"Apa kau menyembunyikan sesuatu dariku?"Bulu mata Aileen bergerak dengan cepat. "A-aku ..." Tiba-tiba saja Aileen tergagap ketika mendapatkan tatapan mengintimidasi dari Christian. "Aku tidak menyembunyikan sesuatu darimu.""Kalau begitu jelaskan padaku, kenapa ada noda darah di bajumu?""Itu ..." Meskipun saat ini Aileen dalam keadaan panik. Namun, dia tetap berusaha untuk tetap terlihat tenang agar Christian tidak curiga padanya. "Bajuku itu terkena noda darah ketika aku mendapatkan tamu bulanan."Jantung Aileen semakin berdebar melihat ketika ekpsresi Christian yang sulit ditebak."Jadi, alasan kau menolakku pagi tadi karena itu?"Sejak pagi, Christian memang terus memikirkan alasan kenapa Aileen menolaknya. Sebelum ini, Aileen tidak pernah menolaknya, meskipun di awal dia sedikit memaksanya."Iya," jawab Aileen cepat. Itu adalah alasan masuk akal. Kenapa tidak terpikirkan olehnya tadi?"Seharusnya kau langsung memberitahuku tadi pagi."Dengan begitu, dia tidak akan memiliki pikir
Sambil menunggu Aileen berbicara dengan Tiffany di balkon lantai 2 di dekat ruangan santai, Christian mengajak Ken berbicara di ruangan kerjanya yang ada di lantai 2."Selidiki apa yang terjadi belakangan ini di sini," perintah Christian usai duduk di kursi ruangan kerjanya, "dan, segera laporkan padaku."Menurutnya, ada yang aneh dengan sikap Aileen sejak kemarin. Dia merasa ada yang sedang disembunyikan olehnya. Dia hanya ingin tahu apakah ada hal yang dia lewatkan ketika dirinya tidak ada di rumah. Perubahan Aileen yang tiba-tiba membuat tanda tanya besar di benaknya."Baik, Tuan Muda," jawab Ken dengan tegas, "saya sudah meminta beberapa orang untuk kembali memasang CCTV di seluruh kediaman ini besok."Semenjak Christian mengalami kecelakaan, CCTV di kediaman Li dilepas. Jadi, selama dua tahun lebih, rumah itu tidak memakai kamera pengawas selain di beberapa tempat tertentu. Di lantai 2 sendiri, sama sekali tidak boleh dipasang CCTV, itu adalah perintah dari Bibi Christian dua ta
Melihat wajah Christian yang tampak serius, Aileen segera meletakkan ponselnya di pangkuan. "Apa?" Christian menatap Aileen selama beberapa saat, kemudian berkata, “Aileen, bagaimana kalau untuk sementara waktu kau tinggal dulu di rumah ayahmu?” Ketika mendengar itu, manik hitam Aileen seketika menyusut. 'Ternyata benar yang dikatakan Tiffany, kupikir dia berbohong padaku. Beruntung aku belum memberitahukan mengenai kehamilanku padanya. Mungkin sebaiknya, aku tidak memberitahunya, biarkan saja dia tahu sendiri nanti.' “Kapan aku harus pergi?” tanya Aileen sembari menoleh pada Christian. “Besok.” Aileen seketika bangkit dan kembali menoleh pada Christian yang masih duduk di tepi ranjang. “Baiklah.” Ketika Aileen akan melangkah pergi, tiba-tiba saja Christian meraih tangannya. “Kau tidak ingin bertanya, kenapa aku mengirimmu ke sana?” “Tidak perlu. Aku akan menuruti semua perkataanmu.” Tidak ada juga gunanya dia bertanya pada Christian. Lagi pula, dia juga sudah tahu a
"Siapa pria itu?"Aileen menatap ponselnya sejenak yang sedang dipegang oleh Christian, kemudian menjawab pertanyaan Christian, "Namanya Filbert, dia mantan kekasihku."Tidak ada reaksi apa-apa dari Christian usai mendengar jawabannya. Tadinya Aileen pikir, Christian akan marah jika dia memberitahukan hal itu. Namun, pria di depannya itu justru terlihat begitu tenang, membuat Aileen sedikit heran.Yang Aileen tidak ketahui adalah sebelumnya, Christian sudah meminta Ken untuk menyelidiki kehidupan istrinya itu sebelum bertemu dengannya, termasuk siapa saja mantan kekasih istrinya. Itulah sebabnya Christian tidak terkejut ketika mendengar nama Filbert disebut."Kenapa dia menghubungimu? Apa selama ini kau diam-diam berkomunikasi dengannya di belakangku?""Tidak," sanggah Aileen dengan tegas, "aku sudah tidak pernah berkomunikasi lagi dengannya. Aku langsung mengganti nomor ponselku setelah menikah denganmu."Filbert bahkan tidak tahu alasan Aileen memutuskan hubungan mereka, karena akan
"Rahasia apa maksudmu?" Cathleen tersenyum miring, kemudian memandang ke arah perut Aileen yang masih rata. "Saat ini kau sedang hamil, kan?" Mata Aileen membola seketika, tidak menyangka kalau kakak tirinya itu mengetahui rahasianya. "Dari mana kau tahu hal itu?" Cathleen kembali tersenyum. Namun, ekspresi wajahnya tampak mengerikan. "Aku berada di rumah sakit saat kau memasuki ruang IGD. Aku mendengar langsung percakapan dokter yang menanganimu saat itu dengan sepupu Christian Li." Cathleen baru saja akan pulang setelah menjenguk temannya di sana saat melihat Aileen memasuki ruangan IGD. Diam-diam dia mengikutinya dan berpura sakit dan meminta diperiksa oleh dokter. Dia sengaja memilih untuk berbaring di ranjang sebelah Aileen untuk mengetahui apa yang terjadi dengan Aileen. "Bagaimana jika aku mendorongmu ke sini? Kira-kira apa yang akan terjadi?" "Cathleen, kau jangan macam-macam." Aileen melangkah mundur ketika melihat Cathleen mulai mendekatinya dengan seringai jahatnya. "
"Cathleen, apa kau tidak memiliki sopan santun?" Aileen menatap kesal pada Cathleen yang membuka pintu kamarnya tanpa mengetuk terlebih dahulu. Cathleen mengabaikan protes Aileen dan berkata, "Waktumu tersisa satu hari." Cathleen melipat kedua tangannya di depan dada dan bertanya dengan angkuh, "Apa kau sudah menyiapkan uangnya?" Aileen yang baru duduk setelah pulang bekerja, tiba-tiba bangkit dari duduknya dan berjalan menuju meja nakas, kemudian mengambil sesuatu dari sana, setelah itu menghampiri Cathleen yang berdiri di dekat pintu. "Ini ambillah. Di dalamnya ada uang 10 juta." Usai mendengar itu, Cathleen langsung marah. Dia menepis tangan Aileen dengan kasar dan berkata, "Aileen, apa kau itu tuli? Aku minta 10 miliar, bukan 10 juta!" "Aku tahu, tapi hanya itu yang kupunya." Aileen tetap bersikap tenang, meskipun Cathleen sudah meninggikan suaranya. "Sisa uangku sudah aku berikan semua pada ibumu." Awalnya, ibu tirinya itu tidak mau menerima dirinya menginap di sana. Namun,
Ada seorang pria sedang berbincang dengan Aileen. Ketika pria itu dan Aileen menoleh, Christian langsung mengenalinya."Christian, kenapa tidak bilang mau ke sini?" Aileen tampak terkejut melihat kedatangan suaminya yang tiba-tiba. Dia berniat menghampiri Christian. Namun, suaminya itu sudah lebih dulu berjalan ke arahnya."Aku merindukanmu, Sayang," jawabnya lembut seraya tersenyum tipis.Setelah tiba di dekat Aileen, Christian membungkuk, lalu mengangkat dagu Aileen dan mengecupnya dengan singkat di depan pria itu tanpa ada rasa sungkan sama sekali."Kau sedang ada tamu?" tanyanya basa-basi. Padahal, dia sudah tahu siapa pria di depan Aileen itu, karena sebelumnya dia sudah pernah melihat wajahnya dari foto."Iy-iya," jawab Aileen dengan gugup, takut Christian akan marah setelah ini jika dia tahu siapa pria di depannya itu. "Namanya Filbert. Kami berteman sejak masih sekolah."Setelah Aileen memperkenalkan pria di depannya itu, Christian segera menoleh pada Filbert. Seperti ada kila
"Aku hanya ingin memastikan kalau dia sudah pulang." Tahu suasana hati Christian sedang tidak baik, Aileen memutuskan untuk mengubah topik pembicaraan. "Kenapa tidak mengabariku kalau mau ke sini?""Kenapa? Terganggu dengan kedatanganku?"Melihat wajah tidak senang Christian, Aileen menghela napas diam-diam. "Aku hanya terkejut.""Kemasi barangmu, kita pulang hari ini.""Haaah?" Kedua alis Aileen terangkat dengan mulut yang sedikit terbuka. "Tapi, kau bilang—""Jangan membantahku."Melihat wajah tegas Christian, Aileen tidak lagi berani memprotes keputusan pria itu. Dia segera ke kamar dan mengemasi barang-barang yang akan dia bawa pulang dibantu oleh pelayan di rumah itu, sementara Christian memilih untuk menunggu di ruang tamu."Ken, bawa semua barang ini ke mobil," perintah Christian usai pelayan di rumah itu meletakkan semua barang milik Aileen di ruang tamu."Tolong katakan pada ayahku, kalau suamiku memintaku untuk pulang malam ini."Ayah dan ibu tirinya sedang pergi, di rumah i
“Arthur, mari bercerai.” Arthur seketika membeku ketika mendengar itu. “Cerai?” Calina mengangguk. “Tiffany sudah kembali, kau juga sudah sembuh, sudah saatnya aku mundur.” Meski hatinya saat ini sangat hancur, tapi Calina berusaha keras untuk tetap bersikap tenang di depan pria yang kini sudah sepenuhnya mengisi hatinya. Ya, Calina sudah jatuh cinta pada pria yang dia nikahi berapa tahun lalu. Meski, di awal dia tidak memiliki perasaan apa pun, tapi nyatanya cinta perlahan tumbuh seiring kebersamaan mereka selama bertahun-tahun. “Apa Tiffany mendatangimu?” “Tidak," jawab Calina. “Lalu, kenapa tiba-tiba ingin bercerai?” Calina mengepalkan tangan dengan kuat demi menahan agar air matanya tidak keluar. “Aku tahu kau masih mencintai Tiffany. Aku tidak ingin menjadi penghalang cinta kalian.” Arthur tampak terdiam. Namun, tatapan masih tertuju pada iris Calina. “Selain Tiffany, apa ada alasan lain yang melatarbelakangi kau ingin bercerai denganku?” "Maksudmu?" "Apa kau sudah menem
Belum sempat mobil terparkir dengan benar, Jayden sudah keluar dengan langkah terburu-buru dengan ekspresi suram. “Bu, di mana Ayah?” tanya Jayden pada Aileen yang sedang duduk di ruangan keluarga dengan Alicia dan Steven “Ada di ruangan kerjanya, ada ...” Belum selesai Aileen bicara, Jayden sudah berjalan menuju ruangan kerja sang ayah yang berada di lantai bawah. Tanpa mengetuk, dia langsung membuka pintu dengan kasar, membuat Christian dan Ken yang berada di dalam ruangan itu terkejut dan menoleh bersamaan. “Jayden, apa kau sudah lupa cara mengetuk pintu? Di mana sopan santunmu?” tegur Christian. Jayden yang sudah terlanjur emosi, mengabaikan teguran sang ayah dan bertanya dengan marah, “Kenapa ayah menggusur pekampungan itu?' Christian mengerutkan kening sebentar, kemudian bertanya, "Perkampungan apa?" "Jangan pura-pura tidak tahu," jawab Jayden, "Perkampungan yang berada di selatan kota, itu tanah milik Li's Corp, kan?" Sebelum menjawab pertanyaan sang putra, Chris
“Kakak, kau datang lagi?” Gadis kecil penjual kue itu langsung berlari ketika melihat Jayden sedang berjalan ke arah minimarket. “Hhmm,” gumam Jayden Li seraya mengangguk ringan. Seperti biasa, dia hanya menampilkan ekspresi biasa ketika berbicara dengan siapa pun. Berbeda sekali dengan gadis kecil yang berada di hadapannya itu, matanya tampak berbinar dan senyuman sangat lebar ketika menyambut kedatangannya. “Kak, maaf, kueku hari ini sudah habis. Tadi ada Paman baik hati yang membeli semua kueku,” ujarnya dengan wajah riang. Senyuman begitu polos, membuat siapa pun yang melihat akan merasa gemas. “Lihatlah. Sudah tidak tersisa.” Dengan antuasias gadis kecil itu menunjukkan wajah kue yang biasa gunakan untuk meletakkan kue kukusnya. Jayden melirik sejenak, sebelum akhirnya kembali menatap gadis di depannya. “Aku ke sini untuk membeli sesuatu di dalam,” jawabnya datar. Gadis itu mengangguk tanda mengerti. “Oh, seperti itu.” Dia pikir Jayden datang untuk membeli kuenya, karena b
"Sudahlah. Untuk apa juga aku perhitungan dengan anak kecil sepertimu."Daniel berlalu dari sana dan mendekati gadis kecil yang tampak sedang menunduk. Sebelum memeriksa gadis kecil itu, Daniel memanggil salah satu perawat yang ada di sana untuk mendekat.Jayden Li yang semula duduk dengan acuh tak acuh, akhirnya mendekat ketika melihat Daniel mulai mengobati gadis kecil itu.Ketika Daniel sedang membersihkan luka di bibir gadis itu, tampak dia mengigit bibir bawahnya seraya mengerutkan wajah.“Sakit?” Jayden Li yang sejak tadi hanya diam, akhirnya bertanya pada gadis kecil itu.“Tidak, Kak.”Melihat senyuman gadis itu yang begitu lebar, entah mengapa justru membuat sudut hati Jayden terasa sakit.Kenapa gadis di depannya tidak menangis dan justru tersenyum? Sudah jelas itu sakit, tapi gadis di depannya tidak mengeluh sedikit pun.Jika itu terjadi pada adiknya, bisa dipastikan akan terjadi kehebohan di rumah sakit itu. Adiknya pernah tidak sengaja terjatuh dan itu membuat kehebohan di
“Bangunlah.”Gadis kecil yang semula masih meringkuk, perlahan bangkit dibantu oleh Jayden Li usai ketiga preman itu dibuat tumbang dan babak belur.“Apa kau tidak apa-apa?”Gadis itu mengangkat kepala setelah membersihkan bajunya yang kotor. “Aku tidak apa-apa, Kakak. Terima kasih sudah menolongku.”Melihat gadis itu tersenyum lebar dengan wajah polosnya, Jayden seketika tertegun. Dia menatap gadis di depan dengan alis yang hampir menyatu.Dia tersenyum?Setelah diinjak-injak dan dibuat terluka, dia masih bisa tersenyum selebar itu.Bagaimana bisa? Padahal, di wajahnya terdapat beberapa luka memar dan di bagian bibir bawahnya tampak mengeluarkan cairan merah. Sepertinya ada luka robek di bagian bibirnya. Tidak hanya itu, di bagian pelipis gadis kecil itu pun terdapat luka berupa garis memanjang yang juga mengeluarkan sedikit darah.Dengan umur seusainya, sangat wajar jika dia menangis histeris, tapi gadis kecil di depannya itu justru tersenyum. Jangankan menangis, mengeluh sakit pun
“Tuan Muda, silahkan.” Pengawal pribadi Jayden Li membuka pintu belakang setelah melihat anak bosnya keluar dari tempat latihan bela diri.Jayden mengangguk dengan wajah datar, kemudian memasuki mobil dan duduk di kursi belakang.“Paman Rai, berhenti di depan. Aku ingin membeli sesuatu.”Rai, asisten pribadi Jayden yang sedang mengemudi mengangguk, kemudian menepikan mobil mereka di minimarket yang berada di sebelah kanan jalan. Mobil yang hitam yang sejak tadi mengikuti mobil Jayden Li ikut berhenti di belakangnya. Mobil sedan hitam itu berisi 4 orang pengawal berbadan tegap yang secara khusus ditugaskan untuk mengikuti Jayden Li ke mana pun dia pergi.“Paman Rai, kau di sini saja, aku hanya sebentar," ucap Jayden setelah tiba di depan pintu minimarket.“Tapi, ....” Rai ingin menolak, tapi Jayden kembali angkat bicara, “Tidak sampai 5 menit, aku sudah keluar. Jadi, Paman tunggu di sini saja.”Jayden membalik tubuh, kemudian meraih pintu dan masuk ke dalam. Tidak jauh dari minimarket
“Kalau begitu, bagaimana kami bisa masuk ke perut Ibu?" Qarina menahan tawanya, semetara Christian dan Aileen saling melirik dengan ekspresi bingung. “Kalau untuk itu, silahkan tanyakan pada Ayah." Karena dia sendiri bingung, bagaimana harus menjelaskan pada Steven agar dia bisa mengerti. “Ayah, katakan padaku, bagaimana bisa kami masuk ke perut Ibu?” Christian yang ditanya seperti tampak berpikir keras. Cukup lama dia terdiam sampai akhirnya dia membuka suara, “Karena Ayah rajin menyuntikkan vitamin pada Ibu.” Steven menggaruk kepalanya karena tidak mengerti dengan penjelasan sang ayah. “Jadi, Ayah seperti Paman Daniel yang suka menyuntik orang sakit?” Karena merasa terjebak dengan jawabannya sendiri, Christian menjadi bingung sendiri harus bagaimana menjelaskan pada sang putra agar dia mengerti dan tidak bertanya lagi. “Tidak sama. Kau masih kecil, Ayah jelaskan pun kau tidak akan mengeti. Tunggu kau besar, nanti kau juga akan tahu,” Itu adalah jawaban yang paling aman agar St
"Kenapa baru pulang?" Aileen menghampiri Christian yang baru saja memasuki kamar. "Alicia sejak tadi menangis mencarimu." Sejak dua hari yang lalu, Christian berada di luar untuk meninjau anak perusahaan mereka yang berada di kota sebelah. "Maaf, Sayang. Pesawatku delay." Seharian ini, dia memang tidak sempat menghubungi Aileen. Biasanya, dia menyempatkan waktu untuk melakukan panggilan vidio agar bisa berbicara dengan sang putri yang memang sejak dulu sangat dekat dengannya. Alicia memang lebih dekat dengan Christian dibandingkan dengan Aileen. Itu karena Christian sangat menyayangi Alicia dan selalu memanjakannya, hingga terkadang membuat Steven menjadi iri. "Dia sudah tidur?" tanya Christian seraya membuka kancing kemejanya. "Sudah. Dia menangis selama 1 jam dan tidak mau berhenti meski aku sudah membujuknya berkali-kali. Dia marah karena tidak bisa bicara denganmu." "Kalau begitu, aku akan melihatnya setelah mandi." "Apa kau ingin berendam?" Karena Christian baru saja melak
“Sayang, aku lapar." Aileen berucap seraya mengalungkan tangannya di leher Christian. Keduanya saat ini sedang berada di kolam di dalam kolam renang. Semenjak hamil, setiap pagi atau sore hari, Christian akan menemani Aileen untuk berenang selama kurang lebih 15 menit.“Kau ingin makan apa, Sayang,” tanya Christian seraya merapihkan rambut Aileen di bagian depan.“Aku ingin makan nasi goreng.”“Baiklah. Ayo, kita naik.” Setelah Christian meraih tubuh Aileen dan menggedongnya, dia berjalan menuju anak tangga yang berada di tepi kolam.“Tapi, aku ingin kau yang membuatnya.”Baru saja akan menapakkan kaki di anak tangga bawah, Christian tiba-tiba menarik kembali kakinya. “Aku tidak bisa masak, Sayang. Bagaimana kalau rasanya tidak enak?”“Tidak apa-apa. Aku akan mengajarimu.”“Baiklah.”Setibanya di atas kolam, Christian menurukan Aileen dengan hati-hati, lalu memakaikan bathrobe. Baru setelah itu, keduanya berjalan menuju ruangan bilas yang berada tidak jauh dari kolam renang. Usai me