Aku sudah meminta maaf, jadi aku harap kau juga mengabulkan apa yang aku minta,” ucap Ele ketika mereka sudah berada bersama di dalam mobil.“Baiklah,” jawab Effendy, mengerti apa yang dibicarakan istrinya. “Kau yakin, masih ingin mempertahankan pernikahan ini?”Atas pertanyaan itu, Eleanor menatap suaminya. Sorot matanya menyimpan kecemburuan yang samar, namun dia memaksa tersenyum. “Aku masih ingin memperjuangkannya.”Effendy tak bertanya lagi. Dia memilih bungkam.***“Ada seorang perempuan yang datang dua Minggu yang lalu,” lapor Darmawati ketika Ele berkunjung di Panti Harapan weekend itu. Dia duduk di depan Ele yang tengah memangku Alinda, bayi yang baru berusia dua tahun.“Perempuan itu menanyakan anaknya,”“Anak?” Ele tampak tertarik, dia melihat pada sang Bunda dengan kening berkerut. Darmawati mengangguk. “Dia menanyakan seorang bayi yang pernah di tinggalkannya di panti asuhan ini nyaris 20 an tahun yang lalu.”“Siapa yang dia
Selepas kepergian Dewi Bimantara, Effendy meninggalkan ruang tamu tanpa mengucapkan apapun.Ele hanya menatap punggung suaminya dan menghela napas pelan. Suaminya semakin terasa jauh sekarang. Akhirnya gadis itu memutuskan untuk masuk ke dalam kamarnya, namun baru saja dia bergerak bangkit, Ashley Bimantara datang dari arah pintu depan, airmukanya masam, Ele bahkan masih dapat mendeteksi sudut matanya yang basah."Dimana Chislon?" tanyanya pada Ele yang berdiri di ruang depan."Dia berada di kamarnya."jawaban Eleanor tak mendapatkan balasan berarti, dengan tergesa, Ashley menaiki tangga, meninggalkan Ele yang berdiri diam menatapnya.***Ashley membuka pintu kamar Chislon tanpa aba-aba, melihat laki-laki itu tengah melepas atasannya. Mereka bersitatap dalam diam, lalu Ashley dengan tampilan yang emosional berjalan masuk."Aku tidak bisa lagi, Chislon." ucapnya pula. Effendy diam, membiarkan wanita itu menuntaskan ucapannya."Kamu harus menikah denganku! Ceraikan perempuan itu! kamu m
Andika Syailendra menghela napas memandang AShkey yang menangis sesenggukan di hadapannya. Mata gadis itu sembab, wajahnya bebas make up sama sekali. Laki-laki itu menyodorkan segelas air putih dan kotak tisu, yang diletakkannya lembut di atas meja kerjanya. Ashley mendatangi dirinya saat dia masih berada di rumah sakit.Ashley meraih tisu yang ada, menyeka airmatanya yang membanjir."Dia bilang dia tidak mencintaiku, lagi, Dik." Ashley berkeluh kesah. Didalam circle pertemanan mereka, Andika adalah orang pertama yang akan Ashley mintai bantuan saat dia marahan dengan Effendy sejak dulu. Andika adalah satu-satunya orang yang tidak lantas menyalahkannya. Sekalipun Ashley satu circle dengan Salma, dia tidak pernah berani berlari membicarakan masalahnya dengan Effendy pada Salma. Salma adalah wanita yang realistis, dia tidak pernah ragu menyalahkan dan menyudutkan Ashley kalau dia rasa hal itu salah dalam pandangannya. Sedang Fred cenderung hanya jadi pendengar, tidak memberikan solusi d
Saat Effendy baru saja hendak membaringkan diri, pintu kamarnya terbuka, di sana ada Ashley yang langsung bergerak masuk tanpa Tedeng aling-aling, membuat Chislon Abimanyu bergerak bangkit dengan cepat dan menarik tangan Ashley keluar pintu."Kamu seharusnya tidak datang kesini," tukas Chislon pula dengan menekan, tapi cengkraman tangannya yang menggenggam lengan Ashley masih sama lembutnya seperti dulu."Aku mau bicara," ungkap Ashley pula dengan suara rendah dan mata yang memohon. Chislon menghela nafas. "Baik, tapi jangan disini," Ashley menarik Chislon mengikutinya menuju kolam resort. Satu hal yang dilupakan Chislon adalah kolam itu berada tepat di depan dinding kaca kamarnya yang gordennya belum tertutup sempurna.Mereka duduk di tepi kolam, di atas kursi kolam yang terbuat dari rotan, dalam naungan pohon kemboja yang khusus di tanam di dekatnya."Aku minta maaf karna telah bersikap selfish tempo hari," ucap Ashley pula dengan lembut. "Aku sadar aku salah. Aku tidak seharusnya
Malam telah beranjak larut, Ele mendapati dirinya terjaga dengan tiba-tiba, saat dia menoleh ke samping, Ele melihat Chislon sudah kembali, berbaring dengan tenang dengan posisi terlentang. Wanita itu tidak lagi merasa mengantuk, saat dia melirik jam, itu sudah pukul dua malam. Ele bergerak duduk dengan punggung bersandar pada kepala tempat tidur, menekuk lututnya yang berbalut selimut, memandang ke arah dinding kaca geser yang memang sengaja tidak tertutup. Pemandangan di luar hening dan remang, namun tak menutupi keindahan resort mewah ini. Lalu, rasa itu kembali lagi. Ele benci perasaan itu. Sejak kecil, di waktu-waktu tertentu dia akan terbangun dan merasakan perasaan sendirian yang menyedihkan sehingga dia merasa begitu sakit. Dia akan merasa cemas dan khawatir tanpa sebab. Mungkin disebabkan oleh trauma masa kecilnya saat dia tidak benar benar memiliki keluarga utuh pada umumnya, dibesarkan di panti.Ele menyayangi Bundanya, menyayangi semua saudara-saudara senasibnya di panti
Saat Eleanor dan Fred kembali menemui yang lain, mereka tampak sudah bersiap untuk kembali. Saat keduanya muncul mendekat, tak dapat dipungkiri, empat pasang mata menatap ke arah mereka beberapa saat dengan ekspresi berbeda ."Kalian bersama?" Ashley bersuara. "Kupikir tidak cukup baik pergi bersama pria lain tanpa menemui suamimu lebih dulu," lanjutnya pula sembari tertawa kecil untuk menyamarkan sindirannya, namun tetap saja ucapan itu membuat Ele menjadi canggung, apalagi dia dapat merasakan tatapan Salma padanya yang agak tidak biasa. Mereka kembali ke resort setelah berjemur santai.Effendy berjalan di didepan, diikuti Ashley, lalu Salma dan Fred. Dibelakang, adalah Andika dan Ele.Saat Ele hendak berjalan melewati Andika yang melambatkan langkahnya, sang dokter menahan tangannya. Ele mengangkat alisnya, menatap sang dokter dengan ekspresi bertanya."Kau baik-baik saja?"Ele tidak yakin dengan maksud pertanyaan Andika, namun dia mengangguk saja. "Aku baik. Bagaimana denganmu?""T
Ele tidak langsung kembali ke kamar mereka selepas dari pantai, dia memutuskan untuk berjalan-jalan sendirian di sekitar resort untuk menikmati waktunya. Gadis itu baru kembali menjelang makan siang, mendapati Chislon yang sedang tertidur di atas ranjang mereka.Tampaknya dia sudah usai membersihkan diri, hanya mengenakan kaos putih dan celana pendek, berbaring tenang bagai pangeran tidur.Ele akhirnya menelpon room service untuk mengantarkan makan siang."Tuan Chislon sudah memesan makan siang tadi , Nyonya, yang ini khusus untuk anda,"lapor sang pramusaji.Ele hanya mengangguk saja. Usai sang pelayan meninggalkannya Ele mulai menikmati makanannya sendirian. Tepat saat dia menenggak airputih menyudahi makannya, dia mendengar pergerakan di tempat tidur. Suaminya sudah tampak membuka mata, mengusap wajahnya sebentar, kemudian duduk di sisi tempat tidur, masih mengumpulkan nyawa. Ele mengelap bibirnya dengan serbet lalu menoleh pada Chislon."Sudah makan?" tanya Ele, meski sudah mendeng
Effendy terbangun, merasakan sesosok tubuh memeluknya dari samping. Pria itu mengerjabkan matanya yang biru keabuan, merasakan rasa pening yang menyerang di kepalanya sisa sisa alkohol semalam. Dia menoleh pada kesamping, seketika keningnya mengernyit. Ashley Bimantara menatapnya sembari tersenyum, dengan helaian rambut yang berantakan, dia tersenyum menatap Effendy dan mencium pipinya sekilas."Selamat pagi, Mi amor."Effendy mulai memproses ke adaan, dia dan Ashley berada di bawah selimut yang sama, tanpa mengenakan pakaian apapun. Di lantai, Chislon dapat melihat baju Ashley bertebaran, sedang celana boxernya tergantung di kepala tempat tidur.Dia bergerak bangkit sembari memegangi kepalanya yang masih terasa pusing. "What the fuck," keluhnya setelah mencerna situasi. Kenapa dia terbangun dengan Ashley di sampingnya? Meski samar, Effendy masih ingat kalau dia bersama Eleanor semalam."Dimana Ele?" Tanyanya pula. Ashley menarik selimu menutup dada, lalu bergerak bangkit dan duduk d
Tiga hari berlalu, Eleanor yang menyibukkan diri merawat Kaisar memilih untuk tidak menaruh harapan besar. Dia hanya ingin melihat, sejauh apakah usaha Effendy mematahkan dugaan perselingkuhan yang dia saksikan.Menepati janjinya, pagi itu Effendy kembali datang ke kediaman Winata.Namun kali itu, dia tidak sendirian, melainkan bersama perempuan Indo-Prancis yang Ele kenali sebagai Irliana. Perempuan yang berciuman dengan suaminya.Gemma membawa Kaisar bermain -main ke taman, Gemmi turut nimbrung bersama kakaknya ke sana.Di ruang tamu, Eleanor duduk bersama Ayahnya. Sedang Anita memilih untuk tidak turut campur. Dia tidak menampakan dirinya di ruang tamu.Sultan mempersilakan Effendy dan Irliana duduk. Memindai sosok Irliana sejenak, lalu laki laki itu bicara. "Saya mendengar, putri saya meminta Anda memberikan bukti kalau Anda memang tidak berselingkuh."Effendy mengangguk, "Ini Irliana, perempuan yang merupakan sahabat masa kecil saya, juga yang disalahpahami sebagai selingkuhan sa
Effendy tahu bahwa Sultan Winata adalah salah satu orang terpandang yang cukup famous di negeri ini. Yang membuat dia terkejut, adalah kenyataan yang dia terima bahwa Eleanor adalah putri Sultan Winata bersama dengan Dewi Bimantara. Kedua orangtua dari istrinya ternyata masih hidup.Sekembalinya ke kediaman, Effendy di kabarkan oleh salah satu maid bahwa ada sebuah paket untuknya. Ketika dia membuka, itu adalah surat perceraian, yang menunggu tanda tangannya.Secepat itu?Effendy meremas kertas itu dan membuangnya ke sembarang arah. Dia tidak akan Sudi menandatangi surat perceraian itu. Chislon merasa hatinya menjadi dingin dan sakit, dia merasa Eleanor tengah membalasnya. Dulu, dia yang melayangkan surat cerai pada istrinya.Effendy tak ingin menunggu waktu yang lama, dengan mengendarai mobilnya, Chislon menuju kediaman Sultan Winata. Dia tidak merasa kesulitan karna alamat itu begitu gampang dia peroleh dari Mahesa.Kediaman Sultan Winata masuk dalam kawasan elit. Ketika ia turun da
Berita tentang Adallard Quentin yang melakukan kekerasan pada istrinya langsung menjadi konsumsi publik, perihal semua perlakuannya yang terekam di siarkan langsung ke sosial media.Kepolisian Indonesia akhirnya menyerahkan kasus itu pada Polisi Prancis. Berbeda dengan sebelumnya, polisi Prancis tidak bisa berbuat banyak atau menutup mata karna tekanan publik.Irliana kembali ke Prancis untuk menghadiri sidang putusan dan juga untuk pengajuan perceraian terhadap suaminya. Dia berjanji pada Effendy akan kembali ke Indonesia setelah urusannya selesai. Dia berharap, Effendy juga bisa segera menemukan keberadaan Eleanor. Wanita itu tak henti-hentinya mengucapkan terimakasih dan maaf berulangkali.Effendy melepasnya di bandara, hanya mengangguk atas semua ucapan ucapan Irliana."Kabari aku jika sudah menemukan istrimu, aku akan kembali ke Indonesia untuk membantu menjelaskan semuanya... Aku juga ingin meminta maaf secara langsung padanya..." Itu adalah ucapan terakhir Irliana sebelum beran
Harapan Effendy meredup, sampai keesokan hari, istri dan anaknya tidak pulang ke rumah. Sedang Irliana untuk sementara dia izinkan tinggal di kediaman utama agar bisa langsung memberikan klarifikasi jika Ele kembali sewaktu-waktu.Eleanor bak di telan bumi, ponselnya tidak dapat di hubungi. Effendy sampai menggunakan nomor baru untuk menghubungi, namun tetap tidak bisa. Itu menandakan kalau Ele mungkin sudah berganti nomor saat itu juga.Ketika Chislon memutuskan untuk datang ke panti asuhan ke esokan harinya, dia tidak menemukan Eleanor di sana, bahkan menurut sang bunda, Ele tidak datang ke sana sama sekali.Rasa bersalah, marah, cemas dan khawatir membuat Chislon merasa tidak tenang. Dia berdiri di balkonnya, mengerahkan orang-orangnya untuk mencari keberadaan sang istri."Aku benar-benar minta maaf, Chislon." Irliana menghampiri Chislon yang berdiri di balkon lantai dua. Laki laki itu baru saja mengecek laporan dari orang-orangnya yang masih nihil."Sekalipun kamu meminta maaf rib
Ketika Effendy tiba di rumah yang di tempati Irliana, dia melihat sosok Adallard yang berdiri bersandar di sisi mobil miliknya. Laki laki dengan cambang halus yang menghiasi dagunya itu tersenyum miring ketika berhadapan dengan sosok Effendy.Keduanya berhadapan -hadapan dengan tinggi tubuh yang tampak setara. "Effendy Chislon Abimanyu," eja Adallard menilai laki-laki di hadapannya dari atas sampai bawah. Dia membuka mulutnya dan berbicara dalam bahasa Prancis, dengan suara rendah dan manipulatif. "Aku sudah tahu, kamu, memang Chislon yang itu. Sahabat masa kecil istriku...." "Irliana tidak suka dengan kehadiranmu." Tandas Chislon dalam bahasa Prancis."Siapa yang perduli," Adallard mengangkat bahu dan tertawa pendek. "Seberapa kuatpun kamu berusaha melindunginya, apakah kamu pikir hukum akan melindungi seorang laki laki yang menyembunyikan seorang wanita dari suaminya?""Kamu tidak pantas menjadi suaminya." Effendy tersenyum sinis, menghunus lawan bicaranya dengan pandangan tajam l
Effendy terbangun pagi itu, menyadari dia tertidur semalaman sembari memeluk istrinya. Eleanor masih lelap, wanita itu sepertinya tidak sadar membalas pelukan suaminya. Laki-laki itu sudah bermaksud membereskan permasalahan mereka hari ini. Dia tidak bisa membiarkan Ele dalam persepsi salah tentangnya lebih lama.Dia mengusap rambut Eleanor, mencium dahinya. Saat itu, Ele terbangun. Sang istri tampak terkejut menyadari posisi mereka dan langsung melepaskan diri, menjauh lalu perlahan bangun dari tempat tidur.Sebelum Effendy bicara apapun, Ele telah bergerak masuk ke dalam kamar mandi.Effendy hanya bisa menghela napas kasar. Dia pelan bangkit, bermaksud mengecek bayinya lebih dulu. Nyatanya Kaisar belum bangun. Ketika dia kembali ke kamarnya, Eleanor sudah keluar dari kamar mandi.Merasa Ele masih belum bisa di ajak bicara, Effendy akhirnya masuk ke kamar mandi. Dia berencana tidak akan ke kantor hari ini. Saat Effendy keluar, dia mendapati istrinya tak lagi ada di sana. Selagi ia me
Ketika ia terbangun, Effendy lekas membasuh wajahnya, lalu bermaksud keluar untuk kembali mencari ponselnya. Itu baru menjelang pukul enam pagi.Effendy melihat Irliana berada di dapur, sibuk memasak sesuatu. Mungkin sarapan pagi. Ketika dia melihat Effendy, Irli mendekat dan menyodorkan sebuah benda dari balik celemeknya."Ini ponselmu, aku lihat ketinggalan di pantry," kata Irli pula. Effendy sedikit berpikir, semalam ia mencari sampai kesana, namun dia tidak menemukan gawai tersebut di meja pantry. Atau dia hanya kurang memperhatikan?"Terimakasih," sambut Effendy pula. Irli menjadi lebih diam."Kamu sudah akan kembali?" Tanya wanita itu setelah kesunyian mengendap di antara mereka beberapa ketika."Ya,"Irli terdiam sejenak, "Aku membuatkan sarapan untukmu, apa tidak bisa menunggu?"Tak tega melihat wanita itu semakin kecewa, Effendy mengangguk. Lagipula itu hanya nasi goreng, lima menit kemudian telah matang.Maka keduanya pun sarapan di meja makan dengan duduk berhadapan muka. S
Supermarket terdekat dari rumah yang ditempati Irliana bukan supermarket besar. Wanita itu akhirnya memilih pergi berbelanja untuk mengisi waktu. Selain itu, Irliana adalah seorang yang suka memasak dengan tangannya sendiri.Penjagaan dari para guard Abimanyu masih terus ketat di sekitarnya, namun tidak membuatnya risih. Lagipula, setiap keluar Irli selalu menggunakan topi, kacamata dan masker supaya dia tidak di kenali. Wanita itu menyusup di salah stand dan mulai memilih sayuran.Di sampingnya, mendekat seorang lelaki dengan keranjang troli, mulai turut memilih sayuran. Irli tidak menatap atau memerhatikan sosok di sampingnya. Dia memilih fokus memilah milah sayuran untuk menu yang di masaknya malam ini. Irli merasa antusias, dia ingin mengundang Effendy nanti."Begitu manis, pasti suami Anda bahagia punya istri seperti Anda." Seseorang berbicara dalam bahasa Prancis.Seperti mendengar suara dari neraka, Irli tersentak. Suara serak dan manipulatif itu sangat di kenalnya. Dia menole
Beberapa hari berlalu dengan normal. Akhir-akhir ini Effendy pulang ke rumah tepat waktu, bahkan dia mengambil cuti dua hari untuk membawa Ele dan Kaisar berjalan-jalan, menghabiskan waktu bersama istri dan anaknya. Meski kecurigaan Ele mengendur, namun dia tetap tak lantas berhenti lama sekali.Pagi itu, Effendy memutuskan ke kantor karna ada meeting tentang pemetaan program di Maluku, mengenai usaha tambang Ab Gallia yang ada di sana.Ketika dia mandi, Ele tengah merapikan seprei. Saat dia menimbang akan mengganti seprei itu dengan yang baru, wanita itu melihat layar ponsel suaminya menyala. Effendy terbiasa menaruh ponselnya di nakas dekat tempat tidur. Terbawa penasaran, Ele mendekat dan melihat notifikasi.[Kapan mengunjungiku? Aku bosan.]Kata terakhir di bubuhi emoticon sedih. Ele membaca nama yang tertera di sana. Irry L.Siapa Irry L?Eleanor melihat ke arah pintu kamar mandi nun di sana, masih mendengarkan bunyi shower yang menderu tanda suaminya masih dalam aktivitas mandin