Richard duduk di kursi ruang kerjanya saat mendapatkan laporan dari Kyle tentang nasib Mia dan ibunya. "Bagus, berjalan sesuai rencana," ucap Richard sambil tersenyum lebar. Dia merasa puas telah menghukum orang-orang yang berusaha menyakiti istrinya, juga mendorong ibunya sendiri ke penjara akibat korupsi yang dilakukan sang ibu bersama pejabat negara. "Ini semua kulakukan juga demi kebaikanmu, Ibu. Bukankah tak mungkin kamu terus tenggelam dalam bisnis gelap itu?" gumam Richard sambil tersenyum sinis, saat melihat video bagaimana rumah besar sang ibu di grebek polisi. Oleh karena nyonya Rosalie sudah menghapus Richard dari daftar pewarisnya dan Richard sudah tak bergabung dengan bisnis sang ibu, Richard pun tak akan terseret dalam masalah ibunya ini. "Kurasa, penjara rumah yang cocok untukmu saat ini, Ibu. Bukankah kamu sudah bosan hidup enak?" Richard mengatakan itu dengan senyuman sinis, saat membayangkan ibunya harus menghabiskan waktu di penjara atas semua kejahatanny
"Ehm." Shena berdehem sambil malu-malu. Hati Shena melambung tinggi saat di sekali lagi bertatapan dengan Richard. Richard yang kini berdiri di podium, mulai membuka mulut untuk memberikan suaranya. Pria seksi yang mencuri hati Shena sejak pertama kali melihat wajahnya itu, berdeham satu kali dan mulai mengumumkan akan memberikan hak pilih nya kepada siapa. "Saya sebagai pemilik 25 persen saham di sini, memutuskan untuk memilih.... " Richard seperti dengan sengaja tidak melanjutkan ucapan. Semua orang terdiam, begitu juga Shena dan Liam, yang memasang telinga mereka lebar lebar untuk mendengarkan apa yang dikatakan Richard. Liam sendiri tidak begitu memiliki harapan untuk dipilih oleh Dante Richardo, bukannya dia tidak mendengar sesuatu tentang Shena, yang beberapa waktu lalu kabarnya mendekati ibu Richard secara pribadi untuk membuat ibu Richard membantu Shena agar putranya memilih Shena dalam pemilihan hari ini. Bukan hanya Richard, sebagian besar pemilik saham tinggi,
Hari-hari berjalan lancar sampai tak terasa Maureen kini sudah berusia lima tahun. Meski begitu, keromantisan Richard dan Jeany tidak berkurang sama sekali. Seperti hari ini, Richard sengaja mengosongkan waktunya untuk bermesraan dengan Jeany, melakukan bulan madu kedua. Mereka menghabiskan waktu hanya berdua dan menginap di sebuah kamar hotel mewah dengan sebuah jazucci di dalamnya. Richard sedang duduk-duduk santai di pinggir ranjang sambil bermain ponsel saat Jeany datang dengan sepiring anggur hijau besar yang sangat menggoda. Jeany duduk di samping Richard, rajin mengupas kulit anggur dan mengambil sepotong daging dari dalam dan memasukkannya ke dalam mulut sang suami. "Rich, buka mulut."Richard tersenyum dan memakan apa yang diserahkan Jeany. Dia tidak hanyamemakan buahnya saja, tapi lidahnya juga menjilat sari buah yang mengalir di jari- jari sang istri. "Uh."Jeany reflek bergidik merasakan sensasi menggigil. Dia mencoba menarik tangannya,tapi Richard menahannya dengan
Richard mengulurkan tangan dan meraih tubuhnya, yang sepertinya akan kabur kapan saja. Memegang erat kaki Jeany yang terbuka, Richard menggerakkan lidahnya lebih kasar. Jeany tidak bisa sadar ketika sesuatu yang penuh keserakahan memaksa membuka lubang sempit. Itu telah diterima olehnya selama lebih bertahun-tahun.Bukankah dia juga melahirkan Maureen? Namun, tubuh Jeany masih terasa tidak berpengalaman setiap kali mereka melakukannya."Dia bahkan belum masuk... "Jeany, yang kehilangan perasaan untuk menggali, merasa ngeri ketika dia menyadari bahwa Richard bahkan belum masuk. Sementara itu, Richard sedang bekerja keras untuk mengendurkan pantatnya. Setiap kali lidahnya bergerak, dinding dagian dalam istrinya membuatnya kejang lemah. Sekarang di bawahnya terdengar suara tidak senonoh.Jeany mencoba melarikan diri lagi dan lagi, tapi semakin kuat Richard mencengkeramkakinya. Tubuh, yang telah mencapai puncaknya, tersentak untukmenyambut yang kedua.Richard sangat gigih. Dia hanya me
"Aduh, Richard!"Dengan rasa sakit yang luar biasa karena gigitan Richard, kilat putih menyambar di depan mata Jeany. Wanita itu memukul pelan lengan sang suami yang tengah menggigit dirinya. "Kenapa, ini nikmat, kan?"Richard menyahuti dengan santai, tersenyum begitu tampan sebelum kemudian menggigit sang istri lagi. "Aduh, Richard!"Protes Jeany tak membuat Richard berhenti. Sejak dulu, Richard telah mengajari Jeany bagaimana merasakan kesakitan yang berubah menjadi kesenangan. Jeany adalah murid yang luar biasa dan memiliki tubuh yang lebih sensitif dari yang diharapkan Richard. Saat Richard menggigit Jeany, dia bisa merasakan dinding bagian dalam yang membungkus p*nisnya semakin mengencang. Richard mati-matian bertahan di bawahnya, hampir seperti apa adanya, dan menggigitnya sedikit ke belakang.Pilar berwarna merah tua, basah oleh cairan yang tidak ada yang tahu siapa yang menumpahkannya, keluar seolah-olah didorong keluar dari tubuh putih Jeany. "Hah, haaa... "Jeany tere
"Sayang! Rich, aku ... aku hamil!"Teriakan Jeany di pagi hari membuat Richard seketika terbangun dari tidurnya.Dia menyibak selimut dan berlari ke kamar mandi di mana Jeany yang saat ini sedang terduduk di lantai kamar mandi sambil memegang test pack di tangannya dengan tubuh gemetar.Sedang satu tangan yang lain menutup mulut dengan pipi yang basah oleh air mata."Apa tadi yang kamu bilang, Sayang?"Richard bertanya dengan suara gugup. Jeany mendongak, menatap suaminya tersebut dengan mata berkaca-kaca dan menyodorkan test pack yang sedari tadi dia pegang."Aku ... aku hamil, hasilnya positif," ucap Jeany dengan bibir bergetar. Memberi tahu kepada suaminya, bahwa akhirnya, anak kedua yang dia nantikan akhirnya datang juga. Haru, bahagia dan masih tak percaya memenuhi eskpresi wajah wanita cantik itu. Setelah Maureen cukup dewasa, Jeany memang selalu menginginkan memiliki anak lagi, Richard yang tak berdaya, tak sanggup melawan keinginan istrinya untuk melakukan program hamil. D
(Sinopsis) Hidup Luana jungkir balik dalam semalam. Teman dekatnya menjebak Luana tidur dengan pria asing agar pertunangannya batal. Parahnya, pria yang ditiduri Luana ternyata Kyle Ivander, seseorang dari masa lalunya yang kini menjadi bos di kantor Luana. Kabarnya, Kyle Ivander juga menguasai dunia bawah sebagai mafia kejam yang ditakuti. Sebagai pengganti bosnya: Dante Richardo. Luana yang ketakutan dengan konsekuensi tidur bersama seorang mafia serta seseorang yang pernah dia sakiti di masa lalu, mencoba melarikan diri diam-diam. Namun.... Pria kejam itu kini berdiri di depan Luana, dan dengan dingin berkata. "Laksanakan tanggung jawabmu, atau mati di tanganku." *** "Argh, sial."Luana telah melakukan kesalahan.Gadis itu menelan jeritan hening karena kengerian yang disingkapkan oleh cahaya mentari pagi.Dia kini berada di ruangan asing, selimut acak-acakan, pakaian, dan pakaian dalam berserakan di lantai—dan seorang pria di sampingnya, telanjang dan tidur tanpa pe
Luana menatap bingung pada pemilik pakaian yang berceceran tersebut, yang parahnya dia saat ini adalah atasan Luana di kantor! Atasan yang terus menyiksa mental Luana dan membenci dirinya tanpa sebab. Bagaimana mungkin musibah bisa datang bertubi-tubi seperti ini? "Kubilang, aku minta ganti rugi," ulang Kyle dengan mata menyipit, alis ramping miliknya yang saling bertaut entah kenapa terlihat indah. "G-ganti rugi apa?" "Ganti rugi karena telah merenggut keperjakaanku." Kyle menjawab dengan tenang, sehingga membuat kedua mata Luana melotot. "APA?!! ANDA SUDAH GILA?!" "Kenyataannya itulah yang terjadi," jawab Kyle dengan dingin. "Saya sendiri tidak ingat apa pun, bagaimana bisa Anda menyuruh saya ganti rugi?" tantang Luana dengan mata menyipit. "Kamu mau lihat buktinya?" Kyle malah dengan santai menawarkan bukti yang seketika membuat Luana tergagap. "B-bukti apa?" "Bukti betapa ganasnya kamu tadi malam," jawab atasannya tersebut dengan sangat tenang. "G-ganas? Itu tidak mu
Tubuh Jamie adalah satu-satunya tubuh pria yang pernah dia peluk dan akan selamanya menjadi satu-satunya orang yang dipeluk olehnya. Berada di pelukan pria tegap ini selalu nyaman, Lyodra juga merasa begitu tenang dengan aroma harum dari tubuh Jamie yang terus menemani dirinya sejak masa sulit sampai sekarang. Jadi, setelah berhasil memeluknya lagi, sungguh sangat disayangkan kalau langsung melepaskannya begitu saja, kan? "Terus?" Jamie bertanya lagi, kali ini sambil membenahi rambut Lyodra yang jatuh menutupi pipi gadis itu, lalu menyelipkan nya ke belakang telinga. Sikap yang sangat manis, membuat jantung Lyodra berdebar kencang. "Hati aku. Sakit banget," keluh Lyodra dengan bibir cemberut dan suara manja, masih memeluk Jamie meski sedikit melonggarkan pelukan sehingga bisa menatap wajah tampan Jamie. "Kenapa?" Jamie bertanya dengan suara lembut, yang membuat Lyodra menghela napas panjang dan mengeratkan pelukan. "Om, peluknya lamaan dikit, ya? Kan aku masih sak
"Ahhh, benarkah dia sudah punya pacar?" Lyodra llemas bukan main setelah mendengar gosip tentang Jamie yang dilontarkan Luna saat makan siang tadi. "Jamie sudah berciuman sama cewek bernama Shane itu, apa artinya mereka akan pacaran?" gumam Lyodra dengan wajah murung. Padahal dia baru saja bersuka cita karena perlakuan Jamie pagi ini, tapi sekarang... setelah diangkat tinggi-tinggi seperti itu, dia tiba-tiba seperti dihempaskan ke bumi begitu saja. Sakit. "Secantik apa sih cewek yang namanya nona Shane itu? Sampe bisa menggelayut manja di lengan Jamie?" gerutu Lyodra yang merasa cemburu hanya dengan mendengar ceritanya. Dia tak terima ada gadis yang dekat dengan Jamie, meski pada kenyataannya, dia sendiri bukan siapa-siapa Jamie. "Ahhh, aku nggak terima!" Lyodra yang diserang rasa cemburu yang menggila, mulai men stalking semua hal tentang Nathalie Shane, mulai dari tempat sekolah dan tempat kerjanya sekarang. "Haaaah?? Dia saingankuu??!" Setelah melihat semua ha
Saat Lyodra sedang sibuk memikirkan apakah dia harus menggoda Jamie dan menabrak tembok besi antara dia dan Jamie, Ervyl, si biang gosip mulai melontarkan sesuatu yang membuat semua orang yang ada di meja makan itu terkejut. "Eh, aku tiba-tiba kepikiran loh sejak kemarin, bos kita akhir-akhir ini penampilannya agak beda ya nggak sih? Apa diam-diam di kantor ini ada yang disukai sama si bos?" Suasana mendadak hening mendengar ucapan Ervyl, Andin yang sedang mengunyah makanannya bahkan menghentikan kunyahan. "Jangan bercanda." "Itu nggak mungkin, 'kan?" Andin menyahut, menatap teman-temannya meminta kepastian, sedang Lyodra yang diam-diam tertarik dengan fakta itu, menyimak obrolan dengan semangat. "Eh, serius, deh. Masa kalian nggak merhatiin sih kalo dia itu setiap hari selalu lebih cakep dari hari kemarin?" sahut Ervyl yang masih kukuh pada pendirian kalau sepertinya bos mereka berubah akhir-akhir ini. "Yaelah, Ryl. Dari dulu kali bos kita makin hari makin tampan, kay
Namun, tentu saja tak ada respon atas pertanyaan Jamie tersebut karena Lyodra benar-benar sudah tertidur lelap. "Ya ampun, Lyodra. Gimana bisa ada cewek yang begitu ceroboh kayak kamu," ucapnya. Geleng-geleng kepala. Jamie pun memelankan laju mobil, lalu dengan satu tangan, dia menutupi badan depan Lyodra dengan jas miliknya. "Dasar." Dia hanya bisa geleng-geleng kepala melihat gadis itu yang kini benar-benar terlelap dalam tidurnya tersebut. Jamie yang melajukan mobilnya dan kini sudah sampai di rumahnya, dengan hati-hati mengangkat tubuh Lyodra yang sedang tertidur tersebut dan membawanya ke salah satu kamar yang ada di sana. "Lyodra?" Panggilan Jamie tak mendapat jawaban. Kini Lyodra sudah dia baringkan di ranjang kamarnya, gadis itu tidur dengan sangat nyenyak. Jamie yang berdiri di dekat ranjang menatap gadis yang sedang tertidur dengan wajah damai tersebut seraya menarik napas panjang. "Gadis bodoh," ucapnya pelan. Bisa-bisanya saat sedang bekerja dia malah t
Kini Lyodra sadar sepenuhnya kenapa para karyawan perempuan di kantor Jamie selalu diam-diam histeris tiap kali bertemu bos mereka ini. Pria ini... punya segalanya. Karisma, suara, sikap dingin tapi hangat. Dan tentu saja, pesona yang bahkan bisa membakar siapa pun hanya dengan duduk diam seperti sekarang. "Kenapa memangnya dengan leher dan tulang selangkaku?" tanya Jamie dengan santai, nadanya seperti biasa: tenang, tapi tajam. Seolah dia tahu bahwa tubuhnya adalah godaan terbesar Lyodra. Lyodra menggigit bibir bawah sebelum menjawab pertanyaan bos-nya tersebut. Matanya sempat ingin menatap, tapi cepat-cepat ia alihkan. Keduanya saling pandang beberapa detik—terlalu lama, terlalu sunyi—sebelum Lyodra pura-pura fokus ke jalan lagi. Pura-pura sibuk mengemudi, padahal mobil yang mereka tumpangi adalah mobil pintar. Mobil itu bisa mengemudi sendiri—tapi hati Lyodra? Itu rusak, sejak lama, karena Jamie. Lyodra berdeham satu kali dan menjawab dengan gagap. "Gara-gara lihat it
Jamie sendiri merasa puas dengan kepatuhan Lyodra, bagaimana pun juga dia sangat khawatir jika gadis kecil itu minum dan berakhir mabuk, karena Luke pasti akan memarahinya. Tapi yang lebih jujur, Jamie hanya tak rela ada yang melihat Lyodra kehilangan kontrol—dia ingin gadis itu selalu dalam lindungannya. Pesta berjalan dengan lancar, Jamie yang merasa kasihan jika Lyodra menemani dirinya terlalu larut malam akhirnya memutuskan untuk mengajak Lyodra untuk pulang lebih awal. "Langsung antar saja ke tempat tinggalku," perintah Jamie yang duduk di samping Lyodra yang sedang duduk di balik kemudi, seraya menarik turun dasi yang dia pakai dan membuka kancing baju yang mencekik leher. Penampilannya berubah menjadi kasual, tapi anehnya terlihat seksi. Terlalu seksi. "Baik, Tuan," jawab Lyodra lalu segera memfokuskan pandangan ke depan karena tidak mau terpergok telah terpesona beberapa detik dengan penampilan bos-nya tersebut. Dia akui, meski image-nya terkenal sebagai pria yang
Setelah seminggu bekerja, Jamie mulai menyesuaikan diri dengan ritme baru. Bekerja dengan Lyodra, meski masih dalam tahap awal, terasa lebih mudah. Keputusan-keputusan kecil yang ia buat untuk melibatkan Lyodra dalam banyak hal—meski tidak selalu diungkapkan dengan kata-kata—terasa seperti pengakuan tak langsung. Jam kerja hampir berakhir, dan Lyodra menyiapkan laporan terakhir untuk Jamie. Namun, ketika ia menyerahkan dokumen yang sudah disiapkan, Jamie berhenti sejenak menatapnya. “Lyodra,” panggilnya, suaranya lebih lembut dari biasanya. “Ya, Tuan?” Jamie menatapnya, dengan sedikit keraguan di matanya. “Kerja kamu sangat baik. Terima kasih.” Lyodra terkejut, dan senyumnya merekah. “Terima kasih, Tuan Jamie. Itu berarti banyak.” Jamie menatapnya, dan untuk sesaat, ada sesuatu yang berbeda dalam tatapannya. Sebuah kehangatan yang tak biasa. “Mungkin kamu memang punya potensi lebih dari yang aku kira.” Lyodra hanya bisa tersenyum, meski hatinya berdebar. Lyodra
“Laporan meeting pagi sudah saya susun sesuai format yang biasa Anda gunakan tiga tahun lalu, dan ini data terbaru dari divisi pemasaran. Saya juga siapkan jadwal Anda hari ini, lengkap dengan catatan kecil untuk setiap klien, termasuk preferensi kopi mereka.” Lyodra menyampaikan laporan dengan fasih. Jamie hanya menatap Lyodra selama beberapa detik. Sorot matanya sulit ditebak. Diam. Dingin seperti biasa. Tapi bukan itu yang membuat Lyodra gugup—melainkan kenyataan bahwa ia akhirnya berdiri di hadapan pria itu, bukan sebagai gadis kecil yang dulu, tapi sebagai sekretaris pribadi yang ia harap bisa diandalkan. Luke bersandar ke dinding, mengangkat jempol diam-diam. “Gila. Hari kedua dan semuanya sudah sangat rapi," gumamnya pelan. Luke merasa sangat bangga karena hasil didikannya ternyata luar biasa. Jamie akhirnya bicara. “Bagus. Terus pertahankan seperti ini, Lyodra.” Satu kalimat. Pendek. Tapi cukup membuat Lyodra nyaris menangis bahagia. Ia menunduk sedikit,
Sore itu, langit Jakarta mulai berubah jingga. Di dalam taksi menuju kantor pusat JC Corporation, Lyodra tak bisa menyembunyikan kegugupannya. Jari-jarinya terus bermain dengan ujung blazer putihnya, sesekali ia menatap bayangannya sendiri di jendela. “Hari ini... aku akan bertemu dia lagi,” gumam Lyodra, suaranya nyaris seperti bisikan. Ingatan itu datang seperti gelombang. Tentang seorang pria muda berjas hitam, dengan tatapan dingin namun tangan yang hangat menyelamatkannya dari mimpi buruk masa lalu. Pria yang ia sebut cinta pertamanya. Pria yang selalu hadir dalam doanya selama bertahun-tahun. Jamie. Taksi berhenti di depan gedung tinggi menjulang dengan logo 'JC Corp' yang elegan dan dingin. Lyodra menatap ke atas, meneguk napas dalam-dalam, lalu tersenyum kecil. “Aku sudah dewasa, Jamie. Aku datang bukan sebagai gadis kecil yang dulu kamu selamatkan, tapi sebagai wanita yang ingin kamu lihat. Yang ingin kamu banggakan.” Setelah menyelesaikan registrasi masuk dan men