"Aku tidak memerasmu, Luana. Salahmu sendiri tadi malam melempar tubuhmu kepadaku," jawab Kyle dengan santai, sambil menyilangkan tangan di dada. "Tunggu, tunggu. Bukankah itu artinya Anda yang merenggut keperawanan saya? Seharusnya saya yang menuntut Anda, Bos. B-bukankan begitu?" Luana menggelengkan kepala saat menemukan kejanggalan pada ucapan atasannya tersebut. "Tidak, kau melempar tubuhmu padaku dengan menerobos kamarku tanpa izin, karena bisa saja kamu melakukan hal ini karena mengincar hartaku, jadi aku menuntut dirimu karena telah membuat aku melakukan hal itu tadi malam," jawab Kyle. Tenang dan percaya diri sehingga Luana langsung percaya begitu saja. "Tunggu, ini membingungkan. Kenapa ... kenapa justru saya yang harus membayar? Bukankah biasanya ... biasanya gadis yang menuntut ganti rugi?" tanya Luana, kebingungan. "Kamu tahu kenapa?" Kyle mencondongkan badan ke depan, membuat gadis itu semakin penasaran. "K-kenapa, Bos?" "Karena adalah aku Kyle Ivander." Kyle meng
Sebagai balasan atas kebaikannya ini, Luana berjanji akan menyebarkan kebaikan Kyle di kalangan para karyawan agar Kyle tak lagi dianggap sebagai iblis berdarah dingin dan malaikat pencabut nyawa. Dia benar-benar bertekad penuh! Namun, semua suka cita itu langsung terhempas seketika, saat boss nya kembali angkat bicara dengan suara tenang yang mematikan. "Tapi, Luana...." "Y-ya, Bos?" Luana memandang bos nya yang tengah mengerutkan kening dengan sangat tampan, sampai jantung gadis itu berdebar kencang, meski entah kenapa, melihat ekspresinya saat ini, dia merasa medapat sebuah firasat yang sangat buruk. "Aku bingung. Sangat sangat bingung," jawab bos muda nya itu masih dengan ekspresi tenang, yang saat ini membuat Luana curiga. "Bingung? Bingung kenapa, Bos?" tanyanya keheranan. Apalagi yang dia bingungkan? Bukankah masalah di antara mereka tentang kejadian semalam itu sudah selesai? Luana benar-benar tak mengerti. "Hmm." Kyle masih tidak menjawab, hanya berdehem
Luana mendongak, menatap bosnya dengan ekspresi pasrah."Tidak ada pilihan lain. Kamu harus menjadi istriku, Luana. Ingatlah, siapa yang mengambil keperjakaanku, itu adalah kamu. Jadi bertanggungjawablah dengan mengikuti sayembara itu dan menjadi istriku."Setelah mengatakan itu dengan suara tegas, Kyle mengusir Luana dari ruangannya.Luana yang seperti kehilangan separuh jiwanya, berjalan keluar dari ruangan Kyle. "Sebenarnya apa sih yang sudah terjadi? Dia terlihat sangat membenciku, tapi di saat yang sama memaksaku menjadi istrinya? Aku benar-benar tidak paham dengan Kyle," desah Luana, berjalan kembali ke ruangan tempat dia bekerja.Begitu Luana sampai di divisi tempat dia bekerja, Ariad, sahabatnya, langsung memberondong Luana dengan pertanyaan."Lu, jujur sama aku. Tadi kamu dipanggil bos Kyle karena apa?"Ariad langsung menodong Luana dengan pertanyaan saat baru duduk di kursinya"Apa, sih. Tidak ada apa-apa."Luana mengibaskan tangan untuk menyingkirkan Ariad dari tempat dudu
"Ya, benar-benar ciuman. Seperti ini."Kyle yang berdiri di depan Luana menjawab, lantas sedikit membungkuk untuk meraih dagu gadis itu dengan satu tangan agar Luana memandangnya.Lalu, tanpa ragu sama sekali, Kyle pun menutupi bibir Luana dengan bibirnya. Saat Luana mencoba menarik wajahnya ke belakang, Kyle langsung menopang bagian belakang kepala Luana dengan satu tangan untuk mencegah gadis itu melarikan diri."Mmmmhh!"Luana sedikit berteriak saat lidah Kyle mulai bergerak-gerak dengan sungguh-sungguh di mulutnya. Mula-mula lidah Kyle menembus setiap gigi seolah menghitung jumlah gigi di mulut Luana, lalu masuk lebih dalam dan dengan lembut menggaruk langit-langit mulut gadis itu. Meskipun Luana tidak pernah punya pengalaman dengan pria lain selain Kyle yang menjadi pacarnya di masa SMA, tapi Luana yakin. Pria ini, adalah pencium yang sangat baik.Bibir lembutnya yang menyentuh leher Luana sungguh merangsang, sehingga gadia itu mengalihkan pandangan secara reflek.Kyle segera
Setelah lepas dari Kyle, Luana kini mendapatkan krisis baru. "Ini hari pertunanganku, apakah aku ke sana atau tidak? Tapi... Revon sudah memutuskan pertunangan ini tadi pagi," gumam Luana dengan gelisah. Acara pertunangan itu diadakan di rumah Revon, kemarin segalanya masih baik-baik saja, Revon masih romantis seperti biasa dan semua sudah siap termasuk gaun yang akan dia gunakan untuk acara tersebut juga sudah dikirim ke rumahnya.Lalu sekarang bagaimana?Tadi pagi Revon bilang kalau dia telah memutuskan pertunangan dengan Luana, tapi bukankah orang tua Revon belum mengatakan apa-apa?Luana benar-benar dilanda dilema apakah datang atau tidak.Kalau dia datang ke sana dan ternyata yang bertunangan dengan Revon adalah Kesya, mau ditaruh di mana mukanya?Namun, kalau dia tidak datang dan ternyata keluarga Revon belum membatalkan pertunangan, apa anggapan mereka nanti tentang dirinya?Luana benar-benar bimbang."Revon juga telah memblokir nomorku. Sial."Luana mengumpat pelan. "Haa, s
Saat Luana bertanya seperti itu pada Kesya, Revon tahu-tahu datang bersama orang tuanya, membuat Luana mengatupkan mulut dan tak meneruskan pertanyaannya kepada Kesya.Luana yang sudah hancur, melayangkan tatapan ke kedua orang yang tidak dia sangka akan berkhianat seperti ini padanya."Aku tidak menyangka kamu setega ini padaaku, Sya. Kamu juga, Rev. Kamu menyelingkuhi aku padahal aku setia sekali padamu," ucap Luana dengan isak kecil keluar dari mulutnya."Kenapa kamu di sini? Kamu bukan calon menantu kami lagi, sebaiknya kamu segera pergi dari sini daripada membuat keributan seperti ini, Luana."Suara dingin calon ibu mertuanya membuat Luana menoleh kepada wanita paruh baya yang kini berdandan cantik dengan kebaya modern tersebut."Bagaimana mungkin saya dibilang membuat keributan, Nyonya? Tunangan putra Anda adalah saya," jawab Luana dengan putus asa karena sepertinya keluarga Revon benar-benar membuang dirinya di hari yang seharusnya bahagia ini."Tapi kami sekarang sudah berubah
"Siapa kamu?! Ah, kamu pria yang tadi pagi, kan? Mau apa kamu ke sini hah?!"Revon yang menyadari dia pria yang sama dengan yang tadi di kamar hotel, menunjuk marah kepada Kyle. Ayah Revon segera menarik turun tangan putranya dengan kasar serta memelototinya."Bodoh! Dia Tuan Kyle Ivander, pemilik perusahaan yang baru saja mengakuisisi perusahaan kita, dia itu bos baru kita!" bentak ayahnya pada Revon, menyuruh Revon untuk bersikap sopan. "A-apa, Ayah?"Baik Revon maupun Kesya, seketika melotot kaget saat tahu identitas pria yang kini bersama Luana. Ayah Revon yang dengan cepat menyadari situasi genting ini segera membungkuk-bungkuk mendekat ke arah Kyle, berkata dengan sopan. "Maafkan kelancangan anak saya, a-ada perlu apa Tuan sampai jauh-jauh ke rumah saya yang bobrok ini?" tanyanya seraya mengusap peluh di keningnya dengan sapu tangan.Kyle melirik ke arah ayah Revon dengan sinis dan menjawab. "Aku tidak perlu apa pun sama kamu, aku ke sini untuk menjemput sekertarisku karena
"Persiapkan dirimu untuk makan malam ini, lalu cek email karena sebentar lagi Nathan akan mengirim secara garis besarnya padamu."Kyle tiba-tiba berkata seperti itu. Luana tentu saja seketika menatap bos-nya tersebut dengan wajah heran."M-maaf, Bos. Tapi, enapa tidak mengajak Nathan saja, bukankah tugas bukan sekertaris Anda? Saya ... saya tidak pernah hadir sebagai pendamping di acara bisnis seperti yang baru saja Anda katakan," protes Luana meski dengan suara pelan.Kyle yang sedang mengemudi melirik gadis yang terlihat panik tersebut dengan ujung mata."Mau bagaimana lagi, mulai hari ini kamu menjadi sekretarisku," jawab Kyle, yang membuat Luana semakin membelalakkan matanya. "A-apa? Tapi kenapa.... "Kyle menghela napaa panjang, mengusap pelan dahinya. "Hari ini dua sekretarisku berhalangan. Nathan, dia... mengantar Katy ke rumah sakit sebab gadis itu mengalami radang usus buntu, gara-gara tadi pagi kubilang mau mengajak dirinya sebagai pendamping di acara makan malam, Katy te
Tubuh Jamie adalah satu-satunya tubuh pria yang pernah dia peluk dan akan selamanya menjadi satu-satunya orang yang dipeluk olehnya. Berada di pelukan pria tegap ini selalu nyaman, Lyodra juga merasa begitu tenang dengan aroma harum dari tubuh Jamie yang terus menemani dirinya sejak masa sulit sampai sekarang. Jadi, setelah berhasil memeluknya lagi, sungguh sangat disayangkan kalau langsung melepaskannya begitu saja, kan? "Terus?" Jamie bertanya lagi, kali ini sambil membenahi rambut Lyodra yang jatuh menutupi pipi gadis itu, lalu menyelipkan nya ke belakang telinga. Sikap yang sangat manis, membuat jantung Lyodra berdebar kencang. "Hati aku. Sakit banget," keluh Lyodra dengan bibir cemberut dan suara manja, masih memeluk Jamie meski sedikit melonggarkan pelukan sehingga bisa menatap wajah tampan Jamie. "Kenapa?" Jamie bertanya dengan suara lembut, yang membuat Lyodra menghela napas panjang dan mengeratkan pelukan. "Om, peluknya lamaan dikit, ya? Kan aku masih sak
"Ahhh, benarkah dia sudah punya pacar?" Lyodra llemas bukan main setelah mendengar gosip tentang Jamie yang dilontarkan Luna saat makan siang tadi. "Jamie sudah berciuman sama cewek bernama Shane itu, apa artinya mereka akan pacaran?" gumam Lyodra dengan wajah murung. Padahal dia baru saja bersuka cita karena perlakuan Jamie pagi ini, tapi sekarang... setelah diangkat tinggi-tinggi seperti itu, dia tiba-tiba seperti dihempaskan ke bumi begitu saja. Sakit. "Secantik apa sih cewek yang namanya nona Shane itu? Sampe bisa menggelayut manja di lengan Jamie?" gerutu Lyodra yang merasa cemburu hanya dengan mendengar ceritanya. Dia tak terima ada gadis yang dekat dengan Jamie, meski pada kenyataannya, dia sendiri bukan siapa-siapa Jamie. "Ahhh, aku nggak terima!" Lyodra yang diserang rasa cemburu yang menggila, mulai men stalking semua hal tentang Nathalie Shane, mulai dari tempat sekolah dan tempat kerjanya sekarang. "Haaaah?? Dia saingankuu??!" Setelah melihat semua ha
Saat Lyodra sedang sibuk memikirkan apakah dia harus menggoda Jamie dan menabrak tembok besi antara dia dan Jamie, Ervyl, si biang gosip mulai melontarkan sesuatu yang membuat semua orang yang ada di meja makan itu terkejut. "Eh, aku tiba-tiba kepikiran loh sejak kemarin, bos kita akhir-akhir ini penampilannya agak beda ya nggak sih? Apa diam-diam di kantor ini ada yang disukai sama si bos?" Suasana mendadak hening mendengar ucapan Ervyl, Andin yang sedang mengunyah makanannya bahkan menghentikan kunyahan. "Jangan bercanda." "Itu nggak mungkin, 'kan?" Andin menyahut, menatap teman-temannya meminta kepastian, sedang Lyodra yang diam-diam tertarik dengan fakta itu, menyimak obrolan dengan semangat. "Eh, serius, deh. Masa kalian nggak merhatiin sih kalo dia itu setiap hari selalu lebih cakep dari hari kemarin?" sahut Ervyl yang masih kukuh pada pendirian kalau sepertinya bos mereka berubah akhir-akhir ini. "Yaelah, Ryl. Dari dulu kali bos kita makin hari makin tampan, kay
Namun, tentu saja tak ada respon atas pertanyaan Jamie tersebut karena Lyodra benar-benar sudah tertidur lelap. "Ya ampun, Lyodra. Gimana bisa ada cewek yang begitu ceroboh kayak kamu," ucapnya. Geleng-geleng kepala. Jamie pun memelankan laju mobil, lalu dengan satu tangan, dia menutupi badan depan Lyodra dengan jas miliknya. "Dasar." Dia hanya bisa geleng-geleng kepala melihat gadis itu yang kini benar-benar terlelap dalam tidurnya tersebut. Jamie yang melajukan mobilnya dan kini sudah sampai di rumahnya, dengan hati-hati mengangkat tubuh Lyodra yang sedang tertidur tersebut dan membawanya ke salah satu kamar yang ada di sana. "Lyodra?" Panggilan Jamie tak mendapat jawaban. Kini Lyodra sudah dia baringkan di ranjang kamarnya, gadis itu tidur dengan sangat nyenyak. Jamie yang berdiri di dekat ranjang menatap gadis yang sedang tertidur dengan wajah damai tersebut seraya menarik napas panjang. "Gadis bodoh," ucapnya pelan. Bisa-bisanya saat sedang bekerja dia malah t
Kini Lyodra sadar sepenuhnya kenapa para karyawan perempuan di kantor Jamie selalu diam-diam histeris tiap kali bertemu bos mereka ini. Pria ini... punya segalanya. Karisma, suara, sikap dingin tapi hangat. Dan tentu saja, pesona yang bahkan bisa membakar siapa pun hanya dengan duduk diam seperti sekarang. "Kenapa memangnya dengan leher dan tulang selangkaku?" tanya Jamie dengan santai, nadanya seperti biasa: tenang, tapi tajam. Seolah dia tahu bahwa tubuhnya adalah godaan terbesar Lyodra. Lyodra menggigit bibir bawah sebelum menjawab pertanyaan bos-nya tersebut. Matanya sempat ingin menatap, tapi cepat-cepat ia alihkan. Keduanya saling pandang beberapa detik—terlalu lama, terlalu sunyi—sebelum Lyodra pura-pura fokus ke jalan lagi. Pura-pura sibuk mengemudi, padahal mobil yang mereka tumpangi adalah mobil pintar. Mobil itu bisa mengemudi sendiri—tapi hati Lyodra? Itu rusak, sejak lama, karena Jamie. Lyodra berdeham satu kali dan menjawab dengan gagap. "Gara-gara lihat it
Jamie sendiri merasa puas dengan kepatuhan Lyodra, bagaimana pun juga dia sangat khawatir jika gadis kecil itu minum dan berakhir mabuk, karena Luke pasti akan memarahinya. Tapi yang lebih jujur, Jamie hanya tak rela ada yang melihat Lyodra kehilangan kontrol—dia ingin gadis itu selalu dalam lindungannya. Pesta berjalan dengan lancar, Jamie yang merasa kasihan jika Lyodra menemani dirinya terlalu larut malam akhirnya memutuskan untuk mengajak Lyodra untuk pulang lebih awal. "Langsung antar saja ke tempat tinggalku," perintah Jamie yang duduk di samping Lyodra yang sedang duduk di balik kemudi, seraya menarik turun dasi yang dia pakai dan membuka kancing baju yang mencekik leher. Penampilannya berubah menjadi kasual, tapi anehnya terlihat seksi. Terlalu seksi. "Baik, Tuan," jawab Lyodra lalu segera memfokuskan pandangan ke depan karena tidak mau terpergok telah terpesona beberapa detik dengan penampilan bos-nya tersebut. Dia akui, meski image-nya terkenal sebagai pria yang
Setelah seminggu bekerja, Jamie mulai menyesuaikan diri dengan ritme baru. Bekerja dengan Lyodra, meski masih dalam tahap awal, terasa lebih mudah. Keputusan-keputusan kecil yang ia buat untuk melibatkan Lyodra dalam banyak hal—meski tidak selalu diungkapkan dengan kata-kata—terasa seperti pengakuan tak langsung. Jam kerja hampir berakhir, dan Lyodra menyiapkan laporan terakhir untuk Jamie. Namun, ketika ia menyerahkan dokumen yang sudah disiapkan, Jamie berhenti sejenak menatapnya. “Lyodra,” panggilnya, suaranya lebih lembut dari biasanya. “Ya, Tuan?” Jamie menatapnya, dengan sedikit keraguan di matanya. “Kerja kamu sangat baik. Terima kasih.” Lyodra terkejut, dan senyumnya merekah. “Terima kasih, Tuan Jamie. Itu berarti banyak.” Jamie menatapnya, dan untuk sesaat, ada sesuatu yang berbeda dalam tatapannya. Sebuah kehangatan yang tak biasa. “Mungkin kamu memang punya potensi lebih dari yang aku kira.” Lyodra hanya bisa tersenyum, meski hatinya berdebar. Lyodra
“Laporan meeting pagi sudah saya susun sesuai format yang biasa Anda gunakan tiga tahun lalu, dan ini data terbaru dari divisi pemasaran. Saya juga siapkan jadwal Anda hari ini, lengkap dengan catatan kecil untuk setiap klien, termasuk preferensi kopi mereka.” Lyodra menyampaikan laporan dengan fasih. Jamie hanya menatap Lyodra selama beberapa detik. Sorot matanya sulit ditebak. Diam. Dingin seperti biasa. Tapi bukan itu yang membuat Lyodra gugup—melainkan kenyataan bahwa ia akhirnya berdiri di hadapan pria itu, bukan sebagai gadis kecil yang dulu, tapi sebagai sekretaris pribadi yang ia harap bisa diandalkan. Luke bersandar ke dinding, mengangkat jempol diam-diam. “Gila. Hari kedua dan semuanya sudah sangat rapi," gumamnya pelan. Luke merasa sangat bangga karena hasil didikannya ternyata luar biasa. Jamie akhirnya bicara. “Bagus. Terus pertahankan seperti ini, Lyodra.” Satu kalimat. Pendek. Tapi cukup membuat Lyodra nyaris menangis bahagia. Ia menunduk sedikit,
Sore itu, langit Jakarta mulai berubah jingga. Di dalam taksi menuju kantor pusat JC Corporation, Lyodra tak bisa menyembunyikan kegugupannya. Jari-jarinya terus bermain dengan ujung blazer putihnya, sesekali ia menatap bayangannya sendiri di jendela. “Hari ini... aku akan bertemu dia lagi,” gumam Lyodra, suaranya nyaris seperti bisikan. Ingatan itu datang seperti gelombang. Tentang seorang pria muda berjas hitam, dengan tatapan dingin namun tangan yang hangat menyelamatkannya dari mimpi buruk masa lalu. Pria yang ia sebut cinta pertamanya. Pria yang selalu hadir dalam doanya selama bertahun-tahun. Jamie. Taksi berhenti di depan gedung tinggi menjulang dengan logo 'JC Corp' yang elegan dan dingin. Lyodra menatap ke atas, meneguk napas dalam-dalam, lalu tersenyum kecil. “Aku sudah dewasa, Jamie. Aku datang bukan sebagai gadis kecil yang dulu kamu selamatkan, tapi sebagai wanita yang ingin kamu lihat. Yang ingin kamu banggakan.” Setelah menyelesaikan registrasi masuk dan men