"Saya akan melaksanakan segalanya, Tuan."Rion seperti biasa menjawab dengan patuh atas perintah yang diberikan sang bos. Suasana hening beberapa saat, sampai akhirnya Rion angkat bicara, bertanya dengan hati-hati."Tuan, terakhir saya mendapat laporan kalau makhluk itu ada di kota ini? Sementara dirinya tak punya kemampuan apa pun selain hanya keinginan minum darah yang luar biasa dan tidak bisa mati?""Apakah dugaanmu sama denganku, Rion?"Atas pertanyaan dari bos-nya, Rion pun bertanya dengan sangat hati hati disertai rasa gugup dan gelisah yang menguasai dirinya."Apakah... ada yang sengaja membawa makhluk itu ke sana dengan tujuan tertentu, Tuan?""Tepat. Urus hal itu juga, serahkan pada Penelope untuk menginvestigasi dan tangkap pelakunya hidup-hidup," titah Kyle, menyebutkan nama adik Rion. "Saya pastikan akan mengurus hal inisampai tuntas, Tuan," jawab Rion dengan penuhtekad.Kini Kyle sudah berdiri di landasan jet pribadi miliknya dan bersiap-siap untuk naik jet tersebut me
Gerakan kedua jemari Gio terhenti dari bermain game online di ponselnya saat melihat gelang hitam putih yang dia pakai, tiba-tiba terlepas dari pergelangan."Luana," desisnya, melempar ponsel dan segera bangkit dari duduknya."Mau ke mana, Tuan Muda?"Pertanyaan Evan dijawab Gio dengan endikan bahu dan berjalan keluar. "Aku tiba-tiba ingin membunuh vampir itu dan menyelesaikan misi ini."Jawaban dari Gio tersebut tentu saja membuat evan begitu terkejut sampai hampir menitikkan air mata."Akhirnya Anda sadar juga apa tujuan Anda berada di sini, Tuan Muda."Ucapan Evan tak didengar oleh Gio yang sudah menghilang dari hadapannya karena berteleportasi.Dalam sekejap Gio kini sudah berada didalam hutan tempat Luana berada.Gerimis membuat pria itu mengerang tak nyaman, dia yang kini berdiri di bibir jurang, menatap ke bawah dengan diam.Dia sedang berpikir bagaimana cara yangelegan untuk muncul di depan gadis yang saat ini meminta bantuannya tersebut.Namun, tiba-tiba sesosok bungkuk yang
Pertanyaan penuh nada cemburu dari pria yang menarik tangannya tersebut, membuat Luana hanya bisa mengerjapkan matanya berkali-kali karena kebingungan. Jadi, sebenarnya mana yang Kyle asli? "M-maksud kamu, yang kupeluk tadi bukan Kyle?" Kebingungan, Luana membuka mulutnya. Kyle, pria yang menarik Luana segera menarik tangan gadis itu kini ganti memeluk dirinya, dan menepuk lembut puncak kepala Luana, sedang gadis itu mendongak dengan pandangan bertanya. "Jangan menangis di dada pria lain, Luna. Aku cemburu," ujar Kyle singkat. Begitu nama panggilan 'Luna' di sebut, sadarlah Luana bahwa dia tadi benar-benar salah orang. "Pffttt." Gio, pria yang sebelumnya dipeluk Luana menatap gadis itu sambil tertawa geli mendengar ucapan pria yang terus berekspresi dingin, Kyle. "Luana, menurut kamu, yang pantas menolong kamu siapa? Aku atau dia?" Atas pertanyaan Gio, Luana menatap keduanya dengan pandangan bingung secara bergantian. Pria yang kini memeluknya, mengangkat tubuh Luana
"Sekarang kamu sudah boleh pergi. Hus, pergi sana," usir Luana sambil mengibaskan tangan. Dengan tak tahu malunya, Luana mengusir Gio supaya tidak mengganggu pertemuannya dengan Kyle. "Astaga, Luana. Kamu gadis paling nggak tahu malu yang pernah aku kenal," ujar Gio seraya menggelengkan kepala. Luana hanya melengos dengan ekspresi tak peduli dan menyembunyikan diri di dada Kyle, sedangkan Kyle menatap tajam ke arah Gio. "Kenapa kamu masih di sini, sudah nggak ada urusan lagi, kan?" usir Kyle dengan sinis. "Kamu mengusirku?" "Kamu tahu sendiri apa yang kumaksud," jawab Kyle dengan tegas. "Kecuali kalau kamu mau jadi penonton melihat kemesraan kami," lanjutnya sambil tertawa sinis. Entah kenapa Kyle tiba-tiba merasa sangat benci dengan vampir ini karena mengetahui kenyataan bahwa Luana telah mengenal dia dan tadi bahkan memeluknya. Gio mengangkat satu alisnya dan menjawab dengan santai. "Kamu pikir, siapa yang sudah menyingkirkan vampir itu dari menghisap darah
"Dhuaaarrrrr!"Emosi Gio yang meluap-luap membuat kekuatan miliknya terlepas begitu saja sehingga memunculkan guntur dan petir yang besar. "Kubilang berhenti, Kyle Ivander!" geram Gio, urat biru muncul di tangannya yang putih. Kyle yang sedang sibuk mengekplorasi bibir Luana, hanya melirik pria menyedihkan di depannya dengan tatapan dingin. Benar-benar tak peduli. Kyle menarik napas sejenak sebelum kembali menyerang Luana dengan bibirnya, menatap gadis yang masih memandang dirinya dengan tatapan kosong.Sebenarnya apa yang Kyle lakukan kepada Luana ini bukanlah kegiatan panas dan intim, Kyle hanya sengaja mencium gadis tersebut supaya dia pingsan karena terkena racun yang ada di dalam tubuh Kyle. Kyle tak sudi memamerkan kegiatan panasnya dengan Luana di depan orang lain, terutama pria bernama Gio ini."Cih."Gio membuang muka dan tertawa sumbang melihat hal paling dibencinya tersebut, satu sisi dia ingin pergi daripada menyaksikan pemandangan menyebalkan ini, tapi di sisi lain G
"Aku di mana?"Adalah pertanyaan pertama yang dilontarkan oleh Luana saat dia terbangun dari pingsannya.Kini pergelangan kakinya sudah terbalut perban dan beberapa luka kecil yang dia derita juga sudah tertempel plester, sementara bajunya juga sudah digantidengan baju bersih. Kondisi Luana benar-benar sudah membaik secara signifikan. Luana memandang sekeliling ruang yang didominasi warna putih gading, ini ruangan yang sangat mewah seperti yang ada di kamar hotel bintang lima."Sudah bangun?"Tiba-tiba, sebuah suara menyapanya. Kyle. Luana pun menoleh kepada Kyle, yang entah muncul dari mana dan tersenyum padanya."Apakah kita sudah kembali ke kota, Tuan Muda?"Luana memanggil Kyle dengan sebutan tuan muda dan berbicara sopan. Kyle yang duduk di bibir ranjang, mengulurkan tangan dan membenahi anak rambut Luana yang mencuat ke pipi."Belum, kamu masih di kamar salah satu resort yang ada di sini. Di luar benar-benar kacau jadi kita belum bisa kembali ke kota untuk malam ini."Lembut,
"A-Anda... jangan mencium saya kalau cuma berniat memberi harapan palsu, Tuan," jawab luana susah payah, menelan ludah untuk membasahi tenggorokannya yang kering."Harapan palsu?"Seperti sengaja, Kyle malah berbisik dengan suara rendah di dekat telinga Luana, membuat gadis itu merinding sekaligus berharap Kyle melakukan hal yang lebih dan lebih."T-Tuan ...."Luana mengepalkan kedua tangan, menahan diri kuat-kuat untuk tidak meloncat ke dalam pelukan pria yang menebar aura penuh candu itu, karena ingat ia masih punya harga diri.Meski harga dirinya benar-benar tersisa sedikit sekarang.Hal itu karena dalam pikiran luana sudah berseliweran adegan dewasa di mana keduanya saling melepas pakaian dan... dan.... "Awwww!"Luana refleks berteriak kecil saat Kyle tiba-tiba mencubit hidungnya.Pria yang kini sudah duduk normal di samping Luana itu tertawa geli melihat wajah Luana yang cemberut."Sedang membayangkan hal kotor apa, Luana?" tanya Kyle dengan tawa yang membuat kedua matanya meny
Luana menarik napas panjang dan menatap Kyle dengan mata berkaca-kaca."Apakah sayembaranya sudah berakhir, Tuan?"Kyle mengangguk pelan."Sudah, aku sudah mengumumkan kalau sayembara nggak bisa dilanjutkan lagi. Ada apa?"Lagi-lagi Luana menarik napas panjang dengan ekspresi menyesal."Raven, padahal dia berusaha keras sampai lolos di putaran kedua demi mendapatkan hadiah uang atau mobil untuk ibu dan adiknya, dia pasti sedih karena gagal mendapatkan semua itu."Luana mengatakan semua itu dengan wajah tertunduk, tiba-tiba merasa bersalah karena dirinya telah membuat Raven akan terus direndahkan sepupunya, Rexy, sebab pria itu gagal menang sayembara.Kyle segera mengangkat dagu gadis itu agar mau menatap dirinya."Hal kayak gitu nggak usah kamu pikirkan, nanti aku akan kasih Raven hadiah khusus karena sudah menyelamatkan kamu, Luana," tegas Kyle dengan ekspresi serius. "'Sungguh, Tuan?"Mata Luana segera berbinar cerah mendengar ucapan Kyle tersebut, sedangkan Kyle mengangguk ringan.
Tubuh Jamie adalah satu-satunya tubuh pria yang pernah dia peluk dan akan selamanya menjadi satu-satunya orang yang dipeluk olehnya. Berada di pelukan pria tegap ini selalu nyaman, Lyodra juga merasa begitu tenang dengan aroma harum dari tubuh Jamie yang terus menemani dirinya sejak masa sulit sampai sekarang. Jadi, setelah berhasil memeluknya lagi, sungguh sangat disayangkan kalau langsung melepaskannya begitu saja, kan? "Terus?" Jamie bertanya lagi, kali ini sambil membenahi rambut Lyodra yang jatuh menutupi pipi gadis itu, lalu menyelipkan nya ke belakang telinga. Sikap yang sangat manis, membuat jantung Lyodra berdebar kencang. "Hati aku. Sakit banget," keluh Lyodra dengan bibir cemberut dan suara manja, masih memeluk Jamie meski sedikit melonggarkan pelukan sehingga bisa menatap wajah tampan Jamie. "Kenapa?" Jamie bertanya dengan suara lembut, yang membuat Lyodra menghela napas panjang dan mengeratkan pelukan. "Om, peluknya lamaan dikit, ya? Kan aku masih sak
"Ahhh, benarkah dia sudah punya pacar?" Lyodra llemas bukan main setelah mendengar gosip tentang Jamie yang dilontarkan Luna saat makan siang tadi. "Jamie sudah berciuman sama cewek bernama Shane itu, apa artinya mereka akan pacaran?" gumam Lyodra dengan wajah murung. Padahal dia baru saja bersuka cita karena perlakuan Jamie pagi ini, tapi sekarang... setelah diangkat tinggi-tinggi seperti itu, dia tiba-tiba seperti dihempaskan ke bumi begitu saja. Sakit. "Secantik apa sih cewek yang namanya nona Shane itu? Sampe bisa menggelayut manja di lengan Jamie?" gerutu Lyodra yang merasa cemburu hanya dengan mendengar ceritanya. Dia tak terima ada gadis yang dekat dengan Jamie, meski pada kenyataannya, dia sendiri bukan siapa-siapa Jamie. "Ahhh, aku nggak terima!" Lyodra yang diserang rasa cemburu yang menggila, mulai men stalking semua hal tentang Nathalie Shane, mulai dari tempat sekolah dan tempat kerjanya sekarang. "Haaaah?? Dia saingankuu??!" Setelah melihat semua ha
Saat Lyodra sedang sibuk memikirkan apakah dia harus menggoda Jamie dan menabrak tembok besi antara dia dan Jamie, Ervyl, si biang gosip mulai melontarkan sesuatu yang membuat semua orang yang ada di meja makan itu terkejut. "Eh, aku tiba-tiba kepikiran loh sejak kemarin, bos kita akhir-akhir ini penampilannya agak beda ya nggak sih? Apa diam-diam di kantor ini ada yang disukai sama si bos?" Suasana mendadak hening mendengar ucapan Ervyl, Andin yang sedang mengunyah makanannya bahkan menghentikan kunyahan. "Jangan bercanda." "Itu nggak mungkin, 'kan?" Andin menyahut, menatap teman-temannya meminta kepastian, sedang Lyodra yang diam-diam tertarik dengan fakta itu, menyimak obrolan dengan semangat. "Eh, serius, deh. Masa kalian nggak merhatiin sih kalo dia itu setiap hari selalu lebih cakep dari hari kemarin?" sahut Ervyl yang masih kukuh pada pendirian kalau sepertinya bos mereka berubah akhir-akhir ini. "Yaelah, Ryl. Dari dulu kali bos kita makin hari makin tampan, kay
Namun, tentu saja tak ada respon atas pertanyaan Jamie tersebut karena Lyodra benar-benar sudah tertidur lelap. "Ya ampun, Lyodra. Gimana bisa ada cewek yang begitu ceroboh kayak kamu," ucapnya. Geleng-geleng kepala. Jamie pun memelankan laju mobil, lalu dengan satu tangan, dia menutupi badan depan Lyodra dengan jas miliknya. "Dasar." Dia hanya bisa geleng-geleng kepala melihat gadis itu yang kini benar-benar terlelap dalam tidurnya tersebut. Jamie yang melajukan mobilnya dan kini sudah sampai di rumahnya, dengan hati-hati mengangkat tubuh Lyodra yang sedang tertidur tersebut dan membawanya ke salah satu kamar yang ada di sana. "Lyodra?" Panggilan Jamie tak mendapat jawaban. Kini Lyodra sudah dia baringkan di ranjang kamarnya, gadis itu tidur dengan sangat nyenyak. Jamie yang berdiri di dekat ranjang menatap gadis yang sedang tertidur dengan wajah damai tersebut seraya menarik napas panjang. "Gadis bodoh," ucapnya pelan. Bisa-bisanya saat sedang bekerja dia malah t
Kini Lyodra sadar sepenuhnya kenapa para karyawan perempuan di kantor Jamie selalu diam-diam histeris tiap kali bertemu bos mereka ini. Pria ini... punya segalanya. Karisma, suara, sikap dingin tapi hangat. Dan tentu saja, pesona yang bahkan bisa membakar siapa pun hanya dengan duduk diam seperti sekarang. "Kenapa memangnya dengan leher dan tulang selangkaku?" tanya Jamie dengan santai, nadanya seperti biasa: tenang, tapi tajam. Seolah dia tahu bahwa tubuhnya adalah godaan terbesar Lyodra. Lyodra menggigit bibir bawah sebelum menjawab pertanyaan bos-nya tersebut. Matanya sempat ingin menatap, tapi cepat-cepat ia alihkan. Keduanya saling pandang beberapa detik—terlalu lama, terlalu sunyi—sebelum Lyodra pura-pura fokus ke jalan lagi. Pura-pura sibuk mengemudi, padahal mobil yang mereka tumpangi adalah mobil pintar. Mobil itu bisa mengemudi sendiri—tapi hati Lyodra? Itu rusak, sejak lama, karena Jamie. Lyodra berdeham satu kali dan menjawab dengan gagap. "Gara-gara lihat it
Jamie sendiri merasa puas dengan kepatuhan Lyodra, bagaimana pun juga dia sangat khawatir jika gadis kecil itu minum dan berakhir mabuk, karena Luke pasti akan memarahinya. Tapi yang lebih jujur, Jamie hanya tak rela ada yang melihat Lyodra kehilangan kontrol—dia ingin gadis itu selalu dalam lindungannya. Pesta berjalan dengan lancar, Jamie yang merasa kasihan jika Lyodra menemani dirinya terlalu larut malam akhirnya memutuskan untuk mengajak Lyodra untuk pulang lebih awal. "Langsung antar saja ke tempat tinggalku," perintah Jamie yang duduk di samping Lyodra yang sedang duduk di balik kemudi, seraya menarik turun dasi yang dia pakai dan membuka kancing baju yang mencekik leher. Penampilannya berubah menjadi kasual, tapi anehnya terlihat seksi. Terlalu seksi. "Baik, Tuan," jawab Lyodra lalu segera memfokuskan pandangan ke depan karena tidak mau terpergok telah terpesona beberapa detik dengan penampilan bos-nya tersebut. Dia akui, meski image-nya terkenal sebagai pria yang
Setelah seminggu bekerja, Jamie mulai menyesuaikan diri dengan ritme baru. Bekerja dengan Lyodra, meski masih dalam tahap awal, terasa lebih mudah. Keputusan-keputusan kecil yang ia buat untuk melibatkan Lyodra dalam banyak hal—meski tidak selalu diungkapkan dengan kata-kata—terasa seperti pengakuan tak langsung. Jam kerja hampir berakhir, dan Lyodra menyiapkan laporan terakhir untuk Jamie. Namun, ketika ia menyerahkan dokumen yang sudah disiapkan, Jamie berhenti sejenak menatapnya. “Lyodra,” panggilnya, suaranya lebih lembut dari biasanya. “Ya, Tuan?” Jamie menatapnya, dengan sedikit keraguan di matanya. “Kerja kamu sangat baik. Terima kasih.” Lyodra terkejut, dan senyumnya merekah. “Terima kasih, Tuan Jamie. Itu berarti banyak.” Jamie menatapnya, dan untuk sesaat, ada sesuatu yang berbeda dalam tatapannya. Sebuah kehangatan yang tak biasa. “Mungkin kamu memang punya potensi lebih dari yang aku kira.” Lyodra hanya bisa tersenyum, meski hatinya berdebar. Lyodra
“Laporan meeting pagi sudah saya susun sesuai format yang biasa Anda gunakan tiga tahun lalu, dan ini data terbaru dari divisi pemasaran. Saya juga siapkan jadwal Anda hari ini, lengkap dengan catatan kecil untuk setiap klien, termasuk preferensi kopi mereka.” Lyodra menyampaikan laporan dengan fasih. Jamie hanya menatap Lyodra selama beberapa detik. Sorot matanya sulit ditebak. Diam. Dingin seperti biasa. Tapi bukan itu yang membuat Lyodra gugup—melainkan kenyataan bahwa ia akhirnya berdiri di hadapan pria itu, bukan sebagai gadis kecil yang dulu, tapi sebagai sekretaris pribadi yang ia harap bisa diandalkan. Luke bersandar ke dinding, mengangkat jempol diam-diam. “Gila. Hari kedua dan semuanya sudah sangat rapi," gumamnya pelan. Luke merasa sangat bangga karena hasil didikannya ternyata luar biasa. Jamie akhirnya bicara. “Bagus. Terus pertahankan seperti ini, Lyodra.” Satu kalimat. Pendek. Tapi cukup membuat Lyodra nyaris menangis bahagia. Ia menunduk sedikit,
Sore itu, langit Jakarta mulai berubah jingga. Di dalam taksi menuju kantor pusat JC Corporation, Lyodra tak bisa menyembunyikan kegugupannya. Jari-jarinya terus bermain dengan ujung blazer putihnya, sesekali ia menatap bayangannya sendiri di jendela. “Hari ini... aku akan bertemu dia lagi,” gumam Lyodra, suaranya nyaris seperti bisikan. Ingatan itu datang seperti gelombang. Tentang seorang pria muda berjas hitam, dengan tatapan dingin namun tangan yang hangat menyelamatkannya dari mimpi buruk masa lalu. Pria yang ia sebut cinta pertamanya. Pria yang selalu hadir dalam doanya selama bertahun-tahun. Jamie. Taksi berhenti di depan gedung tinggi menjulang dengan logo 'JC Corp' yang elegan dan dingin. Lyodra menatap ke atas, meneguk napas dalam-dalam, lalu tersenyum kecil. “Aku sudah dewasa, Jamie. Aku datang bukan sebagai gadis kecil yang dulu kamu selamatkan, tapi sebagai wanita yang ingin kamu lihat. Yang ingin kamu banggakan.” Setelah menyelesaikan registrasi masuk dan men