“Ada lagi nggak yang ketinggalan?”
“Kamu nggak bawa meteran, Mas?”
“Buat apa?”
“Katanya aku sama Raden harus berjarak sepuluh meter, kamu nggak mau ngukur?”
Ipang tergelak mendengar sindiran Julie yang telak tersebut. “Biar aku yang ukur pakai mataku.”
“Bisa aja ngelesnya,” cibir Julie.
Ipang hanya menggandeng tangan Julie dan sambil membawa satu tas di tangan kirinya, mereka keluar dari rumah.
Hari ini mereka akan berangkat ke Bandung, terpisah dari keluarganya yang sudah berangkat sejak pagi.
Ipang tahu istrinya pasti lelah karena sejak beberapa hari lalu bekerja dengan cepat supaya mereka b
“Cute banget sih,” gumam Ipang tanpa sadar.Ipang menatap istrinya yang masih tertidur bahkan setelah mereka sampai di vila milik keluarganya. Ia tak bisa menahan senyumannya saat melihat jejak kecil di sudut bibir istrinya yang tertidur menggunakan bantal kepala babinya.Ipang mengambil ponselnya dari saku dan langsung mengambil foto Julie yang tengah tertidur dengan mulut terbuka sedikit.“Hng….” Mata Julie yang mengerjap pelan membuat Ipang buru-buru menyimpan ponselnya. Istrinya tersebut akhirnya membuka mata dan menatap Ipang dengan bingung, sepertinya masih disorientasi karena baru bangun dari tidurnya sejak setengah perjalanan Jakarta-Bandung mereka.“Good morning, Jules,” sapa Ipang dengan nada
“Kayaknya jarak antara aku sama Raden kurang dari sepuluh meter deh, Mas.”Ipang langsung mendelik begitu mendengar penuturan Julie yang diucapkan dengan polos, tapi ia tahu kalau sang istri tengah meledeknya.Walau begitu, ia tetap melakukan hal yang sejak tadi ia lakukan setiap kali Julie memberitahunya—menahan langkah mereka sehingga posisi mereka semakin jauh dari Raden di depan sana.Pagi ini usai sarapan, mereka berjalan ke sekitar vila, lebih tepatnya ke bukit kebun teh yang asri dan benar-benar hijau. Ayah mertua Julie memimpin di depan diikuti ketiga istri dan anak-anaknya.Ipang dan Julie ada di baris paling akhir. Selain karena Ipang tak sudi dekat-dekat dengan ayahnya, ia juga menjaga jarak antara Julie dan Raden. Raden ia ibaratkan seperti katak yang bisa menyambar mangsanya dal
“Julie mana, Mas?”“Lagi ke toilet, mules katanya.” Ipang hanya bisa menggeleng pelan. “Udah tahu nggak bisa makan yang pedes-pedes banget, malah makan seblak sepedes itu.”Suri langsung nyengir lebar sembari menarik lengan kakaknya menuju ruang tengah vila. “By the way, Mas lucu banget sih! Walaupun kayak bocah, childish banget! Emangnya Mas masih SMA?”“Ngomongin apaan sih?”“Aku liat waktu Mas cium Julie terus ngasih jari tengah ke Raden,” kikik Suri dengan geli.“Oh….” Ipang menggaruk tengkuknya, bingung harus merespons bagaimana.“Inget, Bang, udah menjelang kepala tiga lho. Jangan panasan kayak waktu SMA deh.”
Julie memang masih perawan, tapi bukan berarti ia tidak mengerti sama sekali apa yang saat ini ia dan Ipang lakukan.Dan apa yang selanjutnya akan mereka lakukan.Napasnya menderu saat bibir Ipang mulai meninggalkan bibirnya dan beranjak turun lebih ke bawah. Ia bisa merasakan bagaimana hangatnya embusan napas suaminya menggelitik lehernya tersebut.Julie mendongak, memberi keleluasaan kepada suaminya untuk lelaki itu mencium dan mencecap setiap jengkal kulitnya tanpa ada yang ia lewatkan.Ketika dengan perlahan tangan Ipang menelusup masuk ke dalam pakaiannya hari ini, Julie menahan napasnya.Apalagi ketika tangan itu menyentuh dadanya secara sekilas, membuat Julie merinding bahkan hanya dengan merasakan selintas bagaimana kulit suaminya itu bersentuhan dengan anggota tub
Julie terbangun dengan tubuh yang pegal-pegal, tapi merasakan kehangatan dari pelukan Ipang.Ia menoleh ke belakangnya dan mendapati Ipang masih tertidur dengan nyaman. Lelaki itu sudah mengenakan kaosnya lagi, sementara Julie memakai piyamanya tanpa bra.Tubuhnya terlalu lelah dan ia hanya menurut saja saat semalam Ipang membantunya membersihkan diri dan memakaikannya pakaian.Dengan hati-hati, Julie mengurai pelukan Ipang di pinggangnya dan beranjak turun dari ranjang. Langkahnya tertatih-tatih, tapi sebisa mungkin ia menguatkan dirinya sampai dapur.Di dapur, Julie segera membuka kabinet dan mencari Pop Mie yang kemarin ia taruh di sana. Beruntung ada dispenser yang galonnya masih terisi penuh, jadi Julie tak perlu menunggu air hingga masak di kompor dan langsung menyeduh Pop Mie-nya saat itu juga.
“Buka mulutnya, Jules.”“Kenyaaang.”Ipang tertawa dan mengangguk. “Oke, aku yang habisin.”“Tumben kamu dangdut banget, Mas, ngajak makan sepiring berdua.”“Ya nggak apa-apa, biar aku bisa suapin kamu.”“Kayaknya suapin aku jadi hobi baru kamu ya?” tanya Julie sembari mengisi gelas mereka yang sudah kosong.“Iya, anggap aja latihan buat nyuapin anak kita nanti.”Julie tertawa mendengarnya. Hari sudah siang dan mereka hanya berdua di bangunan vila utama, sementara yang lain pergi mengelilingi Bandung karena Nilam dan adik tiri Ipang yang lain ingin berburu kafe-kafe hits nan lucu di sana.
“Kamu kelihatan glowing banget hari ini,” komentar Suri. “Aku mau komentar yang macem-macem tapi kamu kan nikahnya sama masku sendiri. Aneh nggak sih kalau aku ngeledekin kamu yang iya-iya?”Celotehan Suri memancing gelak tawa Julie.Malam ini, Julie ingin ikut makan malam dengan yang lainnya karena tidak enak jika seharian benar-benar menghilang dari semua orang.Ipang setuju saja, meskipun kini usai makan malam, lelaki itu melipir ke teras karena harus menerima telepon dari salah satu sahabatnya untuk membahas mengenai Red House—salah satu usaha sampingan yang ia jalani dengan kelima sahabatnya.“Bakalan aneh kayaknya, jadi sebelum kamu mencoba, lebih baik urungkan niat kamu.”Suri cemberut dan tawa Julie semaki
[Hari kedua Julie menginap di rumah Suri. Julie kelas 1 SMA. Ipang kelas 2 SMA.]“Cowok yang tadi siapa, Ri?”“Yang mana?”“Yang ikut makan malam bareng kita tadi,” jelas Julie. Ia berbalik supaya bisa menghadap Suri yang masih duduk dan tengah memainkan ponselnya, sambil bersandar di headboard ranjangnya. “Aku nggak pernah liat dia sebelumnya.”“Dasar pikun,” ledek Suri. “Itu anak baru Papa. Kamu bulan lalu ketemu dia pas aku ajak temenin dateng ke acara arisan keluarga. Bahkan kuliat kamu nemenin anak itu ngobrol kok.”Ada kernyitan tak suka di wajah Suri saat mengatakan hal tersebut. Julie kembali mengingat hari y
"Kamu siap-siap dulu aja, Babe. Biar anak-anak aku yang urus," kata Ipang kepada Julie yang tengah menggendong Retta, anak ketiga mereka. Lelaki itu baru saja selesai membantu Taka berpakaian."Nggak repot kalau kamu yang urus anak-anak sendirian?"Berbeda dengan Julie yang meragu, Retta di gendongan Julie tampak bertepuk tangan tidak sabaran untuk berpindah ke gendongan sang ayah.Anak ketiga mereka yang menggemaskan itu terlahir sempurna, seorang anak perempuan yang lahir di bulan Maret dan diberi nama Diajeng Maretta Ailendra. Sama halnya dengan Raras, Retta bisa dibilang lumayan manja dengan Ipang."Nggak." Ipang menggeleng dengan yakin. "Kan udah pada mandi sama ganti pakaian."
“Pa, nanti Mas bisa main mobil-mobilan sama adek di perut Mama?”“Bisaaa.” Ipang mengangguk dengan yakin. “Mas bisa ajak Adek main mobil-mobilan atau boneka-bonekaan kayak pas main sama Raras.”“Asyiiik! Nggak sabar! Nggak sabar!”Suri yang sedang menemani dua keponakannya itu ikut bertepuk tangan senang dengan Taka, sementara Raras yang ada di pangkuan Ipang juga ikut tertawa saja. Meskipun baik Ipang maupun Suri yakin kalau Raras belum mengerti dengan apa yang mereka bicarakan.Siang itu Ipang dan Suri duduk-duduk santai di ruang keluarga kediaman Ipang. Julie sedang tidur siang dan Ipang berinisiatif mengajak anak-anaknya bermain, supaya istrinya bisa beri
Pangeran Biyas Ailendra: Bro.Badai Tanaka: Apa?Narayata Darmawangsa: ???Kalu Rakai Parvaiz: Apaan? @Pangeran Biyas AilendraKsatria Auriga Abimayu: Kalau ngomongnya tanggung-tanggung, nanti pantatnya kelap-kelip.Yogaswara Hemachandra: Apaan? Mau ngutang makanya lama ngetiknya? @Pangeran Biyas AilendraPangeran Biyas Ailendra: @Yogaswara Hemachandra SialanPangeran Biyas Ailendra: Aku
“Kamu yakin bisa ngehabisin semua ini?”Julie melirik sinis Candy yang barusan menanyakan pertanyaan sensitif untuknya—yah, setidaknya sensitif untuk Julie belakangan ini.Kenapa sih belakangan ini banyak yang sering nanya aku bisa habisin makananku atau nggak?!Candy segera menyadari kesalahannya. “Iya, iya, ampun,” katanya dengan cepat. “Aku cuma takut kamu kekenyangan dan nggak habis, terus nanti jadi sedih karena ngerasa buang-buang makanan.”Kunyahan Julie memelan dan bibirnya mengerucut sebal. “Bener sih kata kamu,” sahut Julie. “Tapiii, kali ini aku beneran yakin bisa ngehabisin makanan i
Ipang menatap anak-anaknya yang sedang bermain dengan mertuanya. Tatapannya melembut dan senyum selalu terpatri di wajahnya. Siapa pun yang melihat Ipang saat ini, bisa langsung tahu kalau lelaki itu sangat menyayangi keluarganya.“Senyum-senyum mulu,” komentar Janu yang baru saja duduk di sebelah Ipang. “Lagi mikir mau nambah anak ya?”Ledekan itu kerap kali didengar oleh Ipang dari mulut kakak iparnya, sejak sebelum Raras lahir. Saat itu, usia kandungan Julie sudah tujuh bulan dan mereka sedang berkumpul di kediaman ayah mertua Ipang.Selain keluarga Ipang, keluarga Julie memang punya agenda kumpul rutin yang masih terlaksana hingga kini.
“Babe.”“Ya, Mas?”“Suri udah punya pacar ya?”Julie menoleh dengan cepat—sangat cepat, hingga ia bsia mendengar tulang lehernya berderak karena gerakannya tersebut.Di sebelahnya, Ipang mengangkat satu alisnya, pertanda bahwa ia benar-benar membutuhkan jawaban atas pertanyaannya barusan.“Kok Mas tiba-tiba nanya begitu?” Julie memilih untuk bertanya balik terlebih dahulu.Di obrolan terakhir Julie dengan Suri, Suri bilang kalau ia belum bertemu atau berkomunikasi lagi dengan lelaki yang namanya belum Julie ketahui itu. Julie ba
“Kayaknya udah lama kita nggak makan siang di sini,” komentar Suri begitu masuk ke ruangan Julie diA Class.Julie terkekeh dan berpikir sebentar, baru kemudian mengangguk. “Iya juga, kita keseringanlunchdi luar atau di rumahku.”“Iya, soalnya masakan di rumahmu selalu enak dan aku suka main sama Taka dan Raras, hehehe.” Suri nyengir saat sadar bahwa salah satu alasan mereka jarang nongkrong diA Classlagi adalah karena keinginannya sendiri.Sejak memiliki anak, Julie belajar untuk membagi waktunya antara pekerjaan dan keluarganya.Kini Julie tidak lagi se-workaholicdulu. Ia mulai memberi keper
Waktu berjalan lumayan cepat. Setelah Bagindo akhirnya melunak dan mau mulai membiasakan diri dirawat oleh keluarganya, hari ini Bagindo diizinkan pulang ke rumah.Syukurnya, Bagindo belum membutuhkan operasi. Tapi lelaki paruh baya itu harus mengurangi intensitas pekerjaannya dan harussangatmemperhatikan pola hidupnya.Meski istrinya saat ini ada dua, nyatanya Bagindo selama ini tetap sering sesukanya. Saat Sinna dan Shanine sering menasehati serta mencoba mengatur hal-hal kecil nan penting demi hidupnya, Bagindo lebih sering membangkang.“Percuma punya istri dua tapi nggak ada yang didengerin,” cibir Salwa yang duduk di ruang tengah bersama Bagindo, Sinna, Shanine, dan hamp
“Kalian ini apa nggak punya kehidupan? Pulang sana! Ngapain di sini?”“Punya kok,” jawab Ipang. “Tapi aku mau di sini.”“Inget anak dan istrimu, Mas. Masa kamu tinggalin mereka begitu?!"“Mereka ngerti kok kenapa aku ke sini.”“Pulang sana! Besok juga Papa pulang. Ngapain sih kamu sampai nginep di sini berhari-hari?!” Kemudian seolah belum puas mengomeli Ipang, Bagindo beralih pada Raden yang duduk di sebelah Ipang. “Kamu juga pulang sana! Mamamu sama siapa di rumah?”“Sama Mama Salwa dan Mama Sinna. Ada Suri, Nilam, Sultan, dan Gusti juga kok.” Raden menjawab dengan santai. “Justru kalau kami pulang, Papa yang sendirian di sini.”“Ya, terus kenapa?”“Papa yakin mau sendirian?”Julie pernah bilang, katanya lelaki saat sedang sakit bisa dibagi menjadi dua kategori. Ada yang berubah jadi sangat manja sampai-sampai bertingkah seperti anak kecil (Ipang salah satunya) dan ada juga yang berubah jadi sangat galak hingga menyebalkan.Bagindo sepertinya adalah tipe kedua.Kalau dipikir-pikir,