Langkah Christian tiba-tiba saja terhenti, dia menoleh pada Aileen dengan ekspresi datarnya. "Aku lelah, besok saja jika ingin bicara." Tanpa memperdulikan ekspresi keberatan Aileen, Christian melangkah menuju walk-in closet. 'Bahkan bicara denganku saja kau sudah tidak mau.' Aileen menunduk, sorot matanya tampak meredup. Setelah menghilangkan kesedihan di hatinya, Aileen berjalan menuju ranjang. Keesokan harinya, Aileen sengaja bangun pagi agar bisa berbicara dengan Christian. Setelah selesai bersiap, Aileen keluar dari ruangan walk-in closet. Tampak Christian sedang berdiri di depan cermin. "Apa kita sudah bisa bicara pagi ini?" tanya Aileen dengan suara lembut. "Tidak bisa. Aku harus berangkat pagi-pagi." "Christian, apa kau ingin seperti ini terus?" Aileen tidak bisa lagi bersikap sabar. Selama ini, dia sudah banyak mengalah dengan tidak pernah menuntut penjelasan pada Christian mengenai Tiffany. Namun, kali ini dia tidak bisa menahan diri lagi dengan sikap Christia
"Aileen, lama tidak bertemu. Bagaimana kabarmu?"Aileen tampak terkejut ketika melihat keberadaan Jackson di sana. “Kenapa kau ada di sini?” tanya Aileen dengan wajah terkejut.Pasalnya, Jackson jarang sekali terlihat di publik dan hampir tidak pernah makan di tempat restoran yang tidak memiliki ruangan pribadi. Walaupun saat ini dia mengenakan masker dan juga topi, tapi tetap saja jika ada fans-nya yang mengenalinya, pasti akan menciptakan kehebohan.“Aku mengikutimu.” Pria di depan Aileen itu tampak tersenyum menggoda. Namun, ketika melihat ekspresi wajah Aileen berubah masam, Jackson terkekeh pelan, lalu berkata, “Aku hanya bercanda. Aku kebetulan lewat sini dan tidak sengaja melihatmu turun dari taksi.”Rencananya dia akan pulang setelah selesai syuting. Namun, tiba-tiba saja dari kejauhan dia melihat Aileen turun dari taksi. Dia pun memutuskan untuk membelokkan mobilmya ke restoran itu.“Aileen, bisakah kita bicara di dalam?”Dia takut tertangkap basah oleh fans-nya sedang bersam
"Dari mana saja kau, kenapa baru pulang?" Aura yang dikeluarkan tubuh Christian saat ini sangat menakutkan. Manik hitamnya tampak dipenuhi kilatan amarah dan tatapannya seperti ombak yang siap menyambar apa pun yang ada di hadapannya, membuat sekujur tubuh Aileen tiba-tiba gemetar. "Tidak dari mana-mana." Aileen akhirnya berani menjawab setelah berhasil membuang ketakutannya. "Hanya makan di luar saja." Usai mengatakan itu, Aileen melangkah dengan acuh tak acuh, mengabaikan tatapan menghunus yang dilayangkan Christian padanya. Namun, ketika dia akan berjalan menuju walk-in colet, tangannya ditahan oleh Christian. “Aku belum selesai bicara.” Aileen kemudian menoleh dengan wajah malas. “Aku lelah. Besok saja jika ingin bicara.” Kemarahan Christian semakin menjadi usai mendengar ucapan Aileen. “Kau membalasku?” ujarnya penuh penekanan. “Tidak. Aku hanya sedang tidak ingin bicara denganmu.” Aileen menepis tangan Christian dengan pelan, kemudian melangkah. Namun, tiba-tiba tubuhnya
"Maafkan aku." Christian mengecup kening Aileen yang sudah terlelap, lalu mendekapnya. "Aku tidak bermaksud mengabaikanmu selama beberapa hari ini. Aku terpaksa melakukannya demi melindungimu. Hanya kau yang aku miliki saat ini, aku tidak mau kehilanganmu." Christian mencium pucuk kepala Aileen dengan lembut sembari memeluk tubuhnya hingga kepala Aileen terbenam di dadanya. "Aku minta maaf karena tidak bisa mengendalikan diriku tadi. Aku juga tidak mengerti, kenapa aku selalu hilang kendali setiap kali melihatmu bersama Jackson." Selama ini, semarah apa pun dia, masih bisa mengendalikan dirinya. Namun, belakangan ini dia selalu kehilangan kontrol atas dirinya jika sudah menyangkut Jackson. Pertama kali dia kehilangan kendalinya ketika menemukan Aileen berada di toilet bersama Jackson dan sejak saat itu, dia kesulitan mengontrol dirinya. "Apalagi, sikapmu tiba-tiba berubah setelah bertemu dia. Aku tidak suka kau dekatnya, aku tidak mau kau jatuh cinta padanya dan berpaling dariku. Ak
"Gerald," panggil Daniel usai melirik Christian yang tampak sedang duduk terdiam dengan pandangan mengarah ke depan seraya memegang gelas di tangan kanannya. "Ada apa dengan Kakak Li?" bisiknya dengan suara rendah. "Kenapa wajahnya dingin sekali, aku sampai merinding dibuatnya." Geraldy menyesap minumnya sejenak, kemudian melirik malas pada Daniel yang duduk tepat di sebelahnya. "Jika kau penasaran, kenapa tidak langsung bertanya padanya?" Daniel segera menggeleng. "Kau saja." Di saat seperti ini, mana berani dia bertanya pada Christian Li. Jangan bertanya, mengajaknya bicara saja dia tidak berani. Hanya dengan melihat ekspresi dinginnya saja, sudah membuat nyalinya menciut. "Bukankah kau yang penasaran, kenapa menyuruhku yang bertanya?" "Memangnya, kau tidak penasaran?" Daniel kembali berbisik supaya Christian tidak mendengar obrolan mereka. "Penasaran, tapi aku tahu pasti ini ada hubungannya dengan istrinya." Ketika mendengar itu, Daniel semakin mendekatkan tubuhnya pada Geral
"Jangan bilang kau kehilangan ingatanmu setelah kecelakaan 2 tahun lalu?" sahut Geraldy tiba-tiba. "Aku tidak hilang ingatan. Hanya saja, hal yang tidak kuanggap penting, aku tidak akan mengingatnya lagi." Setelah Christian mengatakan itu, Geraldy segera angkat bicara, "Karena kau tidak tahu harus ke mana, biarkan Daniel yang mencarikan tempat berbulan madu untuk kalian. Meskipun, dia belum menikah, tapi dia sudah sering kali berbulan madu dengan wanita-wanita yang pernah dia kencani." Usai mendengar itu, Daniel langsung menendang kaki Geraldy sambil mengumpatnya, "Sialan kau, Gerald! Kenapa kau suka sekali membongkar aibku pada orang lain? Tidak sekalian saja kau katakan apa saja yang sudah aku lakukan pada wanita-wanitaku." "Kau sungguh tidak keberatan aku memberitahukan pada mereka?" tantang Geraldy. Daniel langsung tersenyum lebar seperti orang bodoh. "Aku hanya bercanda." Usai mengatakan itu, Daniel beralih pada Christian yang kembali terdiam dengan raut wajah tidak terbaca.
"Kak, kau mau ke mana?" Ava tampak heran ketika melihat Tiffany keluar dari kamar tamu dengan menyeret koper miliknya. "Aku akan kembali ke rumahku." "Kenapa? Bukankah kau bilang rumahmu belum aman untuk ditinggali?" Setelah kejadian Tiffany diteror oleh seseorang, dia belum berani kembali ke rumahnya. Meskipun, polisi sudah menangkap pelakunya. Namun, dia merasa seseorang masih mengawasinya. Itu sebabnya dia belum berani kembali ke rumahnya. Terlebih, di rumah itu dia hanya tinggal sendiri, orang tuanya tidak tinggal di kota Imperial lagi setelah Tiffany berkarir di luar negeri. Semuanya sudah pindah ke kota Mezzura. "Sepertinya, Aileen tidak suka aku tinggal di sini. Jadi, lebih baik aku segera pindah." Ketika mendengar itu, amarah Ava seketika terpancing. "Dia mengusir Kakak dari sini?" Tiffany menggeleng pelan dengan ekspresi sedih. "Christian yang memintaku untuk segera keluar dari sini." Ava yang merasa tidak percaya kalau kakak sepupunya itu akan mengusir Tiff
Belum usai Aileen berbicara, tiba-tiba saja dia merasakan kram dan sakit yang luar biasa pada perutnya. Aileen pun seketika merintih sambil memegang perutnya. Keringat dingin tiba-tiba mengucur di dahinya, wajahnya pun berubah menjadi pucat seketika. "Ava, kau ..." Aileen kembali menghentikan ucapannya ketika merasakan perutnya semakin sakit. Ava yang melihat Aileen meringis, tampak memandangnya dengan acuh tak acuh. "Jangan berpura-pura sakit. Cepat bangun! Jangan mengecohku." Sementara itu, Qarina yang baru saja tiba di lantai 2 langsung menghampiri Aileen ketika melihatnya terduduk di lantai. "Ava, apa yang kau lakukan pada Aileen kenapa dia terlihat seperti kesakitan?" "Aku tidak melakukan apa-apa." Qarina beralih pada Aileen, kemudian berjongkok padanya. "Apa kau tidak apa-apa?" "Perutku ... sakit," jawab Aileen dengan suara lemah. "Apa kau ingin aku antar ke rumah sakit?" Aileen menggeleng lemah. Tampak keringat dingin semakin banyak mengucur di dahinya. "Tolong bantu ak
"Ada apa, Sayang?"Christian yang baru saja terbangun dari tidurnya seketika bertanya pada sang istri yang sedang berbaring memunggunginya saat mendengar Aileen merintih sambil memegangi perutnya."Perutku sakit."Christian langsung terbangun dari tidurnya dan menyalakan lampu, tampak wajah Aileen sedang berkerut dan dipenuhi oleh keringat-keringat kecil."Sakit sekali," rintih Aileen lagi sembari meringis."Apa kau sudah mau melahirkan?" tanya Christian dengan panik.Pasalnya, belakang ini Aileen sering mengeluh sakit pada perutnya. Setelah berkonsultasi dengan dokter, Aileen baru tahu jika mendekati hari kelahiran, dia akan sering mengalami kontraksi palsu. Itu sebanyanya Christian bertanya seperti itu untuk memastikan apakah sakit perut kali ini akibat dari kontraksi palsu atau karena akan melahirkan."Aku tidak tahu, tapi ini rasanya sakit sekali.""Kita ke rumah sakit sekarang." Dengan hati-hati, Christian membantu Aileen untuk bangun, kemudian duduk di tepi ranjang. "Apa kau ma
"Sayang, ini terlihat lucu. Pasti akan terlihat cantik saat dikenakan anak kita nanti," ucap Christian sembari menunjukkan baju bayi berwarna pink yang memiliki renda.Ketika melihat itu, Aileen menghela napas dengan wajah frustrasi, "Christian, apa kau lupa kalau anak kita laki-laki? Dia tidak mungkin mengenakan baju seperti itu.""Aku tahu, Sayang. Maksudku, untuk anak perempuan kita selanjutnya. Tidak ada salahnya, kita membelinya sekarang. Kita bisa menyimpannya sampai dia lahir nanti."Aileen yang mendengar itu dibuat tidak bisa berkata-kata lagi oleh Christian. Bagaimana bisa dia membahas adik dari anak pertamanya, sementara anak pertama mereka saja belum lahir.Yang lebih membuatnya tidak habis pikir adalah meskipun mereka memang berencana ingin memiliki anak lagi, tapi bagaimana bisa Christian begitu yakin kalau mereka akan mendapatkan anak perempuan nanti.Bagaimana jika seandainya nanti mereka kembali mendapatkan anak laki-laki dan justru bukan anak perempuan? Mau diapakan b
“Selamat siang, Nyonya Li,” sapa Lea dengan sopan ketika Aileen akan melewati meja kerjanya menuju ruangan Christian Li bersama dengan Ken.“Siang Lea,” jawab Aileeen, dia berhenti sejenak di depan meja kerja sekretaris suaminya dan bertanya, “Apa Christian ada di dalam?”“Ada.”Lean kemudian berjalan mendahului Aileen dan membuka pintu. “Silahkan.”Aileen mengangguk seraya mengucapkan terima kasih. Setelah Aileen memasuki ruangan Christian, Lea kembali ke mejanya. Sementara Ken tetap mengikuti dari belakang hingga Aileen berhenti tepat di sebelah Christian.“Kenapa baru ke sini, Sayang? Aku sudah menunggu sejak tadi,” ucap Christian seraya menarik tangan Aileen dan mendudukkannya di pangkuannya.“Christian, jangan begini, masih ada Ken di sini,” bisik Aileen dengan wajah malu.Setelah itu, Christian beralih menatap asistennya. “Ken, kau boleh pergi. Masalah tadi, kita bicarakan besok lagi.”Masalah yang dimaksud oleh Christian adalah masalah Ava. Rencananya, Ava akan diterbangkan kel
"Kandungannya tidak apa-apa. Pasien hanya mengalami keram akibat kontraksi palsu." Ucapan dokter seketika membuat Nyonya Caisa dan Qarina menjadi lega. Mereka sudah panik sejak tadi karena takut disalahkan oleh Christian seandainya terjadi apa-apa dengan janin dalam kandungan Aileen. "Qarina, apa sudah ada kabar dari Christian?" tanya Aileen usai berbaring di ranjangnya. Setelah selesai melakukan pemeriksaan dengan dokter, Aileen dan yang lainnya langsung pulang ke rumah. Karena kondisi Aileen tidak mengkhawatirkan, jadi dokter memperbolehkan untuk pulang tanpa harus dirawat di rumah sakit. "Belum." Melihat wajah cemas Aileen, dia berusaha untuk menenangkannya, "Kak, ingat kata dokter, kau tidak boleh stres, jangan memikirkan hal lain dulu, itu akan berpengaruh pada kehamilanmu." Wajah Aileen masih tampak cemas. "Tapi, aku khawatir dengan Christian, tidak biasanya dia seperti ini." "Kak Christian pasti baik-baik saja. Jika terjadi sesuatu padanya, Ken atau orang yang ada di sana
“Ada apa?” Christian segera membalik tubuhnya usai menerima telpon dari asistennya. “Tidak apa-apa, Sayang. Ken hanya melaporkan mengenai pekerjaan.” Christian berjalan menghampiri Aileen yang sedang duduk di tepi ranjang, kemudian membungkuk di depan istrinya. “Sayang, hari ini aku akan berkunjung ke anak perusahaan yang berada di luar negeri bersama Ken. Ada hal mendesak yang harus aku urus di sana.” Usai mendengar itu, raut wajah Aileen seketika berubah menjadi muram. “Kapan kau kembali?” “Jika tidak bisa selesai besok, aku akan menginap dua hari di sana, tapi jika bisa aku selesaikan segera, aku akan kembali besok.” “Aku ikut.” “Tidak bisa, Sayang. Ini terlalu berisiko untukmu, tunggu saja aku di rumah. Aku usahakan menyelesaikannya pekerjaanku besok agar bisa langsung kembali.” Melihat wajah muram istrinya, Christian berjongkok di depan Aileen, kemudian memegang perut istrinya. “Aku akan melakukan perjalanan melalui udara, Sayang. Kau tidak bisa ikut. Perutmu semakin besar,
“Heemm!”Suara dehaman dari arah pintu menyadarkan keduanya yang sejak tadi saling memandang. Calina langsung menarik diri dan berdiri dengan tegak ketika melihat seorang pria dan wanita memasuki ruanganSementara itu, Arthur juga menoleh ke arah pintu dengan ekspresi biasa. Namun, ketika pandangannya bertemu dengan Tiffany, sorot matanya berubah sendu selama beberapa detik.“Sepertinya, kami datang di waktu yang tidak tepat,” ucap Jackson sambil berjalan mendekati ranjang Arthur. “Maaf, sudah mengganggu keromantisan kalian.”Calina yang sedang berdiri di samping Arthur tampak mengusap lengan kirinya dengan canggung, sementara Arthur tampak acuh tak acuh seperti tidak terjadi apa-apa sebelumnya.“Dia perawatku,” ujarnya, menjelaskan agar Jackson dan Tiffany tidak salah paham.“Aku kira kau sudah berpaling ke lain hati.”Candaan Jackson ditanggapi dengan acuh tak acuh oleh Arthur. “Kenapa kau datang ke sini?” Arthur bertanya pada Jackson, tapi pandangannya mengarah pada Tiffany yang se
Gerakan tangan Calina yang baru saja akan mengobati luka di tangan Arthur seketika terhenti saat dia mendengar itu."Kau tenang saja, setelah kematianku, tidak akan ada yang berani menyelidikinya, karena aku sudah membuat surat wasiat."Surat wasiat Arthur berisikan kalau seandainya sesuatu terjadi padanya nanti, dia minta kasus kematiannya tidak perlu diselidiki.Melihat Calina mematung dengan ekspresi heran, Arthur kembali angkat bicara, “Ulurkan tanganmu.”“Untuk apa?”Arthur tidak menjawab dan memberikan kode melalui gerakan tangan kiri agar Calina segera mengulurkan tangan padanya.“Ini racun khusus. Aku meminta orangku untuk membelinya di pasar gelap. Siapa pun yang meminumannya, pasti akan langsung mati.”Jari tangan Calina seketika gemetar. Dia menatap botol transparan yang berukuran sangat kecil yang berada di telapak tangannya dengan mata membola."Kau bisa gunakan itu untuk membunuhku."Apa dia sudah gila? Kenapa dia justru memberikan ide seperti itu? Apa dia sadar kalau ya
Saat sedang termenung di tempat tidur, tiba-tiba saja ponselnya berbunyi. Dengan malas, Calina menggeser tubuhnya dan meraih ponselnya yang berada di atas nakas.Ketika melihat Ken yang menelpon, Calina menjadi ragu untuk mengangkatnya. Jika tebakannya benar, maka tujuan Ken menghubunginya, pasti ada hubungannya dengan Arthur.Mungkin pria itu sudah melapor pada Ken tentang kejadian kemarin sehingga asisten Christian itu menghubunginya pagi-pagi.“Calina, kau di mana?”Ditanya seperti itu oleh Ken, Calina menjadi bingung mau menjawab apa. Mungkin dia menanyakan itu karena ingin menyuruh bawahannya untuk menjemputnya. Dia pun menjadi bingung, antara memberitahu Ken atau tidak di mana keberadaannya sekarang.“Kenapa kau belum datang pagi ini? Bukankah sudah kubilang padamu, jam 7 pagi kau harus sudah berada di rumah sakit. Sejak tadi Tuan Arthur sudah menunggumu.”Menungguku? Apa dia ingin membalas dendam padaku karena aku ingin melenyapkannya kemarin? Atau, di sana sudah ada polisi jug
"Selamat tinggal dan maafkan aku." Setelah mengatakan itu, Calina mengarahkan pisau itu tepat di dada kiri Arthur, kemudian mengayunkan tangannya Ke bawah.Sebelum pisau itu mencapai dada Arthur dan menancap di sana, tiba-tiba saja pergelangan tangannya ditangkap oleh Arthur. “Siapa kau? Kenapa ingin membunuhku?”Mata Calina membola melihat Arthur sudah membuka mata. Namun, itu hanya sesaat karena detik selanjutnya, mata hitam Calina dipenuhi oleh kilatan kebencian. “Kau tidak perlu tahu siapa aku, yang pasti aku orang yang akan melenyapkan nyawamu.” Usai mengatakan itu, Calina semakin mendorong tangannya ke bawah. Namun, ditahan sekuat tenaga oleh Arthur.“Apa Christian yang mengirimmu ke sini?”Calina seketika menghentikan gerakan tangannya. “Jangan sembarangan memfitnah orang. Dia adalah penyelamat keluargaku, sementara kau yang sudah menghancurkan keluargaku.”Kedua alis Arthur saling bertautan. Dia menatap gadis yang dia perkirakan usianya sama dengan Ava dengan tatapan heran. “J