Sebuah kapal berjenis Yacht belayar sejauh 10 Km dari bibir pantai sebuah pulau tak berpenghuni. Orang-orang mungkin akan mengira jika itu hanyalah sebuah kapal yang mengangkut para pelancong namun nyatanya kapal itu mengangkut sekelompok mafia yang paling kuat di benua Eropa. Sang pemimpin mafia, yang dikenal sebagai Zedane, memandang pulau tak berpenghuni itu dengan tajam melalui teropongnya. Wajahnya yang dingin dan tegas mencerminkan otoritasnya yang tak terbantahkan di kalangan mafia Eropa. Angin sepoi-sepoi laut mengibaskan rambut hitamnya yang tergerai di udara “Joker!” Panggil Dante dengan suara tegas, memanggil ketua tim shadow-nya. "Tarik mundur semua bawahan yang ikut. Aku akan ke sana sendiri!" Joker, seorang pria yang telah lama setia kepada Zedane dan mengepalai tim bayangan mereka, merasa tidak yakin dengan keputusan ini. "Tapi Tuan-" kata-kata Joker terpotong saat Dante mengarahkan ponselnya pada Joker. “Dia mengundangku untuk datang” Serunya. Layar ponsel Dante me
"Shia..." Panggilan itu membangunkan Shia dari dunianya yang penuh mimpi. Perlahan, dia membuka matanya dan menemukan sosok Robert duduk di sebelah ranjangnya, menggenggam erat tangannya. Senyum tulus terukir di bibir lelaki itu, membawa rasa ketenangan. “Daddy?” Shia bergumam, matanya bertemu dengan mata penuh kasih dari Robert. Dia merasakan kehangatan dan kehadiran ayahnya yang selalu setia. “Ya, Shia, ini daddy. Daddy tidak memiliki banyak waktu dan selalu menunggumu bangun.” Ucap Robert sambil lembut mengusap rambut putrinya. Shia mencoba memahami kata-kata itu. “Di mana Dante?” Meskipun tubuhnya terasa sakit, Shia berusaha bangkit, ingin tahu tentang keadaan saudaranya. Kesadarannya menyadari bahwa dirinya berada di rumah sakit. Robert masih dengan senyumnya yang lembut menjawab “Dia baik-baik saja, dan Shia, hiduplah dengan baik. Kau masih muda, dan hidupmu panjang. Maafkan Daddy untuk semua yang telah terjadi.” Ucapannya membuat kening Shia mengernyit, mencoba memahami mak
“Jadi… kapan kita kembali ke Milan?” Desak Shia. Sudah selama 2 hari dia terus mengajak Dante untuk ke Milan dan menemui Robert disana namun Dante selalu menolak dengan alasan jika Shia masih belum sehat. Dante nampak menimbang. Shia bisa merasakan bahwa ada sesuatu yang disembunyikan Dante, terutama mengenai keadaan kesehatan ayahnya itu. “Mengapa kau terus menyembunyikan sesuatu dariku, Dante?” Tanya Shia “Dia masih sekarat?” Sambungnya Dante menghela napas lalu menatap netra biru Shia “Kita ke Milan besok” Ucapnya dengan senyum tipis lalu meninggalkan Shia dikamar pasien “Jaga Istriku!” Perintah Dante pada Ero yang berjaga didepan kamar Shia “Baik Tuan” Ucapnya patuh Dante terus melangkah dengan hati-hati di lorong rumah sakit yang sunyi. Suasana rumah sakit yang penuh dengan aroma obat dan keheningan. Dante memang mengamankan kondisi rumah sakit. Memberikan keamanan ketat agar tidak ada orang lain yang bisa menembusnya. Jari-jari besarnya memainkan handphone, menghubungkan p
"Kau bahkan lebih payah dari pengecut itu, Robert,” serunya pelan, lalu melangkah mengikuti Shia yang berjalan di depannya. Dante memutar langkahnya dengan langkah panjang, mencoba mengejar Shia yang terus melaju cepat, meninggalkannya dalam kegelapan pemakaman. Kabut tipis mulai menyelimuti kawasan tersebut, memberikan nuansa yang semakin suram pada suasana yang sudah sendu. “Love...” panggil Dante pelan, mencoba menembus keheningan yang mendominasi tempat itu. Shia tetap diam, langkahnya tetap mantap, seolah-olah tak terpengaruh oleh panggilan Dante. “Love...” Panggilan Dante untuk yang kedua kalinya tak dihiraukan oleh Shia. “Arshia Clarikson.” Langkah Shia tiba-tiba terhenti, dan dengan wajah sebamnya, dia menatap Dante dengan ekspresi datar. “Jangan mengikutiku, Zedane” ucap Shia dengan suara serak. “Aku butuh waktu sendiri,” lanjutnya. “Tidak mau. Istriku sedang sedih, bukankah keterlaluan jika aku meninggalkannya sendiri?” tanya Dante dengan entengnya, hingga membuat Shia h
Tawa canggung pecah dari bibir Shia, suara getaran tawa yang mencerminkan campuran kebingungan, kekecewaan, dan bahkan sedikit ketakutan. Shia merenung, menyadari bahwa ia telah terlibat dalam permainan yang jauh lebih besar daripada yang dia duga. "Zedante Algheri Kingston.." bisiknya, meresapi fakta bahwa Dante adalah pemimpin mafia yang sangat berpengaruh yang terlibat dalam tragedy kelamnya. Mata biru itu memandang ke langit-langit mansion, mencoba mencerna semua informasi yang baru saja ia terima. "Maaf, Liam," bisiknya sambil menutup mata Saat kelopak itu tertutup, sebulir air mengalir, meninggalkan jejak lurus dari mata hingga pipinya. Shia menghapus air matanya dengan punggung tangannya, membayangkan wajah Liam yang kini telah pergi. Rasa cintanya pada Dante, yang dulunya hanya sekadar perasaan tak terucapkan, kini terasa begitu dalam dan rumit. “Hello Arshia” Shia menoleh kearah pintu. Di sana berdiri seorang wanita dengan tatapan datar, tidak ada raut ramah sama sekali
“Goodbye, bitch” ucap Shia tanpa belas kasihan, mengakhiri drama menyebalkan dalam hidupnya. Ledakan suara tembakan dan tubuh Lina yang roboh mengakhiri segala intrik yang telah membelit mereka. “Sekarang giliranmu” Ucap Shia sambil mengarahkan pistol itu pada Dante. “Lakukan Love” ucap Dante pasrah dengan senyum tulus yang melekat di wajahnya. Matanya yang berwarna abu-abu menatap lurus ke arah Shia yang dingin. Tidak satu pun ekspresi terbaca di wajah Shia. Pandangannya seolah tidak mencerminkan emosi apa pun. "Aku mencintaimu... selalu," ujar Dante, membuat tangan Shia yang memegang senjata itu gemetar. Shia menahan napas, tangan kanannya menegang di sekitar pegangan senjata. Hatinya berdebar-debar, dan ia merasakan kehampaan di dalam dirinya. Mungkin, di balik wajah dinginnya, ada kebingungan yang sulit terungkap. Wajah Dante yang tenang seolah menjadi kontras dari ketegangan di udara. "Tembak aku Love" ucapnya lagi dengan nada lembut Tangan Shia masih mencengkram erat pistol
Di luar Shia menatap mansion Clarikson dengan perasaan yang rumit dan bercampur aduk. Langit senja memberikan sentuhan dramatis pada pemandangan yang seakan mengiringi momen perpisahan ini. “Selamat tinggal…” gumam Shia, suaranya terbawa angin seolah menjadi bagian dari pesan perpisahan yang terukir dalam kenangan. Mansion Clarikson, saksi bisu dari kisah rumit kehidupannya yang kini berakhir. Seiring langkah Shia menjauh, beban berat yang telah menekannya selama ini mulai terasa terangkat. Lega merayap ke dalam hatinya, seperti melepaskan diri dari belenggu masa lalu. Dante menyusul di belakangnya, menggandeng erat tangan Shia. “Aku akan membuatmu bahagia, Love. Aku jamin itu.” ucap Dante dengan penuh keyakinan, matanya penuh dengan tekad. “Ah, aku terlambat” ucapnya, sebuah penyesalan terpancar dari sorot matanya. Kehadiran Paman Ronnie yang muncul dari arah depan gerbang menggugah atmosfer “Kau memang selalu terlambat, Ron,” jawab Dante dengan santai, mencoba meredakan ketegang
Valencia, Spanyol. Bangunan berlantai dua berdiri megah diatas lahan ratusan hektar. Sebuah mansion dikelilingi pepohoan rindang dan hijau. Ada banyak jenis pohon buah dan bunga yang terpetak dengan rapi. 10 meter dari pintu utama mansion terdapat sebuah air mancur dan lampu-lampu benderang yang menambah kesan kemegahan. Sebuah mobil hitam berhenti didekat pelataran. Mobil itu berhenti kemudian Pintu mobil terbuka, menampakan sosok Dante dan keluar bersama Shia. Kedatangan mereka disambut dengan Bela, kepala pelayan mansion. “Selamat datang Tuan dan Nyonya” Sapa Bela dengan ramah Bela memang sudah mengatakan jika dia akan terus mengabdi pada keluarga Kingston karena itu Bela ikut bersama mereka menempati kediaman baru, kediaman yang tenang dan hanya diisi oleh beberapa orang terpilih. “Bela” Shia memeluk Bela dengan erat sebelum kegiatan itu terintrupsi karena Dante yang langsung menariknya “Kau memeluknya terlalu lama” Ucap Dante dengan nada agak kesal. Shia mendengus tanpa memp
Namanya Zedante Algheri Kingston pria yang kini berusia 41 tahun dengan pesona yang mematikan. Namun, mari kita melangkah lebih jauh ke belakang, ke waktu di mana Dante dan Shia pertama kali bersentuhan dalam perjalanan hidup mereka.***20 tahun yang lalu…Suara pelan lonceng gereja memecah keheningan pagi. Dante turun dari mobil dan membuka pintu untuk ibunya dengan sedikit enggan.“Kau ini! Senyum sedikit, meskipun kau tampan tapi wajahmu yang datar itu menakutkan, jangan sampai teman-temanku takut denganmu” Decak Irena melihat ekspresi putranya yang nampak datar seperti para bodyguard mereka.“Mom yang memaksaku kesini” Ucap Dante dengan datar“Itu karena ayahmu diluar negeri” Ucap Irena, Dia merangkul tangan Dante lalu memasuki gerbang gereja tua yang megah.Namun belum sampai kedepan pintu, Irena melepaskan lengan Dante begitu saja dan meninggalkan Dante sendirian “Kau masuk duluan saja” Ucap Irena lalu melangkah menuju kursi taman gereja dan berbicara dengan seorang biarawati d
“Kau marah Love?” Tanya Dante.Shia melirik sekilas melalui cermin lalu memalingkan pandangannya ke arah lain.“Sekarang aku yakin kau benar-benar marah” Ucap Dante seraya menghela napas panjang. Dante mendekat kearah Shia yang duduk di meja rias sambil memoleskan makeup“Love..” Panggil Dante dengan suara yang amat merduShia tidak merespon, dia hanya fokus memoleskan lipstik di bibirnya. Gaun Navy-nya yang semula berganti menjadi dress satin berwarna hitam gelap dengan beberapa ornamen mengkilat yang menghiasi bagian pinggangnya.“Akh” Shia tersentak ketika Dante menggendongnya ala bridal lalu membawanya keluar kamar.“Masih menolak bicara, Love?” Ucap Dante dengan senyuman lebar.“Dasar pemaksa” gumam Shia tanpa melihat wajah Dante.Dante terkekeh “Kau manis sekali saat kesal seperti ini Love”Shia tetap diam, mengabaikan pandangan Dante. Dia merasa sulit untuk menyembunyikan senyuman kecil di bibirnya meskipun hatinya berbisik untuk tetap marah.“Turunkan, aku bisa jalan sendiri”
“Shh… ahh” Shia meringis antara sakit dan nikmat disatu waktu bersamaan. Shia terduduk diatas meja kerja milik Dante dengan Dante yang berdirii dan terus memompa dirinya dibawah sana.“Dante- Stoph..Eum..” Belum selesai Shia berbicara Dante sudah lebih dulu membungkam bibir SHia dengan lumatan singkat lalu ia menarik diri setelah menyematkan mengecup pipi Shia beberapa kali kemudian lanjut menghentak Shia.Shia mengigit bibirnya, menahan desahan saat milik Dante masuk terlalu dalam di inti tubuhnya. Mata biru itu mentap gaun navy yang sudah tergeletak dan robek disana.“D-dante pestanya belum selesai” Ucap Shia saat Dante memperlambat gerakannya“Hmm.. mereka tidak akan menyadari kita menghilang Love” Ucap Dante dengan suara seraknya “Lihat Love, milikmu benar-benar dirancang sempurna untuk aku masuki” Tambahnya sambil menatap kelamin keduanya yang menyatu.Blush..“Dasar mesum” Shia berucap kesal namun wajah Shia memerah total, Shia mengalihkan pandangannya ke samping. Enggan menatap
Mobil putih itu bergerak dengan memutar di sisi lintasan yang menantang. Shia, dengan mahirnya, mengendalikan setiap gerakan mobilnya dengan presisi yang luar biasa. Asap ban dan deru mesin menciptakan suara yang menggetarkan hati para penonton di arena balap. Dante, yang berada di tepi lintasan, menyaksikan Shia dengan mata abu-abu yang menatap penuh kebanggaan. Meskipun awalnya khawatir, dia tidak bisa menahan kekagumannya melihat keahlian Shia dalam melakukan teknik drifting. Setiap belokan dan putaran roda menjadi sebuah tarian yang memukau. “Bukankah istriku luar biasa Alesio” Ucap Dante dengan bangga pada sang anak yang kini berusia 5 tahun. Alesio mendengus, meskipun masih kecil namun sikap Dante benar-benar menurun persis padanya “Dia mamaku” Dalam setiap belokan tajam dan drift spektakuler, Shia terus menunjukkan keterampilannya. Saingan-saingannya sulit mengejar karena mobil putihnya meluncur dengan kecepatan yang sulit dipercaya. Suasana menjadi semakin tegang ketika bal
"Melalui proses pemungutan suara yang demokratis, para pemegang saham dengan bulat hati menyetujui penetapan Ronnie Colins sebagai Presiden Direktur, menggantikan almarhum Robert Clarikson sesuai dengan peraturan nomor 2 yang telah diusulkan.”Prok.. Prok.. Prokk..Suara tepuk tangan menggema merayakan keputusan yang baru saja diumumkan.Cahaya sorot lampu panggung memantulkan kilauan di wajah-wajah para pemegang saham yang merasa yakin bahwa pemilihan Ronnie Colins sebagai Presiden Direktur adalah langkah yang tepat.Ronnie Colins, dengan langkah mantap, berdiri di depan podium. Sorot mata yang tajam dan wibawa dalam setiap langkahnya mencerminkan kepercayaan diri yang dimilikinya.Ronnie mengarahkan pandangannya kesegala sisi hingga terhenti pada satu titik. Sudut bibirnya terangkat dengan senyum miring "Terima kasih atas kepercayaan yang telah diberikan. Saya sangat bersyukur dan berkomitmen untuk membawa perusahaan ini ke arah yang lebih baik, sesuai dengan visi dan misi yang tela
Waktu pemulihan yang seolah begitu cepat terasa seperti mukjizat bagi Dante. Shia dan bayi mereka, Alesio, menjadi simbol keajaiban itu. Setelah melewati masa-masa sulit di ruang perawatan intensif neonatal, Alesio kini berada dalam gendongan hangat Shia. Bayi itu tidak lagi terikat pada tabung inkubator.Dante duduk di samping Shia, matanya penuh kekaguman melihat bayi mungil mereka yang sekarang begitu sehat. Alesio dengan rakus meminum ASI dari ibunya, menunjukkan semangat hidup yang mengagumkan."Dia benar-benar rakus, ya?" Dante berkata dengan senyum di bibirnya.Shia hanya mengangguk setuju, mata biru yang terus memperhatikan putranya yang kecil. Keceriaan dan kebahagiaan menyelinap ke wajahnya meskipun kelelahan masih terlihat di matanya."Hidungnya dan bentuk wajahnya mirip sepertimu, Dante" Shia berkata sambil tersenyum lembut, jari telunjuknya menyentuh lembut permukaan wajah Alesio. "Dia pasti akan tumbuh menjadi anak yang sangat tampan, persis seperti ayahnya.Dante merasa
Setelah menyelesaikan masalah Ilyana. Hari-hari berikutnya menjadi masa-masa yang sulit bagi Dante. Dia tidak pernah meninggalkan ruangan perawatan Shia, selalu berada di sampingnya setiap saat.“Apa kau tidak lelah tidur terus, Love?” Dante mulai bermonolog“Semua orang yang mengincarmu sudah musnah, kita bisa hidup dengan dalam sekarang” Sambung DanteMeskipun ruangan itu penuh dengan suara perangkat medis dan mesin yang memantau, satu-satunya suara yang Dante dengar adalah detak jantung Shia“Aku merindukanmu Love, dan putra kita membutuhkanmu… Dia sangat kecil hingga aku rasa tubuhnya bisa hancur jika kusentuh.”Ruang perawatan intensif neonatal menjadi tempat yang akrab bagi Dante. Bayi kecil yang ia nama Alessio, terhubung dengan berbagai alat bantu pernapasan dan monitor yang memantau setiap detak jantungnya.Meskipun setelah beberapa minggu, Alessio mulai menunjukkan tanda-tanda perkembangan yang positif. Detak jantungnya menjadi lebih stabil, dan dia mulai merespons rangsanga
Dante menatap Ilya yang terikat dengan kondisi yang cukup mengenaskan. Kedua tangannya diborgol dengan rantai yang dingin dan keras. Ruangan gelap itu dipenuhi dengan ketegangan, dan senyuman sinis Ilyana menciptakan aura yang semakin mencekam.“Dante.. Dante..” Ucap Ilyana dengan seringai lebarnya. “Biar kutebak apa Shia sekarat? Atau dia sudah mati?”Plak.Suara tamparan yang keras membuat ruangan itu terdiam sejenak. Dante, tanpa ekspresi wajah, memandang Ilyana dengan tajam. “Jangan sekali-kali menyentuh nama Shia dengan cara seperti itu” ucapnya dengan suara rendah yang penuh dengan ancaman.Ilyana hanya tertawa sinis. “Kau memang selalu terlalu sentimental. Apa yang bisa kau lakukan untuk mencegahku?”Dante menghela nafas, berusaha menahan amarahnya. “Aku sudah memberikan peringatan, Ilyana. Jangan mencampuri Shia dalam permainan kotormu.”Namun, senyuman Ilyana tak kunjung hilang. "Kau tidak bisa menyelamatkannya. Dan tidak ada yang bisa menghentikan rencanaku. Aku sudah mengat
Dante duduk di samping tempat tidur Shia, wajahnya penuh keprihatinan dan kekhawatiran. Dokter keluar dari ruang perawatan dan menghampiri Dante dengan ekspresi serius."Mr. Kingston, kami menemukan sesuatu yang perlu Anda ketahui" ucap dokter nampak tergesa namun penuh kehati-hatian.Dante melirik sang dokter dengan tajam “katakan” Ucapnya"Dalam pemeriksaan lebih lanjut, kami menemukan bahwa Mrs. Kingston memiliki riwayat penyakit jantung. Tidak hanya itu, kami menemukan bahwa dia pernah melakukan operasi jantung" ungkap dokter dengan nada serius.Dante terdiam sejenak, mencerna informasi tersebut. "Operasi jantung?"Seolah paham kebingunan Dante, Dokter menjelaskan lebih lanjut "Beberapa orang memilih untuk menyembunyikan riwayat penyakit mereka, terutama jika itu berkaitan dengan organ vital seperti jantung. Mungkin Mrs. Kingston tidak ingin membuat banyak orang khawatir, terlebih dari data yang kami temukan, operasi itu berlangsung sekitar 7 tahun yang lalu” JelasnyaDante menata