Aku memutuskan untuk menyembunyikan peristiwa tidak menyenangkan dengan Damien dari Richard, tidak ada maksud apa-apa, hanya karena tak ingin masalah ini menjadi semakin besar dan Richard salah paham jika tahu aku bertemu dengan Damien, meski tak ada kesengajaan sama sekali. Richard juga tak bertanya kenapa aku tidak mengirimkan langsung bekal makan siang ke kantornya. Dia hanya bilang bahwa aku masih harus membawa bekal makan siang seperti biasa saat ke tempat dia bekerja. "Sepertinya aku sudah terlalu terbiasa makan masakanmu, Jeany. Jadi aku sekarang tidak bisa kalau harus makan makanan lain saat makan siang," ucapnya. Hal itu tentu saja membuat aku luluh dan menyingkirkan rasa takut jika harus bertemu Damien di rumah sakit seperti yang terjadi sebelumnya. Untungnya, besoknya saat aku mengirim bekal ke rumah sakit, dengan ditemani Mayes karena aku masih takut bertemu Damien, semuanya aman-aman saja. "Selamat siang, Nyonya. Mengantarkan makan siang untuk tuan Dante?"Security
Damien yang mendapat ancaman seperti itu dari Richard bukannya terlihat ketakutan, malah tertawa terbahak-bahak. "Apakah kamu berani melukaiku di sini? Bukankah kamu hanya akan membuat istrimu yang lembut ini ketakutan dan lari?" tantangnya, meraih tanganku dengan kasar lalu menarikku keluar dari mobil. Damien mencengkeram pipiku erat-erat dan menghadapkan wajahku ke arah Richard, seakan-akan sedang menunjukkan kepadaku bagaimana wajah asli seorang Dante Richardo. "Apa maksudmu?"Richard berjalan mendekat dengan lebih cepat, terlihat sekali bagaimana dia tampak sangat tidak nyaman dengan perlakuan Damien padaku. "Yah, apa kamu mengira aku tidak tahu kalau kamu selama ini menyembunyikan kekejamanmu di depan saudaraku yang sangat baik hati ini, tuan Dante Richardo? Bukankah kamu selalu menampakkan topeng pria baik selama di depannya?" ejeknya lagi sambil tertawa sinis, tangan yang satunya masih dia gunakan untuk mencengkeram pipiku sementara tangan yang lain menahan badanku agar tid
Dua hari ini aku berhenti mengirim bekal makan siang kepada Richard. Aku terus kepikiran dengan kata-kata Damien, sehingga menghindari Richard. Namun, setelah tiga hari berlalu, aku akhirnya luluh dengan semua sikap manis Richard dan mulai sedikit melupakan ucapan Damien. "Aku merasa bersalah sudah menghindari dia dan tidak mengirim bekal makan siang padanya. Bukankah dia bilang kalau tidak bisa makan kecuali makanan buatanku?"Berpikir seperti itu, aku pun mulai membuatkan bekal makan siang untuk Richard dan mengirim pesan padanya. [Suamiku, aku akan datang ke rumah sakit mengirim bekal makan siang. Boleh?]Begitu pesan terkirim, pada saat itu juga, Richard langsung menjawab. [Boleh, aku tunggu.]Aku segera tersenyum saat membaca jawabannya. Lega karena sepertinya Richard tidak marah padaku meski aku telah menghindari dirinya beberapa hari ini. Ketika hendak menaruh ponsel, Richard tiba-tiba menelepon. "Hah? Kenapa? Apa dia berubah pikiran?" gumamku, tiba-tiba takut. Setelah
"Richard!"Aku segera berlari masuk tanpa memedulikan apa pun. Sampai di dalam, aku hanya menatap kosong pada pria yang duduk di depanku. Tepatnya, ke arah lengannya teriuka parah dan dia tidak bisa bergerak."Kamu mungkin akan mengatakan bahwa lukamu bukanlah masalah besar." Suara kecil dan tipisku bergema di seluruh kantor.Berbeda denganku, yang memandang keadaan Richard dengan tubuh gemetar, wajah Richard, dengan punggung bersandar di sofa setelah menerima perawatan, tampak sangat rileks."Kamu pasti akan bilang tidak apa-apa, meskipun kamu tidak bisa menggunakan tanganmu samasekali," lanjut ku dengan suara bergetar. Richard belum membicarakan apa pun, tapi aku sudah merasa putus asa dengan keadaan suamiku yang terluka. Kakiku bahkan gemetar dan badanku terhuyung-huyung. "Bagaimana bisa.... "Hatiku berdenyut sakit melihat banyaknya darah yang berceceran, seberapa parah lukanya? Aku benar-benar khawatir. Richard yang memperhatikanku dengan tenang, membuat senyuman indah yan
Pipiku merona mendengar ucapan Richard itu dan memegang tangannya."Tetap saja rasanya pasti sakit, lain kali tolong hati-hati, oke?" pintaku dengan mata sembab."Tidak apa-apa bagiku sakit seperti ini, Jeany. Tapi ini mungkin akan menjadi masalah bagimu,"ucapnya, yang membuat aku bingung. "Masalah untukku? Apa maksudmu, Rich?"Richard menghela napas panjang dan berkata. "Yah, kamu tahu. Meski sudah terluka seperti ini, aku masih harus bekerja, dan, bekerja sendirian dalam kondisi ini rasanya sangat sulit."Mata Richard beralih ke meja dekat ranjang yang disulap menjadi meja kantor dan di atasnya ada tumpukan dokunmen yang belum diproses.Aku yang juga melihat ke arah mana Richard menatap, mengepalkan tinjuku dan melompat."Jangan khawatir, aku akan membantumu," ucapku dengan percaya diri. Tidak ada yang tidak bisa dia lakukan untuknya selama ini, sudah waktunya dia membalas kebaikan Richard. "Ayo duduk. Aku akan menyerahkan kertasnya padamu," ujarku lagi, membantu dia untuk dud
Aku dengan cepat menundukkan kepala dan menatap kosong ke Iantai marmer. Merasa tindakan Richard ini cukup tidak wajar. "Jeany. Menurutku tidak akan mudah bagiku untuk mandi sendirian dalam kondisi seperti ini, jadi tolong panggilkan suster."Richard membahas hal itu lagi padaku yang masih linglung.Menyadari bahwa dia tidak memintaku untuk memandikannya, aku dengan pelan mengangguk dan memegang bel dengan tanganku. Ada masalah juga dengan hal ini.Setelah memikirkan tentang apa yang akan terjadi segera setelah aku menekan bel danmemanggil suster, tatapanku berubah teguh dan berkata. "Jadi kamu akan memamerkan seluruh tubuh telanjangmu kepada wanita lain?" tanyaku dengan suara bergetar. Seperti tak menyadari kecemburuan yang begitu besar dalam diriku, Richard malah tersenyum santai. "Aku tidak mengatakan saya akan memperlihatkan seluruh tubuh telanjangku kepada suster, tetapi aku harus melepas pakaianku untuk mandi, Jeany."Richard menjawab dengan suara tenang, tapi itu hanya me
Saat jakun Richard bergerak naik turun, jantungku berdetak kencang. Apa yang dia inginkan darinya saat ini sudah sangat jelas.Itu tidak terasa memaksa atau apa pun, tapi itu adalah perintah yang tidak bisa kuyolak.Saat tanganku meraih handuk yang jatuh lagi, Richard segera menghentikannya."Dengan tanganmu, Jeany. Gosok dengan tanganmu."Pria berwajah dewa Yunani meminta.Meskipun ada sedikit getaran di pupil mataku, aku menurunkan tanganku sambil menataplurus ke matanya.Otot perut bagian bawah Richard menegang. Melihat itu, panas menyebar ke seluruh tubuhku. Ternyata tubuhku juga sangat menginginkannya. Richard membuatku terengah-engah dan bahkan membuatjy basah, mencapainkedalaman tersembunyi yang tidak bisa dijangkau oleh air yang menetes ke seluruh tubuh kami. Anehnya, hal itu bisa terjadi tanpa Richard menggerakkan lengannya yang terluka. ***Lampu di kantor Richard belum padam hingga jarum jam menunjukkan angka lebih dari tiga.Proyek perdagangan yang baru diluncurkan
Richard sangat senang karena Jeany terus menerus menunjukkan perhatiannya saat lengan Richard terluka, karena itu Richard terus bertahan dengan pura-pura terluka di depan Jeany, sehingga dia bisa terus merasakan dimanja oleh istrinya yang cantik itu. Apalagi saat Jeany mendengar rumor bahwa yang menyerang Richard adalah Damien, saudara tirinya, sehingga membuat Jeany, yang sepertinya merasa bersalah, akhirnya memperlakukan Richard dengan lebih baik. Semuanya terasa sempurna. Namun, ada masalah. Itu karena Jeany menolak bercinta dengannya. "Tidak, tidak bisa, Rich. Lenganmu sedang terluka, Sayang. Aku tidak mau memperparah lukanya dengan memaksamu bercinta. Kamu ingat saat di kamar mandi waktu itu? Aku terus merasa bersalah karena membiarkan dirimu bercinta denganku. Jadi tidak bisa, sampai kamu sembuh total."Jeany yang lembut itu menolak dengan tegas permintaan Richard untuk bercinta sehingga Richard benar-benar frustasi. "Ayolah, Sayang. Hanya dengan satu lengan, aku bisa men
Luana tak punya pilihan lain selain berjalan di belakang pria tersebut seraya menatap punggung lebar Venus dengan helaan napas panjang. Semoga Kyle tahu hal ini, bahwa Venus tak ada sama sekali keinginan merebut dirinya dari pria itu. Sementara itu, Raven yang melihat interaksi akrab antara Venus dan Luana, mengira bahwa tunangan Luana adalah Venus. Bahunya seketika lunglai saat tahu bahwa tunangan gadis yang sangat dicintainya tersebut adalah bukan orang biasa, melainkan bos mereka sendiri. "Ternyata jarak antara kita begitu jauh, Luana. Aku benar-benar menyerah untuk mendapatkan dirimu," desahnya dengan putus asa. "Bersaing dengan Tuan Venus adalah hal yang sangat tidak mungkin," bisiknya kehilangan harapan. Raven tidak tahu bahwa tunangan Luana bukanlah Venus, melainkan pria yang menjadi pewaris utama Zeus Grup. Kalau Raven tahu hal itu, mungkin dia akan pingsan seketika karena shock. Mereka akhirnya selesai mengumpulkan cerita-cerita pegawai hotel tentang munculnya ha
Setelah persiapan event selesai, Venus mengajak Luana, Raven dan Melinda untuk rapat mengenai perkembangan penyelidikan mereka. Kali ini karena cuaca sore yang hangat Venus mengajak mereka bertiga berkumpul di sebuah kafe yang nyaman dan enak digunakan untuk rapat. Luana menyembunyikan kelelahannya karena bertengkar dengan Kyle dan bersikap seperti biasa karena dia harus profesional membagi antara perasaan pribadi dan pekerjaan. Baru kali ini dia bekerja selelah ini, saat di kantor pusat, segalanya diurus Rion sehingga dia banyak santainya. Luana baru sadar bahwa pekerjaannya selama ini terlalu santai dan mudah, itu semua pasti karena campur tangan Kyle. Mengingat nama Kyle hanyanmembuat gadis itu menarik napas panjang. Dia tahu Kyle secemburuannitu sejak SMA, tapi saat ini jiwa dan raga Luana sedang sangat lelah dan terjadilah pertengkaran seperti siang tadi. Lalu sekarang, dia bahkan tidak punyanwaktu untuk berbicara dengan Kyle.karena langsung harus meeting dengan tim
"Kamu kok begitu, sih, Lun?" Kyle tahu-tahu menelepon Luana saat Gadis itu baru pulang dari keluar bersama Raven. "Apa maksudnya, Kyle?" Luana bertanya dengan sedikit tersinggung. Dia habis dimarahi oleh Pak Alex karena ada beberapa barang yang keliru sehingga saat ini terburu-buru keluar lagi membeli barang yang tepat. Namun, di tengah perjalanan menuju keluar hotel, Kyle malah terus menelepon dirinya. Luana sudah memberi tahu untuk menunggu nanti saja karena sedang benar-benar sibuk, meminta Kyle untuk menunda menelepon karena Luana tak ingin diomeli untuk yang kedua kalinya, tapi Kyle terus menerus menelepon Luana meski di reject oleh gadis itu. "Kok kamu sekarang kayak gini, sih, ke aku?" Pertanyaan sinis dari Kyle, membuat Luana mengerutkan keningnya. "Ha? Ada apa, Kyle? Kenapa tiba-tiba kamu kayak gini?" Luana bertanya sambil membuka pintu mobil taksi yang tadi dia pesan lalu duduk di kursi belakang. Gadis itu menempelkan ponsel di sebelah telinga saat mobil yang di
"Lepaskan aku." Kyle menggeram, menepis kasar tangan Leanna dan menatap tajam ke arah gadis itu agar tidak menghalangi jalannya. Pria itu masih menahan diri untuk tidak menyingkirkan tubuh Leanna karena masih ingat bahwa bagaimana pun juga dia adalah teman masa kecilnya. Leanna balas memegang erat lengan Kyle dan menggeleng tegas. "Aku nggak mau. Kamu harus diobati. Semarah apa pun kamu, kamu nggak boleh melukai diri sendiri seperti ini, Kyle." Gadis itu menatap Kyle dengan ekspresi serius, menyeret tubuh Kyle agar kembali masuk ke dalam ruangan. "Aku nggak peduli. Jangan halangi aku!" sergah Kyle dengan tatapan tajam. Leanna mengabaikan protes dari Kyle dan terus tak menyerah untuk menyeret pria itu ke dalam ruangan. "Tuan Muda, tenangkan diri Anda lebih dulu, Leanna benar, luka Anda harus diobati." Rion yang berjalan di samping Kyle ikut membujuk. "Lakukan nanti setelah aku membunuh pria tua berengsek itu!" seru Kyle dengan marah. Leanna segera mengencangkan pegangannya
Apakah pria itu membuntuti Luana dan sekarang... sekarang ketika gadis itu jauh darinya, dia sudah berhasil mengambil hati Luana dan mereka keluar berdua?! Ternyata mengikat Luana dengan cincin pasangan tidak berhasil membuat gadis itu anteng sedikit saja. Belum seminggu bekerja, dia sudah jalan dengan mantannya saat SMA?! "Berengsek!" Mata Kyle menatap nyalang ke segala arah untuk mencari pelampiasan atas sesak di dadanya ini. Namun, tiba-tiba Rion masuk dan sangat terkejut ketika melihat dinding yang berlubang dengan ponsel milik Kyle yang berserakan di bawahnya. "T-Tuan Muda, ada apa ini?! Apakah ada sesuatu yang terjadi?!" Rion seketika panik dan membuang kopi yang ia pegang, berlari mendekat ke arah Kyle yang kondisinya acak-acakan. "Tidak. Tidak ada." Kyle menggeleng-geleng dengan kedua tangan bertumpu di meja dan memegang kepalanya. Dia memberi isyarat kepada Rion bahwa tak ada yang perlu dikhawatirkan Rion duduk di kursi yang ada di depan meja Kyle dan terus
"Tapi, saya merasa ada yang janggal karena kami semua disuruh diam tentang ketidak tahuan kami di mana keberadaan tempat kerja baru kakak. Kenapa kami tidak boleh tahu? Itulah hal yang terus mengganggu pikiran saya di saat seperti itu, muncul rumor bahwa ada hantu di hotel." Setelah mengatakan hal itu, Melinda menatap mereka bertiga satu persatu. "'Saya dengar desas desus kalau kalian semua sedang menyelidiki hantu itu dan membawa-bawa kasus kakak saya sehingga memutuskan untuk bergabung dengan kalian, meski besok keluarga kami harus mengembalikan uang pesangon itu, saya siap." "Baiklah. Kamu diterima masuk ke dalam tim kami," ucap Venus dengan santai. "Mulai besok, kamu akan bergabung bersama kami mengusut hal ini, jika kontribusimu ini berhasil mengantarkan kami keluar dari krisis turunnya omzet hotel, kami akan memberimu imbalan yang pantas," lanjut Venus, mengabaikan tatapan protes dari dan Raven. "Terima kasih, Tuan. Saya tidak mengharap imbalan apa pun, hanya ingin
"Apa? Jadi ... pegawai perempuan itu tidak pindah, tapi hilang?" Pertanyaan dari Luana, dibalas anggukan oleh perempuan tua yang merupakan ibu dari office girl tersebut. Hening mengitari mereka semua, sibuk dengan pikiran masing-masing karena misteri yang semakin membingungkan ini. "Kenapa di keterangan tentang dirinya tertulis keluar karena pindah?" bisik Raven kepada dirinya sendiri. Awalnya, mereka bertiga mengira seperti apa yang dikatakan oleh Raven tadi pagi, bahwa hantu itu mungkin saja hantu jadi-jadian, ulah pegawai perempuan yang keluar dari pekerjaannya. Namun, memang dipikirkan kembal hal itu tidaklah masuk akal. Atas dasar apa office girl melakukan hal tak masuk akal seperti itu? Kecuali kalau dia punya dendam tertentu. Sialnya semua dugaan itu dimentahkan oleh keterangan dari ibu sang office Girl bahwa ternyata putrinya hilang semenjak dikabarkan pindah itu. Ketiga orang itu keluar dari rumah mantan pegawai hotel mereka tanpa mendapatkan apa pun kecuali k
Mata Raven berbinar cerah mendengar pertanyaan Luana. "Bagaimana Anda tahu? Wah, Anda benar-benar hebat! Seperti yang diharapkan dari keluarga besar Zeus!" seru Raven dengan ekspresi kagum, yang membuat Luana memandang pria itu dengan putus asa. "Bukan. Tapi, aku mau kasih tahu, kalau apa yangada di pikiran kamu itu semua salah, Raven. Aku bukan seperti yang kamu pikirkan, dan aku bukan adik perempuan Kyle yang sedang menyembunyikan status konglomeratnya! Bukan! Ngapain aku melakukan hal itu? Itu benar-benar konyol!"Luana berteriak-teriak karena benar-benar putus asa memberi penjelasan kepada pria polos di depannya ini. "Ah, Anda pasti membohongi saya karena ingin saya bersikap nyaman kepada Anda. benar, kan?""Astaga, berapa kali kubilang kalau apa yang ada di pikiran kamu itu salah, salah!"Luana akhirnya mencak-mencak karena taksanggup lagi memperbaiki kesalahpahaman di otak pria tersebut.Sementara itu, Raven menggeleng dengan percaya diri."Saya tetap nggak percaya Anda, No
Di hari kedua Luana bekerja, dia bertemu Raven saat dalam perjalanan menuju ruangannya, karena kemarin dia tidak sempat bertegur sapa dengan Raven, Luana pun berinisiatif untuk menyapa pria itu lebih dulu."Hai, Raven. Selamat pagi."Luana melambaikan tangan seraya tersenyum lebar, pasca kejadian di pulau itu, dia belum mengucapkan terima kasih yang benar kepada pria berkulit sawo matang sedikit cerah tersebut, karena saat itu Raven yang dirawat sebab luka-lukanya.Raven yang hendak berjalan menuju lift, saat melihat Luana, wajahnya berubah sumringah."Lua—maksudku, Nona Luana. Selamat pagi juga."Dia dengan sopan membungkukkan badan kepada gadis yang menatapnya penuh tanda tanya. "Hey, kamu sedang bercanda dengan aku atau apa ini, Raven?"Raven yang tadi membungkuk, kini berdiri seperti biasa yang tersenyum sopan, meski tidak menutupi binar di matanya."Bercanda? Tentu saja tidak. Maafkan saya yang dulu tidak tahu status Anda, Nona."Pria itu berkata dengan serius. Sehingga kening L