"Kamu malu? Meski aku keluar pun sama aja, di kamar ini tuh banyak CCTV yang dipantau banyak orang di luar sana. Jadi, mending aku temani dan menyuruh mereka mematikan CCTV kan daripada jadi tontonan banyak orang?" ejek Karios seraya menunjuk beberapa kamera CCTV di kamar, yang membuat pipi Luana langsung memerah karena malu saat tahu ternyata gadis itu jadi tontonan banyak orang.Diam-diam Luana mengangguk. 'Wah, dia memang jahat, sih. Tapi, sarannya tampak lebih baik daripada jadi tontonan orang tak kukenal,' batin Luana setuju. "Oke, kalo gitu suruh mereka matiin CCTV-nya sekarang," ucap Luana, menunjuk kamera CCTV dengan dagu.Karios hanya mengendikkan bahu dan mengambil ponselnya, lalu mengucapkan sesuatu kepada seseorang yang ditelponnya."Udah. Sekarang, kamu mau ngelakuin apa ke tuan muda Kyle?" tanya Karios dengan ekspresi curiga."Hanya menyentuh pipinya aja, kok. Siapa tahu bisa sadar kalo pipinya tersentuh bibirku," jawab Luana, lugas. Karios langsung tertawa dengan sua
"Selamat tinggal."Luana berbisik. Menghela napas panjang, ia pun membuka pintu, tapi bukannya langsung keluar, gadis itu malah menatap Kyle sekali lagi.Mata sayu Kyle masih menatap Luana dengan tatapan yang tak bisa diartikan, di titik ini gadis itu tetap ragu apakah Kyle masih mengingat dirinya atau tidak.Kyle tampak berkedip satu kali dengan wajah yang masih lemas layaknya orang yang baru bangun tidur, sialnya, gesture sederhana seperti itu saja mampu membius Luana akan sebuah indahnya ketampanan yang tampak di mustahil ada di dunia nyata.Baru kali ini ia melihat ada orang yang dalam keadaan muka bantal, tapi tetap bisa setampan itu, kalau boleh jujur, semua yang ada di dalam diri Kyle benar-benar sempurna layaknya seorang pangeran muda pemilik istana yang kaya raya.Dulu saat mereka bertemu setiap hari, sayangnya Luana sama sekali tak menyadari pesonanya ini.Saat ini Kyle memang masih terlihat sangat lemah, pandangan sayu, badan kuyu tak berdaya dan sebagainya, tapi di saat
Sebelum sempat Luana mengucap halo, Venus sudah menyerang dengan bombardir pertanyaan sehingga tubuhku membeku."Luana, kamu di mana? Astaga, aku sampai hampir gila ini di sini, kamu nggak jawab pesanku sejak semalem, dan hari ini katanya kamu keluar asrama dan sampe sekarang belum pulang juga, kamu di mana? Apa perlu aku jemput?"Nada suaranya sarat akan kekhwatiran, membuat ledakan rasa bersalah memenuhi diri Luana secara tiba-tiba."Besok aku dengar sekolahmu ada ujian. Kamu harus kembali ke asrama kalau nggak mau absen dan gagal ujian, dan sampai sekarang kamu belum pulang, apa aku perlu menjemputmu sekarang, Lu? Aku jemput, ya? Aku nggak mau kamu sampai gagal, Lu. Aku jemput ya, Luana?"Dia benar-benar terdengar cemas dan putus asa. Berkali-kali Venus meminta Luana menjawab dirinya dan menawarkan untuk menjemput di mana pun aku berada sekarang.Venus juga meminta maaf lagi, dia merasa aku begini pasti karena kejadian di rumahnya kemarin.Tak pernah Luan dengar nada itu sebelumny
"Lalu bagaimana yang benar, Sayang?"Wanita itu bertanya dengan lembut, tapi Luana yakin, dia sendiri sudah tak sabar untuk mencincang gadis itu karena berpikir sudah menyakiti putra tersayangnya.Sang nyonya tersenyum tapi Luana merasa jika wanita di depannya sudah siap menyiksa Luana jika ucapan putranya benar. Hal itu membuat tulang punggung Luana terasa dingin.Keluarga mafia tetaplah keluarga mafia.Luana sadar hal itu. "Saya harus bicara dengan Kyle, Kyle tahu semuanya, Nyonya. Biar dia yang menjelaskan," jawab Luana akhirnya, yang tak punya kata-kata untuk menjelaskan bagaimana sebenarnya keadaan antara dirinya, Kyle dan Venus.Tergesa Luana datangi Kyle, menyentuh lengannya dengan pandangan memohon padanya untuk menyelamatkan Luana dari situasi membingungkan ini."Kyle, tolong jelaskan yang sebenarnya. Kamu tahu kan kalo aku itu sukanya sama kak—""Lo bilang kalo lo sukanya cuma sama gue, kenapa sekarang begitu gue begini, lo malah sama Venus?"Kyle membalas pegangan tangan L
Luana menatap semua orang yang tampak berada di sisi Kyle apa pun yang terjadi.Gadis itu menelan ludah dengan susah payah, akhirnya, memilih untuk mematikan telepon dengan tangan gemetar sebelum berhasil bicara apa pun dengan Venus.Ya Tuhan, aku salah apa sampai diperlakukan begini???Apa Gerald berniat bersikap sedramatis ini untuk membuatku semakin jelek di mata keluarganya? Atau hanya ingin menggoda seperti biasa?Apa yang diinginkan anak itu? Kenapa jadi berubah begini? Kenapa dia bersikap seakan-akan aku adalah pacarnya?Dia sedang berakting kan? Iya, kan?Atau ada yang salah dengan otaknya?Tapi, lihat ekspresi terlukanya itu, dia seperti tidak sedang berakting sama sekali.Sial.Kenapa jadi begini?Luana hanya bisa berteriak dalam hati. "Kenapa nggak jadi ngomong sama Venus, Lun?"Kyle bertanya dengan wajah tak berdosa, seakan-akan tak sadar bahwa dialah penyebab Luana tak bisa bicara dengan Venus.Seandainya hanya ada mereka berdua di sini, sudah pasti Luana akan menjambak
"Kyle."Sebelum remaja itu menjawab panggilan dari Luana, Luana mendekatkan bibir ke pipi mulusnya lalu melayangkan kecupan ringan di sana.Kyle yang tampak kaget dengan tindakan Luana yang tiba-tiba, menatap gadis itu dengan mata terbuka lebar, dia memegangi pipi bekas sentuhan bibir sang gadis, ekspresi shock menghiasi wajah tampannya.Sementara itu, Luana diam diam menahan napas. 'Huhhh. Sudah bereskan semua ini? Apa belum?'Luana bergumam dalam hati. Untuk meredakan rasa khawatirnya, tak kurang akal, Luana memegang kedua tangan Kyle dengan ekspresi penuh sesal."Aku minta maaf, oke?" pintanya. "Maafkan aku, Kyle. Maaf, ya?" ulang Luana, mencium bibirnya lagi.Sayangnya, Kyle masih belum bereaksi. Membuat Luana menjadi semakin cemas. "Hei, Sayangku, aku minta maaf, aku nyesel, aku minta maaf."Luana dengan gelisah mengatakan hal itu, bahkan memanggilnya sayang.Kyle masih tidak menjawab, tapi sebagai gantinya, dia meremas genggaman Luana. "Lun, lo serius?"Kyle bertanya dengan
Luana hanya bisa mendesah dengan frustrasi, menatap lelah remaja tampan yang sifatnya seperti iblis ini."Enggak, Kyle, kamu salah. Aku cuma mau memesan taksi online karena harus segera pulang ke asrama. Serius aku ikut senang kamu akhirnya siuman, aku senang banget sungguh, tapi mau nggak mau harus pulang sekarang karena besok.... ""Alah, alesan. Bilang aja elo nggak mau Venus semakin khawatir di sana, 'kan? Lo bilang harus pulang ke asrama, tapi sebenarnya lo mau pulang ke rumah dan ketemu lalu ngehibur dia, 'kan?"Kyle mengatakan hal itu seraya mengacak rambutnya, menatapku kesal."Di mata lo, gue ini apa, sih, Lun? Apa, Luana???"Dia lalu berteriak, membuat Luana mendesah frustasi. Luana sadar, mode gila Kyle kini kembali aktif.Sia-sia saja rasanya semua sentuhan bibir dan aktingnya barusan.Luana mengumpat dalam hati. "Bisa nggak sih nggak mikir Venus, lo kemarin nangisin dia sampe malem, kenapa sekarang malah giniin gue? Lo pikir gue juga nggak butuh dihibur? Nggak butuh ba
Tangan Luana terkepal karena hasrat ingin menampar remaja berengsek yang tengah memeluknya itu dan menyingkirkannya dari badannya dengan segera, tapi ketika melihat ekspresi haru di wajah ibu Kyle, seketika itu kepalannya mengendur.Luana tahu, jika melakukan apa yang sedang ia pikirkan saat ini, bisa-bisa nasibnya akan berakhir dikirim ke penjara bawah tanah kalau sampai berani memukul anak ini di depan ibunya.Luana tak mau hal itu terjadi, ia sangat takut gelap.Akhirnya, hanya desahan penuh keputus asaan yang tersisa dari Luana sekarang.Sementara itu, Kyle menarik napas panjang dan mengembuskannya, terlihat jelas dia yang sangat menikmati ketika memeluk sang gadis, Luana bahkanbisa mendengar dengan jelas jantungnya yang berdegup kencang dan napasnya yang teratur.Kyle saat ini tampak tenang, damai dan bahagia."Gue kangen aroma parfum lo yang ini, bukan yang kembaran sama Venus dan berbau cool water itu, gue kangen sama aroma parfum elo yang bau buah-buahan ini, Lun," bisik Kyle
Tubuh Jamie adalah satu-satunya tubuh pria yang pernah dia peluk dan akan selamanya menjadi satu-satunya orang yang dipeluk olehnya. Berada di pelukan pria tegap ini selalu nyaman, Lyodra juga merasa begitu tenang dengan aroma harum dari tubuh Jamie yang terus menemani dirinya sejak masa sulit sampai sekarang. Jadi, setelah berhasil memeluknya lagi, sungguh sangat disayangkan kalau langsung melepaskannya begitu saja, kan? "Terus?" Jamie bertanya lagi, kali ini sambil membenahi rambut Lyodra yang jatuh menutupi pipi gadis itu, lalu menyelipkan nya ke belakang telinga. Sikap yang sangat manis, membuat jantung Lyodra berdebar kencang. "Hati aku. Sakit banget," keluh Lyodra dengan bibir cemberut dan suara manja, masih memeluk Jamie meski sedikit melonggarkan pelukan sehingga bisa menatap wajah tampan Jamie. "Kenapa?" Jamie bertanya dengan suara lembut, yang membuat Lyodra menghela napas panjang dan mengeratkan pelukan. "Om, peluknya lamaan dikit, ya? Kan aku masih sak
"Ahhh, benarkah dia sudah punya pacar?" Lyodra llemas bukan main setelah mendengar gosip tentang Jamie yang dilontarkan Luna saat makan siang tadi. "Jamie sudah berciuman sama cewek bernama Shane itu, apa artinya mereka akan pacaran?" gumam Lyodra dengan wajah murung. Padahal dia baru saja bersuka cita karena perlakuan Jamie pagi ini, tapi sekarang... setelah diangkat tinggi-tinggi seperti itu, dia tiba-tiba seperti dihempaskan ke bumi begitu saja. Sakit. "Secantik apa sih cewek yang namanya nona Shane itu? Sampe bisa menggelayut manja di lengan Jamie?" gerutu Lyodra yang merasa cemburu hanya dengan mendengar ceritanya. Dia tak terima ada gadis yang dekat dengan Jamie, meski pada kenyataannya, dia sendiri bukan siapa-siapa Jamie. "Ahhh, aku nggak terima!" Lyodra yang diserang rasa cemburu yang menggila, mulai men stalking semua hal tentang Nathalie Shane, mulai dari tempat sekolah dan tempat kerjanya sekarang. "Haaaah?? Dia saingankuu??!" Setelah melihat semua ha
Saat Lyodra sedang sibuk memikirkan apakah dia harus menggoda Jamie dan menabrak tembok besi antara dia dan Jamie, Ervyl, si biang gosip mulai melontarkan sesuatu yang membuat semua orang yang ada di meja makan itu terkejut. "Eh, aku tiba-tiba kepikiran loh sejak kemarin, bos kita akhir-akhir ini penampilannya agak beda ya nggak sih? Apa diam-diam di kantor ini ada yang disukai sama si bos?" Suasana mendadak hening mendengar ucapan Ervyl, Andin yang sedang mengunyah makanannya bahkan menghentikan kunyahan. "Jangan bercanda." "Itu nggak mungkin, 'kan?" Andin menyahut, menatap teman-temannya meminta kepastian, sedang Lyodra yang diam-diam tertarik dengan fakta itu, menyimak obrolan dengan semangat. "Eh, serius, deh. Masa kalian nggak merhatiin sih kalo dia itu setiap hari selalu lebih cakep dari hari kemarin?" sahut Ervyl yang masih kukuh pada pendirian kalau sepertinya bos mereka berubah akhir-akhir ini. "Yaelah, Ryl. Dari dulu kali bos kita makin hari makin tampan, kay
Namun, tentu saja tak ada respon atas pertanyaan Jamie tersebut karena Lyodra benar-benar sudah tertidur lelap. "Ya ampun, Lyodra. Gimana bisa ada cewek yang begitu ceroboh kayak kamu," ucapnya. Geleng-geleng kepala. Jamie pun memelankan laju mobil, lalu dengan satu tangan, dia menutupi badan depan Lyodra dengan jas miliknya. "Dasar." Dia hanya bisa geleng-geleng kepala melihat gadis itu yang kini benar-benar terlelap dalam tidurnya tersebut. Jamie yang melajukan mobilnya dan kini sudah sampai di rumahnya, dengan hati-hati mengangkat tubuh Lyodra yang sedang tertidur tersebut dan membawanya ke salah satu kamar yang ada di sana. "Lyodra?" Panggilan Jamie tak mendapat jawaban. Kini Lyodra sudah dia baringkan di ranjang kamarnya, gadis itu tidur dengan sangat nyenyak. Jamie yang berdiri di dekat ranjang menatap gadis yang sedang tertidur dengan wajah damai tersebut seraya menarik napas panjang. "Gadis bodoh," ucapnya pelan. Bisa-bisanya saat sedang bekerja dia malah t
Kini Lyodra sadar sepenuhnya kenapa para karyawan perempuan di kantor Jamie selalu diam-diam histeris tiap kali bertemu bos mereka ini. Pria ini... punya segalanya. Karisma, suara, sikap dingin tapi hangat. Dan tentu saja, pesona yang bahkan bisa membakar siapa pun hanya dengan duduk diam seperti sekarang. "Kenapa memangnya dengan leher dan tulang selangkaku?" tanya Jamie dengan santai, nadanya seperti biasa: tenang, tapi tajam. Seolah dia tahu bahwa tubuhnya adalah godaan terbesar Lyodra. Lyodra menggigit bibir bawah sebelum menjawab pertanyaan bos-nya tersebut. Matanya sempat ingin menatap, tapi cepat-cepat ia alihkan. Keduanya saling pandang beberapa detik—terlalu lama, terlalu sunyi—sebelum Lyodra pura-pura fokus ke jalan lagi. Pura-pura sibuk mengemudi, padahal mobil yang mereka tumpangi adalah mobil pintar. Mobil itu bisa mengemudi sendiri—tapi hati Lyodra? Itu rusak, sejak lama, karena Jamie. Lyodra berdeham satu kali dan menjawab dengan gagap. "Gara-gara lihat it
Jamie sendiri merasa puas dengan kepatuhan Lyodra, bagaimana pun juga dia sangat khawatir jika gadis kecil itu minum dan berakhir mabuk, karena Luke pasti akan memarahinya. Tapi yang lebih jujur, Jamie hanya tak rela ada yang melihat Lyodra kehilangan kontrol—dia ingin gadis itu selalu dalam lindungannya. Pesta berjalan dengan lancar, Jamie yang merasa kasihan jika Lyodra menemani dirinya terlalu larut malam akhirnya memutuskan untuk mengajak Lyodra untuk pulang lebih awal. "Langsung antar saja ke tempat tinggalku," perintah Jamie yang duduk di samping Lyodra yang sedang duduk di balik kemudi, seraya menarik turun dasi yang dia pakai dan membuka kancing baju yang mencekik leher. Penampilannya berubah menjadi kasual, tapi anehnya terlihat seksi. Terlalu seksi. "Baik, Tuan," jawab Lyodra lalu segera memfokuskan pandangan ke depan karena tidak mau terpergok telah terpesona beberapa detik dengan penampilan bos-nya tersebut. Dia akui, meski image-nya terkenal sebagai pria yang
Setelah seminggu bekerja, Jamie mulai menyesuaikan diri dengan ritme baru. Bekerja dengan Lyodra, meski masih dalam tahap awal, terasa lebih mudah. Keputusan-keputusan kecil yang ia buat untuk melibatkan Lyodra dalam banyak hal—meski tidak selalu diungkapkan dengan kata-kata—terasa seperti pengakuan tak langsung. Jam kerja hampir berakhir, dan Lyodra menyiapkan laporan terakhir untuk Jamie. Namun, ketika ia menyerahkan dokumen yang sudah disiapkan, Jamie berhenti sejenak menatapnya. “Lyodra,” panggilnya, suaranya lebih lembut dari biasanya. “Ya, Tuan?” Jamie menatapnya, dengan sedikit keraguan di matanya. “Kerja kamu sangat baik. Terima kasih.” Lyodra terkejut, dan senyumnya merekah. “Terima kasih, Tuan Jamie. Itu berarti banyak.” Jamie menatapnya, dan untuk sesaat, ada sesuatu yang berbeda dalam tatapannya. Sebuah kehangatan yang tak biasa. “Mungkin kamu memang punya potensi lebih dari yang aku kira.” Lyodra hanya bisa tersenyum, meski hatinya berdebar. Lyodra
“Laporan meeting pagi sudah saya susun sesuai format yang biasa Anda gunakan tiga tahun lalu, dan ini data terbaru dari divisi pemasaran. Saya juga siapkan jadwal Anda hari ini, lengkap dengan catatan kecil untuk setiap klien, termasuk preferensi kopi mereka.” Lyodra menyampaikan laporan dengan fasih. Jamie hanya menatap Lyodra selama beberapa detik. Sorot matanya sulit ditebak. Diam. Dingin seperti biasa. Tapi bukan itu yang membuat Lyodra gugup—melainkan kenyataan bahwa ia akhirnya berdiri di hadapan pria itu, bukan sebagai gadis kecil yang dulu, tapi sebagai sekretaris pribadi yang ia harap bisa diandalkan. Luke bersandar ke dinding, mengangkat jempol diam-diam. “Gila. Hari kedua dan semuanya sudah sangat rapi," gumamnya pelan. Luke merasa sangat bangga karena hasil didikannya ternyata luar biasa. Jamie akhirnya bicara. “Bagus. Terus pertahankan seperti ini, Lyodra.” Satu kalimat. Pendek. Tapi cukup membuat Lyodra nyaris menangis bahagia. Ia menunduk sedikit,
Sore itu, langit Jakarta mulai berubah jingga. Di dalam taksi menuju kantor pusat JC Corporation, Lyodra tak bisa menyembunyikan kegugupannya. Jari-jarinya terus bermain dengan ujung blazer putihnya, sesekali ia menatap bayangannya sendiri di jendela. “Hari ini... aku akan bertemu dia lagi,” gumam Lyodra, suaranya nyaris seperti bisikan. Ingatan itu datang seperti gelombang. Tentang seorang pria muda berjas hitam, dengan tatapan dingin namun tangan yang hangat menyelamatkannya dari mimpi buruk masa lalu. Pria yang ia sebut cinta pertamanya. Pria yang selalu hadir dalam doanya selama bertahun-tahun. Jamie. Taksi berhenti di depan gedung tinggi menjulang dengan logo 'JC Corp' yang elegan dan dingin. Lyodra menatap ke atas, meneguk napas dalam-dalam, lalu tersenyum kecil. “Aku sudah dewasa, Jamie. Aku datang bukan sebagai gadis kecil yang dulu kamu selamatkan, tapi sebagai wanita yang ingin kamu lihat. Yang ingin kamu banggakan.” Setelah menyelesaikan registrasi masuk dan men