Share

Terpaksa Menikahi Tunangan Sahabatku
Terpaksa Menikahi Tunangan Sahabatku
Penulis: Grilsmay

Permintaan terakhir

Riana berdiri kaku di samping Arga, pria yang kini resmi menjadi suaminya. Di antara suara tawa dan ucapan selamat dari para tamu, Riana hanya bisa merasa terjebak dalam suasana yang tidak diinginkannya. Momen ini, seharusnya menjadi hari bahagia, justru terasa menyesakkan. Ia mengingat wajah sahabatnya, Cinta, yang tidak berdaya di ranjang rumah sakit, meminta Riana untuk menikahi Arga yang merupankan tunangan Cinta sebelum semuanya terlambat. “Dia akan menjaga kamu, Riana. Aku percaya padanya,” kata Cinta dengan suara lemah. Permintaan terakhir itu membekas di hatinya, mendorongnya melangkah ke altar meski hatinya tidak sepenuhnya bersedia.

Sementara itu, Arga berdiri di sampingnya dengan tatapan dingin yang menghindari kontak mata dengannya. Dia menatap tamu-tamu yang bersukacita, sementara Riana merasa seperti boneka dalam pertunjukan yang tidak pernah dia inginkan.

Di sela-sela keramaian pesta, Arga mendekat padanya untuk pertama kalinya sejak upacara dimulai. “Kamu terlihat tidak nyaman,” ucapnya datar, tanpa intonasi ramah atau hangat. Riana terkejut, merasakan sedikit kehangatan dari pernyataan itu, meski disampaikan dengan cara yang dingin.

“Bukankah kita berdua tidak nyaman di sini?” balasnya pelan, berusaha menyembunyikan rasa gugup yang menyeruak.

Arga menghela napas pendek. “Kita hanya perlu menjalani ini untuk malam ini. Besok, kita bisa menjalani hidup masing-masing.”

Kata-kata Arga itu bagai tamparan bagi Riana. Mereka bahkan belum menikah sehari, namun dia sudah bicara tentang menjalani hidup masing-masing. “Itu rencanamu? Menikah tapi hidup seperti orang asing?” tanyanya, berusaha mempertahankan nada suaranya agar tidak terlalu tajam.

Arga menatapnya sebentar, kemudian mengalihkan pandangan kembali ke arah tamu. “Aku tidak pernah menginginkan ini. Dan sepertinya kamu juga tidak.”

Riana terdiam. Dia benar, mereka memang tidak pernah menginginkan ini. Namun, dia tidak bisa mengabaikan permintaan terakhir dari Cinta. ‘Menjaga? Bagaimana mungkin dia akan menjagaku kalau dia saja tidak peduli?’ pikirnya, hatinya bergetar penuh kesedihan.

Saat tamu terakhir meninggalkan pesta, Arga segera berbalik menuju mobil tanpa menunggu Riana. Terpana, Riana pun menyusulnya dengan langkah cepat. Di dalam mobil, keheningan menekan antara mereka. Riana sesekali melirik Arga, berharap dia akan mengatakan sesuatu, tapi pria itu tetap fokus menyetir, tanpa ekspresi di wajahnya.

“Kamu memang tidak bisa sedikit berpura-pura hangat, ya?” ujar Riana akhirnya, tidak tahan dengan kesunyian di antara mereka.

Arga mengangkat sebelah alis. “Berpura-pura? Untuk apa? Kita berdua tahu pernikahan ini tidak lebih dari formalitas.”

Riana terkesiap mendengar nada bicaranya. “Tapi ini tetap pernikahan, Arga. Bukan sekadar transaksi.”

Arga menekan rem mendadak, menghentikan mobil di pinggir jalan. Dia menoleh padanya, tatapannya tajam. “Kalau begitu, kenapa kamu setuju?”

Pertanyaan itu menusuk Riana. Ia tidak bisa menjawab, hanya menatap Arga dalam kebingungan. “Aku… aku melakukannya karena Cinta memintaku. Dia… dia percaya kamu bisa menjadi seseorang yang bisa aku andalkan.”

Arga tertawa sinis. “Cinta memintamu menikahi pria yang bahkan tidak kamu kenal. Apakah kamu benar-benar percaya omong kosong itu?”

“Jangan hina sahabatku!” suara Riana meninggi, emosinya meledak. Dia tidak menyangka Arga akan sekejam itu.

Arga menatapnya dengan dingin. “Aku tidak menghina siapa pun. Aku hanya mengatakan apa yang kulihat. Kita menikah karena permintaan seseorang yang sudah tidak ada, tapi kita berdua tidak ada yang benar-benar menginginkan ini.”

Riana terdiam. Kata-kata Arga benar, tetapi juga kejam. Setelah itu, Arga kembali melajukan mobil tanpa sepatah kata. Sesampainya di rumah, Arga turun dari mobil tanpa menunggu Riana dan langsung masuk ke dalam rumah. Riana menahan napas, mencoba untuk tidak merasa tersinggung, lalu menyusulnya masuk.

Arga berhenti di depan kamar utama. “Kamu bisa pakai kamar tamu. Pilih yang mana saja.”

Riana hanya bisa mengangguk, suaranya tercekat. “Baik,” balasnya pelan, tanpa ingin memperpanjang percakapan yang menyakitkan ini. Arga menghilang ke dalam kamar utama, pintu tertutup dengan bunyi yang keras di telinga Riana.

Di dalam kamar tamu, Riana duduk di tepi tempat tidur. ‘Apa yang telah kulakukan?’ pikirnya, merasakan kesedihan yang menyesakkan. Dia tidak pernah menyangka bahwa pernikahan bisa sedingin ini. Sebelum air matanya jatuh, dia mendengar suara langkah di luar kamarnya.

Dia keluar kamar dan melihat Arga yang berdiri di dapur, sedang mengambil segelas air. Tanpa ragu, Riana menghampirinya. “Arga, kita tidak bisa hidup seperti ini. Setidaknya, kita bisa mencoba... berteman?”

Arga memutar tubuh, menatapnya dengan sorot dingin. “Berteman? Setelah semua ini?” Ia menggelengkan kepala. “Riana, aku tidak punya alasan untuk berteman dengan seseorang yang hanya menjalani hidup sesuai permintaan orang lain.”

Riana menggigit bibir, merasa sakit dengan ucapannya. “Jadi, kau tidak ingin menikah karena alasan apa pun?”

“Benar,” jawab Arga tanpa keraguan sedikit pun.

“Lalu kenapa kau tetap setuju?”

Arga mendekatkan wajahnya ke wajah Riana, tatapannya intens, membuatnya sulit untuk menahan pandangannya. “Kamu benar-benar ingin tahu jawabannya? Aku menikahimu hanya untuk mengakhiri permintaan terakhir Cinta. Tidak lebih dari itu.”

Hati Riana terasa pecah mendengar itu. Ia menelan ludah, berusaha menjaga ketenangan. “Kalau begitu, biarkan kita mencoba bersikap sopan. Aku tidak bisa tinggal di sini kalau setiap hari kita akan seperti ini.”

Arga mengangkat bahu acuh tak acuh. “Kalau itu keinginanmu.”

Setelah mengatakan itu, Arga berbalik dan berjalan kembali ke kamarnya tanpa menoleh lagi. Riana berdiri di sana, terpaku, merasakan dinginnya jarak di antara mereka semakin menyakitkan.

Di saat itu, ponselnya berbunyi. Sebuah pesan singkat tanpa nama pengirim muncul di layar: "Berhati-hatilah dengan Arga. Tidak semua yang terlihat adalah kebenaran."

Riana menatap pesan itu dengan alis terangkat. 'Apa maksudnya?' pikirnya, kebingungan sekaligus penasaran. Satu hal yang pasti, pesan itu membuatnya semakin tidak yakin akan pria yang sekarang menjadi suaminya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status