"Kak, kau mau ke mana?" Ava tampak heran ketika melihat Tiffany keluar dari kamar tamu dengan menyeret koper miliknya. "Aku akan kembali ke rumahku." "Kenapa? Bukankah kau bilang rumahmu belum aman untuk ditinggali?" Setelah kejadian Tiffany diteror oleh seseorang, dia belum berani kembali ke rumahnya. Meskipun, polisi sudah menangkap pelakunya. Namun, dia merasa seseorang masih mengawasinya. Itu sebabnya dia belum berani kembali ke rumahnya. Terlebih, di rumah itu dia hanya tinggal sendiri, orang tuanya tidak tinggal di kota Imperial lagi setelah Tiffany berkarir di luar negeri. Semuanya sudah pindah ke kota Mezzura. "Sepertinya, Aileen tidak suka aku tinggal di sini. Jadi, lebih baik aku segera pindah." Ketika mendengar itu, amarah Ava seketika terpancing. "Dia mengusir Kakak dari sini?" Tiffany menggeleng pelan dengan ekspresi sedih. "Christian yang memintaku untuk segera keluar dari sini." Ava yang merasa tidak percaya kalau kakak sepupunya itu akan mengusir Tiff
Belum usai Aileen berbicara, tiba-tiba saja dia merasakan kram dan sakit yang luar biasa pada perutnya. Aileen pun seketika merintih sambil memegang perutnya. Keringat dingin tiba-tiba mengucur di dahinya, wajahnya pun berubah menjadi pucat seketika. "Ava, kau ..." Aileen kembali menghentikan ucapannya ketika merasakan perutnya semakin sakit. Ava yang melihat Aileen meringis, tampak memandangnya dengan acuh tak acuh. "Jangan berpura-pura sakit. Cepat bangun! Jangan mengecohku." Sementara itu, Qarina yang baru saja tiba di lantai 2 langsung menghampiri Aileen ketika melihatnya terduduk di lantai. "Ava, apa yang kau lakukan pada Aileen kenapa dia terlihat seperti kesakitan?" "Aku tidak melakukan apa-apa." Qarina beralih pada Aileen, kemudian berjongkok padanya. "Apa kau tidak apa-apa?" "Perutku ... sakit," jawab Aileen dengan suara lemah. "Apa kau ingin aku antar ke rumah sakit?" Aileen menggeleng lemah. Tampak keringat dingin semakin banyak mengucur di dahinya. "Tolong bantu ak
"Tahan, aku akan membawamu ke rumah sakit sekarang." Setelah mengatakan itu, Qarina segera mendorong kursi roda Aileen menuju pintu. Dengan langkah cepat, Qarina mendorong kursi roda Aileen menuju lift yang berada di ujung lantai 2. Sementara itu, Ava yang baru saja akan naik ke lantai 3, seketika menghentikan langkahnya dan mengikuti Qarina dari belakang ketika melihatnya melangkah terburu-buru. "Qarina, kau mau ke mana?" "Ke rumah sakit." "Memangnya dia kenapa?" "Kau masih bertanya kenapa?" ujarnya dengan nada tinggi. "Seharusnya kau tahu, karena kau yang ada bersamanya tadi," ucap Qarina dengan marah. "Aku hanya mendorongnya tadi." Ava terus mengikuti langkah Qarina dari belakang seraya menatap Aileen yang sedang merintih. Setelah pintu lift terbuka, Qarina buru-buru masuk ke dalam, Ava pun ikut masuk ke dalam karena penasaran dengan apa yang terjadi dengan Aileen. "Aileen, kau sedang berpura-pura, kan? Kau sengaja melakukan itu agar aku dimarahi Kak Christian, kan?" Ailee
"Kenapa kau menamparku?" tanya Ava seraya memegang wajah sebelah kirinya."Aku hanya menamparmu Ava, tapi kau sudah mengeluh. Jika itu Kak Christian, kau pikir akan bisa lolos begitu saja setelah hampir mencelakai istri dan calon anaknya?"Ava menunduk sembari memegang wajahnya yang terasa sakit dengan ekspresi takut. "Qarina aku sungguh tidak bermaksud mencelakainya."Ketika membayangkan apa yang akan dilakukan kakak sepupunya padanya, Ava menjadi semakin panik dan takut."Qarina, apa yang harus aku lakukan sekarang?" tanyanya suara bergetar, "Kak Christian pasti akan membunuhku jika dia tahu hal ini."Qarina menatap tajam pada Ava, lalu berkata, "Seharusnya kau berpikir sebelum bertindak. Jika sudah begini, menyesal pun sudah tidak berguna lagi. Kau tahu sendiri bagaimana Kak Christian jika sudah marah.""Qarina, aku tidak tahu kalau Aileen sedang hamil. Aku juga tadi hanya ingin memberikan sedikit pelajaran padanya."Ketika mendengar itu, amarah Qarina yang belum sepenuhnya mereda
“Sedang apa kau di kamarku?”Ava yang baru saja menutup pintu kamar Christian seketika terperanjat ketika mendengar suara berat kakak sepupunya.“Itu ... ta-tadi aku sedang ...” Tiba-tiba saja Ava tergagap ketika melihat tatapan memicing kakak sepupunya, takut kalau Christian akan curiga padanya. “Tadi aku mengantar susu untuk Kak Aileen.”Meskipun hanya sekilas, tapi Ava sempat melihat ada kerutan halus di dahi Christian. “Semenjak kapan kau begitu baik terhadap Aileen?”Tatapan menelisik Chiristian membuat sekujur tubuh Ava menjadi panas dan dingin di saat bersamaan.“Jangan berbohong padaku, Ava. Apa kau mengganggu Aileen lagi?”Ava segera menggeleng karena takut Christian akan marah. “Tidak, Kak. Aku sungguh hanya mengantar susu dan menemani Kak Aileen mengobrol sebentar tadi sebelum dia tertidur.”Aileen memang belum lama tertidur. Setelah pulang dari rumah sakit, dia langsung beristirahat di kamarnya ditemani oleh Ava dan Qarina. Dia memutuskan untuk pulang paksa di rumah sakit
"Kenapa kita ke sini?" Aileen merasa heran saat Christian membawanya ke kamar pribadi sang suami yang sudah lama tidak dia tinggali. "Istirahatlah di sini," jawab Christian, "mulai sekarang, kamar ini menjadi kamar kita. Kita akan tidur di sini mulai hari ini." Kemarin pagi, dia sudah meminta Bibi Nian untuk membersihkan kamar tersebut. Dia juga sudah meminta Bibi Nian dan beberapa pelayan lain untuk memindahkan semua barang mereka ke kamar itu. Namun, belum semuanya berhasil dipindahkan. Rencanannya, hari ini semua akan dipindahkan ke kamar itu. "Aku tidak mau tidur di kamar ini." Alasan dia tidak ingim tidur di kamar itu karena Tiffany pernah dua kali masuk ke sana. Bahkan, wanita itu pernah tidur di kamar itu bersama Christian. Jika mengingat itu, hati Aileen terasa panas. "Kenapa? Kau tidak suka dekorasinya?" Padahal, kamar itu 2 kali lipat lebih lebih luas dari kamar sebelumnya. Kamar mandinya pun sangat luas, bahkan ada Jacuzzi di dalamnya, serta ruangan khusus untuk berd
"Christian tunggu!"Aileen segera menghentikan Christian ketika suaminya itu akan melanjutkan ke tahap selanjutnya."Kenapa?" tanya Christian seraya memudurkan sedikit tubuhnya ke belakang."Aku tidak bisa."Netra hitam Christian seketika menyusut. "Kau menolakku?" Raut wajah Christian tampak kecewa. Dia pikir Aileen masih belum bisa menerima dan memaafkannya."Bukan begitu, tapi aku ..." Sedang hamil. Tapi, sayangnya ucapan itu hanya terucap di dalam hatinya.Sebenarnya, Aileen tidak tega menolak Christian. Apalagi, tadi dia melihat sorot mata Christian sudah dipenuhi kabut gairah. Namun, jika dia tidak menghentikannya saat ini, dia takut kejadian seperti kemarin akan terulang lagi.Karena dia hampir aja keguguran. Jadi, kandungannya saat ini masih rentan terhadap guncangan. Selain itu, Christian selalu melakukan hal itu dalam waktu lama. Itu sebabnya, dia tidak mau mengambil resiko apa pun."Kau harus bekerja. Kau akan terlambat nanti.""Baiklah."Christian menarik diri, kemudian
"Apa kau menyembunyikan sesuatu dariku?"Bulu mata Aileen bergerak dengan cepat. "A-aku ..." Tiba-tiba saja Aileen tergagap ketika mendapatkan tatapan mengintimidasi dari Christian. "Aku tidak menyembunyikan sesuatu darimu.""Kalau begitu jelaskan padaku, kenapa ada noda darah di bajumu?""Itu ..." Meskipun saat ini Aileen dalam keadaan panik. Namun, dia tetap berusaha untuk tetap terlihat tenang agar Christian tidak curiga padanya. "Bajuku itu terkena noda darah ketika aku mendapatkan tamu bulanan."Jantung Aileen semakin berdebar melihat ketika ekpsresi Christian yang sulit ditebak."Jadi, alasan kau menolakku pagi tadi karena itu?"Sejak pagi, Christian memang terus memikirkan alasan kenapa Aileen menolaknya. Sebelum ini, Aileen tidak pernah menolaknya, meskipun di awal dia sedikit memaksanya."Iya," jawab Aileen cepat. Itu adalah alasan masuk akal. Kenapa tidak terpikirkan olehnya tadi?"Seharusnya kau langsung memberitahuku tadi pagi."Dengan begitu, dia tidak akan memiliki pikir
"Ada apa, Sayang?"Christian yang baru saja terbangun dari tidurnya seketika bertanya pada sang istri yang sedang berbaring memunggunginya saat mendengar Aileen merintih sambil memegangi perutnya."Perutku sakit."Christian langsung terbangun dari tidurnya dan menyalakan lampu, tampak wajah Aileen sedang berkerut dan dipenuhi oleh keringat-keringat kecil."Sakit sekali," rintih Aileen lagi sembari meringis."Apa kau sudah mau melahirkan?" tanya Christian dengan panik.Pasalnya, belakang ini Aileen sering mengeluh sakit pada perutnya. Setelah berkonsultasi dengan dokter, Aileen baru tahu jika mendekati hari kelahiran, dia akan sering mengalami kontraksi palsu. Itu sebanyanya Christian bertanya seperti itu untuk memastikan apakah sakit perut kali ini akibat dari kontraksi palsu atau karena akan melahirkan."Aku tidak tahu, tapi ini rasanya sakit sekali.""Kita ke rumah sakit sekarang." Dengan hati-hati, Christian membantu Aileen untuk bangun, kemudian duduk di tepi ranjang. "Apa kau ma
"Sayang, ini terlihat lucu. Pasti akan terlihat cantik saat dikenakan anak kita nanti," ucap Christian sembari menunjukkan baju bayi berwarna pink yang memiliki renda.Ketika melihat itu, Aileen menghela napas dengan wajah frustrasi, "Christian, apa kau lupa kalau anak kita laki-laki? Dia tidak mungkin mengenakan baju seperti itu.""Aku tahu, Sayang. Maksudku, untuk anak perempuan kita selanjutnya. Tidak ada salahnya, kita membelinya sekarang. Kita bisa menyimpannya sampai dia lahir nanti."Aileen yang mendengar itu dibuat tidak bisa berkata-kata lagi oleh Christian. Bagaimana bisa dia membahas adik dari anak pertamanya, sementara anak pertama mereka saja belum lahir.Yang lebih membuatnya tidak habis pikir adalah meskipun mereka memang berencana ingin memiliki anak lagi, tapi bagaimana bisa Christian begitu yakin kalau mereka akan mendapatkan anak perempuan nanti.Bagaimana jika seandainya nanti mereka kembali mendapatkan anak laki-laki dan justru bukan anak perempuan? Mau diapakan b
“Selamat siang, Nyonya Li,” sapa Lea dengan sopan ketika Aileen akan melewati meja kerjanya menuju ruangan Christian Li bersama dengan Ken.“Siang Lea,” jawab Aileeen, dia berhenti sejenak di depan meja kerja sekretaris suaminya dan bertanya, “Apa Christian ada di dalam?”“Ada.”Lean kemudian berjalan mendahului Aileen dan membuka pintu. “Silahkan.”Aileen mengangguk seraya mengucapkan terima kasih. Setelah Aileen memasuki ruangan Christian, Lea kembali ke mejanya. Sementara Ken tetap mengikuti dari belakang hingga Aileen berhenti tepat di sebelah Christian.“Kenapa baru ke sini, Sayang? Aku sudah menunggu sejak tadi,” ucap Christian seraya menarik tangan Aileen dan mendudukkannya di pangkuannya.“Christian, jangan begini, masih ada Ken di sini,” bisik Aileen dengan wajah malu.Setelah itu, Christian beralih menatap asistennya. “Ken, kau boleh pergi. Masalah tadi, kita bicarakan besok lagi.”Masalah yang dimaksud oleh Christian adalah masalah Ava. Rencananya, Ava akan diterbangkan kel
"Kandungannya tidak apa-apa. Pasien hanya mengalami keram akibat kontraksi palsu." Ucapan dokter seketika membuat Nyonya Caisa dan Qarina menjadi lega. Mereka sudah panik sejak tadi karena takut disalahkan oleh Christian seandainya terjadi apa-apa dengan janin dalam kandungan Aileen. "Qarina, apa sudah ada kabar dari Christian?" tanya Aileen usai berbaring di ranjangnya. Setelah selesai melakukan pemeriksaan dengan dokter, Aileen dan yang lainnya langsung pulang ke rumah. Karena kondisi Aileen tidak mengkhawatirkan, jadi dokter memperbolehkan untuk pulang tanpa harus dirawat di rumah sakit. "Belum." Melihat wajah cemas Aileen, dia berusaha untuk menenangkannya, "Kak, ingat kata dokter, kau tidak boleh stres, jangan memikirkan hal lain dulu, itu akan berpengaruh pada kehamilanmu." Wajah Aileen masih tampak cemas. "Tapi, aku khawatir dengan Christian, tidak biasanya dia seperti ini." "Kak Christian pasti baik-baik saja. Jika terjadi sesuatu padanya, Ken atau orang yang ada di sana
“Ada apa?” Christian segera membalik tubuhnya usai menerima telpon dari asistennya. “Tidak apa-apa, Sayang. Ken hanya melaporkan mengenai pekerjaan.” Christian berjalan menghampiri Aileen yang sedang duduk di tepi ranjang, kemudian membungkuk di depan istrinya. “Sayang, hari ini aku akan berkunjung ke anak perusahaan yang berada di luar negeri bersama Ken. Ada hal mendesak yang harus aku urus di sana.” Usai mendengar itu, raut wajah Aileen seketika berubah menjadi muram. “Kapan kau kembali?” “Jika tidak bisa selesai besok, aku akan menginap dua hari di sana, tapi jika bisa aku selesaikan segera, aku akan kembali besok.” “Aku ikut.” “Tidak bisa, Sayang. Ini terlalu berisiko untukmu, tunggu saja aku di rumah. Aku usahakan menyelesaikannya pekerjaanku besok agar bisa langsung kembali.” Melihat wajah muram istrinya, Christian berjongkok di depan Aileen, kemudian memegang perut istrinya. “Aku akan melakukan perjalanan melalui udara, Sayang. Kau tidak bisa ikut. Perutmu semakin besar,
“Heemm!”Suara dehaman dari arah pintu menyadarkan keduanya yang sejak tadi saling memandang. Calina langsung menarik diri dan berdiri dengan tegak ketika melihat seorang pria dan wanita memasuki ruanganSementara itu, Arthur juga menoleh ke arah pintu dengan ekspresi biasa. Namun, ketika pandangannya bertemu dengan Tiffany, sorot matanya berubah sendu selama beberapa detik.“Sepertinya, kami datang di waktu yang tidak tepat,” ucap Jackson sambil berjalan mendekati ranjang Arthur. “Maaf, sudah mengganggu keromantisan kalian.”Calina yang sedang berdiri di samping Arthur tampak mengusap lengan kirinya dengan canggung, sementara Arthur tampak acuh tak acuh seperti tidak terjadi apa-apa sebelumnya.“Dia perawatku,” ujarnya, menjelaskan agar Jackson dan Tiffany tidak salah paham.“Aku kira kau sudah berpaling ke lain hati.”Candaan Jackson ditanggapi dengan acuh tak acuh oleh Arthur. “Kenapa kau datang ke sini?” Arthur bertanya pada Jackson, tapi pandangannya mengarah pada Tiffany yang se
Gerakan tangan Calina yang baru saja akan mengobati luka di tangan Arthur seketika terhenti saat dia mendengar itu."Kau tenang saja, setelah kematianku, tidak akan ada yang berani menyelidikinya, karena aku sudah membuat surat wasiat."Surat wasiat Arthur berisikan kalau seandainya sesuatu terjadi padanya nanti, dia minta kasus kematiannya tidak perlu diselidiki.Melihat Calina mematung dengan ekspresi heran, Arthur kembali angkat bicara, “Ulurkan tanganmu.”“Untuk apa?”Arthur tidak menjawab dan memberikan kode melalui gerakan tangan kiri agar Calina segera mengulurkan tangan padanya.“Ini racun khusus. Aku meminta orangku untuk membelinya di pasar gelap. Siapa pun yang meminumannya, pasti akan langsung mati.”Jari tangan Calina seketika gemetar. Dia menatap botol transparan yang berukuran sangat kecil yang berada di telapak tangannya dengan mata membola."Kau bisa gunakan itu untuk membunuhku."Apa dia sudah gila? Kenapa dia justru memberikan ide seperti itu? Apa dia sadar kalau ya
Saat sedang termenung di tempat tidur, tiba-tiba saja ponselnya berbunyi. Dengan malas, Calina menggeser tubuhnya dan meraih ponselnya yang berada di atas nakas.Ketika melihat Ken yang menelpon, Calina menjadi ragu untuk mengangkatnya. Jika tebakannya benar, maka tujuan Ken menghubunginya, pasti ada hubungannya dengan Arthur.Mungkin pria itu sudah melapor pada Ken tentang kejadian kemarin sehingga asisten Christian itu menghubunginya pagi-pagi.“Calina, kau di mana?”Ditanya seperti itu oleh Ken, Calina menjadi bingung mau menjawab apa. Mungkin dia menanyakan itu karena ingin menyuruh bawahannya untuk menjemputnya. Dia pun menjadi bingung, antara memberitahu Ken atau tidak di mana keberadaannya sekarang.“Kenapa kau belum datang pagi ini? Bukankah sudah kubilang padamu, jam 7 pagi kau harus sudah berada di rumah sakit. Sejak tadi Tuan Arthur sudah menunggumu.”Menungguku? Apa dia ingin membalas dendam padaku karena aku ingin melenyapkannya kemarin? Atau, di sana sudah ada polisi jug
"Selamat tinggal dan maafkan aku." Setelah mengatakan itu, Calina mengarahkan pisau itu tepat di dada kiri Arthur, kemudian mengayunkan tangannya Ke bawah.Sebelum pisau itu mencapai dada Arthur dan menancap di sana, tiba-tiba saja pergelangan tangannya ditangkap oleh Arthur. “Siapa kau? Kenapa ingin membunuhku?”Mata Calina membola melihat Arthur sudah membuka mata. Namun, itu hanya sesaat karena detik selanjutnya, mata hitam Calina dipenuhi oleh kilatan kebencian. “Kau tidak perlu tahu siapa aku, yang pasti aku orang yang akan melenyapkan nyawamu.” Usai mengatakan itu, Calina semakin mendorong tangannya ke bawah. Namun, ditahan sekuat tenaga oleh Arthur.“Apa Christian yang mengirimmu ke sini?”Calina seketika menghentikan gerakan tangannya. “Jangan sembarangan memfitnah orang. Dia adalah penyelamat keluargaku, sementara kau yang sudah menghancurkan keluargaku.”Kedua alis Arthur saling bertautan. Dia menatap gadis yang dia perkirakan usianya sama dengan Ava dengan tatapan heran. “J