Kenzo menatap sahabatnya dengan tatapan heran, karena pria itu diam saja, setelah dia menjelaskan kepadanya."Kenapa kamu diam saja, apa penjelasanku itu salah?" tanya Kenzo."Tidak, penjelasanmu sangat benar, Ken, hanya saja aku sedang memikirkan sesuatu." jawab Anton."Memikirkan hal apa? Sudahlah, jangan terlalu ikut memikirkan hal ini, jika Allah sudah memberikan aku jodoh, pasti semuanya akan terjadi." Kenzo menepuk pelan bahu sebelah kiri sahabatnya.Pria itu mengangguk paham, mereka melanjutkan aktivitas menonton tv.Dua jam sudah berlalu, Hasan dan Laura baru saja pulang, mereka mendekat ke arah dua pria dewasa yang sedang menonton tv di ruang tengah."Tante pikir kamu sudah pulang, Kenzo." ucap wanita tua itu sembari tersenyum."Belum Tante, lagipula kalian yang menyuruh saya untuk tidak pulang, sebelum kalian pulang bukan?" jawab Kenzo membalas senyuman Mama sahabatnya."Menginap lah di sini, Kenzo." Pinta Hasan."Untuk sekarang tidak bisa, Om, aku masih mempunyai banyak pek
Setelah merasa semua barang-barang yang dia cari ada di dalam tasnya, wanita itu melihat sahabatnya membawa nampan dengan isi dua mangkuk mie instan dan satu tempat untuk nasi."Ayo kita sarapan," ajak Rani sembari meletakkan nampannya di atas meja."Kenapa kamu repot-repot membuatkan ku makanan, Ran. Aku bisa sarapan di kantor saja." Shilvia merasa tidak enak kepada sahabatnya itu."Ini sama sekali tidak merepotkan kok Shil, ayo makan. Jangan sampai kamu telat ke kantor." jawab Rani lalu duduk di lantai.Shilvia mengangguk lalu berdiri dari duduknya, dia berjalan ke arah dapur untuk mengambil dua gelas dan teko isi air hangat. Wanita itu kembali ke ruang tamu lalu meletakan kedua gelas itu dan tekonya."Maaf aku selalu membuatmu repot." Shilvia menatap sahabatnya itu."Kamu ini terlalu banyak bicara, cepat makan lah." pinta Rani sembari tersenyum.Shilvia mengangguk dan mereka berdua membaca doa sebelum makan, setelah itu mereka mulai memakan makanannya."Kamu makan mie dengan nadi?"
Pria itu terkejut melihat wanita yang sedang menatap dirinya."Rani?" ucap oria itu tidak percaya jika wanita yang di hadapannya adalah waktu yang dia cintai dan dia sayangi.Rani hanya tersenyum, Kenzo berdiri dan membantu wanita itu berdiri."Astagfirullah Rani, saya benar-benar minta maaf. Apakah ada yang terluka?" tanya Kenzo dengan raut wajah khawatir.Pria itu membersihkan pakaian Rani yang sedikit kotor."Tidak masalah, Pak Kembali. Saya baik-baik saja kok, dan tidak ada yang terluka." jawab Rani dengan senyuman.Wanita itu berbohong, karena pantat dan pergelangan kakinya terasa sangat sakit. Dia sangat yakin jika kedua kakinya terkilir.Bagaimana tidak terkilir, tubuh Kenzo itu besar, lebih tinggi dari Anting, tubuh yang sangat kekar dan berotot. Siapapun yang menabraknya pasti akan terpental, apalagi wanita yang bertubuh mungil seperti Rani."Kamu yakin? Entah kenapa saya merasa kamu sedang berbohong kepada saya, Rani?" tanya Kenzo yang tidak yakin jika wanita di hadapannya i
Tidak membutuhkan waktu lama mereka sudah sampai di depan pintu gerbang sekolah dasar tempat Vivi menuntut ilmu. Pria itu melepas sabuk pengaman nya dan menatap ke arah wanita yang sedang bwemain ponsel."Kamu jangan ikut turun ya, Ran. Karena kaki kamu sedang sakit, saya juga hanya menjemput Vivi saja, itu tidak akan lama." jelasnya."Baiklah, Pak. Saya akan menunggu di aini saja." jawab Rani sembari tersenyum.Kenzo membalas senyuman Rani, pria itu membuka pintu mobilnya dan keluar dari dalam mobil. Dia berjalan memasuki pintu gerbang, karena memang pintu gerbang sedang terbuka jadi dia tidak perlu meminta bantuan kepada satpam sekolah untuk membukakan nya. Pria itu mempercepat langkah nya menuju ke kelas putri yang berada di lantai dua, karena anaknya sudah kelas 5 . Sekolah ini adalah sekolah untuk orang-orang yang memiliki banyak uang, atau lebih tepatnya untuk kalangan orang kaya, selain biayanya perbulan yang cukup mahal, tidak mudah juga untuk menjadi murid di sekolah yang bi
Pria itu masih menunggu jawaban dari wanita yang sedang dia genggam erat tangannya."Kenapa kamu diam saja?" tanya Kenzo mulai khawatir."Saya tidak apa-apa Mas, ayo kita masuk saja. Kasihan Vivi semakin lemas." ajak Rani.Pria itu mengangguk lalu mereka mulai jalan ke arah gedung rumah sakit. Rani merasakan kakinya semakin sakit, tapi dia berusaha menahan supaya tidak terlihat sedang menahan sakit oleh Kenzo."Ya Allah, tolong hilangkan rasa sakit di kakiku sebentar saja, aku akan menemani Vivi berobat, aku tidak ingin melihat dia terus-terusan sakit." batin Rani.Mereka memasuki rumah sakit dan berjalan ke arah UGD."Selamat siang, ada yang bisa saya bantu, Pak, Bu?" tanya Suster yang mendekat ke arah mereka."Selamat siang juga, Sus. Apa ada Dokter anak yang sedang aktif di jam segini di rumah sakit ini?' tanya Rani balik."Ada Bu, beliau sedang memeriksa pasien di dalam GUD." jawab Suster itu."Syukurlah, kami akan memeriksa anak kami. Dia habis muntah-muntah, entah dia kenapa, pa
Anton sudah selesai menyelesaikan semua pekerjaan kantornya, dia melihat ke arah jam tangannya yang sudah menunjukan jam 12 siang lebih 10 menit."Aku akan ke rumah Rani dan melihat keadaannya, aku benar-benar sangat khawatir kepadanya. Apalagi saat Shilvia berkata jika wajah Rani sangat pucat." gumam Anton sembari merapikan meja kerjanya.Setelah mejanya rapi, pria itu mengambil tas nya yang dia letakan di kursi kerjanya, lalu memakainya dan merapikan dasinya yang sedikit berantakan."Sayang, Mas datang." gumamnya lagi lalu mengambil tas kerja dan kunci mobilnya.Pria itu berjalan ke arah pintu dan membukanya, dia keluar dari ruangannya dan tidak lupa menutup pintunya kembali. Pria itu berjalan ke arah meja sekertaris nya."Selamat siang, Shilvia." sapa nya dengan ramah."Selamat siang juga, Pak Anton. Ada yang bisa saya bantu? Tapi anda akan kemana?" tanya Shilvia yang menatap bos nya membawa tas kerja."Saya akan ke rumah Rani, saya khawatir dengan keadaannya. Pekerjaan sudah seles
Setelah puas melihat sahabatnya yang mengobrol dengan anaknya, Kenzo kembali melanjutkan aktivitas makan siangnya bersama dengan Rani."Itu yang Om bawa apa?" tanya Vivi menunjuk ke paper bag yang berada di nakas."Om membawakan hadiah untukmu, tapi. Kamu harus pulih terlebih dahulu ya Sayang." jawab Anton sembari mengecup kening anak itu dengan penuh kasih sayang.Vivi mengangguk lalu menatap ke botol infusnya."Daddy." panggilnya.Merasa anaknya memanggil dirinya, Kenzo berdiri dari duduknya lalu mendekat ke brankas."Iya Sayang, Daddy di sini." jawab Kenzo sembari menatap sang anak yang sedang menatap dirinya."Sebentar lagi infusnya habis, kita akan langsung pulang kan?" tanya Vivi."Iya Sayang, setelah infusnya habis, kita akan langsung pulang." jawab pria itu dengan senyuman.Vivi mengangguk lalu terus menatap ke arah botol infusnya, makan siang Rani sudah habis, dia berdiri dan hendak membuang kotak makan itu di tempat sampah dekat gorden. Saat baru beberapa langkah, wanita itu
Anton merasa senang karena Rani sudah berbicara seperti semula lagi. Dia menatap Rani dengan tatapan memohon."Mas mohon, menurut ya." pinta Anton dengan nada lembut."Baiklah, aku akan mengganti uang nya nanti." jawab Rani.Jujur saja jika nada bicara Anton sudah lembut seperti itu, dia selalu terbuai dan tidak bisa menolak. Apapun itu."Tolong dipercepat ya Dok." pinta Anton.Dia tidak menjawab perkataan Rani yang akan mengganti uangnya. "Baiklah, saya permisi terlebih dahulu." pamit Dokter itu lalu keluar dari ruang UGD."Daddy " panggil Vivi.Kenzo yang sedari tadi melamun langsung tersadar dari lamunannya, karena mendengar putri nya memanggil dirinya. Pria itu langsung berjalan ke arah brankar Vivi lalu mengusap rambut buah hatinya dengan lembut."Iya Sayang, ada apa?" tanya Kenzo dengan nada lembut."Tante Rani kenapa? Apa dia sakit gara-gara menungguku di sini?" tanya balik Vivi."Tidak Sayang, Tante hanya kelelahan saja. Kamu jangan berpikir jika Tante sakit gara-gara menungg