Selama satu minggu terakhir, Bella merasa sangat kesal dan marah pada Felix. Setiap kali Felix mencoba untuk berbicara, Bella selalu menghindarinya dan menolak untuk berbicara. Bella merasa bahwa Felix adalah penyebab kematian kedua adiknya yang sangat ia sayangi."Bella, ini susu--" Ucapan Felix terhenti saat Bella beranjak dari tempat duduknya.Bella merasa bahwa Felix bertanggung jawab atas hidupnya. Setiap kali Bella melihat wajah Felix, dia teringat pada kehilangan yang begitu besar dalam hidupnya. Hatinya terasa hancur dan ia merasa bahwa Felix tidak bisa memahami rasa sakit dan kehilangan yang dia alami. Bella merasa bahwa dia tidak bisa memaafkan Felix atas apa yang telah terjadi."Bella, kita perlu bicara," cegah Felix menahan tangan Bella."Tidak perlu ada lagi yang di bicarakan," jawab Bella dengan acuh.Namun, di balik semua amarah dan kekecewaan itu, Bella masih mencintai Felix. Dia masih merindukan kebersamaan mereka dan inginkan Felix untuk mengerti perasaannya. Bella
"Ceraikan aku!" pinta Bella dengan nada dinginFelix merasa seperti dunianya runtuh saat Bella tiba-tiba meminta cerai darinya. Dia menatap Bella dengan mata membulat, tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Amarah memenuhi dadanya, dan dia merasa terluka oleh keputusan yang tiba-tiba ini."Apa kamu sudah gila, Bella?! bagaimana kamu bisa meminta cerai dariku dengan begitu tiba-tiba? Jangan seperti anak kecil!" bentak Felix dengan suara penuh amarah."Mas Felix, aku sudah memikirkannya dengan matang. Aku tidak bisa melanjutkan hubungan ini lagi. Aku minta cerai. Hidupku sudah cukup hancur, jangan membuatku bertambah dalam lubang derita," jawab Bella dengan suara mantap. Namun hatinya hancur saat mengatakan itu.Felix merasa marah dan frustasi oleh keputusan Bella. Dia tidak bisa menerima kenyataan bahwa Bella ingin meninggalkannya. Dia merasa kecewa dan kesal karena mereka telah membangun hidup bersama, terutama karena Bella sedang hamil."Tidak, Bella! Aku tidak akan per
Malam itu, Bella merasa gelisah dan tidak bisa tidur. Dia melihat jam di dinding kamar menunjukkan pukul 02.00 dini hari.Dalam kegelisahan yang memenuhi hatinya, Bella segera mengambil tas kecil dan menaruh surat perpisahan untuk Felix di atas meja. Bella telah memutuskan untuk pergi meninggalkan Felix."Maafkan aku Mas Felix. Aku tak bisa lagi bersamamu," lirih Bella sambil memandang surat itu dengan perasaan sedih.Bella tahu bahwa keputusan ini tidak akan mudah. Meskipun dia mencintai Felix dengan segenap hatinya, Bella merasa bahwa dia tidak punya pilihan lain. Dia tidak ingin membahayakan dirinya sendiri atau bayi yang ada dalam kandungannya. Bella tidak ingin berada dalam bahaya lagi karena Salma, dan saat ini, yang dia miliki hanyalah bayi yang ada di dalam perutnya."Aku mencintai kamu Mas Felix, tapi aku tidak bisa mempertaruhkan nyawa kami berdua. Aku harus pergi demi keamanan kami," kata Bella di dalam hati dengan perasaan sakit.Dengan hati-hati, Bella berjalan mengendap
Felix bangun dengan badan segar di pagi hari yang cerah. Dia merasa semangat dan beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri. "Aah, rasanya tak sabar untuk segera bertemu Bella dan bayiku. Walau semalam Bella tak mau tidur denganku, tapi semoga pagi ini dia sudah baik," ucap Felix dengan senang.Di tak tahu saja, jika Bella sudah pergi semalam dari rumahnya.Setelah selesai mandi dan memakai setelan kantornya, Felix berjalan ke kamar Bella dengan harapan bisa bertemu dengannya. Namun, dia terkejut mendapati kamar Bella kosong."Hmm, mungkin Bella ada di lantai bawah sedang minum susu. Aku akan turun dan mencarinya." kata Felix sambil mengangkat kedua bahunya acuh.Felix turun tangga dengan cepat, berharap bisa menemukan Bella di lantai bawah. Namun, saat dia sampai di lantai bawah, Mama Sally tiba-tiba menghadangnya. Mama Sally bertanya tentang keberadaan Bella, dan mengingatkan Felix bahwa Bella harus segera minum susu hamilnya."Felix, di mana Bella? Dia harus segera minum sus
Felix merasa terkejut dan bingung saat Mama Sally memberikan selembar kertas putih kepadanya. "Mama Sally, ini kertas apa?" tanya Felix dengan wajah bingung.."Kamu harus membacanya sendiri, Felix," jawab Mama Sally dengan wajah gelisah."Baiklah ..." ucap Felix dengan wajah ragu. .Dengan hati-hati, Felix mulai membaca isi surat itu. Setiap kata yang tertulis membuat hatinya terasa berdebar lebih kencang. Bella menulis bahwa surat itu adalah surat perpisahan untuk Felix, suaminya. Felix merasa dadanya terasa sesak saat membaca kata-kata itu.Untuk Mas Felix yang tercinta.( Aku menuliskan surat ini dengan hati yang berat, karena aku harus membuat keputusan yang sulit. Aku terpaksa harus pergi meninggalkanmu, Mas. Aku melakukan ini bukan karena aku tidak mencintaimu, tetapi karena aku ingin melindungi diriku sendiri dan bayi yang ada dalam kandunganku.Aku tahu betapa besar cintamu padaku, dan aku menghargainya dengan segenap hatiku. Namun, kehidupan kita bersama juga membawa baha
Bella duduk di dalam bus, menuju salah satu kota yang akan menjadi tempat tinggal barunya. Dia meninggalkan kota Jakarta dengan banyak kenangan di dalam hidupnya. "Aku berharap, di kota baru nanti, aku bisa mendapatkan ketentraman tanpa bahaya. Walau aku harus membesarkan anak ini sendirian, tapi aku akan kuat," lirih Bella sambil mencoba tersenyum getir Sambil mengelus perutnya yang mulai membesar, Bella memandang keluar dari jendela bus dengan tatapan nanar. Jalanan yang berlalu begitu cepat mencerminkan keadaan hatinya yang penuh kesedihan.Bella merindukan Felix dengan setiap detak jantungnya. Dia mengingat kebersamaan indah yang mereka bagikan bersama. Saat mereka tertawa, berbagi cerita, dan merencanakan masa depan bersama. Namun, saat Bella mengingat bahwa dia hanya istri kedua Felix, kesedihan semakin menghampirinya."Hati ini rindu padamu, Mas. Namun, keadaan tak bisa membuat kita bersama," kata Bella di dalam hatinya dengan pilu.Tetes demi tetes air mata jatuh dari mata B
Teddy terlihat sedikit gelagapan dan berpikir sejenak, mencari alasan yang tepat agar Bella percaya pada penjelasannya. Dia ingin memberikan penjelasan yang dapat meyakinkan Bella.'Aduuh, kenapa aku bisa keceplosan.' batin Teddy. 'Aku harus cari alasan yang kuat.'Setelah berpikir sejenak, Teddy menemukan sebuah alasan yang pas. Dengan wajah yang sedikit gugup, Teddy menjawab bahwa dia tahu Bella hamil karena melihat perut Bella yang membuncit. Teddy mencoba menjelaskan bahwa perubahan pada perut Bella menjadi tanda yang jelas bagi dirinya."Aku tahu kamu hamil karena melihat perutmu yang membuncit, Bella. Perubahan pada perutmu menjadi tanda yang jelas bagi saya."Mendengar penjelasan Teddy, Bella menatap perutnya dengan tatapan campuran antara terkejut dan berpikir. Dia menyadari bahwa memang terlihat jelas bahwa perutnya sedikit membesar, terutama setelah dia memakai pakaian yang sedikit lebih ketat. Bella mulai mempercayai penjelasan Teddy."Iya juga sih," lirih Bella yang perca
Bella tiba di kota B tepat pada pukul 22.00 malam. Namun, dia merasa bingung tentang langkah selanjutnya. Pikiran Bella saat ini tertuju pada mencari tempat tinggal terlebih dahulu. Dia merasa kebingungan dan tidak tahu harus pergi ke mana."Aku harus kemana ini? Mana hari sudah malam pula," lirih Bella sambil mengelus perutnya.Dari kejauhan, Teddy melihat Bella yang terlihat bingung. Dia merasa simpati dan memutuskan untuk mendekati Bella. "Bella, kamu mau kemana lagi saat ini?" Teddy bertanya kepada Bella kemana dia akan pergi, namun Bella hanya menggelengkan kepala, mengindikasikan bahwa dia tidak tahu arah yang harus diambil.Melihat kebingungan Bella, Teddy memberikan saran kepada Bella untuk ikut bersamanya."Bagaimana jika kamu ikut denganku. Kebetulan, uwa ku punya kontrakan, gak mahal kok, dan ku rasa cukup untukmu." Teddy menjelaskan bahwa uwan-nya, yang juga tinggal di kota B, memiliki sebuah kontrakan kosong yang mungkin bisa menjadi tempat tinggal sementara bagi Bella.
Felix berjalan menuju pintu kamarnya yang sedang digedor dengan keras. Saat pintu itu terbuka, dia melihat Mama Selly, ibunya, berdiri di depan pintu dengan wajah pucat dan penuh kepanikan."Mas Felix, ada apa? Kenapa Mama Sally menggedor pintu dengan begitu keras?" tanya Bella yang berada di sampingnya, raut wajahnya penuh kekhawatiran.Felix menghela nafas dalam-dalam, merasakan kegelisahan yang sama. "Mama, ada apa? Kenapa wajahmu tampak begitu panik?" tanya Felix, mencoba menenangkan ibunya.Mama Sally menarik nafas dalam-dalam, mencoba mengumpulkan keberaniannya untuk memberitahu mereka berita yang sangat mengejutkan. "Felix, Bella, beberapa menit yang lalu, pihak rumah sakit jiwa menelpon mama. Mereka mengatakan bahwa Salma mencoba untuk ... melakukan tindakan bunuh diri."Kata-kata itu jatuh seperti bom, membuat Felix dan Bella terdiam dalam kejutan. Bella merasa tubuhnya gemetar dan dia memegang lengan Felix dengan kuat, mencoba mencari dukungan."Mas Felix, apa ... apa ini be
Malam itu, setelah Bella selesai menyusui Galang, bayinya, dia berdiri di balkon kamar sambil menatap kegelapan malam. Pikirannya penuh dengan kekhawatiran dan rasa bersalah terhadap Salma, istri pertama Felix yang saat ini sedang berada di rumah sakit jiwa.Tiba-tiba, Felix memeluknya dari belakang, kepalanya bersandar di bahu Bella. "Apa yang sedang kamu pikirkan, Bella?" tanya Felix dengan suara lembut.Bella merasa air matanya menggenang. "Aku ... aku merasa bersalah, Mas Felix," jawab Bella dengan suara yang bergetar. "Aku merasa sedih melihat kondisi Mba Salma. Dia masih menyimpan kebencian yang begitu dalam terhadapku, dan aku merasa bahwa semua ini adalah salahku."Felix merasa hatinya bergetar mendengar pengakuan Bella. Dia mempererat pelukannya dan mencoba menenangkan Bella. "Bella, kamu tidak perlu merasa bersalah. Kondisi Salma bukan salahmu. Dia memiliki masalahnya sendiri yang harus dia hadapi. Kita semua memiliki beban dan tantangan dalam hidup kita, dan Salma juga demi
Pagi itu, Bella dan Felix melangkah keluar dari pintu rumah mereka dengan hati yang berdebar-debar. Mereka tahu bahwa hari ini adalah hari yang penting, mereka akan pergi ke rumah sakit jiwa untuk menemui Salma.Sementara Galang, sang anak kecil yang penuh keceriaan, mereka titipkan kepada mama Sally, yang dengan setia menjaga dan merawatnya.Mama Sally menatap Bella dengan cemas, mencoba mencari kepastian dalam matanya. "Apakah kamu yakin akan pergi ke rumah sakit jiwa, Bella? Kamu tahu betapa sulitnya melihat Salma dalam kondisi seperti ini," ucapnya dengan suara yang penuh kekhawatiran.Bella mengangguk mantap, walaupun di dalam hatinya ada keraguan yang menghantui. Dia ingin melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana keadaan Salma. Bella merasa bahwa hanya dengan melihatnya secara langsung, dia bisa merasakan apa yang Salma alami dan memberikan dukungan yang lebih dalam."Felix dan aku perlu melihatnya sendiri, Mama Sally. Kami ingin memberikan dukungan sebanyak mungkin untuk
"Iya, kamu benar, Nak. Papa memang mengetahui segalanya."Tuan Johnson duduk dengan tenang di sofa kulit berwarna gelap, lampu ruangan menerangi wajahnya yang berkerut, menunjukkan tanda-tanda usia dan kebijaksanaan. Dia mengambil napas dalam-dalam, menatap Felix yang tampak pucat dan terkejut."Felix," kata Tuan Johnson dengan suara yang lembut namun penuh otoritas. "Aku tahu ini mungkin sulit untukmu menerima kenyataan ini. Tapi aku melakukan ini demi Bella, demi kalian berdua."Felix merasa seperti ditampar oleh kata-kata ayahnya. Dia merasa seolah-olah tanah di bawahnya runtuh. "Kenapa, Pah?" Felix bertanya, suaranya bergetar. "Kenapa kau tidak memberitahuku?"Tuan Johnson menatap Felix, matanya penuh penyesalan. "Karena aku tahu betapa kerasnya kau mencintai Bella, Felix. Aku tahu betapa hancurnya hatimu saat dia pergi. Aku hanya ingin melindungi kalian. Terlebih, Bella masih belum siap bertemu denganmu."Felix merasa kepalanya berputar. Dia menatap ayahnya, mencoba mencerna seti
Felix melepaskan pelukannya dan menatap Bella dengan tatapan penuh cinta. "Bella, aku sangat merindukanmu. Aku bahagia kamu kembali. Aku mencintaimu," ucap Felix dengan suara bergetar. "Kemana kamu selama ini, sayang? Kenapa kau pergi meninggalkanku?"Bella menatap Felix dengan ekspresi yang sulit dibaca. Dia tampaknya masih belum yakin dengan apa yang harus dia lakukan. Namun, Felix tahu bahwa dia harus bersabar. Dia harus memberi Bella waktu untuk memahami dan menerima kenyataan bahwa mereka berdua kembali bersama."Sayang aku khawatir dengan keadaanmu dan ..." Ucapan Felix terhenti saat melihat perut Bella yang sudah kempes.Felix menatap Bella dengan penuh kasih saat matanya terfokus pada perut Bella yang sudah tidak buncit lagi. Dia tidak bisa menahan kebahagiaannya dan akhirnya bertanya apakah Bella telah melahirkan anak mereka. "Apa kamu sudah melahirkan, sayang?" Bella hanya bisa mengangguk tanpa bisa mengeluarkan sepatah kata pun.Melihat reaksi Bella, Felix merasa hatinya b
Felix melangkah masuk ke halaman rumahnya, hatinya dipenuhi rasa heran. Suasana rumah yang biasanya tenang dan damai kini berubah menjadi ramai, penuh dengan suara tawa dan percakapan yang riuh. Dia merasa ada yang berbeda, sesuatu yang tidak biasa. Kemudian, ia teringat bahwa hari ini ada tamu spesial yang akan datang, namun ia lupa siapa tamu tersebut.Saat pintu rumah dibuka, aroma masakan yang lezat langsung menyapa indra penciumannya. Di tengah kebingungan dan rasa penasaran, mama Selly, ibu dari sahabatnya, langsung menghampirinya."Mama, ada apa ini? Kenapa rumah ini begitu ramai?" tanya Felix dengan wajah bingung."Felix, kamu lupa ya? Hari ini ada tamu spesial yang datang. Kamu segera mandi dan ganti baju ya, tamu kita sedang menunggu di meja makan," jawab Mama Sally dengan senyum ramah."Tamu spesial? Siapa itu, Mama?" tanya Felix penasaran."Itu nanti kamu tahu sendiri setelah mandi dan berganti baju. Sekarang, cepatlah mandi dan berganti baju. Jangan sampai tamu kita menu
Sudah dua hari Felix tinggal di rumah, dan selama dua hari itu orang tuanya belum pulang dan tidak bisa dihubungi. Felix merasa cemas dan khawatir tentang keberadaan orang tuanya. Namun, pada saat yang sama, Betrand, asisten Felix, menelepon dan memberitahu bahwa mereka akan ada meeting dalam satu jam."Iya, aku akan segera turun ke bawah," jawab Felix dengan datar pada Betrand di seberang telepon.Dengan perasaan terpaksa, Felix turun ke lantai bawah di mana Betrand sedang menunggunya. Saat melangkah ke bawah tangga, Felix melihat semua pelayan sedang sibuk menghias sebuah kamar di lantai satu. Felix merasa bingung dan penasaran tentang apa yang sedang terjadi. Tanpa pikir panjang, Felix mendekati salah satu pelayan dan bertanya, "Maaf, apa yang sedang terjadi di sini? Mengapa semua pelayan sedang sibuk menghias kamar ini?"Pelayan itu menoleh ke arah Felix dan menjawab dengan sopan, "Tuan Felix, ada tamu spesial yang akan menginap dan tinggal di rumah ini atas perintah dari Tuan J
"Namanya adalah, Galang Perdana Harrison," jawab Bella sambil mengusap pipi bayinya dengan lembut.Mama Sally tersenyum lebar, matanya berbinar-binar melihat cucu pertamanya yang baru saja diberi nama. Dia mengulurkan tangannya dengan penuh kelembutan, mengelus pipi Galang dengan lembut. "Galang Perdana Harrison, nama yang begitu indah. Aku yakin kamu akan tumbuh menjadi anak yang hebat dan penuh keberanian, seperti namamu."Tuan Johnson mengangguk setuju, senyumnya tak bisa disembunyikan. Dia merasa bangga melihat Bella mengambil keputusan yang tepat untuk memberi nama kepada bayi mereka. "Galang, nama yang kuat dan memiliki makna yang mendalam. Kamu akan menjadi anak yang berani dan selalu berusaha mencapai tujuanmu, seperti namamu yang mengandung arti 'berani'."Bella melihat kedua orang yang begitu ia cintai dengan tatapan penuh kebahagiaan. Dia merasa lega karena mereka menerima nama yang dia pilih untuk bayi mereka. "Terima kasih, Mama Sally, Papa Johnson. Saya senang bahwa kali
Bella terdiam sejenak. "Aku tidak tahu Mah, apakah aku harus kembali kepada Max Felix atau tidak," jawab Bella dengan lirih.Mama Sally mendekati Bella dengan penuh kelembutan. "Sayangku, mama mengerti betapa sulitnya situasi yang kamu hadapi. Kamu sudah melalui banyak penderitaan dan trauma, dan mama tidak bisa membayangkan betapa beratnya bagi kamu untuk kembali kepada Felix. Tapi apapun keputusanmu, kami di sini untuk mendukungmu."Bella menangis, membiarkan air mata mengalir bebas di pipinya. "Mama Sally, aku takut. Aku takut Felix akan marah dan mengancam keselamatanku dan bayi ini. Aku takut dia akan mengambil bayiku dariku. Terlebih, aku takut pada mba Salma."Mama Sally menggenggam tangan Bella dengan erat. "Bella, kamu tidak sendiri dalam menghadapi semua ini. Kami akan melindungi kamu dan bayi ini. Jika kamu memilih untuk pergi kembali kepada Felix, kami akan mengambil langkah-langkah untuk memastikan keamananmu. Tapi jika kamu memutuskan untuk tidak kembali, kami akan mendu