Ucapan Gio itu membuat Luana terhenyak kaget. "Eh? Jadi vampir bisa makan makanan manusia? Bukannya .... mereka itu cuma minum darah, ya?" Luana menatap Gio dengan pandangan bertanya. "Apakah dalam dunia vampir ada juga jenis vampir karnivora, vampir vegetarian dan vampir omnivora?" tanya gadis itu dengan kening berkerut seperti sedang memikirkan hal yang sangatlah rumit. Gio mengacak pelan rambut Luana karena gemas dengan pertanyaan nyeleneh sang gadis. "Kamu ini ngomong apa, sih, Lunaaaa." "Terus, bagaimana? Makhluk yang aku lihat di hutan waktu itu, menghisap habis darah manusia sampai mati. Kata Kyle, dia vampir." "Itu, kan, vampir rendahan, makhluk yang kamu temui di hutan itu. Kalau klan darah murni seperti aku, mereka bisa makan apa saja, dan mereka hanya minum darah tertentu," jelas Gio panjang lebar. "Maksudmu?" Kening Luana berkerut semakin dalam mendengar penjelasan dari Gio. "Maksudnya, vampir dari keturunan murni itu, berbeda." "Berbeda bagaimana
Luana segera menutup mulut Gio sampai vampir itu mau tidak mau mengunyah sepotong martabak yang tadi dimasukkan oleh Luana ke dalam mulutnya. Awalnya ekspresi Gio tampak ngeri, tapi setelah beberapa kunyahan, wajahnya berubah jadi cerah dan menelan makanan di mulutnya dengan suka cita. Gio bahkan dengan suka rela mengambil sepotong lagi martabak milik Luana dari kotaknya. "Ini terbuat dari apa, sih, Lu?" Dia bertanya dengan mulut penuh oleh martabak. Melihat pemandangan itu, Luana tersenyum lebar. "Sudah aku bilang kalau ini tuh dari daging, campuran sama telur, sama daun bawang. Terus kulitnya ini dari tepung. Sama bumbu rahasia yang bikin rasanya menjadi sangat enak. Nah, setelah itu digoreng," jelas Luana dengan antusias. "Astaga, aku nggak pernah makan-makanan seenak ini. Sungguh." Gio mengambil lagi satu potong dan mengunyah nya dengan wajah berbinar-binar. "Kamu suka? Coba makan martabaknya bersama aacar dan sausnya juga. Nih." Luana dengan baik hati mengoles saus
Setelah Brandon sang bartender muda pergi, Gio mengutarakan protes. "Luna, kenapa tadi ngenalin aku sebagai kakak kamu? Ah, nggak seru." "Kenapa kamu kaget, sih? Masih untung nggak aku kenalin kamu sebagai kakekku," jawab Luana cuek, dia mulai merasakan efek dari minuman anggur yang masuk ke dalam perutnya. Luana memejamkan mata dan meresapi sensasi aneh tiap kali dia 'ditenangkan' dengan anggur ini. "Dasar. Kenapa nggak kamu kenalin aku sebagai pacar kamu saja coba?" Gio masih saja protes, sedang Luana dengan santai menuang kembali anggur putih itu ke dalam gelas. "Nggaklah. Brandon bisa-bisa menertawakan aku nanti." Luana menjawab sambil memegangi kepalanya, berputar-putar tapi anehnya dia merasa tenang, seakan beban yang sedari tadi dipikul olehnya perlahan terangkat. Rasa sakit dibuang oleh Kyle perlahan terlupakan dari kepalanya. "Kenapa dia tertawa?" "Kenapa? Ya karena jangan dibahas. Sudahlah." Luana menggeleng-geleng, tidak ingin membahas hal yang menurut dia tida
Luana bangun pagi dalam keadaan pusing luar biasa, entah efek minum tadi malam atau karena darahnya dihisap oleh Gio. Gadis itu meraih gelas berisi air putih di meja dan menenggaknya sampai habis, berjalan terhuyung-huyung ke almari es untuk mencari minuman pereda mabuk. Lupa kalau hari ini adalah Sabtu, gadis itu terburu-buru mandi karena berpikir harus segera berangkat ke kantor untuk bekerja. Barulah ketika badannya segar dan muntah-muntah akibat mabuk, dia sadar kalau hari ini ternyata libur bekerja. Luana segera menbaringkan kembalitubuhnya ke ranjang sambil makan cemilan yang dikirim oleh Gio untuk menambah darah. Dia benar-benar santai hari ini. Luana mengambil ponselnya yang sejak semalam sengaja tidak dia tengok, begitu membuka layar ponsel, terperangahlah dia. Hampir seratus pesan datang dari Kyle. Dia benar-benar tidak menyangka pria itu mengirim chat padanya sebanyak ini! "A-apakah dia memaki-maki aku? Apakah dia menyuruh aku pergi menjauh dari hadapanny
Luana yang galau karena ternyata sampai sore pesan yang dia kirim untuk Kyle tidak juga mendapat balasan, memilih untuk tidur. Namun, karena terus menunggu balasan dari Kyle, sampai ketika di dalam tidur pun dirinya dibayangi mimpi pesan-pesan yang dia kirim untuk Kyle tersebut. Dalam mimpi dia merasa mendapat pesan balasan dari Kyle, jadi gadis itu pun segera terbangun dengan tangan mencari ponsel. Luana berpikir mimpinya mungkin sajamenjadi kenyataan, jadi dengan penuh semangat Luana pun menggeser kunci layar dan membuka kotak pesan. Namun.... "Berengseeeeeeek!!" Ke empat chat darinya tetap tidak mendapat balasan dari Kyle, bahkan itu satu huruf pun! Dia benar-benar yakin sekarang kalau Kyle sedang membalas perbuatannya semalam, yang tanpa sengaja mengabaikan pesan pesan dari sang tuan muda tersebut. Tidak mau kalau harus menunggu dalam keadaan galau sampai besok pagi, Luana pun menulis lagi pesan untuk Kyle, kali ini dengan emosi yang membara. [Maksud Anda melakukan ini
Sementara itu, Kyle punya alasannya sendiri tidak bisa menepati janji untuk menemui Luana di rumahnya. Setelah turun dari pesawat dan berada di bandara, Kyle dijemput oleh Rion untuk membawanya pulang. "Kamu bisa pulang sendiri, aku masih ada urusan yang harus aku selesaikan." Kyle mengatakan hal itu seraya mengambil kunci dari tangan Rion. Namun, Rion menggeleng dan menahan kunci itu tetap berada di tangannya. "Ada apa?" Kyle yang melihat gelagat tak biasa dari Rion tersebut, bertanya. Rion tidak segera menjawab, sekretaris Kyle itu justru membukakan pintu untuk Kyle dan meminta tuan mudanya itu untuk masuk. "Ada masalah genting yang harus Anda selesaikan sebelum hari senin." Anehnya, hanya itu yang dikatakan oleh Rion, tapi Kyle langsung tanggap bahwa itu bukanlah masalah biasa yang bisa dia tunda untuk diselesaikan. Kyle akhirnya masuk ke dalam mobil dan duduk di samping Rion yang mengemudikan mobil tersebut meninggalkan bandara. "Aku kasih kabar Luana dulu kalau begitu
Kyle tertawa sumbang mendengar ucapan sinis ayahnya, menjawab dengan mata sedikit menyipit. "Aku tidak menyangka ayah ternyata serendah itu menilai orang. Memangnya apa yang salah dengan asal usul keluarga Luana?" Melihat anaknya yang sudah terbakar amarah, tuan Ivander, ayah Kyle itu hanya memandang dengan santai. "Menurutmu, apakah gadis yang ibunya bekerja di luar, tidak jelas keberadaannya, dan meninggalkan anaknya lalu menikah lagi dan memilih kebahagiaannya sendiri, bukan termasuk perempuan rendahan?" Ayahnya berkata dengan alis terangkat satu. Brak!! Kyle membanting dokumen-dokumen yang tadi dibawanya ke meja kerja sang ayah. "Berhenti mengolok-olok seseorang yang tidak kamu kenal dengan baik, Ayah! Cukup. Jangan menghina Luana lagi!'" "Aku tidak menghina, aku bicara kenyataan. Bagaimana keluarga dia hancur, ibunya meninggalkan ayahnya karena ayahnya tidak mampu bekerja, dan Luana—" "Ayah tidak tahu bagaimana dia bekerja dan berusaha sangat keras menyelesa
Tuan Ivander berkata lagi, kali ini dengan nada lebih putus asa. Kyle yang sejatinya sangat menyayangi ayahnya, akhirnya mengangguk pelan. Pria muda itu mencoba bertoleransi sedikit lagi meski ayahnya selalu bersikap sangat menyebalkan dan seenaknya sendiri. "Silakan Ayah bicara," ucapnya tenang. Kyle kembali duduk saat sang ayah menunjuk kursi, pria itu belum sepenuhnya percaya dengan sang ayah, sehingga duduk dengan ekspresi defensif. Seakan-akan siap pergi kapan saja, jika ucapan sang ayah kembali menyakiti hatinya. Tuan Ivander yang melihat bagaimana Kyle memberi kesempatan, menghela napas lega dan mulai berbicara. "Mengenai masalah sayembara itu, maaf, memang benar, aku sudah tahu semuanya, tentang vampir itu juga, dan Luana yang hampir mati juga. Aku sengaja membuat dokumen itu untuk memancing dirimu kembali sini, karena aku tahu kalau kamu pasti tidak akan terima jika Luana yang disalahkan di insiden pulau itu." Tuan Ivander mulai berbicara panjang lebar.
"Kyleeee!!!" Luana, gadis itu menatap tajam kepada Kyle dengan napas memburu. "Jangan bilang kamu mau bunuh orang lagi? Nggak boleh!" serunya dengan suara mencicit. Gadis mungil itu berjalan cepat menuju Kyke dan menarik kedua tangannya turun dengan gerakan kasar. "Jangan suka sembarangan bunuh orang, Kyleeee!" serunya dengan nada mengancam. Agar cahaya merah di kedua tangannya itu tidak melukai Luana yang kini ada di hadapannya, Kyle akhirnya segera melenyapkannya dari pandangan. Pria itu juga menatap tajam pada Rion yang berdiri dengan muka pucat di depan pintu. "T-Tuan, maaf, saya sudah mencoba menghalangi dia masuk ke sini tapi—" "Jangan marahin Rion!" potong Luana dengan galak, sehingga Kyle akhirnya memilih tersenyum sambil mengangkat kedua tangan sebagai tanda menyerah. "Baiklah, Luana. Baik." Kyle menjawab dengan jinak. Melihat senyum mempesona di wajah Kyle, Luana yang tadinya begitu khawatir akan melihat tiga orang kehilangan nyawa, menghela napas panj
"Rion." Kyle menurunkan pisau dari leher Ben dan memanggil Rion. "Ya, Tuanku?" Rion menjawab panggilan Kyle dengan rasa hormat yang berlebihan, sejujurnya pria itu khawatir kalau Kyle akan benar-benar membunuh Ben tadi, juga takjub akan kekuatan miliknya yang seperti berkali-kali lipat saat ini. Ben yang terlepas dari kematian, terduduk di lantai dengan wajah pucat, hampir tersungkur ke depan kalau tidak ditolong oleh Marina dan Rey. "Kalau itu Luana, suruh menunggu sebentar." Kyle mengeluarkan titah dengan dingin. Perintah dari Kyle tersebut dijawab rion dengan anggukan patuh dansegera berjalan ke luar ruangan untuk melihat siapa yang mengunjungi Kyle di jam tak biasa seperti ini. Ini hampir tengah malam dan Kyle sangat jarang menerima tamu di penthouse miliknya ini. Setelah kepergian Rion, Kyle memandang empat orang tersebut satupersatu dengan kedua tanga menyilang di dada. "Aku ingin bertanya beberapa hal kepada kalian,' ucapnya dengan suara dingin. Marina, Ben dan Rey
Kyle hanya tersenyum tenang melihat ambisi Ben yang membara untuk membunuhnya. Pria itu berdiri dengan ekspresi santai tapi angkuh dan satu tangan dimasukkan saku celana. Memandang Ben seakan manusia setengah vampir di depannya itu hanyalah kotoran yang menggangu pemandangan. Merasa direndahkan oleh bosnya, Ben mengepalkan kedua tangannya erat-erat dan balas menatap bos nya dengan kemarahan membara. Dia jauh lebih kuat, kenapa dia harus terima diperlakukan hina seperti ini?! Menggeram pelan, Ben pun berbicara. "Jadi, kenapa tidak kita buktikan saja rumor itu benar atau tidak, Tuan Muda?" Dia bertanya melalui sela-sela giginya yang terkatup rapat, sudah tak tahan untuk mematahkan leher pria yang benar-benar sombong, di depannya itu. Marina dan Rey yang juga terpengaruh rumor, diam-diam menunggu apakah benar jika Ben dan Kyle saling bertarung, maka Ben lah pemenangnya. "Hmmmm." Kyle hanya membalas tantangan Ben tersebut dengan berdehem pelan, melihat ke arah jam tangannya seper
Setelah puas menggoda Luana, Kyle memeluk gadis itu lagi dengan erat karena tidak menyangka ternyata perjalanan mereka yang sangat panjang dan berliku akhirnya sampai sini. Sebentar lagi keduanya akan berpacaran seperti keinginan saat SMA, lalu menikah, mempunyai anak dan pasti hidup bahagia. Meski yang bagian mempunyai anak itu sedikit ada kendala tapi semuanya pasti bisa terlewati dengan baik. Luana yang melihat bos nya belum juga ada tanda-tanda mau pulang padahal malam sudah larut, bertanya. "Tuan, Anda malam ini tidur di sini, kan?" "Nggak." Kyle menggeleng yang seketika membuat gadis itu merasa kecewa. "Sungguh?" Lirih, Luana bertanya. Dia tiba-tiba tidak ingin berpisah dulu dengan pria ini, biasanya setelah bertemu seperti ini maka besok atau besoknya akan susah bertemu. Apalagi Kyle berkata bahwa dia akan pergi ke dunia vampir untuk mengurusi perbuatan Gio ini. Kyle yang melihat ekspresi sendu di wajah Luana, menyentil ujung hidung gadis itu dengan telunjuknya se
"Kenapa nggak kita lanjutkan saja yang tadi sempat terputus, Luana?" Kyle berbisik di telinga gadis itu sampai membuat bulu kuduk Luana meremang. "M-memangnya ... Anda bisa keluar lagi?" Pertanyaan polos dari Luana, tentu saja dijawab Kyle dengan tawa terbahak-bahak. "Kalau kamu?" Pria itu malah dengan sengaja bertanya balik untuk membuat Luana semakin malu. Luana yang menatap wajahnya dengan pipi merona merah seperti tomat matang, mengerjapkan mata berkali-kali seperti orang bodoh. "Bisa apa enggak?" rayu Kyle sambil meremas buah dada gadis itu, yang ternyata tidak tertutup bra. "B-bisa, mungkin." Menunduk, Luana dengan suara gemetar menjawab. Kyle semakin tertawa kencang mendengar jawaban polos dari gadis itu. "Kok mungkin, Lun?" Kyle bertanya dengan nada menggoda. Kesal karena terus digoda oleh Kyle, Luana kini memelototi pria tampan yang jakunnya paling macho dan seksi di dunia tersebut. Luana tidak melebih-lebihkan saat bilang bahwa jakun milik Kyle ad
Malam semakin larut, Luana yang sudah agak tenang dengan rasa terkejut yang menimpanya, memeluk Kyle dengan erat. Kini mereka saling berbaring berhadapan, di ranjang luana yang terasa sempit jika digunakan untuk dua orang. Hujan di luar sudah mereda sehingga cuaca terasa sangat tenang, saking tenangnya sampai Luanaa bisa mendengar suara detak jantung Kyle di telinganya. Luana mendongak, menatap Kyle yang dengan tenang mengelus punggung gadis itu. "Tuan, terima kasih banyak, Anda benar-benar banyak membantu saya selama ini," ujarnya pelan dengan rasa haru yang menyeruak setiap kali ingat tindakannya saat SMA kepada pria ini. "Kamu ini ngomong apa, tentu saja aku akan membantu kamu kapan saja, Luana." Kyle menjawab dengan enteng seakan itu bukan apa-apa, hal itu semakin membuat Luana merasa sesak di hatinya. "Anda membuat saya merasa semakin bersalah, kenapa Anda sebaik ini, Tuan? Apakah karena sekarang Anda amnesia sehingga tidak ingat apa yang telah saya lakukan pada And
"Jadi apakah yang dikatakan Gio itu bohong? Bahwa tidak ada efek apa pun dalam diri saya, Tuan?" tanya Luana yang tiba-tiba merasa kesal kepada Gio yang menyembunyikan fakta ini darinya. Untunglah ada Kyle yang dengan baik hati menjelaskan segalanya padanya. "Sebenarnya, selama menunggu sampai gerhana bulan terjadi, banyak efek kecil yang akan muncul dalam diri kamu, karena dalam masa itu, jantungmu perlahan membeku." Mendengar kata jantung membeku, Luans tentu saja seketika berteriak histeris. "A-APA?!" Refleks dia memegangi dadanya dengan ekspresi ketakutan. Jantungnya akan membeku? Apakah.itu artinya ... dia tidak akan bisa menjadi manusia? Atau dia akan berubah menjadi Zombie? Tidaaaaaak! Perlahan lahan wajah gadis itu semakin memucat saat membayangkan dirinya menjadi zombie. "Yah, itulah yang sedang terjadi pada tubuhmu saat ini, Luana," jawab Kyle kalem. "Jantung kamu, perlahan membeku, kita hanya bisa menunggu sampai gerhana bulan terjadi, apakah kamu tetap bisa bert
Kyle masih belum puas meski melihat Luana sepertinya patuh dengan titahnya tersebut sehingga dia mengatakannya sekali lagi. "Apa pun yang mengganggu kamu, kamu harus menceritakan semuanya padaku. Kamu anggap apa aku ini, Luana? Hah?" Kyle mengatakan hal itu dengan ekspresi tersinggung. "M-maafkan saya. Tapi ...." Luana menggigit bibir bawahnya dan tidak meneruskan ucapan. 'Memangnya hubungan apa di antara kita?' Gadis itu hanya berani bertanya dalam hati. Mereka tidak pacaran. Juga belum bertunangan. Sekali-kali membicarakan pernikahan, itu pun kalau tidak dalam bercanda atau karena hutang. Namun, mereka sedekat jarak antara jari tengah dan jari telunjuk. "Ada apa? Kenapa tiba-tiba diam?" Kyle bertanya dengan curiga, sedangkan Luana segera menggeleng dan tersenyum, menyingkirkan kabut di wajah saat memikirkan status hubungan mereka. "Tidak ada apa-apa, Tuan," jawabnya. "Baiklah. Lalu kapan dia menghisap darah kamu untuk kedua kalinya?" Kyle kembali ke topik tentang kapa
Saat ini, hatinya sudah sepenuhnya tercuri oleh Kyle, bagaimana bisa dia menjalani sisa hidupnya dengan orang lain? Kyle segera mengulurkan tangan dan membelai sisi kiri pipi gadis itu, lalu menggeleng pelan. "Dengarkan aku dulu, Luna. Pengantin vampir itu cuma istilah, dengarkan penjelasan aku dulu," hibur Kyle sambil membujuk gadis itu agar berhenti menangis. "M-memangnya bagaimana? Apakah masih ada kesempatan untuk kita ...saling bersama, Tuan?" Luana bertanya dengan suara gemetar. Kyle tidak segera menjawab karena dia sendiri tidak berani memberikan kepastian sebelum tahu semua kebenarannya. Namun, pria itu berjanji akan menyelamatkan Luana dalam situasi ini. "Meskipun kesempatan itu cuma 0,00001 persen, aku tetap akan membuat kita menikah, Luana. Kamu harus percaya padaku," ucap Kyle penuh tekad. Melihat keyakinan di mata Kyle, Luana sedikit menarik napas lega. "B-baiklah. Lalu apa yang dimaksud dengan pengantin vampir itu jika itu bukan berarti saya menjadi pasangan