“Di tempat yang jauh”“Kapan terakhir kali kau bertemu dengannya?” Tanya Dante yang tanpa disadar membuka luka lama yang Shia rasakan“enam atau tujuh tahun yang lalu mungkin, aku hampir lupa” Ucap Shia nyaris seperti gumaman“Kau tidak ingin menemuinya?”“Mungkin suatu saat” balas Shia lalu kembali menyuapkan pasta ke mulutnya namun tidak bisa dipungkiri rasa sesak m
Namanya Zedante Algheri Kingston pria yang kini berusia 41 tahun dengan pesona yang mematikan. Namun, mari kita melangkah lebih jauh ke belakang, ke waktu di mana Dante dan Shia pertama kali bersentuhan dalam perjalanan hidup mereka.***20 tahun yang lalu…Suara pelan lonceng gereja memecah keheningan pagi. Dante turun dari mobil dan membuka pintu untuk ibunya dengan sedikit enggan.“Kau ini! Senyum sedikit, meskipun kau tampan tapi wajahmu yang datar itu menakutkan, jangan sampai teman-temanku takut denganmu” Decak Irena melihat ekspresi putranya yang nampak datar seperti para bodyguard mereka.“Mom yang memaksaku kesini” Ucap Dante dengan datar“Itu karena ayahmu diluar negeri” Ucap Irena, Dia merangkul tangan Dante lalu memasuki gerbang gereja tua yang megah.Namun belum sampai kedepan pintu, Irena melepaskan lengan Dante begitu saja dan meninggalkan Dante sendirian “Kau masuk duluan saja” Ucap Irena lalu melangkah menuju kursi taman gereja dan berbicara dengan seorang biarawati d
“Kau marah Love?” Tanya Dante.Shia melirik sekilas melalui cermin lalu memalingkan pandangannya ke arah lain.“Sekarang aku yakin kau benar-benar marah” Ucap Dante seraya menghela napas panjang. Dante mendekat kearah Shia yang duduk di meja rias sambil memoleskan makeup“Love..” Panggil Dante dengan suara yang amat merduShia tidak merespon, dia hanya fokus memoleskan lipstik di bibirnya. Gaun Navy-nya yang semula berganti menjadi dress satin berwarna hitam gelap dengan beberapa ornamen mengkilat yang menghiasi bagian pinggangnya.“Akh” Shia tersentak ketika Dante menggendongnya ala bridal lalu membawanya keluar kamar.“Masih menolak bicara, Love?” Ucap Dante dengan senyuman lebar.“Dasar pemaksa” gumam Shia tanpa melihat wajah Dante.Dante terkekeh “Kau manis sekali saat kesal seperti ini Love”Shia tetap diam, mengabaikan pandangan Dante. Dia merasa sulit untuk menyembunyikan senyuman kecil di bibirnya meskipun hatinya berbisik untuk tetap marah.“Turunkan, aku bisa jalan sendiri”
“Shh… ahh” Shia meringis antara sakit dan nikmat disatu waktu bersamaan. Shia terduduk diatas meja kerja milik Dante dengan Dante yang berdirii dan terus memompa dirinya dibawah sana.“Dante- Stoph..Eum..” Belum selesai Shia berbicara Dante sudah lebih dulu membungkam bibir SHia dengan lumatan singkat lalu ia menarik diri setelah menyematkan mengecup pipi Shia beberapa kali kemudian lanjut menghentak Shia.Shia mengigit bibirnya, menahan desahan saat milik Dante masuk terlalu dalam di inti tubuhnya. Mata biru itu mentap gaun navy yang sudah tergeletak dan robek disana.“D-dante pestanya belum selesai” Ucap Shia saat Dante memperlambat gerakannya“Hmm.. mereka tidak akan menyadari kita menghilang Love” Ucap Dante dengan suara seraknya “Lihat Love, milikmu benar-benar dirancang sempurna untuk aku masuki” Tambahnya sambil menatap kelamin keduanya yang menyatu.Blush..“Dasar mesum” Shia berucap kesal namun wajah Shia memerah total, Shia mengalihkan pandangannya ke samping. Enggan menatap
Mobil putih itu bergerak dengan memutar di sisi lintasan yang menantang. Shia, dengan mahirnya, mengendalikan setiap gerakan mobilnya dengan presisi yang luar biasa. Asap ban dan deru mesin menciptakan suara yang menggetarkan hati para penonton di arena balap. Dante, yang berada di tepi lintasan, menyaksikan Shia dengan mata abu-abu yang menatap penuh kebanggaan. Meskipun awalnya khawatir, dia tidak bisa menahan kekagumannya melihat keahlian Shia dalam melakukan teknik drifting. Setiap belokan dan putaran roda menjadi sebuah tarian yang memukau. “Bukankah istriku luar biasa Alesio” Ucap Dante dengan bangga pada sang anak yang kini berusia 5 tahun. Alesio mendengus, meskipun masih kecil namun sikap Dante benar-benar menurun persis padanya “Dia mamaku” Dalam setiap belokan tajam dan drift spektakuler, Shia terus menunjukkan keterampilannya. Saingan-saingannya sulit mengejar karena mobil putihnya meluncur dengan kecepatan yang sulit dipercaya. Suasana menjadi semakin tegang ketika bal
"Melalui proses pemungutan suara yang demokratis, para pemegang saham dengan bulat hati menyetujui penetapan Ronnie Colins sebagai Presiden Direktur, menggantikan almarhum Robert Clarikson sesuai dengan peraturan nomor 2 yang telah diusulkan.”Prok.. Prok.. Prokk..Suara tepuk tangan menggema merayakan keputusan yang baru saja diumumkan.Cahaya sorot lampu panggung memantulkan kilauan di wajah-wajah para pemegang saham yang merasa yakin bahwa pemilihan Ronnie Colins sebagai Presiden Direktur adalah langkah yang tepat.Ronnie Colins, dengan langkah mantap, berdiri di depan podium. Sorot mata yang tajam dan wibawa dalam setiap langkahnya mencerminkan kepercayaan diri yang dimilikinya.Ronnie mengarahkan pandangannya kesegala sisi hingga terhenti pada satu titik. Sudut bibirnya terangkat dengan senyum miring "Terima kasih atas kepercayaan yang telah diberikan. Saya sangat bersyukur dan berkomitmen untuk membawa perusahaan ini ke arah yang lebih baik, sesuai dengan visi dan misi yang tela
Waktu pemulihan yang seolah begitu cepat terasa seperti mukjizat bagi Dante. Shia dan bayi mereka, Alesio, menjadi simbol keajaiban itu. Setelah melewati masa-masa sulit di ruang perawatan intensif neonatal, Alesio kini berada dalam gendongan hangat Shia. Bayi itu tidak lagi terikat pada tabung inkubator.Dante duduk di samping Shia, matanya penuh kekaguman melihat bayi mungil mereka yang sekarang begitu sehat. Alesio dengan rakus meminum ASI dari ibunya, menunjukkan semangat hidup yang mengagumkan."Dia benar-benar rakus, ya?" Dante berkata dengan senyum di bibirnya.Shia hanya mengangguk setuju, mata biru yang terus memperhatikan putranya yang kecil. Keceriaan dan kebahagiaan menyelinap ke wajahnya meskipun kelelahan masih terlihat di matanya."Hidungnya dan bentuk wajahnya mirip sepertimu, Dante" Shia berkata sambil tersenyum lembut, jari telunjuknya menyentuh lembut permukaan wajah Alesio. "Dia pasti akan tumbuh menjadi anak yang sangat tampan, persis seperti ayahnya.Dante merasa
Setelah menyelesaikan masalah Ilyana. Hari-hari berikutnya menjadi masa-masa yang sulit bagi Dante. Dia tidak pernah meninggalkan ruangan perawatan Shia, selalu berada di sampingnya setiap saat.“Apa kau tidak lelah tidur terus, Love?” Dante mulai bermonolog“Semua orang yang mengincarmu sudah musnah, kita bisa hidup dengan dalam sekarang” Sambung DanteMeskipun ruangan itu penuh dengan suara perangkat medis dan mesin yang memantau, satu-satunya suara yang Dante dengar adalah detak jantung Shia“Aku merindukanmu Love, dan putra kita membutuhkanmu… Dia sangat kecil hingga aku rasa tubuhnya bisa hancur jika kusentuh.”Ruang perawatan intensif neonatal menjadi tempat yang akrab bagi Dante. Bayi kecil yang ia nama Alessio, terhubung dengan berbagai alat bantu pernapasan dan monitor yang memantau setiap detak jantungnya.Meskipun setelah beberapa minggu, Alessio mulai menunjukkan tanda-tanda perkembangan yang positif. Detak jantungnya menjadi lebih stabil, dan dia mulai merespons rangsanga
Dante menatap Ilya yang terikat dengan kondisi yang cukup mengenaskan. Kedua tangannya diborgol dengan rantai yang dingin dan keras. Ruangan gelap itu dipenuhi dengan ketegangan, dan senyuman sinis Ilyana menciptakan aura yang semakin mencekam.“Dante.. Dante..” Ucap Ilyana dengan seringai lebarnya. “Biar kutebak apa Shia sekarat? Atau dia sudah mati?”Plak.Suara tamparan yang keras membuat ruangan itu terdiam sejenak. Dante, tanpa ekspresi wajah, memandang Ilyana dengan tajam. “Jangan sekali-kali menyentuh nama Shia dengan cara seperti itu” ucapnya dengan suara rendah yang penuh dengan ancaman.Ilyana hanya tertawa sinis. “Kau memang selalu terlalu sentimental. Apa yang bisa kau lakukan untuk mencegahku?”Dante menghela nafas, berusaha menahan amarahnya. “Aku sudah memberikan peringatan, Ilyana. Jangan mencampuri Shia dalam permainan kotormu.”Namun, senyuman Ilyana tak kunjung hilang. "Kau tidak bisa menyelamatkannya. Dan tidak ada yang bisa menghentikan rencanaku. Aku sudah mengat
Dante duduk di samping tempat tidur Shia, wajahnya penuh keprihatinan dan kekhawatiran. Dokter keluar dari ruang perawatan dan menghampiri Dante dengan ekspresi serius."Mr. Kingston, kami menemukan sesuatu yang perlu Anda ketahui" ucap dokter nampak tergesa namun penuh kehati-hatian.Dante melirik sang dokter dengan tajam “katakan” Ucapnya"Dalam pemeriksaan lebih lanjut, kami menemukan bahwa Mrs. Kingston memiliki riwayat penyakit jantung. Tidak hanya itu, kami menemukan bahwa dia pernah melakukan operasi jantung" ungkap dokter dengan nada serius.Dante terdiam sejenak, mencerna informasi tersebut. "Operasi jantung?"Seolah paham kebingunan Dante, Dokter menjelaskan lebih lanjut "Beberapa orang memilih untuk menyembunyikan riwayat penyakit mereka, terutama jika itu berkaitan dengan organ vital seperti jantung. Mungkin Mrs. Kingston tidak ingin membuat banyak orang khawatir, terlebih dari data yang kami temukan, operasi itu berlangsung sekitar 7 tahun yang lalu” JelasnyaDante menata