“Ini tempatnya?” tanya Aileen setelah turun dari mobil bersama dengan Christian.“Ya."Keduanya baru saja tiba di gedung tempat acara pesta berlangsung. Di depan mereka sudah berdiri 4 orang pria tegap yang berbaris di sisi kanan dan kiri memakai setelan jas hitam, sedang berjaga di pintu masuk. Salah satu dari mereka bertugas untuk memeriksa kartu undangan.“Acara apa ini?”“Pertunangan Geraldy.” Setelah menjawab pertanyaan Aileen, Christian memberikan isyarat pada Aileen untuk mengapit lengannya. “Ingat Nyonya Li, jangan berani menebar pesona pada pria lain di dalam sana.” Setelah itu, Christian melingkarkan tangannya di pinggang Aileen dan menarik ke sisinya agar semakin menempel padanya. “Jika sampai itu terjadi, maka bersiaplah menerima hukuman dariku setelah pulang.”Aileen langsung menelan salivanya dengan wajah menegang. Ancaman itu selalu sukses membuatnya merinding. Tanpa dijelaskan pun dia sudah mengerti hukuman apa yang akan diberikan Christian padanya.“Iya, aku mengerti.
Bab 118 Ketika mereka semua menoleh, terlihat Tiffany sedang melemparkan senyuman manis pada semuanya. "Tiffany, ternyata kau datang juga?" Daniel akhirnya memecah kehening yang sempat melanda mereka setelah kedatangan Tiffany beberapa saat yang lalu. "Iya," jawab Tiffany seraya tersenyum. "Aku diundang oleh Carla." Setelah itu, Tiffany tampak melirik pada Christian Li yang sejak tadi hanya diam dengan pandangan lurus ke depan. "Oh, ya, benar. Kau kenal dengan Carla, ya? Aku sampai lupa itu." Daniel berusaha tersenyum lebar. Namun, senyuman itu justru membuatnya terlebih seperti orang bodoh. "Dia memintaku untuk hadir di acara pentingnya. Jadi, mana mungkin aku melewatkannya," kata Tiffany dengan senyuman manisnya. Tiba-tiba saja Christian bangkit dari duduknya. "Aku pergi dulu. Kalian mengobrollah." Saat Christian Li akan melangkah, lengan bajunya ditahan oleh Tiffany. "Tunggu Christian, aku ingin bicara denganmu." Ketiga teman Christian Li saling lirik, kemudian memberikan k
“Sudah cukup mengobrolnya.” Christian yang baru saja tiba di samping Aileen langsung menarik tangannya tanpa basa-basi membuat Carla dan teman-temannya menjadi terkejut. Namun, tidak ada satu pun yang berani mencegah atau membuka suaranya karena mereka tahu siapa yang sedang menarik Aileen. “Christian, pelan-pelan. Kakiku sakit,” ucap Aileen ketika Christian menarik dengan cepat. Dia sampai harus sedikit berlari karena kesulitan untuk mengimbangi langkah panjang suaminya. Christian mendadak berhenti usai mendengar ucapan Aileen. Dia membalik tubuhnya dan meminta Aileen untuk duduk di kursi di sampingnya. “Kau mau apa?” tanya Aileen ketika melihat Christian berjongkok di depannya. “Memeriksa kakimu." Aileen segera membungkuk dan menghentikan Christian ketika dia akan membuka sepatu heelsnya. “Tidak perlu. Kakiku tidak apa-apa. Bangunlah, semua orang sedang melihat kita.” Saat ini, keduanya sedang menjadi pusat perhatian oleh beberapa orang yang ada di sekitar mereka. Bagaimana ti
“Aileen, bagaimana kabarmu? Lama tidak bertemu.” Christian langsung merangkul pinggang Aileen dengan posesif ketika Jackson menyapa istrinya sambil melemparkan senyuman manis padanya. “Tuan Muda Martin sepertinya tidak lihat istriku begitu sehat sampai menanyakan kabarnya. Apa belakangan ini Tuan Muda Martin mengalami ganguan penglihatan karena terlalu banyak berada di depan camera?" Ucapan sarkas Christian Li tidak sedikit pun melunturkan senyuman di wajah Jackson, justru semakin memperlebar ketika melihat kilat cemburu dari sorot mata pria di depannya. "Aku hanya menanyakan kabarnya. Apa itu salah?" Sudut bibir kiri Christian Li, sedikit menukik ke atas. "Tuan Muda Martin begitu perhatian, tapi sayangnya salah tempat." Mekipun keduanya tampak mengobrol dengan santai, tapi keduanya terlihat melemparkan tatapan bak laser yang siap menembus lawan bicaranya. "Tuan Muda Li, sepertinya salah paham. Aku hanya ingin memastikan keadaannya baik-baik saja. Tidak lebih." Christian masih
“Buuugghh.” Aileen tampak membola dengan mulut terbuka ketika melihat Christian tiba-tiba melayangkan pukul keras ke wajah Jackson setelah masuk ke dalam toilet wanita. “Sudah kubilang jauhi istriku. Beraninya kau menemuinya di belakangku.” Christian kembali melayangkan pukul pada Jackson hingga membuat tubuhnya membentur bilik kamar mandi. Tidak ada perlawanan sedikit pun dari Jackson ketika Christian memukulnya. “Christian, berhenti!” teriak Aileen histeris saat melihat Christian akan kembali melayangkan pukul pada Jackon yang sudah terkapar di lantai. “Jangan memukulnya lagi." Ucapan Aileen sepertinya hanya menjadi angin lalu, buktinya Christian masih memukul Jackson. “Christian cukup!” Karena Chsritian tidak mau mendengarnya, Aileen pun menghampiri keduanya dan membungkuk untuk melindungi Jackson. Tindakan Aileen itu justru semakin menyulut api kemarahan dalam diri Christian. “Aileen, beraninya kau melindunginya. Kau sengaja ingin membuatku marah?” Mata Christian tampak
Aileen merintih pelan ketika meregangkan tubuh setelah membuka mata. Seluruh tulang sendinya seperti terlepas dari tempatnya ketika dia menggerakkan tubuhnya. Bagaimana tidak, Christian menghukumnya tanpa ampun. Bahkan dia tidak tahu kapan Chistian berhenti karena di sudah tertidur lebih dulu. Bukan tidur tepatnya, tapi pingsan sepertinya. Karena dia tidak merasakan apa pun setelah matanya tertutup.Mungkin kemarahannya pada Jackson belum mereda semalam, sehingga Christian meluapkan padanya sampai membuatnya tidak berdaya. Semalam, Aileen tidak berani memprotes Christian karena takut dia semakin marah. Jadi, dia hanya membiarkan suaminya sesukanya, hingga dia berhenti dengan sendirinya.Ketika sedang memikirkan hal semalam, ponsel Christian yang berada di atas nakas tiba-tiba bergetar. Aileen menoleh dan melihat Christian masih terlelap dengan wajah lelahnya. Jika sedang tidur seperti ini, tidak terlihat sedikit pun wajah dinginnya, justru terlihat ada sedikit kelembutan di garis waj
“Christian sakit.” Tiffany meringis ketika merasa tangannya dicengkram kuat oleh Christian setelah dia disudutkan di pintu mobil.“Kenapa kau datang ke sini?” tanya Christian dengan dingin.“Christian, aku hanya ingin datang meminta maaf padamu. Semalam, aku membawa Jackson bersamaku ke pesta Geraldy karena—"“Aku tidak peduli dengan itu,” potong Christian Li dengan cepat. “Sudah kukatakan padamu, jangan pernah datang mencariku lagi,” ujar Christian penuh penekanan. “Tidak mengertikah kau dengan peringatanku sebelumnya? Atau kau ingin aku meminta Ken untuk mengusirmu dari kediaman Li?”Mata Tiffany tampak berkaca-kaca. Sepertinya, dia tidak menyangka kalau Christian Li bisa bersikap begitu dingin padanya. Padahal, pria itu dulu sangat mencintainya. “Christian, apa kau sungguh tidak ingin melihatku lagi?”“Ya. Berhenti menggangguku.”Air mata yang semula berusaha Tiffany tahan seketia luruh setelah mendengar itu. “Benarkah kau tidak mencintaku lagi?”Christian terdiam selama beberapa d
“Christian, selamat datang kembali ke perusahaan,” ucap Arthur setelah acara serah jabatan selesai. Saat ini, keduanya sedang berada di ruangan Christian Li.“Arthur, tidakkah kau lelah terus bersandiwara?” Christian menatap malas pada Arthur yang sedang berdiri di hadapan meja kerjanya.“Christian, aku tulus menyambut kedatanganmu. Jangan berpikiran buruk terus padaku.”Christian yang sejak tadi sedang duduk bersandar di kursi kebesarannya, seketika meneggakkan punggung saat melihat asistennya memasuki ruangannya.“Apa Direktur Hugo sudah memerintahkan departemen personalia untuk memecat semua nama yang aku berikan padanya?”“Sudah, Tuan Muda.”Ketika mendengar itu, Arthur langsung beralih pada Christian Li. “Kau meminta Direktur Hugo untuk memecat siapa?”“Semua orang yang dimasukkan oleh ibumu ke perusahaanku,” jawab Christian Li dengan datar. Namun, wajahnya terlihat acuh tak acuh.“Christian, atas dasar apa kau memecat mereka? Apa kau tidak takut akan mendapatkan kecaman dari ban
“Arthur, mari bercerai.” Arthur seketika membeku ketika mendengar itu. “Cerai?” Calina mengangguk. “Tiffany sudah kembali, kau juga sudah sembuh, sudah saatnya aku mundur.” Meski hatinya saat ini sangat hancur, tapi Calina berusaha keras untuk tetap bersikap tenang di depan pria yang kini sudah sepenuhnya mengisi hatinya. Ya, Calina sudah jatuh cinta pada pria yang dia nikahi berapa tahun lalu. Meski, di awal dia tidak memiliki perasaan apa pun, tapi nyatanya cinta perlahan tumbuh seiring kebersamaan mereka selama bertahun-tahun. “Apa Tiffany mendatangimu?” “Tidak," jawab Calina. “Lalu, kenapa tiba-tiba ingin bercerai?” Calina mengepalkan tangan dengan kuat demi menahan agar air matanya tidak keluar. “Aku tahu kau masih mencintai Tiffany. Aku tidak ingin menjadi penghalang cinta kalian.” Arthur tampak terdiam. Namun, tatapan masih tertuju pada iris Calina. “Selain Tiffany, apa ada alasan lain yang melatarbelakangi kau ingin bercerai denganku?” "Maksudmu?" "Apa kau sudah menem
Belum sempat mobil terparkir dengan benar, Jayden sudah keluar dengan langkah terburu-buru dengan ekspresi suram. “Bu, di mana Ayah?” tanya Jayden pada Aileen yang sedang duduk di ruangan keluarga dengan Alicia dan Steven “Ada di ruangan kerjanya, ada ...” Belum selesai Aileen bicara, Jayden sudah berjalan menuju ruangan kerja sang ayah yang berada di lantai bawah. Tanpa mengetuk, dia langsung membuka pintu dengan kasar, membuat Christian dan Ken yang berada di dalam ruangan itu terkejut dan menoleh bersamaan. “Jayden, apa kau sudah lupa cara mengetuk pintu? Di mana sopan santunmu?” tegur Christian. Jayden yang sudah terlanjur emosi, mengabaikan teguran sang ayah dan bertanya dengan marah, “Kenapa ayah menggusur pekampungan itu?' Christian mengerutkan kening sebentar, kemudian bertanya, "Perkampungan apa?" "Jangan pura-pura tidak tahu," jawab Jayden, "Perkampungan yang berada di selatan kota, itu tanah milik Li's Corp, kan?" Sebelum menjawab pertanyaan sang putra, Chris
“Kakak, kau datang lagi?” Gadis kecil penjual kue itu langsung berlari ketika melihat Jayden sedang berjalan ke arah minimarket. “Hhmm,” gumam Jayden Li seraya mengangguk ringan. Seperti biasa, dia hanya menampilkan ekspresi biasa ketika berbicara dengan siapa pun. Berbeda sekali dengan gadis kecil yang berada di hadapannya itu, matanya tampak berbinar dan senyuman sangat lebar ketika menyambut kedatangannya. “Kak, maaf, kueku hari ini sudah habis. Tadi ada Paman baik hati yang membeli semua kueku,” ujarnya dengan wajah riang. Senyuman begitu polos, membuat siapa pun yang melihat akan merasa gemas. “Lihatlah. Sudah tidak tersisa.” Dengan antuasias gadis kecil itu menunjukkan wajah kue yang biasa gunakan untuk meletakkan kue kukusnya. Jayden melirik sejenak, sebelum akhirnya kembali menatap gadis di depannya. “Aku ke sini untuk membeli sesuatu di dalam,” jawabnya datar. Gadis itu mengangguk tanda mengerti. “Oh, seperti itu.” Dia pikir Jayden datang untuk membeli kuenya, karena b
"Sudahlah. Untuk apa juga aku perhitungan dengan anak kecil sepertimu."Daniel berlalu dari sana dan mendekati gadis kecil yang tampak sedang menunduk. Sebelum memeriksa gadis kecil itu, Daniel memanggil salah satu perawat yang ada di sana untuk mendekat.Jayden Li yang semula duduk dengan acuh tak acuh, akhirnya mendekat ketika melihat Daniel mulai mengobati gadis kecil itu.Ketika Daniel sedang membersihkan luka di bibir gadis itu, tampak dia mengigit bibir bawahnya seraya mengerutkan wajah.“Sakit?” Jayden Li yang sejak tadi hanya diam, akhirnya bertanya pada gadis kecil itu.“Tidak, Kak.”Melihat senyuman gadis itu yang begitu lebar, entah mengapa justru membuat sudut hati Jayden terasa sakit.Kenapa gadis di depannya tidak menangis dan justru tersenyum? Sudah jelas itu sakit, tapi gadis di depannya tidak mengeluh sedikit pun.Jika itu terjadi pada adiknya, bisa dipastikan akan terjadi kehebohan di rumah sakit itu. Adiknya pernah tidak sengaja terjatuh dan itu membuat kehebohan di
“Bangunlah.”Gadis kecil yang semula masih meringkuk, perlahan bangkit dibantu oleh Jayden Li usai ketiga preman itu dibuat tumbang dan babak belur.“Apa kau tidak apa-apa?”Gadis itu mengangkat kepala setelah membersihkan bajunya yang kotor. “Aku tidak apa-apa, Kakak. Terima kasih sudah menolongku.”Melihat gadis itu tersenyum lebar dengan wajah polosnya, Jayden seketika tertegun. Dia menatap gadis di depan dengan alis yang hampir menyatu.Dia tersenyum?Setelah diinjak-injak dan dibuat terluka, dia masih bisa tersenyum selebar itu.Bagaimana bisa? Padahal, di wajahnya terdapat beberapa luka memar dan di bagian bibir bawahnya tampak mengeluarkan cairan merah. Sepertinya ada luka robek di bagian bibirnya. Tidak hanya itu, di bagian pelipis gadis kecil itu pun terdapat luka berupa garis memanjang yang juga mengeluarkan sedikit darah.Dengan umur seusainya, sangat wajar jika dia menangis histeris, tapi gadis kecil di depannya itu justru tersenyum. Jangankan menangis, mengeluh sakit pun
“Tuan Muda, silahkan.” Pengawal pribadi Jayden Li membuka pintu belakang setelah melihat anak bosnya keluar dari tempat latihan bela diri.Jayden mengangguk dengan wajah datar, kemudian memasuki mobil dan duduk di kursi belakang.“Paman Rai, berhenti di depan. Aku ingin membeli sesuatu.”Rai, asisten pribadi Jayden yang sedang mengemudi mengangguk, kemudian menepikan mobil mereka di minimarket yang berada di sebelah kanan jalan. Mobil yang hitam yang sejak tadi mengikuti mobil Jayden Li ikut berhenti di belakangnya. Mobil sedan hitam itu berisi 4 orang pengawal berbadan tegap yang secara khusus ditugaskan untuk mengikuti Jayden Li ke mana pun dia pergi.“Paman Rai, kau di sini saja, aku hanya sebentar," ucap Jayden setelah tiba di depan pintu minimarket.“Tapi, ....” Rai ingin menolak, tapi Jayden kembali angkat bicara, “Tidak sampai 5 menit, aku sudah keluar. Jadi, Paman tunggu di sini saja.”Jayden membalik tubuh, kemudian meraih pintu dan masuk ke dalam. Tidak jauh dari minimarket
“Kalau begitu, bagaimana kami bisa masuk ke perut Ibu?" Qarina menahan tawanya, semetara Christian dan Aileen saling melirik dengan ekspresi bingung. “Kalau untuk itu, silahkan tanyakan pada Ayah." Karena dia sendiri bingung, bagaimana harus menjelaskan pada Steven agar dia bisa mengerti. “Ayah, katakan padaku, bagaimana bisa kami masuk ke perut Ibu?” Christian yang ditanya seperti tampak berpikir keras. Cukup lama dia terdiam sampai akhirnya dia membuka suara, “Karena Ayah rajin menyuntikkan vitamin pada Ibu.” Steven menggaruk kepalanya karena tidak mengerti dengan penjelasan sang ayah. “Jadi, Ayah seperti Paman Daniel yang suka menyuntik orang sakit?” Karena merasa terjebak dengan jawabannya sendiri, Christian menjadi bingung sendiri harus bagaimana menjelaskan pada sang putra agar dia mengerti dan tidak bertanya lagi. “Tidak sama. Kau masih kecil, Ayah jelaskan pun kau tidak akan mengeti. Tunggu kau besar, nanti kau juga akan tahu,” Itu adalah jawaban yang paling aman agar St
"Kenapa baru pulang?" Aileen menghampiri Christian yang baru saja memasuki kamar. "Alicia sejak tadi menangis mencarimu." Sejak dua hari yang lalu, Christian berada di luar untuk meninjau anak perusahaan mereka yang berada di kota sebelah. "Maaf, Sayang. Pesawatku delay." Seharian ini, dia memang tidak sempat menghubungi Aileen. Biasanya, dia menyempatkan waktu untuk melakukan panggilan vidio agar bisa berbicara dengan sang putri yang memang sejak dulu sangat dekat dengannya. Alicia memang lebih dekat dengan Christian dibandingkan dengan Aileen. Itu karena Christian sangat menyayangi Alicia dan selalu memanjakannya, hingga terkadang membuat Steven menjadi iri. "Dia sudah tidur?" tanya Christian seraya membuka kancing kemejanya. "Sudah. Dia menangis selama 1 jam dan tidak mau berhenti meski aku sudah membujuknya berkali-kali. Dia marah karena tidak bisa bicara denganmu." "Kalau begitu, aku akan melihatnya setelah mandi." "Apa kau ingin berendam?" Karena Christian baru saja melak
“Sayang, aku lapar." Aileen berucap seraya mengalungkan tangannya di leher Christian. Keduanya saat ini sedang berada di kolam di dalam kolam renang. Semenjak hamil, setiap pagi atau sore hari, Christian akan menemani Aileen untuk berenang selama kurang lebih 15 menit.“Kau ingin makan apa, Sayang,” tanya Christian seraya merapihkan rambut Aileen di bagian depan.“Aku ingin makan nasi goreng.”“Baiklah. Ayo, kita naik.” Setelah Christian meraih tubuh Aileen dan menggedongnya, dia berjalan menuju anak tangga yang berada di tepi kolam.“Tapi, aku ingin kau yang membuatnya.”Baru saja akan menapakkan kaki di anak tangga bawah, Christian tiba-tiba menarik kembali kakinya. “Aku tidak bisa masak, Sayang. Bagaimana kalau rasanya tidak enak?”“Tidak apa-apa. Aku akan mengajarimu.”“Baiklah.”Setibanya di atas kolam, Christian menurukan Aileen dengan hati-hati, lalu memakaikan bathrobe. Baru setelah itu, keduanya berjalan menuju ruangan bilas yang berada tidak jauh dari kolam renang. Usai me