"Please, carikan. Ya? Ya, Rich? Kamu kan sanggup melakukan apa pun, masa membawakan harimau padaku saja tidak bisa?"Jeany menyatukan kedua tangannya dengan ekspresi meminta tolong, bibirnya yang sedang cemberut itu sangat lucu sehingga membuat Richard gemas. "Hmm, bagaimana kalau besok kita mencarinya di kebun binatang?" tawar Richard, yang langsung dijawab Jeany dengan gelengan. "Hah? Kebun binatang? Tidak mau, bau," tolak Jeany, seraya menutup hidungnya. Semenjak hamil, indra penciuman Jeany benar-benar luar biasa, dia sangat sensitif dengan aroma apa pun. Bahkan aroma irisan buncis di dapur yang jaraknya jauh dari kamar Jeany pun bisa membuat Jeany muntah-muntah. "Lalu bagaimana? Haruskah kita ke taman Safari? Aku akan menyewa taman itu sehari hanya khusus untukmu sehingga kamu bisa dengan puas melihat harimau yang mengaum," tawar Richard lagi. Namun, tawaran itu segera dibalas Jeany dengan gelengan. "Tidak, tidak. Aku tidak mau ke mana-mana. Aku hanya ingin berbaring santa
Mendengar perintah tegas bosnya, Kyle mau tak mau tentu saja merasa kebingungan."B-Bos? Anda sedang memberi perintah serius atau bercanda?" tanya Kyle, memberanikan diri. Kyle yang mendapat perintah seperti itu, tentu saja sangat keheranan. "Aku serius."Jawaban tegas Richard, membuat Kyle semakin kebingungan. "Tapi.... di mana ada harimau yang seperti itu, Tuan?" tanya Kyle lagi, yang dibalas Richard dengan endikan bahu. "Entahlah. Cari saja sampai ada. Istriku sedang ngidam. Katanya kalau tidak dituruti perutnya akan terasa sangat sakit. Jadi tolong cari saja dan kabari aku secepatnya," jawab Richard sambil menyukai rambutnya, merasa frustasi dengan permintaan Jeany "Ah? Baiklah kalo begitu, Tuan."Mau tak mau, Kyle pun menyanggupi perintah Richard dan langsung membentuk tim khusus pencari harimau sesuai deskripsi di setiap kebun binatang atau penangkaran dan di mana saja. Namun, misi itu ternyata tak semudah yang dibayangkan. Setiap dibawakan satu Harimau yang menurut tim p
Mendengar saran tiba-tiba dari Kyle, yang tampaknya sudah sangat putus asa mencari ke mana lagi harimau yang diinginkan istri bosnya, Ryuka sahabat Richard tertawa terbahak-bahak. "Sepertinya dia benar, Dante. Mungkin selama ini kamulah yang dianggap Jeany sebagai harimau!" gelak Ryuka, tak bisa menahan tawanya lagi. Richard menatap Kyle dengan tatapan dingin dan berkata dengan tegas. "Kyle, keluar dari ruanganku!""M-maafkan saya, Bos!"Kyle membungkukkan badannya meminta maaf sebelum berjalan tergesa-gesa keluar ruangan, sedangkan Ryuka masih tertawa. "Dante, kenapa kamu tidak ikuti saja ide bawahanmu, siapa tahu benar, kan?""Ryuka, kamu juga keluar!" usir Richard, yang membuat Ryuka tertawa lagi. "Oke, oke. Tenangkan dirimu, Dante. Tapi kuharap kamu memikirkan ide bawahanmu tadi," ucap Ryuka dengan ekspresi geli, tak bisa membayangkan bagaimana seorang Dante Richardo yang begitu penuh kuasa dan dominan, memakai cosplay hewan harimau. Sebelum Richard semakin marah, Ryuka terb
"Astaga! R-Richard... kamu... kamu kenapa?"Malam itu, Jeany menunggu suaminya Richard pulang seperti biasa dan dia dibuat sangat terkejut oleh penampilan sang suami ketika pulang ke rumah.Dia... dia memakai topeng harimau! Bukan hanya topeng harimau biasa, tapi benar-benar seperti bentuk kepala harimau lengkap dengan loreng lorengnhay, sehingga orang-orang yang tidak tahu mungkin akan mengira bahwa dia manusia berkepala harimau. "Apa yang.... "Jeany tak sanggup melanjutkan ucapan. Wanita itu mundur satu langkah dengan ekspresi ketakutan, khawatir jika tingkahnya ini adalah kode bagi dirinya dari Richard, untuk tidak main-main dengan ketua mafia seperti dirinya, yang beberapa waktu terakhir, Jeany repotkan masalah harimau mengaum. Reflek, Jeany yang tegang, memegang perutnya yang mulai sedikit buncit dengan ekspresi takut saat melihat Richard, Jeany semakin mundur sebagai bentuk perlindungan diri. "Ada apa... apakah ini bentuk protesmu, Rich? M-maafkan aku kalau selama ini tida
"S-suka?"Jeany membeo dengan ekspresi bingung, sangat tak mengerti kenapa Richard berpikir bahwa dia akan suka melihat suaminya memakai kostum harimau. "Iya, bukannya ini yang kamu inginkan, Jeany?"Richard mengangguk dengan ekspresi yang menunjukkan bahwa dia tak mengerti alasan kenapa Jeany malah ketakutan melihat dirinya memakai kostum harimau. "Ya, aku pikir kamu akan suka saat melihat aku dandan jadi harimau. Karena... yah, menurutmu apa ada harimau yang ganteng dan wangi? Semua wajah harimau sama. Jadi aku... aku kira kamu sedang membicarakan tentang sebuah metafora," jawabnya lagi, sambil memeluk Jeany karena merasa bersalah telah membuat sang istri ketakutan. "Metafora di mana kamu yang kumaksud sebagai harimau, apakah begitu?" tanya Jeany, keheranan dengan kesimpulan suaminya. Richard mengangguk lagi. Tanpa ragu. "Ehm, ya. Aku sebenarnya tidak berpikir sampai situ sih awalnya, tapi—"Richard itu tampak ragu-ragu mengucapkan alasan kenapa dia memiliki ide memakai kostum
Richard selalu siap siaga di sekitar Jeany, begitu kandungan istrinya masuk bulan 9.Dia terlihat lebih bersemangat dengan kelahiran bayi ini daripada Jeany. Bagaimana tidak, seorang pewarisnya akan lahir. "Semuanya normal, janin dalam perut Anda sangat sehat, Nyonya," ucap dokter kandungan pribadi pada Jeany, saat Jeany memeriksakan kandungan untuk jadwal rutin."Syukurlah," ujar Richard saat mendengar itu. Akhir-akhir ini dia sangat bersemangat dengan kelahiran pewarisnya, tapi juga sering menghawatirkan istrinya. Richard merasa paranoid sendiri dengan ngerinya persalinan normal dan berkali-kali membujuk Jeany untuk melakukan operasi. Namun, Jeany bersikeras untuk melahirkan secara normal. "Tidak, Rich. Dokter mengatakan aku aman untuk melahirkan normal, jadi apa yang perlu dikhawatirkan?"Jeany tetap bersikeras pada pendiriannya. "Tapi Jeany, suamimu ini juga seorang dokter," sanggah Richard, yang tiba-tiba merasa tak terima karena Jeany lebih percaya orang lain daripada diri
"Nyonya, saya akan memeriksa kondisi Anda, ya."Beberapa saat kemudian, dokter Joanna memeriksa kondisi Jeany lagi dan melaporkan pada Richard jika persalinan masih cukup lama. Jika Jeany ingin menjalani persalinan secara normal, maka Jeany harus banyak bergerak untuk merangsang terbukanya jalan lahir. "Anda bisa berjalan-jalan ringan di sekitar taman rumah sakit, Nyonya. Karena ini persalinan pertama, maka jarak pembukaan satu ke lainnya akan cukup lama. Anda bisa menggunakan waktu dengan berjalan jalan dan bergerak ringan," jelas dokter Joanna dengan lembut. Karena Jeany terus bersikukuh untuk melahirkan secara normal, Richard akhirnya memerintahkan kepada dokter Joanna dan perawatnya untuk standby dan memeriksa kondisi Jeany secara berkala, sementara dirinya mulai naik pesawat terbang pulang. "Jeany, tunggu aku, Sayang. Aku akan segera datang."Dia menggunakan jet pribadi agar segera sampai rumah. Richard juga memberi perintah kepada dokter Joanna untuk membawa Jeany ke ruang V
"Halo, dua bidadari kecilku."Richard pulang sambil menyapa istri dan putrinya begitu masuk kamar. Dia lebih dulu mendatangi Maureen, sang putri yang kini berusia dua bulan di box bayi dan mencium pipinya yang gembul. "Sayangku, cintaku. Apakah kamu merindukan papa?" sapa Richard, menowel pipi Maureen yang tertawa-tawa karena sentuhan Richard. Melihat putrinya yang cantik tertawa dengan begitu menggemaskan, Richard mencium keningnya lagi.Setelah kelahiran putrinya, Richard merasa hidupnya sangat bahagia. Setiap hari dia selalu tak sabar untuk segera pulang kerba melihat putri dan istrinya, yang cantik dan menggemaskan. Rasanya hari-harinya selalu ceria. Setiap hari Richard selalu membeli oleh-oleh mainan untuk Maureen dan makanan untuk istrinya. Betapa bahagianya kehidupannya saat ini. Richard kembali menggoda putrinya yang terus tertawa, tampak memegang tangan Richard seperti sudah lama merindukan ayahnya. Sampai terdengar suara teguran dari belakang punggungnya. "Ehmmm! Se
Kyle masih belum puas meski melihat Luana sepertinya patuh dengan titahnya tersebut sehingga dia mengatakannya sekali lagi. "Apa pun yang mengganggu kamu, kamu harus menceritakan semuanya padaku. Kamu anggap apa aku ini, Luana? Hah?" Kyle mengatakan hal itu dengan ekspresi tersinggung. "M-maafkan saya. Tapi ...." Luana menggigit bibir bawahnya dan tidak meneruskan ucapan. 'Memangnya hubungan apa di antara kita?' Gadis itu hanya berani bertanya dalam hati. Mereka tidak pacaran. Juga belum bertunangan. Sekali-kali membicarakan pernikahan, itu pun kalau tidak dalam bercanda atau karena hutang. Namun, mereka sedekat jarak antara jari tengah dan jari telunjuk. "Ada apa? Kenapa tiba-tiba diam?" Kyle bertanya dengan curiga, sedangkan Luana segera menggeleng dan tersenyum, menyingkirkan kabut di wajah saat memikirkan status hubungan mereka. "Tidak ada apa-apa, Tuan," jawabnya. "Baiklah. Lalu kapan dia menghisap darah kamu untuk kedua kalinya?" Kyle kembali ke topik tentang kapa
Saat ini, hatinya sudah sepenuhnya tercuri oleh Kyle, bagaimana bisa dia menjalani sisa hidupnya dengan orang lain? Kyle segera mengulurkan tangan dan membelai sisi kiri pipi gadis itu, lalu menggeleng pelan. "Dengarkan aku dulu, Luna. Pengantin vampir itu cuma istilah, dengarkan penjelasan aku dulu," hibur Kyle sambil membujuk gadis itu agar berhenti menangis. "M-memangnya bagaimana? Apakah masih ada kesempatan untuk kita ...saling bersama, Tuan?" Luana bertanya dengan suara gemetar. Kyle tidak segera menjawab karena dia sendiri tidak berani memberikan kepastian sebelum tahu semua kebenarannya. Namun, pria itu berjanji akan menyelamatkan Luana dalam situasi ini. "Meskipun kesempatan itu cuma 0,00001 persen, aku tetap akan membuat kita menikah, Luana. Kamu harus percaya padaku," ucap Kyle penuh tekad. Melihat keyakinan di mata Kyle, Luana sedikit menarik napas lega. "B-baiklah. Lalu apa yang dimaksud dengan pengantin vampir itu jika itu bukan berarti saya menjadi pasangan
Kyle serta merta melepaskan pelukan gadis itu dan menatap Luana dengan kedua mata agak sipitnya itu membelalak lebar. "Tuan, sudah saya bilang jangan memarahi saya! Saya takut, Tuan ...." Luana malah merangsek masuk ke dalam pelukan Kyle dan menyembunyikan wajahnya di sana, dia mengeratkan pelukan karena takut disingkirkan oleh pria itu. "Ya ampun. Astaga.... ini gila." Kyle hanya bisa menghela napas panjang dan menyugar rambutnya sekali lagi melihat Luana yang meringkuk ketakutan dalam pelukannya. "Jangan marah ... saya, saya benar-benar tidak tahu ...." Luana kini terisak-isak pelan dalam pelukan Kyle, sepertinya gadis itu paling takut melihat Kyle marah. Melihat Luana yang menangis, Kyle akhirnya berhasil menahan amarahnya dan mengelus pelan punggung Luana. "Katakan padaku. Jadi dia sudah pernah dua kali menghisap darahmu, Luana?" "iya. Kenapa memangnya, Tuan?" "Bajingan!" desis Kyle dengan geram, tangannya terkepal erat. "Tuan, saya minta maaf!" seru Luana
Luana yang ekspresinya melunak karena mendapat pelukan dari Kyle, mengangguk. Kini tak ada lagi keraguan dalam ekspresinya. "Anda tahu, kan, kalau dia itu vampir?" Gadis itu memulai ceritanya dengan pertanyaan. "Tentu saja aku tahu, Luna." Kyle mengangguk untuk mendukung gadis itu melanjutkan. "Dan dia itu vampir darah murni," lanjutnya yang dibalas Kyle dengan tatapan tertarik. "Yeah, sayang sekali sikap dia yang sangat pemalas dan aneh itu benar-benar mencoreng nama para vampir bangsawan." Kyle kembali membicarakan Gio yang benar-benar berbeda dengan vampir darah murni pada umumnya tersebut. Luana mengangguk-angguk. "Ah, dia memang aneh, sih. Bahkan sangat aneh," sahutnya setuju dengan ucapan pria yang sedang memeluknya ini. "Betul, bahkan orang tuanya sendiri juga sudah pasrah punya anak seperti dia," tukas Kyle dengan ekspresi prihatin, mengingat bagaimana ketua klan vampir yang hampir angkat tangan dengan kelakuan putranya tersebut. Ahh, Kyle tiba-tiba ingat sesuatu.
"Sekali lagi, itu tugasku, Luna. Kamu nggak usah memikirkan hal yang bukan bagianmu. Tugasmu hanya satu, yaitu selalu bahagia." Ucapan yang meski diucapkan dengan nada datar ala tanpa emosi Kyletersebut, membuat dada Luana rasanya mengembang bahagia. Mungkin karena cinta, sehingga hal biasa seperti itu terdengar luar biasa di telinga Luana, mungkin juga karena jarang sekali Kyle mengatakan hal seperti itu pada orang lain, sehingga Luana merasa istimewa. Kyle yang tidak sadar bahwa kata-katanya tersebut membuat hati seorang gadis meleleh, melanjutkan. "Sedang tugasku adalah membuatkamu bahagia, jadi masalah-masalah nggak penting seperti itu nggak usah kamu pikirkan lagi, mengerti, Luna?" Kyle mengatakan itu dengan suara tegas. "Ya ampun, Tuan...." Luana yang terharu, segera mermeluk erat bos-nya tersebut, tidak menyangka bahwa pria yang dulu saat SMA begitu menyebalkan dan terus mengganggu dirinya, kini tumbuh menjadi pria yang dapat dipercaya seperti ini. Benar-benar pertumb
"Anda ini bicara apa, sih, Tuan?" Luana mencubit pelan punggung tangan Kyle yang melingkar di perutnya, memiringkan kepala untuk menatap bos-nya. Mendadak gadis itu kesal kepada sang bosyang terlalu mudah curiga dengannya,untuk mengungkapkan rasa kesalnyatersebut, Luana pun memukul pelan punggung tangan Kyle karena tidak puas hanya dengan mencubitnya saja. Sementara itu Kyle balas memandang dirinya dengan ekspresi muka ditekuk, membuat Luana menarik napas panjang dan turun dari pangkuannya. Dia kini duduk di samping sang bos dan memegang kedua tanganya, menggenggam telapak tangan yang besar dan hangat meski sedikit kepalan tersebut. "Tuan, Anda kenapa punya pikiran sesempit itu?" keluhnya sambil sekali lagi menghela napas panjang. "Pikiran sempit katamu?" bantah Kyle, tak terima. Luana menggeleng dengan ekspresi cemberut, menatap intens pria yang tampak tersinggung dengan ucapannya itu. "Tentu saja. Saya benar-benar kecewa saat tahu Anda ternyata mengukur perasaan saya seda
"A-apa, Tuan? Pernikahan?" Mulut Luana membulat dengan tatapan bingung saat Kyle menyebut kata pernikahan. Kyle yang berada di atasnya balas memandang gadis di bawahnya dengan bertanya-tanya. "Kenapa kamu seperti linglung begitu saat aku menyebut kata menikah, Luana?" Atas pertanyaan tersebut Luana mengulurkan tangannya dan membelai pipi Kyle yang mulus. Ah, tidak. Tidak mulus karena saat ini adalah satu jerawat kecil nakal berwarna merah muda yang berada di pipi dekat telinga pria itu. Hal itu serta merta membuat konsentrasi Luana buyar dan membuat bibir gadis mungil itu cemberut. "Ish, bagaimana bisa, sih, Anda sampai jerawatan seperti ini, Tuan?Tunggu sebentar, saya akan mengambilkan Anda salep. Saya tidak terima wajah Anda yang setampan dewa ini sampai ditumbuhi jerawat!" Dia melayangkan protes. Luana, dengan lihainya meloloskan diri dari kungkungan Kyle dan berjalan menuju meja rias tak jauh darinya. Kyle hanya mengendikkan bahu dan duduk di tepi ranjang, menunggu g
Anehnya, hal itu tidak ada terjadi hari ini. Di bagian depan celana, hanya ada basah di bagian yang terletak di antara dua pahanya. Seperti normalnya orang yang baru saja mengeluarkan sperma. Sungguh aneh. Cairan itu seperti cairan pria pada umumnya sekarang. Apa yang membuatnya berbeda dengan kejadian ketika di ruangan kantor nya waktu itu? Apakah karena saat itu Kyle sedang berada diambang kehilangan kekuatan, sehingga cairannya juga berpengaruh? Hal ini harus ia bicarakan dengan Rion lagi. Setelah mencapai kesimpulan itu, Kyle bernapas lega dan memandang gadisnya dengan penuh cinta. "Kamu tadi mau melakukan apa sebelum aku ke sini, Luna?" Kyle bertanya kepada Luana yang masih betah memeluk dirinya. "Eummm, makan. Mau merebus mie tadi." Gadis itu menjawab malu-malu. "Ya sudah, sana ke kamar mandi, aku juga mau ambil celana dan baju bersih di mobil. Habis itu kita makan bersama, ya?" ucap Kyle. Luana mengangguk dan dibantu Kyle turun dari meja. Pria i
Luana terengah-engah karena payudaranya terus dimainkan Kyle, sedangkan Kyle sibuk dengan semua ketegangan dalam dirinya. "Biarkan aku melakukan ini, Lun. Aku sangat merindukannya," ucap Kyle dengan nada tegas. Pria itu memandang payudara Luana dengan sikap menghamba. Di mata Kyle, milik Luana ini selalu yang terbaik. Kedua bulatan itu besar, bulat sempurna, segar, putih mulus dan penuh, seperti mengundang Kyle untuk melesak kan mulutnya di sana, sampai benda itu terhisap sepenuhnya di mulut Kyle. "Ah, aku nggak tahan," desahnya dengan ekspresi serius saat memandang payudara besar Luana, seakan-akan itu cobaan paling berat dalam hidupnya. Pria itu benar-benar tak sabar untuk menggigit bulatan besar milik Luana yang seperti bakpao baru matang tersebut, dengan puncak berwarna merah muda yang menggoda. Pria itu tak sabar untuk melakukan banyak hal di sana. Jadi, Kyle pun mendekatkan mulutnya ke payudara Luana yang terbuka, dan mulai menjilat serta menyedot putingnya y