"Ehem!" dehem polisi yang sedari tadi menanyai Arumi. "Tolong, ini kantor polisi, bukan taman," imbuhnya.Sesaat kemudian Arumi pun menarik tangannya dengan cepat. Sedangkan Satria berdiri sebagai responnya. "Kamu kenapa bisa di sini?" tanya Arumi sembari melirik ke arah dua laki-laki yang saat ini berdiri tak jauh dari dirinya dan Satria yang masih di depannya."Tentu saja untuk menolong kamu," jawab Satria sembari menoleh ke arah dua laki-laki tersebut.'Menolong?' batin Arumi sembari melihat ke arah dua laki-laki yang saat ini sedang melangkah ke arahnya."Bagaimana keadaanmu, Gadis?" tanya Excel sembari mengangkat tangannya, menyapa dengan ramah.Arumi pun langsung tersenyum canggung. "Ah, baik-baik," jawabnya dengan cepat.'Sejak kapan aku dan dia menjadi dekat? Lalu, ini kenapa kok tadi si Kunyuk berlutut kaya gitu?' pikirnya yang merasa aneh dengan apa yang terjadi."Maaf, bukankah Anda ini Satria itu 'kan?" tanya polisi sembari mengamati wajah dan pakaian Satria."Benar," jaw
Sore harinya. Saat ini Arumi masih saja merebahkan tubuhnya di kasur lantai kamarnya dengan tangan yang memegangi ponselnya sembari sesekali melirik ke arah Cheri yang saat ini sedang berkonsentrasi mengupas bawang, karena saat ini waktunya Cheri yang menyiapkan makanan."Aduh," pekik Cheri tiba-tiba.Arumi yang selama beberapa saat terus bermain ponsel pun langsung bangun. "Kenapa?" tanyanya sembari menatap Cheri yang sedang memegangi jari telunjuk tangan kirinya."Kena pisau," jawab Cheri sembari meringis menahan sakit.Arumi pun segera bangkit dan melangkah ke arah kotak P3K yang menempel di dinding dekat pintu kamar mandi. Ia pun segera mengambil obat merah, kasa, serta perekatnya."Aduh, kamu ngelamun apa toh Cher?" tanya Arumi yang berpura-pura biasa dan tak curiga sedikit pun pada Cheri karena tadi teman sekamarnya itu sudah menjelaskan perihal kenapa dia bisa membuka sandi ponsel milik Arumi."Nggak ngelamun sih sebenarnya, ya emang nggak sengaja aja," tukas Cheri s
Arumi terus bersembunyi di dekat tembok tinggi untuk terus bisa memperhatikan apa yang sedang dilakukan oleh wanita barbaju kuning cerah itu.'Jangan-jangan benar, Mbak Yuni ada hubungannya dengan orang yang mati tadi, duh!' batin Arumi sembari terus memperhatikan Yuni yang baru saja menerima amplop coklat dari orang yang ada di dalam mobil tersebut.'Tapi kalau itu Mbak Yuni, terus gimana dengan Cheri? Ah, sebaiknya aku segera pindah saja,' pikirnya sembari mengusap-ngusap wajahnya dengan keras.**Di rumah Satria. Satu jam berlalu. Saat ini Arumi pun mulai membersihkan kamar Satria. Ia tidak tahu pasti bagaimana rumah Satria itu tetap terlihat bersih saat dia ke sana, padahal dia tak pernah sekali pun membersihkan rumah besar itu dan Satria pun berkata kalau tak ada asisten rumah tangga di rumah itu."Sudah selesai," ucap Arumi ketika sudah selesai membersihkan kamar Satria dan tinggal membuang sampah di dalam plastik yang ia bawa."Bagus," sahut Satria yang
'Melamarku?' batin Arumi yang benar-benar terkejut dengan hal itu. Arumi pun menghentikan langkahnya sesaat ketika mendengar hal itu.'Bagaimana dia menjawabnya?' pikirnya sembari berganti melirik Satria yang saat ini masih diam saja, belum menyahut."Semua itu tergantung dia," jawab Satria dengan dingin. Jawaban yang tidak sesuai dengan pertanyaan tersebut pun langsung membuat Arumi mengerutkan dahi. Sedangkan Abi yang sudah tahu tentang kedatangan Arumi pun langsung memastikan ekspresi wanita yang memperhatikan percakapan mereka saat ini.'Kenapa reaksinya seperti itu? Apa mereka benar-benar tidak memiliki hubungan apa pun?' pikir Abi sembari terus tersenyum dan kemudian mengangkat tangannya lalu melambai pada Arumi."Sudah dapat?" tanyanya."Ah, sudah," jawab Arumi yang segera berjalan kembali ke meja makan.Satria pun segera menoleh ketika mendengar sahutan Arumi. Ia pun terus menatap Arumi selama beberapa saat. 'Aku harus lebih berhati-hati,' pikirnya. Beberapa saat ke
"Kenapa?" tanya Satria sembari masih mencengkeram leher Arumi."Kenapa apanya? Harusnya aku yang tanya kenapa?" balas Arumi sembari terus berusaha melepaskan cengkeraman Satria.Tiba-tiba wajah marah laki-laki yang ada di depan Arumi itu berubah resah. 'Ada apa dengan dia?' batinnya yang kini mulai merasa ngeri karena melihat hal itu.'Jangan-jangan dia kesurupan,' pikir Arumi yang langsung mengaitkan hal itu dengan hal mistis."Kenapa kamu meminta tolong pada dia, kenapa kamu tid—" Keanu tiba-tiba menghentikan kalimatnya sendiri."Tidak apa?" tanya Arumi setelah Satria melepas cengkeramannya. "Aku tidak pernah meminta tolong ataupun bercerita pada dia. Kalau dia tahu sesuatu, itu pasti bukan dari aku," terangnya sembari mengangkat tangan dengan posisi seperti orang bersumpah.'Lah kenapa aku harus ngejelasin ini? Kok jadi kaya aku ingin meyakinkan pacar yang cemburu sih,' pikir Arumi sembari terus tersenyum. 'Eh, ini tandanya dia tidak kesurupan. Lalu kenapa dia tiba-tiba saja mence
'Hah!' Arumi terkejut dan langsung menoleh pada Satria."Kalau seperti ini saya mengenalnya," timpal Satria.Seketika satpam tersebut menoleh ke arah lain untuk menahan tawanya. "Ehem, jadi Tuan Satria ini mengenal nona ini?" tanya satpam itu lagi."Ya," jawab Satria yang masih menunjukkan ekspresi dinginnya.Kemudian satpam tersebut beralih pada Arumi. "Jadi Nona—""Panggil saja saya Arumi, Pak," sela Arumi."Mbak Arumi, ya?" Satpam tersebut memperjelas.Arumi pun segera mengangguk mendengar pertanyaan tersebut."Baik Mbak Arumi, jadi karena sudah ada konfirmasi dari Tuan—""Panggil saya mas mulai hari ini," pinta Satria tiba-tiba.Langsung saja satpam tersebut tersenyum aneh sembari menggaruk-garuk pelipisnya, sedangkan temannya langsung menutup mulutnya menggunakan topi seragamnya untuk menyamarkan ekspresi wajahnya yang sedang menahan tawa."Baiklah, karena Mas Satrianya sudah menyatakan bahwa mengenal Anda, maka Anda bisa bebas saat ini," beber satpam sambil mengelap keningnya
Mendadak Satria pun menginjak pedal remnya. "Ada apa? Kamu tahu, ini bahaya."Satria terus saja menoleh ke belakang untuk memastikan jika tidak ada kendaraan apa pun di belakang mereka. "Maaf-maaf, aku refleks," jawab Arumi sembari terus menatap ke depan."Ada apa?" tanya Satria sekali lagi."Itu yang aku ceritakan tadi," jawab Arumi sembari menunjuk ke jalanan di depan mereka.Satria pun ikut mengamati apa yang ditunjuk oleh Arumi. "Itu temanmu kan?""Benar. Terakhir kali aku melihat dia ditampar oleh orang yang mengemudi mobil itu. Tapi aku tidak tahu apa yang membuat mereka bertengkar. Awalnya aku pikir Cheri terseret masalah pinjol. lalu aku pikir dia itu bisnis narkoba karena aku kerap melihat dia membungkus barang-barang kaya paketan gitu, tapi aku sendiri tidak pernah tahu apa isinya. Tapi akhir-akhir ini aku jadi ragu dengan tebakanku sendiri," terangnya.Satria pun hanya bergumam menanggapi cerita Arumi, sambil terus saja memperhatikan ke arah Cheri dan seorang laki-laki ya
"Lonthe siapa, Mbak?" tanya Arumi sembari menepis tangan wanita yang menarik kaosnya."Jangan pura-pura tidak tahu. Mana Cheri, di mana dia?" tanyanya dengan emosi membeludak.'Kenapa Cheri dipanggil lonthe?' pikir Arumi sembari mengerutkan dahinya."Diem lagi! Di mana dia?" desak wanita di depan Arumi sembari mengarahkan pandangannya ke sekitar ruangan itu."Cari saja kalau tidak percaya," jawab Arumi dengan tenang.Benar saja, sesaat setelah Arumi mengatakan hal itu, wanita tersebut langsung menggeledah kamar tersebut. Arumi pun langsung mengikuti wanita itu sambil berkata, "Sejak aku pulang kerja semalam, aku tidak bertemu dengannya sampai pagi ini. Memangnya ada apa?"Dan setelah mencari ke setiap ruangan, akhirnya wanita tersebut menjawab, "Teman sialanmu itu sudah merebut calon suamiku," bebernya."Merebut calon suami?" gumam Arumi yang agak aneh mendengar hal ini."Jangan pura-pura tidak tahu. Berikan aku nomer HP-nya!" pintanya dengan kasar.Arumi kemudian beralih ke kasurnya
Sesaat kemudian pintu yang baru saja diketuk oleh Arumi tersebut pun terbuka. Ia menatap seorang laki-laki yang keluar dari sana."Loh, bukannya kamu sedang keluar negeri?" tanya Arumi sambil menatap kekasihnya tersebut menggunakan kaos oblong dan celana pendek biasa."Sejak kapan kamu menjadi dekat dengan Aris?" tanya Satria yang terdengar seperti sedang mengintrogasi.Arumi langsung memutar bola matanya. Ia sudah sangat terbiasa dengan kecemburuan Satria yang agak berlebihan."Istrinya tidak senang saat mendengar kamu mengajaknya liburan, kamu mengerti?" Satria berdalih agar Arumi tak marah karena dia cemburu lagi.Mata Arumi membola. "Dia punya istri?"Sesaat kemudian terlihat Aris keluar lewat pintu lain."Ris, kamu punya istri?" tanya Arumi langsung.Aris pun tersenyum canggung. Dia tadi mendengar dengan jelas kebohongan apa yang Satria katatakan. "Iya Nyonya," jawabnya."Lah, harusnya kamu ajak juga istri kamu, jadi kita bisa liburan bersama," ucap Arumi sembari t
Tiga bulan berlalu. Perlahan perasaan Arumi mulai membaik, walaupun terkadang ia masih suka melamun dan tiba-tiba menangis sendiri ketika teringat dengan putri kecilnya."Hayo … ngelamun lagi," ucap Nita yang baru saja datang ke taman kecil samping cafe. Ia kemudian dengan santai duduk di samping Arumi yang sedari tadi terus menghadap bunga."Apa ada pesanan lagi?" tanya Arumi sembari mengusap air matanya."Tidak ada, semuanya sudah beres," jawab Nita. "Kamu ingat dengan Syahila lagi?" tanyanya.Arumi menghela napas panjang. "Ya … mau bagaimana lagi. Tadi malam aku mimpi gendong dia," jawabnya."Ar, kamu pasti tahu aku mau ngomong apa. Jadi aku nggak akan ngomong itu lagi, soalnya kata-kata mutiaraku udah habis buat menghibur kamu." Nita berseloroh.Arumi pun menoleh sembari tersenyum kecil. "Iya … aku nggak akan sedih lagi. Ini sudah tiga bulan lebih 'kan?" Ia menirukan ucapan Nita ketika terakhir kali menghiburnya."Nah, gitu baru bener," sahut Nita sembari mencubit ge
Beberapa menit berlalu, saat ini Satria, Abi dan Arumi pun sampai di lantai paling atas tempat di mana Rena berada."Syahila," panggil Arumi karena mendengar putri kecilnya itu sedang menangis kencang."Ren, berikan bayinya," ucap Abi sembari mencoba melangkah ke arah Rena, tetapi langsung berhenti ketika Rena mengangkat tangannya, memberi tanda agar dia berhenti."Aku berubah pikiran," ucap Rena."Berubah pikiran apa, kami sudah membawa Abi ke sini," sahut Satria dengan tangan yang mengepal kuat.Rena pun mengganti pandangannya pada Satria. "Sat, kamu seharusnya tidak ikut campur dalam urusan rumah tanggaku ini. Aku beri kamu kesempatan untuk pergi dari sini, aku hitung sampai tiga. Satu … dua ti—""Aku tidak akan ke mana pun. Serahkan bayinya dan kamu bisa pergi dengan Abi ke mana pun yang kamu mau," tukas Satria."Kenapa kamu selalu bertingkah dominan? Di sini aku bosnya, bukan kamu!" teriak Rena.Sesaat kemudian tangisan Syahila terdengar makin kencang."Mbak, tolong beri
Setelah beberapa menit, akhirnya Arumi pun selesai menyusui Syahila. Tangannya mengepal kuat memikirkan apa alasan yang bisa ia gunakan untuk mengulur waktu."Sudah selesai, Nyonya?" tanya baby sitter yang baru saja masuk ke dalam kamar itu.Arumi pun langsung menoleh. "Sudah," jawabnya.Kemudian baby sitter itu pun mendekat ke arah Arumi. "Saya ditugaskan oleh Tuan Abi untuk membantu Anda berkemas," ujarnya.Sesaat kemudian Arumi pun mengangguk. "Tapi aku ingin ke kamar mandi dulu, tidak apa-apa kan? Soalnya perutku seperti melilit ini," ujarnya sembari berakting meringis menahan sakit."Iya Nyonya, tidak apa-apa. Saya akan mengatakan ini pada Tuan," jawab baby sitter sembari mengambil alih Syahila.'Sayang, kita bertahan dulu ya,' batin Arumi sembari menatap ke arah bayi mungilnya yang sedang tertidur lelap.Dan kemudian ia pun segera melangkah mencari kamar mandi di kamar itu. Sepuluh menit berlalu, saat ini Arumi terus berada di dalam kamar mandi dan duduk
Kemudian Arumi beralih menatap orang tersebut. "Apa maksudnya ini? Kenapa kamu mencelakai dia?" tanyanya."Semua ini atas perintah Tuan," jawab orang tersebut dengan ekspresi dingin.Sementara itu Rasyid pun kembali terbatuk-batuk."Lalu?" Arumi bertanya kembali sembari menatap orang yang ada di depannya itu dengan tak kalah tajam.Sesaat kemudian, orang di depan Arumi yang memiliki paras cantik seperti perempuan tetapi bersuara gahar khas lelaki itu pun mengeluarkan sebuah botol dari dalam jasnya dan kemudian memberikannya pada Rasyid.Secepat kilat Rasyid menyambar botol tersebut dan langsung menenggak isinya. 'Apa-apaan ini?' batin Arumi yang makin terkejut melihat apa yang terjadi."Aku pikir kamu sudah berpindah haluan," seloroh orang tersebut sembari menengadahkan tangannya.Beberapa esaat kemudian, Rasyid yang tadi membungkukkan tubuhnya saat menahan sakit kini kembali berdiri tegap. "Belum waktunya kamu bicara seperti itu," pungkasnya sembari memberikan kembali botol obat pe
Satu jam lebih berlalu. Saat ini Arumi sedang berdiri di dekat sebuah perempatan yang ramai dengan kendaraan berlalu lalang."Di mana …," gumam Arumi sembari menatap ke arah jam tangan yang diberikan oleh Satria. Kakinya menghentak-hentak kecil karena tidak sabar menunggu."Bagaimana kalau Syahila lapar," gumam Arumi lagi yang merasakan payudaranya penuh dan itu tandanya kalau buah hatinya itu sedang lapar. Masih teringat dengan jelas bagaimana tangisan bayi kecil itu di telepon tadi.Tak lama kemudian terlihat sebuah mobil berwarna hitam mendekat ke arahnya. Dan setelah mengamati selama beberapa saat, terlihat seorang laki-laki turun dari mobil tersebut."Kenapa kamu lama sekali," gerutu Arumi karena melihat itu adalah Rasyid yang menjemputnya.Setelah itu Arumi pun segera masuk ke dalam mobil tersebut tanpa basa-basi. "Ayo cepat kita pergi," ucapnya ketika Rasyid juga sudah masuk ke dalam mobil tersebut."Apa Anda benar-benar sendirian?" tanya Rasyid sembari menekan pedal g
Satu jam berlalu. Saat ini Satria, Arumi dan Rena sudah berada di halaman rumah sakit. Terlihat para anak buah Satria sudah berjaga di berbagai sudut rumah sakit. Dan ketika baru saja turun dari mobil, Arumi pun memaksa dirinya untuk berjalan dengan cepat ke arah pintu masuk rumah sakit."Syahila, di mana kamu," ucap Arumi sembari terus melangkah. Kalau bisa, ia ingin berlari dan mengobrak-abrik seluruh gedung tersebut untuk mencari buah hatinya. Namun, ia sangat sadar dengan kemampuannya yang hanya wanita biasa dan baru melahirkan."Aris, bawa dia ke ruangan Arumi!" titah Satria sembari mendorong Rena ke arah Aris.Aris pun dengan sigap menangkap Rena dan membawanya mengikuti Satria."Lepas! Aku bisa berjalan sendiri!" sergahnya yang kemudian melangkah dengan tenang mengikuti Satria dan Arumi. Setelah sampai di lantai tempat Sahila biasanya diletakkan, Arumi pun segera masuk ke dalam ruangan tersebut. Dia mengecek sendiri tempat di mana Sahila biasanya tidur. a
Langsung saja para wartawan menyorot ke arah orang tersebut. Setelah itu ia dengan tenang membuka topi dan maskernya.Melihat hal itu mata Arumi pun membulat. "Mas, itu Rena. Bagaimana?" bisik Arumi sembari mencubit paha Satria."Kamu tenang saja. Katakan saja semua yang kamu inginkan," jawab Satria dengan suara yang tak kalah lirih.Langsung saja Arumi menoleh dan mengernyitkan dahinya. 'Apa maksudnya?' pikir Arumi sembari melihat Satria yang saat ini sedang menatap Rena dengan santai. Sesaat kemudian Satria pun ikut menoleh dan mengusap kepala Arumi dengan lembut. "Kamu tenang saja," ujarnya dengan suara normal, hingga menarik perhatian beberapa wartawan dan mereka pun langsung mengabadikan momen itu.Arumi yang menyadari hal itu pun langsung melirik ke arah para wartawan yang menyorot mereka saat ini. 'Jangan-jangan dari tadi dia sudah tahu kalau itu Rena,' batinnya."Sudah aku katakan tenang saja. Aku ada di sini, tidak ada yang perlu kamu khawatirkan," ujar Satria lagi.Langsung
Dua jam kemudian di dalam ruangan Satria. Saat ini terlihat Satria yang tengah duduk di kursi kerjanya."Apa wanita itu memang sulit ditangani, Pak? atau hanya dia saja?" tanya Satria pada Pak Taufik, setelah ia selesai mematikan panggilan dari Aris yang mengatakan kalau dirinya dan Arumi sudah berada di lantai dasar perusahaan itu.Pak Taufik pun tersenyum kecil mendengar hal itu. "Nona Arumi ingin membantu Anda, Tuan. Dan saya pikir ini juga tidak ada salahnya," jawabnya dengan bijak."Aku sengaja tidak ingin melibatkan dia karena tidak mau dia mendengar pertanyaan-pertanyaan wartawan itu," ucapnya dengan nada mengeluh."Saya yakin Nona Arumi bisa menghadapinya, dia wanita yang kuat," sahut Pak Taufik masih dengan nada bicaranya tadi.Setelah itu yang terdengar hanyalah helaan napas panjang dari bibir Satria. Setelah 15 menit merapikan penampilan dan merencanakan semuanya, akhirnya Arumi dan Satria pun berjalan dengan tenang ke arah ruang konferensi pers yan