“Pakaikan bajuku.”Aileen yang baru saja keluar dari walk-in closet, seketika memutar tubuhnya ke arah Christian ketika mendengar permintaan pria itu. Tanpa banyak bicara, dia mengambil kemeja yang tergeletak di atas tempat tidur, lalu mengenakan di tubuh Christian Li.“Kenapa diam saja? Marah?”Aileen menggeleng pelan. “Tidak.”Walaupun dia marah, mana berani dia menujukkan kemarahannya pada Christian Li. Dia takut Christian akan menghukumnya lagi seperti yang baru saja dia lakukan. Mengurungnya di kamar mandi selama hampir satu jam dan kembali melanjutkannya di tempat tidur.“Hari ini, aku akan mengantarmu ke kantor.”Aileen yang baru saja selesai mengancingkan kemeja Christian, seketika mengangkat kepalanyan denganndahi mengerut. “Kenapa tiba-tiba?”Jika sampai Christian mengantarnya ke kantor, bukankah itu sama saja akan membongkar pernikahan mereka. Kemunculan Christian Li akan menjadi berita yang paling menggemparkan, mengalahkan berita tentang Jackson.Setahunya, sejak dulu ber
“Aku …” Ditanya seperti itu oleh Tiffany Su, membuat Aileen menjadi bingung. Jika dia berkata dengan jujur, dia takut Christian marah. Bagaimanapun, Christian masih mencintai Tiffany. Jadi, dia tidak berani menjawab dengan jujur. Mungkin saja dia masih berharap bisa kembali dengan cinta pertamanya itu, seperti Tiffany Su yang masih mengharapkan Christian Li. “Dia istri Kak Christian yang aku ceritakan padamu, Kak.” Ava yang baru saja memasuk ruangan keluarga langsung menjawab pertanyaan Tifffany Su ketika melihat Aileen tidak melanjutkan ucapannya. “Istri Christian?” Tifaany menoleh pada Ava sesaat, kemudian beralih pada Aileen. “Bukankah kau kekasih Jakcson? Kau bahkan sudah dikenalkan dengan orang tuanya, bukan? Kenapa bisa tiba-tiba menjadi istri Christian?' Ava yang mendengar itu tidak tahan untuk mencibir Aileen. “Kak Tiffany, kau jangan heran. Aileen ini adalah perempuan tidak tahu diri. Si Jackson itu adalah selingkuhannya. Dia berani bermain api dengan pria lain di saat Ka
"Jangan menghalangi aku lagi." Ketika melihat Christian melangkah menuju ruangan makan, Tiffany Su segera mengejarnya. Namun, tidak lagi berani menahanya. Ava pun segera menyusul ke ruangan makan setelah melemparkan tatapan kesal pada Aileen. Di ruangan makan, tampak sudah ada Nyonya Fawlina, Nyony Caisa, dan juga Qarina. Ketika Nyonya Fawlina dan Nyonya Caisa melihat Christian, mata mereka tampak membola. “Christian, kau sudah bisa berjalan?” tanya Nyonya Fawlina dengan wajah terkejut. “Ya. Apa Bibi kecewa karena aku sudah bisa berjalan?” Tanpa memperdulikan ekspresi wajah Nyonya Fawlina yang mendadak berubah usai mendengar ucapan sinisnya, Christian menarik kursi kosong yang biasa ditempati kepala keluarga. “Tidak. Bibi justru senang kalau kau sudah bisa berjalan. Itu berarti tugasku sudah selesai dalam menjagamu.” Christian tersenyum miring, lalu berkata, “Ya, memang sudah seharusnya kalian semua pergi dari sini.” Ketika mendengar itu, wajah Nyonya Fawlina tampak mem
"Tuan Li, kenapa tidak bilang jika hari akan datang ke kantor?"Seorang pria berumur sekitar 68 tahun bertubuh tambun menghampiri Christian yang sedang duduk di ruangannya dengan wajah panik. Baru saja dia selesai rapat dan mendapatkan kabar kalau Christian Li berada di ruangannya."Takutnya, jika aku mengabarimu, kau tidak akan mau menemuiku." Meskipun Christian berkata dengan datar. Namun, memiliki aura mengintimidasi yang kuat, membuat siapa pun yang melihatnya menjadi tertekan."Mana mungkin. Aku tidak mungkin berani melakukan itu."Christian yang sedang duduk dengan kedua kaki yang sedang bertumpu di atas meja, seketika menyeringai tipis, membuat pria itu semakin tertekan, hingga membuat keningnya dibanjiri oleh keringat dingin."Kau tidak berani melakukan itu, tapi kau berani menyingkirkan semua orangku di perusahaanku sendiri."Keringat dingin semakin mengucur di dahi pria tambun itu."Sepertinya, semua orang di sini semakin berani padaku, hanya karena aku hanya diam saja selam
Setelah mengatakan itu, Tiffany mengulurkan tangan ke arah Aileen, kemudian menggenggam tangannya dengan lembut. "Aileen, kau mau, kan, melepaskan Christian?" Ailleen menarik tangannya, lalu berkata, “Maaf, aku tidak bisa.” Tampak raut kecewa tergambar jelas di wajah Tiffany ketika mendengar penolakan halus dari Aileen. “Kenapa?” tanyanya dengan bingung. “Bukankah kalian tidak saling mencintai? Kenapa tidak mau melepasnya?” Ketika melihat Aileen terdiam, Tiffany kembali membuka suaranya. Namun, kali ini dengan tatapan menelisik. "Tidak mungkin kau mencintai Christian, kan?” Ketika kata-kata itu terucap, Aileen merasa sedikit tidak senang di hatinya. Memangnya kenapa kalau dia menyukai Christian? Apakah ada larangan yang menyatakan tidak boleh menyukai suami sendiri? “Mengenai perasaanku, itu bukanlah urusan Nona Tiffany. Hanya saja, untuk melepas Christian, aku tidak bisa. Kecuali Christian sendiri yang menginginkan hal itu.” Raut wajah Tiffany yang semula penuh senyuman,
“Sepertinya, papan nama ini sudah harus diganti.” Christian memperhatikan sebentar papan nama itu, kemudian memperlihatkan pada Arthur dengan senyuman miring. “Bukankah sudah saatnya kau mengembalikan jabatan ini kepada pemilik aslinya?” “Tentu saja. Kapan pun kau ingin kembali bekerja, aku akan dengan senang hati menyerahkan jabatan ini kembali padamu.” Bukannya tersentuh dengan ucapan Arthur, Christian justru menamplikan senyuman sinis dengan sedikit sentuhan aura dingin. “Aku tidak percaya kau dengan mudah menyerahkan jabatan ini padaku.” “Karena sejatinya, jabatan ini memang milikmu. Aku hanya menjaganya sampai kau kembali bekerja,” balas Arthur dengan tenang. “Kemurahan hatimu ini, justru membuatku takut. Jangan-jangan kau memiliki rencana untuk menyingkirkanku selamanya setelah ini.” Meskipun Christian selalu bersikap sinis padanya selama ini. Namun, Arthur tidak pernah sekali pun terpancing untuk membalas sikap sinis sepupunya itu. “Christian, kau adalah adikku, mana mungk
"Siapa kau?" tanya wanita itu dengan dagu terangkat ke atas, menambah kesan angkuh di wajah cantiknya. Setelah bertanya, dia menyoroti tangan Aileen yang sejak tadi bergelayut di lengan Christian Li. “Berani sekali kau memegang tangan Christian?” Dengan angkuhnya, wanita itu berjalan mendekati Aileen, berniat untuk melepaskan tangan itu. Namun, belum sempat melakukan itu, Aileen sudah lebih dulu membuka suaranya, “Dia suamiku. Kenapa aku tidak boleh memegangnya? Bahkan jika aku memeluknya, tidak satu orang pun yang mampu melarangku melakukan itu,” kata Aileen dengan berani. Setelah mendengar itu, sudut bibir Christian tertarik samar. Namun, ekspresi wajah masih terlihat datar, tapi jika diperhatikan seperti ada binar cahaya di matanya. “Istri?” Mulut serta mata wanita itu terbuka lebar, kemudian dia beralih pada Christian yang sejak tadi hanya diam. “Dia benar istrimu? Sejak kapan kalian menikah? Kenapa aku tidak tahu?” Sebelum Christian sempat menjawabnya, Aileen sudah l
'Kenapa Tiffany keluar dari kamar Christian?' Aileen yang baru saja tina di dekat ruangan santai lantai 2, terkejut ketika melihat Tiffany keluar dari kamar Christian. Beruntung dia langsung bersembunyi di balik tembok saat melihatnya keluar. Jadi, Tiffany tidak melihat keberadaannya di sana. Sejak tadi, dia terus menunggu kedatangan Christian di kamar. Namun, suaminya itu tidak kunjung datang. Itu sebabnya dia berinisiatif untuk mencari ke kamarnya, tapi dia justru melihat mantan tunangannya itu keluar dari kamar suaminya yang dulu. Sebelum terlihat oleh orang lain, Aileen segera kembali ke kamarnya. Mungkin saja sebentar lagi Christian akan keluar dari kamar itu. Jadi, ada baiknya dia segera menyingkir dari sana agar tidak ketahuan oleh suaminya. Dia takut Christian akan marah jika sampai dia terpergok berada di sana dan sedang mengintai kamarnya. Di dalam kamar, Aileen terduduk di tepi ranjang dengan meremas kedua tangannya dengan tidak tenang. Tidak lama setelah itu, keringat d
“Arthur, mari bercerai.” Arthur seketika membeku ketika mendengar itu. “Cerai?” Calina mengangguk. “Tiffany sudah kembali, kau juga sudah sembuh, sudah saatnya aku mundur.” Meski hatinya saat ini sangat hancur, tapi Calina berusaha keras untuk tetap bersikap tenang di depan pria yang kini sudah sepenuhnya mengisi hatinya. Ya, Calina sudah jatuh cinta pada pria yang dia nikahi berapa tahun lalu. Meski, di awal dia tidak memiliki perasaan apa pun, tapi nyatanya cinta perlahan tumbuh seiring kebersamaan mereka selama bertahun-tahun. “Apa Tiffany mendatangimu?” “Tidak," jawab Calina. “Lalu, kenapa tiba-tiba ingin bercerai?” Calina mengepalkan tangan dengan kuat demi menahan agar air matanya tidak keluar. “Aku tahu kau masih mencintai Tiffany. Aku tidak ingin menjadi penghalang cinta kalian.” Arthur tampak terdiam. Namun, tatapan masih tertuju pada iris Calina. “Selain Tiffany, apa ada alasan lain yang melatarbelakangi kau ingin bercerai denganku?” "Maksudmu?" "Apa kau sudah menem
Belum sempat mobil terparkir dengan benar, Jayden sudah keluar dengan langkah terburu-buru dengan ekspresi suram. “Bu, di mana Ayah?” tanya Jayden pada Aileen yang sedang duduk di ruangan keluarga dengan Alicia dan Steven “Ada di ruangan kerjanya, ada ...” Belum selesai Aileen bicara, Jayden sudah berjalan menuju ruangan kerja sang ayah yang berada di lantai bawah. Tanpa mengetuk, dia langsung membuka pintu dengan kasar, membuat Christian dan Ken yang berada di dalam ruangan itu terkejut dan menoleh bersamaan. “Jayden, apa kau sudah lupa cara mengetuk pintu? Di mana sopan santunmu?” tegur Christian. Jayden yang sudah terlanjur emosi, mengabaikan teguran sang ayah dan bertanya dengan marah, “Kenapa ayah menggusur pekampungan itu?' Christian mengerutkan kening sebentar, kemudian bertanya, "Perkampungan apa?" "Jangan pura-pura tidak tahu," jawab Jayden, "Perkampungan yang berada di selatan kota, itu tanah milik Li's Corp, kan?" Sebelum menjawab pertanyaan sang putra, Chris
“Kakak, kau datang lagi?” Gadis kecil penjual kue itu langsung berlari ketika melihat Jayden sedang berjalan ke arah minimarket. “Hhmm,” gumam Jayden Li seraya mengangguk ringan. Seperti biasa, dia hanya menampilkan ekspresi biasa ketika berbicara dengan siapa pun. Berbeda sekali dengan gadis kecil yang berada di hadapannya itu, matanya tampak berbinar dan senyuman sangat lebar ketika menyambut kedatangannya. “Kak, maaf, kueku hari ini sudah habis. Tadi ada Paman baik hati yang membeli semua kueku,” ujarnya dengan wajah riang. Senyuman begitu polos, membuat siapa pun yang melihat akan merasa gemas. “Lihatlah. Sudah tidak tersisa.” Dengan antuasias gadis kecil itu menunjukkan wajah kue yang biasa gunakan untuk meletakkan kue kukusnya. Jayden melirik sejenak, sebelum akhirnya kembali menatap gadis di depannya. “Aku ke sini untuk membeli sesuatu di dalam,” jawabnya datar. Gadis itu mengangguk tanda mengerti. “Oh, seperti itu.” Dia pikir Jayden datang untuk membeli kuenya, karena b
"Sudahlah. Untuk apa juga aku perhitungan dengan anak kecil sepertimu."Daniel berlalu dari sana dan mendekati gadis kecil yang tampak sedang menunduk. Sebelum memeriksa gadis kecil itu, Daniel memanggil salah satu perawat yang ada di sana untuk mendekat.Jayden Li yang semula duduk dengan acuh tak acuh, akhirnya mendekat ketika melihat Daniel mulai mengobati gadis kecil itu.Ketika Daniel sedang membersihkan luka di bibir gadis itu, tampak dia mengigit bibir bawahnya seraya mengerutkan wajah.“Sakit?” Jayden Li yang sejak tadi hanya diam, akhirnya bertanya pada gadis kecil itu.“Tidak, Kak.”Melihat senyuman gadis itu yang begitu lebar, entah mengapa justru membuat sudut hati Jayden terasa sakit.Kenapa gadis di depannya tidak menangis dan justru tersenyum? Sudah jelas itu sakit, tapi gadis di depannya tidak mengeluh sedikit pun.Jika itu terjadi pada adiknya, bisa dipastikan akan terjadi kehebohan di rumah sakit itu. Adiknya pernah tidak sengaja terjatuh dan itu membuat kehebohan di
“Bangunlah.”Gadis kecil yang semula masih meringkuk, perlahan bangkit dibantu oleh Jayden Li usai ketiga preman itu dibuat tumbang dan babak belur.“Apa kau tidak apa-apa?”Gadis itu mengangkat kepala setelah membersihkan bajunya yang kotor. “Aku tidak apa-apa, Kakak. Terima kasih sudah menolongku.”Melihat gadis itu tersenyum lebar dengan wajah polosnya, Jayden seketika tertegun. Dia menatap gadis di depan dengan alis yang hampir menyatu.Dia tersenyum?Setelah diinjak-injak dan dibuat terluka, dia masih bisa tersenyum selebar itu.Bagaimana bisa? Padahal, di wajahnya terdapat beberapa luka memar dan di bagian bibir bawahnya tampak mengeluarkan cairan merah. Sepertinya ada luka robek di bagian bibirnya. Tidak hanya itu, di bagian pelipis gadis kecil itu pun terdapat luka berupa garis memanjang yang juga mengeluarkan sedikit darah.Dengan umur seusainya, sangat wajar jika dia menangis histeris, tapi gadis kecil di depannya itu justru tersenyum. Jangankan menangis, mengeluh sakit pun
“Tuan Muda, silahkan.” Pengawal pribadi Jayden Li membuka pintu belakang setelah melihat anak bosnya keluar dari tempat latihan bela diri.Jayden mengangguk dengan wajah datar, kemudian memasuki mobil dan duduk di kursi belakang.“Paman Rai, berhenti di depan. Aku ingin membeli sesuatu.”Rai, asisten pribadi Jayden yang sedang mengemudi mengangguk, kemudian menepikan mobil mereka di minimarket yang berada di sebelah kanan jalan. Mobil yang hitam yang sejak tadi mengikuti mobil Jayden Li ikut berhenti di belakangnya. Mobil sedan hitam itu berisi 4 orang pengawal berbadan tegap yang secara khusus ditugaskan untuk mengikuti Jayden Li ke mana pun dia pergi.“Paman Rai, kau di sini saja, aku hanya sebentar," ucap Jayden setelah tiba di depan pintu minimarket.“Tapi, ....” Rai ingin menolak, tapi Jayden kembali angkat bicara, “Tidak sampai 5 menit, aku sudah keluar. Jadi, Paman tunggu di sini saja.”Jayden membalik tubuh, kemudian meraih pintu dan masuk ke dalam. Tidak jauh dari minimarket
“Kalau begitu, bagaimana kami bisa masuk ke perut Ibu?" Qarina menahan tawanya, semetara Christian dan Aileen saling melirik dengan ekspresi bingung. “Kalau untuk itu, silahkan tanyakan pada Ayah." Karena dia sendiri bingung, bagaimana harus menjelaskan pada Steven agar dia bisa mengerti. “Ayah, katakan padaku, bagaimana bisa kami masuk ke perut Ibu?” Christian yang ditanya seperti tampak berpikir keras. Cukup lama dia terdiam sampai akhirnya dia membuka suara, “Karena Ayah rajin menyuntikkan vitamin pada Ibu.” Steven menggaruk kepalanya karena tidak mengerti dengan penjelasan sang ayah. “Jadi, Ayah seperti Paman Daniel yang suka menyuntik orang sakit?” Karena merasa terjebak dengan jawabannya sendiri, Christian menjadi bingung sendiri harus bagaimana menjelaskan pada sang putra agar dia mengerti dan tidak bertanya lagi. “Tidak sama. Kau masih kecil, Ayah jelaskan pun kau tidak akan mengeti. Tunggu kau besar, nanti kau juga akan tahu,” Itu adalah jawaban yang paling aman agar St
"Kenapa baru pulang?" Aileen menghampiri Christian yang baru saja memasuki kamar. "Alicia sejak tadi menangis mencarimu." Sejak dua hari yang lalu, Christian berada di luar untuk meninjau anak perusahaan mereka yang berada di kota sebelah. "Maaf, Sayang. Pesawatku delay." Seharian ini, dia memang tidak sempat menghubungi Aileen. Biasanya, dia menyempatkan waktu untuk melakukan panggilan vidio agar bisa berbicara dengan sang putri yang memang sejak dulu sangat dekat dengannya. Alicia memang lebih dekat dengan Christian dibandingkan dengan Aileen. Itu karena Christian sangat menyayangi Alicia dan selalu memanjakannya, hingga terkadang membuat Steven menjadi iri. "Dia sudah tidur?" tanya Christian seraya membuka kancing kemejanya. "Sudah. Dia menangis selama 1 jam dan tidak mau berhenti meski aku sudah membujuknya berkali-kali. Dia marah karena tidak bisa bicara denganmu." "Kalau begitu, aku akan melihatnya setelah mandi." "Apa kau ingin berendam?" Karena Christian baru saja melak
“Sayang, aku lapar." Aileen berucap seraya mengalungkan tangannya di leher Christian. Keduanya saat ini sedang berada di kolam di dalam kolam renang. Semenjak hamil, setiap pagi atau sore hari, Christian akan menemani Aileen untuk berenang selama kurang lebih 15 menit.“Kau ingin makan apa, Sayang,” tanya Christian seraya merapihkan rambut Aileen di bagian depan.“Aku ingin makan nasi goreng.”“Baiklah. Ayo, kita naik.” Setelah Christian meraih tubuh Aileen dan menggedongnya, dia berjalan menuju anak tangga yang berada di tepi kolam.“Tapi, aku ingin kau yang membuatnya.”Baru saja akan menapakkan kaki di anak tangga bawah, Christian tiba-tiba menarik kembali kakinya. “Aku tidak bisa masak, Sayang. Bagaimana kalau rasanya tidak enak?”“Tidak apa-apa. Aku akan mengajarimu.”“Baiklah.”Setibanya di atas kolam, Christian menurukan Aileen dengan hati-hati, lalu memakaikan bathrobe. Baru setelah itu, keduanya berjalan menuju ruangan bilas yang berada tidak jauh dari kolam renang. Usai me