"Tunggu di sini. Aku daftar sebentar."Setelah berpamitan dengan Christian Li, Aileen berjalan ke tempat pendaftaran yang ada di ujung ruangan. Sebenarnya sebelum ke rumah sakit, dia sudah melakukan perndaftar melalui telpon, hanya saja dia harus mendaftar ulang untuk mendapatkan nomor antriannya.Saat ini, Aileen dan Christian Li sedang berada di rumah sakit terbesar di kota Imperial, tepatnya berada di lantai 2, di mana klinik dokter syaraf berada. Aileen berhasil memaksa Christian Li untuk ke rumah sakit.Christian Li datang ke rumah sakit dengan mengenakan masker untuk menutupi wajahnya dan kaca mata hitam agar tidak ada yang mengenalinya. Aileen tentu saja tidak keberatan dengan hal itu, karena dia pikir Christian pasti malu dengan kondisi wajahnya yang cacat."Kakak Li, sedang apa di sini?"Seorang pria muda yang memakai jas warna putih mendekati Christian Li yang sedang berada tidak jauh dari kursi tunggu yang ada di lantai 2."Ke mana saja kau? Menghilang tanpa kabar dan melara
"Christian!" panggil Aileen dengan nada sedikit tinggi. "Hmmm," gumam Christian. "Apa yang sedang kau pikirkan?" Sudah dua kali Aileen memanggil Christian. Namun, tidak direspon olehnya.Sejak dalam perjalanan pulang dari rumah sakit, Christian Li lebih banyak diam. Meskipun biasanya dia tidak banyak bicara, tapi Christian tidak pernah mengabaikannya jika dia sedang bertanya pada pria itu. Sejak di mobil, Aileen melihat kalau Christian sedang melamun seperti sedang memikirkan sesuatu. "Tidak ada." Christian akhirnya mengalihkan pandangannya pada Aileen yang berdiri di depan kursi rodanya setelah mereka tiba di dalam kamar. "Kau bilang apa tadi?"Aileen menghela napas panjang dengan ekspresi kesal. Bagaimana tidak kesal, sejak tadi Aileen terus berbicara. Namun, Christian justru tidak mendengarkan apa yang dia katakan."Temanmu tadi, bekerja di rumah sakit itu?""Ya. Dia dokter sekaligus cucu dari pemilik rumah sakit itu."Mata Aileen membulat dengan mulut yang sedikit terbuka. "Ter
Christian terus melirik pada jam yang ada di atas nakas. Sudah 4 jam berlalu, semenjak Aileen berpamitan untuk menemui tamu di bawah. Namun, belum juga kembali hingga pukul 11 malam. Padahal, Aileen mengatakan kalau dia tidak akan lama.Karena tidak tahan menunggu lebih lama lagi, Christian pun menggeser tubuhnya ke tepi ranjang, berniat untuk berpindah ke kursi roda, namun baru saja dia akan meraih kursi rodanya, pintu kamarnya di ketuk dari luar. Tidak lama berselang, pintu kamar terbuka dan terlihat Arthur masuk ke dalam."Kau mau ke mana?" tanya Arthur seraya menghampiri Christian.Bukanya menjawab pertanyaan Christian. "Siapa yang mengizinkanmu masuk ke kamarku? Keluar dari sini!" usir Christian dengan sorot mata dingin."Aku hanya ingin mengatakan padamu, istrimu ditahan di kantor polisi. Dia dilaporkan atas tuduhan penganiayaan berat."Christian nampak tercengang. Arthur tentu sudah menebak kalau Chrisrian tidak mengetahui hal itu. Itu sebabnya dia datang untuk memberitahunya. S
Aileen menelan salivanya ketika merasakan hembusan napas hangat menyapu leher belakangnya. Wajahnya tampak kaku diikuti dengan degup jantung yang tidak beraturan."Christian, kapan aku membuatmu marah?"Seingatnya, hubungan keduanya baik-baik saja sebelum dia dibawa oleh polisi. Saat berpamitan ke bawah pun, Christian masih menanggapinya. Tidak tampak dia marah ataupun sedang kesal."Pergi ke mana kau bersama Arthur sebelum pulang?"Kedua alis Aileen saling bertautan dengan mata yang sedikit menyipit. "Tidak ke mana-mana. Kenapa?""Jangan berbohong padaku." Suara Christian terdengar serak. Namun, seperti ditekan. Hembusan napasnya pun semakin panas dan tangan yang melingkar di perut Aileen pun semakin mengetat."Aku tidak berbohong. Kami memang langsung pulang setelah dari kantor polisi." "Lalu, apa yang kau lakukan dengan Arthur di belakangku?'"Kami tidak melakukan apa-apa." Aileen seketika memutar tubuhnya ke belakang, hingga keduanya saling berhadapan. "Kenapa? Apa ada mengatakan
Aileen mengetuk pintu ruangan yang berada di depannya. Dia baru saja tiba di rumah sakit dan langsung pergi ke ruangan Daniel untuk menjemput Christian Li. "Apa terapinya sudah selesai?" tanya Aileen ketika pintu ruangan terbuka dan menampilkan wajah tampan Daniel."Sudah. Kakak Li ada di dalam. Masuklah." Daniel membuka pintu ruangannya dengan lebar seraya menyingkir ke samping untuk memberikan jalan pada Aileen."Terima kasih." Dengan perasaan canggung, Aileen berjalan masuk menghampiri Christian Li yang sedang duduk di kursi rodanya yang berada di dekat sofa panjang di ruangan itu."Maaf, aku terlambat menjemputmu," ucap Aileen setelah berada di hadapan Christian. Dia terlambat 15 menit dari waktu yang sudah disepakati mereka berdua. "Bagaimana dengan terapinya?" tanya Aileen pada Daniel yang sudah berdiri di dekat Chirstian."Lancar. Kakak Li terlihat bersemangat. Aku yakin dia pasti bisa berjalan lagi."Sebuah senyuman seketika mengembang di wajah cantiknya Aileen. Raut wajahnya
"Karena aku ...""Karena apa?" tanya Aileen tidak sabar, karena Christian Li tidak kunjung menyelesaikan ucapannya setelah beberapa detik menunggu."Ingin tahu?"Aileen mengangguk semangat. Sepertinya dia tidak menyadari kalau posisi keduanya begitu intim."Mendekatlah." Karena penasaran, Aileen dengan patuh mengikuti perkataan Christian Li, hingga wajah keduanya berada di jarak yang sangat dekat. Tanpa diduga, Christian mengangkat wajahnya dan semakin menipiskan jarak wajah keduanya. Aileen yang melihat itu pun seketika menjadi panik dan refleks menutup kelopak matanya dengan cepat. "Apa yang harapkan Aileen? Kenapa kau menutup matamu?" bisik Christian Li tepat di telinga kanan Aileen.Usai mendengar bisikan itu, kelopak mata Aileen terangkat dengan cepat. Wajahnya pun seketika memerah ketika manik coklatnya bertemu dengan netra hitam Christian Li yang sedang menatapnya dengan senyuman yang penuh arti."Aku ... aku pikir ..." "Kau pikir, aku akan menciummu?" tebak Christian Li deng
“Kakak Li, kau mau ke mana?” Daniel langsung menghampiri Christian Li ketika dia akan meraih kursi rodanya yang berada tepat di sebelah ranjangnya. Dia baru saja selesai mengurus kepindahan Christian Li ke ruangan perawatan setelah selesai ditangani di IGD.Bukannya menjawab, Christian Li justru menanyakan hal lain. “Di mana Aileen?” Setelah tiba di rumah sakit, keduanya langsung dibawa ke IGD. Namun, keduanya tidak ditempatkan di tempat yang sama karena mereka berada di triase berbeda.“Dia sedang ditangani oleh Dokter Robby.”“Antarkan aku ke tempatnya.”Daniel segera menahan Christian Li ketika dia akan turun. “Kakak Li, kau tidak boleh ke mana-mana dengan kondisi seperti ini."“Aku ingin melihatnya.” Wajah Christian Li terlihat serius, membuat Daniel sedikit frustasi.“Kakak Li, Aileen baik-baik saja, dia hanya cidera ringan. Orang yang harus kau khawatirkan adalah dirimu sendiri. Kondisimu lebih mengkhawatirkan darinya.”Kecelakaan yang terjadi pada Aileen dan Christian Li menga
"Christian, kami pulang dulu. Nanti Bibi akan meminta Zaya untuk ke sini. Selama kau di rumah sakit, biar dia yang mengurusmu," ucap Nyonya Fawlina dengan lembut."Tidak perlu. Ada Aileen yang bisa menjagaku," tolak Christian dengan wajah dingin."Christian, Aileen tidak bisa menjagamu 24 jam, biarkan Zaya ikut menjagamu di sini. Bibi juga lebih tenang kalau dia yang menjamu."Christian menarik senyuman sinis di bibirnya, kemudian berkata, "Dibandingkan Zaya, Aileen lebih berhak mengurusku. Lagi pula, aku tidak suka dilayani oleh orang lain.""Christian, jika kau tidak mau dijaga oleh Zaya, biarkan aku dan Qarina yang menjagamu," usul Nyonya Caisa. "Aileen harus bekerja, dia pasti akan kerepotan jika harus mengurusmu juga."Christian mendengkus dan mencibir dengan wajah dingin. "Tidak perlu berlagak baik padaku. Aku tidak butuh kau urus dan jaga."Nyonya Fawlina menatap Christian selama beberapa detik, lalu berkata, "Kalau begitu, biarkan Aileen yang menjagamu."Nyonya Caisa langsung b
"Ada apa, Sayang?"Christian yang baru saja terbangun dari tidurnya seketika bertanya pada sang istri yang sedang berbaring memunggunginya saat mendengar Aileen merintih sambil memegangi perutnya."Perutku sakit."Christian langsung terbangun dari tidurnya dan menyalakan lampu, tampak wajah Aileen sedang berkerut dan dipenuhi oleh keringat-keringat kecil."Sakit sekali," rintih Aileen lagi sembari meringis."Apa kau sudah mau melahirkan?" tanya Christian dengan panik.Pasalnya, belakang ini Aileen sering mengeluh sakit pada perutnya. Setelah berkonsultasi dengan dokter, Aileen baru tahu jika mendekati hari kelahiran, dia akan sering mengalami kontraksi palsu. Itu sebanyanya Christian bertanya seperti itu untuk memastikan apakah sakit perut kali ini akibat dari kontraksi palsu atau karena akan melahirkan."Aku tidak tahu, tapi ini rasanya sakit sekali.""Kita ke rumah sakit sekarang." Dengan hati-hati, Christian membantu Aileen untuk bangun, kemudian duduk di tepi ranjang. "Apa kau ma
"Sayang, ini terlihat lucu. Pasti akan terlihat cantik saat dikenakan anak kita nanti," ucap Christian sembari menunjukkan baju bayi berwarna pink yang memiliki renda.Ketika melihat itu, Aileen menghela napas dengan wajah frustrasi, "Christian, apa kau lupa kalau anak kita laki-laki? Dia tidak mungkin mengenakan baju seperti itu.""Aku tahu, Sayang. Maksudku, untuk anak perempuan kita selanjutnya. Tidak ada salahnya, kita membelinya sekarang. Kita bisa menyimpannya sampai dia lahir nanti."Aileen yang mendengar itu dibuat tidak bisa berkata-kata lagi oleh Christian. Bagaimana bisa dia membahas adik dari anak pertamanya, sementara anak pertama mereka saja belum lahir.Yang lebih membuatnya tidak habis pikir adalah meskipun mereka memang berencana ingin memiliki anak lagi, tapi bagaimana bisa Christian begitu yakin kalau mereka akan mendapatkan anak perempuan nanti.Bagaimana jika seandainya nanti mereka kembali mendapatkan anak laki-laki dan justru bukan anak perempuan? Mau diapakan b
“Selamat siang, Nyonya Li,” sapa Lea dengan sopan ketika Aileen akan melewati meja kerjanya menuju ruangan Christian Li bersama dengan Ken.“Siang Lea,” jawab Aileeen, dia berhenti sejenak di depan meja kerja sekretaris suaminya dan bertanya, “Apa Christian ada di dalam?”“Ada.”Lean kemudian berjalan mendahului Aileen dan membuka pintu. “Silahkan.”Aileen mengangguk seraya mengucapkan terima kasih. Setelah Aileen memasuki ruangan Christian, Lea kembali ke mejanya. Sementara Ken tetap mengikuti dari belakang hingga Aileen berhenti tepat di sebelah Christian.“Kenapa baru ke sini, Sayang? Aku sudah menunggu sejak tadi,” ucap Christian seraya menarik tangan Aileen dan mendudukkannya di pangkuannya.“Christian, jangan begini, masih ada Ken di sini,” bisik Aileen dengan wajah malu.Setelah itu, Christian beralih menatap asistennya. “Ken, kau boleh pergi. Masalah tadi, kita bicarakan besok lagi.”Masalah yang dimaksud oleh Christian adalah masalah Ava. Rencananya, Ava akan diterbangkan kel
"Kandungannya tidak apa-apa. Pasien hanya mengalami keram akibat kontraksi palsu." Ucapan dokter seketika membuat Nyonya Caisa dan Qarina menjadi lega. Mereka sudah panik sejak tadi karena takut disalahkan oleh Christian seandainya terjadi apa-apa dengan janin dalam kandungan Aileen. "Qarina, apa sudah ada kabar dari Christian?" tanya Aileen usai berbaring di ranjangnya. Setelah selesai melakukan pemeriksaan dengan dokter, Aileen dan yang lainnya langsung pulang ke rumah. Karena kondisi Aileen tidak mengkhawatirkan, jadi dokter memperbolehkan untuk pulang tanpa harus dirawat di rumah sakit. "Belum." Melihat wajah cemas Aileen, dia berusaha untuk menenangkannya, "Kak, ingat kata dokter, kau tidak boleh stres, jangan memikirkan hal lain dulu, itu akan berpengaruh pada kehamilanmu." Wajah Aileen masih tampak cemas. "Tapi, aku khawatir dengan Christian, tidak biasanya dia seperti ini." "Kak Christian pasti baik-baik saja. Jika terjadi sesuatu padanya, Ken atau orang yang ada di sana
“Ada apa?” Christian segera membalik tubuhnya usai menerima telpon dari asistennya. “Tidak apa-apa, Sayang. Ken hanya melaporkan mengenai pekerjaan.” Christian berjalan menghampiri Aileen yang sedang duduk di tepi ranjang, kemudian membungkuk di depan istrinya. “Sayang, hari ini aku akan berkunjung ke anak perusahaan yang berada di luar negeri bersama Ken. Ada hal mendesak yang harus aku urus di sana.” Usai mendengar itu, raut wajah Aileen seketika berubah menjadi muram. “Kapan kau kembali?” “Jika tidak bisa selesai besok, aku akan menginap dua hari di sana, tapi jika bisa aku selesaikan segera, aku akan kembali besok.” “Aku ikut.” “Tidak bisa, Sayang. Ini terlalu berisiko untukmu, tunggu saja aku di rumah. Aku usahakan menyelesaikannya pekerjaanku besok agar bisa langsung kembali.” Melihat wajah muram istrinya, Christian berjongkok di depan Aileen, kemudian memegang perut istrinya. “Aku akan melakukan perjalanan melalui udara, Sayang. Kau tidak bisa ikut. Perutmu semakin besar,
“Heemm!”Suara dehaman dari arah pintu menyadarkan keduanya yang sejak tadi saling memandang. Calina langsung menarik diri dan berdiri dengan tegak ketika melihat seorang pria dan wanita memasuki ruanganSementara itu, Arthur juga menoleh ke arah pintu dengan ekspresi biasa. Namun, ketika pandangannya bertemu dengan Tiffany, sorot matanya berubah sendu selama beberapa detik.“Sepertinya, kami datang di waktu yang tidak tepat,” ucap Jackson sambil berjalan mendekati ranjang Arthur. “Maaf, sudah mengganggu keromantisan kalian.”Calina yang sedang berdiri di samping Arthur tampak mengusap lengan kirinya dengan canggung, sementara Arthur tampak acuh tak acuh seperti tidak terjadi apa-apa sebelumnya.“Dia perawatku,” ujarnya, menjelaskan agar Jackson dan Tiffany tidak salah paham.“Aku kira kau sudah berpaling ke lain hati.”Candaan Jackson ditanggapi dengan acuh tak acuh oleh Arthur. “Kenapa kau datang ke sini?” Arthur bertanya pada Jackson, tapi pandangannya mengarah pada Tiffany yang se
Gerakan tangan Calina yang baru saja akan mengobati luka di tangan Arthur seketika terhenti saat dia mendengar itu."Kau tenang saja, setelah kematianku, tidak akan ada yang berani menyelidikinya, karena aku sudah membuat surat wasiat."Surat wasiat Arthur berisikan kalau seandainya sesuatu terjadi padanya nanti, dia minta kasus kematiannya tidak perlu diselidiki.Melihat Calina mematung dengan ekspresi heran, Arthur kembali angkat bicara, “Ulurkan tanganmu.”“Untuk apa?”Arthur tidak menjawab dan memberikan kode melalui gerakan tangan kiri agar Calina segera mengulurkan tangan padanya.“Ini racun khusus. Aku meminta orangku untuk membelinya di pasar gelap. Siapa pun yang meminumannya, pasti akan langsung mati.”Jari tangan Calina seketika gemetar. Dia menatap botol transparan yang berukuran sangat kecil yang berada di telapak tangannya dengan mata membola."Kau bisa gunakan itu untuk membunuhku."Apa dia sudah gila? Kenapa dia justru memberikan ide seperti itu? Apa dia sadar kalau ya
Saat sedang termenung di tempat tidur, tiba-tiba saja ponselnya berbunyi. Dengan malas, Calina menggeser tubuhnya dan meraih ponselnya yang berada di atas nakas.Ketika melihat Ken yang menelpon, Calina menjadi ragu untuk mengangkatnya. Jika tebakannya benar, maka tujuan Ken menghubunginya, pasti ada hubungannya dengan Arthur.Mungkin pria itu sudah melapor pada Ken tentang kejadian kemarin sehingga asisten Christian itu menghubunginya pagi-pagi.“Calina, kau di mana?”Ditanya seperti itu oleh Ken, Calina menjadi bingung mau menjawab apa. Mungkin dia menanyakan itu karena ingin menyuruh bawahannya untuk menjemputnya. Dia pun menjadi bingung, antara memberitahu Ken atau tidak di mana keberadaannya sekarang.“Kenapa kau belum datang pagi ini? Bukankah sudah kubilang padamu, jam 7 pagi kau harus sudah berada di rumah sakit. Sejak tadi Tuan Arthur sudah menunggumu.”Menungguku? Apa dia ingin membalas dendam padaku karena aku ingin melenyapkannya kemarin? Atau, di sana sudah ada polisi jug
"Selamat tinggal dan maafkan aku." Setelah mengatakan itu, Calina mengarahkan pisau itu tepat di dada kiri Arthur, kemudian mengayunkan tangannya Ke bawah.Sebelum pisau itu mencapai dada Arthur dan menancap di sana, tiba-tiba saja pergelangan tangannya ditangkap oleh Arthur. “Siapa kau? Kenapa ingin membunuhku?”Mata Calina membola melihat Arthur sudah membuka mata. Namun, itu hanya sesaat karena detik selanjutnya, mata hitam Calina dipenuhi oleh kilatan kebencian. “Kau tidak perlu tahu siapa aku, yang pasti aku orang yang akan melenyapkan nyawamu.” Usai mengatakan itu, Calina semakin mendorong tangannya ke bawah. Namun, ditahan sekuat tenaga oleh Arthur.“Apa Christian yang mengirimmu ke sini?”Calina seketika menghentikan gerakan tangannya. “Jangan sembarangan memfitnah orang. Dia adalah penyelamat keluargaku, sementara kau yang sudah menghancurkan keluargaku.”Kedua alis Arthur saling bertautan. Dia menatap gadis yang dia perkirakan usianya sama dengan Ava dengan tatapan heran. “J