Rani menuangkan air putih untuk Zargie minum, wanita itu meletakan gelas isi air putih itu di sebelah kiri anaknya."Itu minum nya, Sayang." wanita itu menatap anaknya."Terimakasih, Mama." jawab Zargie sembari tersenyum ke arah sang Mama."Sama-sama, Sayang, ayo habiskan makananmu." Rani membalas senyuman buah hatinya itu.Zargie mengangguk dan kembali melanjutkan aktivitas makan nya. Wanita tua itu menatap Rani sekilas lalu mengambil lauk lagi, perut Rani berbunyi sedikit kencang."Ya Allah, kenapa perutku sangat perih. Aku harus bisa menahan lapar ini." batin Rani memegang perutnya.Beberapa menit sudah berlalu, makan siang Zargie dan Laura juga sudah selesai, sekarang wanita itu sedang berada di kamar anaknya, dia sedang membacakan dongeng untuk sang anak sembari mengusap-usap rambut anaknya. Dia melihat mata Zargie mulai terpejam, perlahan wanita itu menutup buku cerita dan mencium kening buah hatinya berkali-kali."Demi kamu Mama rela di hina, di rendahkan, dimarahin, karena apa
"Baiklah, aku tidak akan terlalu sering menemui Zargie. Kamu tenang saja." jawab Agatha.Pria itu mengangguk lalu menatap ke arah depan, sedangkan Agatha memasukkan kembali botol minum dan kotak makanan ke dalam.tasnya."Aku akan pulang, semangat kerjanya." wanita itu berdiri dari duduknya."Baiklah, hati-hati di jalan, terimakasih juga atas makan siang nya." jawab Anton sembari ikut berdiri dari duduknya."Iya Mas, sama-sama." wanita itu tersenyum manis kepada pria yang dia sukai.Pria itu hanya mengangguk dan tidak membalas senyuman wanita yang sedang tersenyum manis kepada dirinya, dia berjalan ke arah meja kerjanya dan duduk di kursi kerjanya lalu mulai melanjutkan pekerjaannya yang masih banyak."Aku pikir dia akan membukakan aku pintu, eh ternyata tidak. Tetapi tidak masalah, yang penting sekarang aku dan Mas Anton mulai dekat." batin wanita itu.Dia berjalan ke arah pintu lalu keluar dari ruangan Anton, tidak lupa dia menutup pintunya kembali."Si judes sudah keluar dari ruanga
Zargie mengambil gelas isi air minum yang sudah Neneknya siapkan di sebelahnya, perlahan anak itu mulai meminum air tersebut."Zargie... kenapa kamu makannya sangat pelan, Sayang?" tanya Anton mulai merasa khawatir.Semua orang yang mendengar perkataan Anton, langsung menghentikan aktivitas makannya.Sedangkan Zargie hanya menatap Papanya dengan tatapan sendu, anak itu meletakan kembali gelas yang tersisa setengah air, yang tadi dia minum."Aku merindukan Mama, Pa." jawab Zargie.Pria itu sangat terkejut mendengar jawaban anak ya, dia berusaha biasa saja, walaupun sedikit sulit, tapi pria itu harus bisa tegar dan tidak terlihat lemah di depan kedua orang tuanya, apalagi ada Kenzo yang belum mengetahui jika dirinya dan Rani sudah bercerai."Memangnya Mama kamu ada di mana. Sayang?" tanya Kenzo yang sedikit kebingungan dengan jawaban Zargie."Mama di rumah barunya, Om. Papa dan Mama sudah bercerai, kata Nenek dan Kakek, jika orang yang sudah bercerai itu tidak boleh tinggal satu rumah."
Kenzo menatap sahabatnya dengan tatapan heran, karena pria itu diam saja, setelah dia menjelaskan kepadanya."Kenapa kamu diam saja, apa penjelasanku itu salah?" tanya Kenzo."Tidak, penjelasanmu sangat benar, Ken, hanya saja aku sedang memikirkan sesuatu." jawab Anton."Memikirkan hal apa? Sudahlah, jangan terlalu ikut memikirkan hal ini, jika Allah sudah memberikan aku jodoh, pasti semuanya akan terjadi." Kenzo menepuk pelan bahu sebelah kiri sahabatnya.Pria itu mengangguk paham, mereka melanjutkan aktivitas menonton tv.Dua jam sudah berlalu, Hasan dan Laura baru saja pulang, mereka mendekat ke arah dua pria dewasa yang sedang menonton tv di ruang tengah."Tante pikir kamu sudah pulang, Kenzo." ucap wanita tua itu sembari tersenyum."Belum Tante, lagipula kalian yang menyuruh saya untuk tidak pulang, sebelum kalian pulang bukan?" jawab Kenzo membalas senyuman Mama sahabatnya."Menginap lah di sini, Kenzo." Pinta Hasan."Untuk sekarang tidak bisa, Om, aku masih mempunyai banyak pek
Setelah merasa semua barang-barang yang dia cari ada di dalam tasnya, wanita itu melihat sahabatnya membawa nampan dengan isi dua mangkuk mie instan dan satu tempat untuk nasi."Ayo kita sarapan," ajak Rani sembari meletakkan nampannya di atas meja."Kenapa kamu repot-repot membuatkan ku makanan, Ran. Aku bisa sarapan di kantor saja." Shilvia merasa tidak enak kepada sahabatnya itu."Ini sama sekali tidak merepotkan kok Shil, ayo makan. Jangan sampai kamu telat ke kantor." jawab Rani lalu duduk di lantai.Shilvia mengangguk lalu berdiri dari duduknya, dia berjalan ke arah dapur untuk mengambil dua gelas dan teko isi air hangat. Wanita itu kembali ke ruang tamu lalu meletakan kedua gelas itu dan tekonya."Maaf aku selalu membuatmu repot." Shilvia menatap sahabatnya itu."Kamu ini terlalu banyak bicara, cepat makan lah." pinta Rani sembari tersenyum.Shilvia mengangguk dan mereka berdua membaca doa sebelum makan, setelah itu mereka mulai memakan makanannya."Kamu makan mie dengan nadi?"
Pria itu terkejut melihat wanita yang sedang menatap dirinya."Rani?" ucap oria itu tidak percaya jika wanita yang di hadapannya adalah waktu yang dia cintai dan dia sayangi.Rani hanya tersenyum, Kenzo berdiri dan membantu wanita itu berdiri."Astagfirullah Rani, saya benar-benar minta maaf. Apakah ada yang terluka?" tanya Kenzo dengan raut wajah khawatir.Pria itu membersihkan pakaian Rani yang sedikit kotor."Tidak masalah, Pak Kembali. Saya baik-baik saja kok, dan tidak ada yang terluka." jawab Rani dengan senyuman.Wanita itu berbohong, karena pantat dan pergelangan kakinya terasa sangat sakit. Dia sangat yakin jika kedua kakinya terkilir.Bagaimana tidak terkilir, tubuh Kenzo itu besar, lebih tinggi dari Anting, tubuh yang sangat kekar dan berotot. Siapapun yang menabraknya pasti akan terpental, apalagi wanita yang bertubuh mungil seperti Rani."Kamu yakin? Entah kenapa saya merasa kamu sedang berbohong kepada saya, Rani?" tanya Kenzo yang tidak yakin jika wanita di hadapannya i
Tidak membutuhkan waktu lama mereka sudah sampai di depan pintu gerbang sekolah dasar tempat Vivi menuntut ilmu. Pria itu melepas sabuk pengaman nya dan menatap ke arah wanita yang sedang bwemain ponsel."Kamu jangan ikut turun ya, Ran. Karena kaki kamu sedang sakit, saya juga hanya menjemput Vivi saja, itu tidak akan lama." jelasnya."Baiklah, Pak. Saya akan menunggu di aini saja." jawab Rani sembari tersenyum.Kenzo membalas senyuman Rani, pria itu membuka pintu mobilnya dan keluar dari dalam mobil. Dia berjalan memasuki pintu gerbang, karena memang pintu gerbang sedang terbuka jadi dia tidak perlu meminta bantuan kepada satpam sekolah untuk membukakan nya. Pria itu mempercepat langkah nya menuju ke kelas putri yang berada di lantai dua, karena anaknya sudah kelas 5 . Sekolah ini adalah sekolah untuk orang-orang yang memiliki banyak uang, atau lebih tepatnya untuk kalangan orang kaya, selain biayanya perbulan yang cukup mahal, tidak mudah juga untuk menjadi murid di sekolah yang bi
Pria itu masih menunggu jawaban dari wanita yang sedang dia genggam erat tangannya."Kenapa kamu diam saja?" tanya Kenzo mulai khawatir."Saya tidak apa-apa Mas, ayo kita masuk saja. Kasihan Vivi semakin lemas." ajak Rani.Pria itu mengangguk lalu mereka mulai jalan ke arah gedung rumah sakit. Rani merasakan kakinya semakin sakit, tapi dia berusaha menahan supaya tidak terlihat sedang menahan sakit oleh Kenzo."Ya Allah, tolong hilangkan rasa sakit di kakiku sebentar saja, aku akan menemani Vivi berobat, aku tidak ingin melihat dia terus-terusan sakit." batin Rani.Mereka memasuki rumah sakit dan berjalan ke arah UGD."Selamat siang, ada yang bisa saya bantu, Pak, Bu?" tanya Suster yang mendekat ke arah mereka."Selamat siang juga, Sus. Apa ada Dokter anak yang sedang aktif di jam segini di rumah sakit ini?' tanya Rani balik."Ada Bu, beliau sedang memeriksa pasien di dalam GUD." jawab Suster itu."Syukurlah, kami akan memeriksa anak kami. Dia habis muntah-muntah, entah dia kenapa, pa