Naya gugup, ini adalah pesta pertama yang dia datangi dan sialnya ini juga pesta milik keluarga mantan istri Rayden. Bagaimana mungkin Rayden berpikiran membawa Naya ke tempat ini. Apa dia ingin memberitahu tentang hubungan mereka, atau ada rencana lain.Gedung besar itu sudah dipenuhi oleh tamu undangan, semua terlihat glamor dan elegan. Naya turun dari mobil dan memperhatikan semua pemandangan itu dengan cemas.Dia menghela nafas ketika Rayden memandangnya dengan lekat. Naya mengerti arti tatapan mata itu, dia langsung merangkul lengan kekar milik Rayden. Berjalan bersama masuk ke dalam gedung. Sementara Agra berjalan di belakang mereka.Pandangan semua orang jelas menuju pada Rayden, Tuan muda Bagaspati yang mereka tahu bukan hanya pebisnis hebat, melainkan juga mantan menantu dari pemilik acara ini."Pasang senyummu dan jangan membuatku malu," Rayden sedikit berbisik pada Naya ketika langkah kaki mereka menapak di atas karpet merah.Naya tidak menjawab apapun, dia hanya tersenyum
"Kau harus ingat, kau itu milikku. Aku sudah membayar mahal tubuhmu," Alex berkata begitu terbuka. Jelas saja perkataannya membuat Naya tertunduk malu sekaligus takut."Jadi dia benar jalang, kau menyewanya, Ray?" tanya Diandra. Dia tidak percaya melihat ini. Bibirnya langsung tersenyum miring memandang Rayden dan Naya.Hanya karena tidak ingin terlihat menyedihkan Rayden malah nekad untuk menyewa seorang jalang. Sungguh, hal yang membuat Diandra terkejut.Namun, Rayden sama sekali tidak bergeming. Dia tahu Naya seorang jalang, lantas kenapa? Tujuannya bukan untuk memiliki Naya, tapi untuk membuat Alex panas."Berapa kau dibayarnya?" tanya Rayden pada Naya.Netra tajam milik Alex bergetar, rahangnya mengeras dan dia terus saja menatap Naya yang nampak ketakutan."Kau tahu Tuan Alex yang terhormat, dia memang sudah kau beli, tapi dia sudah aku nikahi. Jadi aku adalah pemiliknya yang sah," Rayden berucap begitu angkuh.Tentu saja ucapannya itu membuat Alex semakin meradang. "Aku tidak
Naya ketakutan, dia memandang ke belakang sambil meraba kepalanya yang berdenyut karena terantuk kursi.Terlihat di belakang mereka sebuah mobil hitam metalik melaju kencang mengejar. Bahkan mobil itu tadi yang sudah menabrak mobil mereka. Sebuah mobil mewah Mercedes Benz G-Class, benar-benar tidak sayang dia menghancurkan mobil itu.Naya menoleh, memandang Rayden yang juga terlihat kesal bahkan wajahnya sudah semakin kelam sekarang. Naya tidak tahu siapa orangnya, tapi yang jelas ini memang bukan hal yang baik."Dimana orang-orang kita?" tanya Rayden pada Agra yang masih terus fokus pada kemudinya."Tidak jauh dari kita, Tuan," jawabnya.Rayden menghela nafas, dia kembali bersandar dan sesekali melirik ke arah kaca spion dimana mobil itu masih terus mengikuti mereka.Tiba-tiba, bibirnya tersenyum miring seperti menyimpan sebuah rencana. Naya yang melihat itu tentu saja semakin takut. Detak jantungnya semakin berdenyut ngilu."Cari tempat sepi, sepertinya dia ingin berbicara denganku,
"Tapi, bukankah itu sudah menjadi tugas saya sejak dulu, Tuan?" Vian bertanya dengan raut wajah yang menunjukkan penolakan. Gadis yang usianya hanya selisih dua tahun dari Naya itu nampaknya keberatan dengan apa yang Rayden utarakan.Dia tidak mengerti kenapa Rayden meminta seperti itu. Antara bingung dan juga kesal."Kau berani menolak ku?" Rayden memandang tajam Vian. Gadis itu langsung tertunduk dan menggeleng pelan. Tangannya saling meremas kuat. "Tidak, Tuan. Maaf," jawabnya.Naya memandang Rayden dengan aneh, kepalanya menjadi penuh dengan beribu pertanyaan sekarang. Dia istrinya, tapi kenapa Rayden malah memintanya menjadi pelayan pribadi. Apa yang sebenarnya ada di dalam otak pria itu."Ini hanya berlaku ketika Mama tidak ada, nanti ketika dia pulang kau akan kembali pada tugasmu. Sekarang, kau hanya perlu menjaga apa yang aku lakukan. Jangan sampai ada pelayan atau penjaga lain yang berani mengadu hal ini pada Mama," ujar Rayden.Vian menganggukkan kepalanya pelan. Dia tida
"Foto pernikahan," Naya bergumam seorang diri di dalam ruangan kecil yang pengap itu. Matanya masih terus memandangi foto Rayden dan Diandra. Figura ini sudah pecah dan usang, sepertinya sengaja dibanting dan dibiarkan.'Apa tidak ada yang masuk ke dalam sini? Vian?' Naya bermonolog di dalam hati. Pikirannya mengenangkan seharusnya yang membereskan ini Vian, tapi kenapa seperti tidak pernah ada orang yang masuk ke tempat ini.Ketika di pesta tadi Rayden terlihat datar dan membenci Diandra. Tapi semua tentang mantan istrinya itu masih tersimpan rapi di rumah ini. Sebenarnya apa yang ada di pikiran lelaki itu. Naya benar-benar bingung.Dia beranjak dan meletakkan foto itu di atas meja. Hari semakin larut dan dia harus cepat membereskan ruangan ini agar bisa beristirahat. Memikirkan tentang Rayden dan kehidupannya tidak akan pernah ada habisnya. Jangankan memikirkan tentang lelaki itu, memikirkan diri Naya sendiri saja sudah membuat dia pusing. Entah akan berujung kemana kehidupannya nan
Pikiran aneh itu langsung langsung Rayden tepis. Entah kenapa dia jadi berfokus pada bibir ranum Naya. Rasa hangat dan juga lembut masih begitu terasa hingga saat ini. Hingga lagi-lagi tanpa sadar Rayden malah meraba bibirnya sendiri."Aku memang sudah gila," gumamnya yang langsung pergi meninggalkan Naya.Ketika pintu kamar telah tertutup, mata Naya terbuka. Dia memandang pintu yang tertutup dengan helaan nafas panjang. Naya tidak benar-benar tidur atau pingsan, dia hanya berpura-pura memejamkan mata. Naya sangat takut ketika Rayden membawanya tadi. Dia takut jika pria itu akan melakukan sesuatu hal yang buruk. Ya, pikiran Naya sudah buruk dan mengira Rayden akan menyakitinya. Tapi ternyata pria itu malah membawa Naya masuk ke dalam kamar.Bukan itu saja, dia juga tidak tahu kenapa Rayden terdiam dan bergumam seorang diri. Naya meraba kepalanya, masih terasa berat dan pusing. Perutnya lapar dan dia lemas sekali. Tapi untuk bangun rasanya masih berat, hingga akhirnya Naya memutuskan
Dirumah mewah keluarga Bagaspati, Naya baru saja terbangun dari tidurnya. Dia masih mengenakan gaunnya semalam. Tubuhnya terasa berat dan letih. Matanya pun masih terasa berat untuk terbuka. Tapi rasa tidak nyaman karena keringat yang lengket dan juga hangat cahaya matahari yang masuk ke dalam kamar membuatnya terbangun.Naya melirik ke arah jam dinding, ternyata hari sudah menunjukkan pukul sebelas siang. Dia tertidur begitu lama."Kepalaku sakit sekali," gumamnya sambil meraba kepalanya yang berdenyut. Dia beranjak dan berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan diri, perutnya sudah terasa lapar dan ingin diisi.Sambil berjalan, dia mengingat bagaimana Rayden yang menolongnya pagi tadi. Mengangkat tubuhnya dan membawanya masuk ke dalam kamar. Tiba-tiba sebuah semburat tipis menghiasi wajah Naya."Seandainya saja, cerita ku tidak semiris ini," gumamnya dengan hati yang perih.Masih berusia 21 tahun, tapi Naya merasa jika hidupnya sudah seberat ini. Jika saja bisa memilih, mungkin dia
Di sebuah tempat yang sepi dan jauh dari pemukiman penduduk, Naya memandang ke sekitar dengan pandangan takut. Dia tidak tahu ini ada dimana, dan bahkan dia sudah lelah mencari jalan untuk pergi dari tempat ini.Beberapa waktu lalu, Wira yang Naya pikir akan mengantarkannya ke rumah ayahnya, tapi ternyata malah membawanya ke tempat ini. Tidak tahu kenapa, tapi lelaki itu malah menurunkan Naya di tempat ini dan meninggalkannya begitu saja."Kenapa dia tega sekali, apa maksudnya meninggalkan aku di sini," Naya berucap lirih. Matanya terus memandang ke sana dan kemari. Hari sudah malam dan gelap, dia berjalan di sepanjang jalan yang remang-remang dan hanya diterangi oleh lampu jalanan yang ada di sana. Ini di pinggir jalan, tapi Naya sama sekali tidak berani untuk menghentikan mobil yang lewat atau sekedar meminta tolong.Naya benar-benar trauma dengan kejadian yang lalu. Berniat kabur dari kejaran Alex, tapi nyatanya dia malah masuk kedalam sangkar emas Rayden.Ah iya, mengingat lelaki
Hari sudah larut malam, Naya masih belum bisa terpejam. Dia masih terbaring di samping Rayden. Pria itu sudah terlelap setelah dia menangis dan meluahkan rasa kesalnya tadi. Naya memandangi wajah Rayden dengan lekat, meski Rayden jahat tapi hati Naya yang memang lembut dan tidak tegaan begitu mengiba melihat pria ini. Pria yang gagah tapi tidak bisa melakukan hal itu, dan apa artinya kegagahan yang dia miliki, apa artinya kekuasaan yang dia punya jika sebagai seorang lelaki dia tidak berguna.Baru kali ini Naya melihat sisi lemah Rayden, dia yang angkuh, pemarah, dan bersifat bossy nyatanya hanyalah topeng dibalik kelemahan yang dia punya.Rumor yang beredar ternyata benar, dan pantas saja Nyonya Dena begitu berharap Naya bisa menyembuhkan pria ini. Tapi, bagaimana mungkin.Naya menghela nafas, dia beranjak dari sisi Rayden perlahan-lahan agar tidak membangunkan pria itu. Rasanya sangat haus dan dia juga belum bisa tidur saat ini.Naya memilih untuk keluar dari kamar, mencari udara s
Hari sudah larut malam, Rayden duduk di meja kerja dengan tatapan kosong. Tidak ada yang dia lakukan di sana selain duduk dan termenung. Beberapa saat lalu dia baru saja selesai mengecek laporan saham, dan sekarang tidak ada lagi yang bisa dikerjakan.Bukan tidak ada yang bisa dikerjakan, tapi entah kenapa sesuatu tiba-tiba mengganggu pikiran pria itu.Hingga tidak lama, suara pintu yang terbuka membuat Rayden menoleh. Naya masuk dengan membawa segelas teh hangat ke dalam. Gadis itu terlihat lesu meski dia sudah mencoba untuk tersenyum.“Teh anda, Tuan,” ujarnya.Rayden tidak menjawab, dia hanya memperhatikan Naya dari ujung kaki hingga ujung kepala. Memandangi keseluruhan penampilan dan tubuh Naya. Gadis yang sudah membuat dia tidak menentu beberapa waktu terakhir. Naya cantik, putih dan lembut. Meskipun dia kurus dan lesu, tapi itu tidak mengurangi kecantikan alami yang dia miliki.Ini sudah hari ketiga dia membiarkan Rama tinggal di rumah mewahnya. Apa kini waktunya dia menagih jan
Naya memandang Evelyn yang berjalan mendekat ke arahnya bersama Nyonya Ambar, ibu tiri Naya. Dada Naya langsung bergemuruh, sudah lama sekali dia tidak bertemu dengan dua wanita ular ini. Masih Naya ingat bagaimana jahatnya mereka yang memfitnah Naya begitu kejam hingga membuat Naya masuk ke dalam rumah pelacuran itu.“Lihat, Ma, dia sudah kurus dan jelek. Meski memakai pakaian mahal tapi sepertinya dia kelelahan melayani sugar Daddynya,” Evelyn memandang Naya dengan pandangan meremeh. Dia tidak menyadari jika perkataannya itu membuat Rayden yang ada di sana juga ikut meradang.Nyonya Ambar melebarkan matanya dan memandang kesal pada Evelyn. Apa gadis itu tidak tahu jika ada Rayden di sini. “Tuan muda Bagaspati, anda ada di sini juga? Ada perlu apa? Apa anda ingin mengatakan sesuatu tentang perusahaan itu?” Nyonya Ambar langsung mendekat ke arah Rayden. Sedangkan Evelyn sedikit terkesiap, sepertinya dia tidak tahu jika Rayden adalah tuan muda Bagaspati itu.Rayden hanya diam, dia me
Naya langsung bersembunyi di sebalik tubuh Rayden. Dia langsung gemetaran ketika mereka malah berpasasan di depan lobi restauran.Alex tersenyum sinis, dia terus memandangi Naya dengan lekat dan tajam. “Sejauh apapun kau mencoba untuk pergi, kau akan tetap bertemu denganku, Naya.”“Jangan coba-coba untuk menyentuhnya. Apa kau mau masuk rumah sakit lagi?” Rayden menatap tajam Alex. Pria ini tidak juga jera untuk mengganggu dan menakuti Naya. Masih Rayden ingat betapa kejamnya Alex memperlakukan Naya beberapa waktu lalu.Dia memang ingin menjadikan Naya sebagai pelampiasan untuk membuat Alex marah dan cemburu. Tapi jika mengingat bagaimana takutnya Naya dengan pria ini, entah kenapa Rayden menjadi tidak tega.“Untuk kali ini kau bisa membawanya, tapi jangan harap hidup kalian akan tenang sampai kapanpun,” ancam Alex. Dia memandang Rayden penuh benci, dan setelah itu langsung masuk ke dalam restauran.Tapi sebelum itu Alex menyempatkan diri untuk menoleh ke arah Naya. Naya tidak memanda
Naya terbangun, dia menggeliatkan tubuhnya yang sudah terasa pegal. Perutnya yang lapar membangunkan dia dari tidurnya yang terasa nyaman. Atau mungkin karena dia sudah merasa bosan.Naya terkesiap saat merasa ada sesuatu yang menyelimuti tubuhnya. Sebuah jas, jas siapa. Pikirnya. Dan yang lebih membuat Naya terkejut tentu saja tatapan mata Rayden yang kini sedang menatapnya dari meja kerja.“Sepertinya kau terlalu nyaman berada di kantorku, ya,”Ucapan Rayden membuat Naya tersenyum getir, dia beranjak dan duduk sambil meraih jas itu. Terasa hangat dan harum aroma maskulin yang ada di jas ini mirip seperti harum aroma … tubuh Rayden.‘Apa ini jasnya,’ batin Naya heran. Dia melirik ke arah Rayden. Pria itu nampak mengemasi barang-barangnya yang ada di atas meja.“Bersihkan wajahmu, kita pergi sekarang.”“Kemana?” tanya Naya tanpa sadar. Bahkan suaranya masih terdengar serak dan berat.Rayden menoleh, memandang Naya dengan pandangan datar tapi itu sudah cukup membuat Naya mengerti untuk
“Mau apa kau kemari?” Rayden langsung menyerang Rengga dengan pertanyaan. Wajahnya datar dan tentunya kembali tidak bersahabat. Dan itu membuat Naya semakin merasa takut.Naya memilih mundur, dan berdiri dibalik tubuh Rayden, mengabaikan tatapan Rengga yang sejak tadi tidak pernah lepas dari tubuhnya. Entah apa yang ada di dalam kepala pria itu, tapi Naya benar-benar tidak suka dengan cara Rengga menatapnya. Apalagi Rayden.“Aku hanya ingin meminta laporan keuangan bulan lalu, sekaligus mengajukan beberapa klien seperti biasa.”“Urus itu dengan Agra. Aku tidak punya waktu untuk mengurus kecurigaan kalian,” Rayden kembali menarik tangan Naya dan langsung masuk ke dalam lift. Meninggalkan Rengga yang hanya bisa mencebikkan bibirnya. “Sombong sekali, lihat saja kalau sampai satu tahun kau juga tidak bisa memiliki pewaris, maka kau yang akan merasakan ada di posisiku!” Meskipun mendengar, tapi Rayden tetap mengabaikan perkataan Rengga. Dia memilih dan berdiri di balik pintu lift. Meman
Naya memandang Diandra yang kini berdiri di hadapan mereka. Dia juga menoleh ke arah Rayden yang masih duduk di kursinya. Pria itu mengusap mulutnya dengan tisu dan langsung menoleh pada Diandra.“Mau apa kau kemari?” Rayden memandang Diandra dengan lekat. Seperti biasa, mantan istrinya itu akan selalu tampil modis dengan pakaian formalnya. Selalu cantik dan juga menarik. Tapi wajahnya yang angkuh sangat jauh berbeda dari Naya yang lembut.Rayden mengerjapkan mata, kenapa dia jadi membandingkan Diandra dan Naya? Sialan.“Aku hanya rindu dengan rumah ini,” Tanpa merasa canggung ataupun malu, Diandra langsung duduk di hadapan Rayden. Duduk dengan senyum yang cukup memikat.Sungguh demi apapun, Naya hanya bisa memandang aneh. Kenapa ada wanita tidak tahu malu seperti Diandra. Rayden hanya masa lalu, tapi dia bisa bersikap seperti ini. “Ini bukan rumahmu lagi, kau lupa?” Nada suara yang terdengar dingin dan datar, mampu membuat Naya takut, tapi tidak dengan Diandra.“Ya, aku tahu. Tapi a
Naya membuka mata perlahan, dia menggeliat seiring matanya yang terbuka lebar. Namun, dia langsung terkejut saat melihat Rayden ada di sebelahnya dan masih nampak tertidur dengan tenang.Tubuh Naya menjadi kaku dan tegang, bahkan nafasnya terasa berhenti untuk beberapa saat ketika melihat Tuan muda ini tidur dengannya.Mata Naya mengerjap, dia baru ingat jika malam tadi Rayden memintanya untuk tidur di atas ranjang. Naya berpikir jika Rayden yang akan tidur di sofa. Tapi nyatanya, mereka malah tidur di atas ranjang yang sama.Hanya sebuah bantal guling yang menjadi pemisah di antara mereka. Dan sekarang, Naya bisa memandangi wajah tampan suaminya ini dari dekat.Sangat tampan, pria dewasa yang seharusnya sudah memiliki istri dan anak. Tapi Rayden masih sendiri dalam traumanya.Naya beralih, dia memandang langit-langit kamar. Jam masih menunjukkan pukul lima tiga puluh. Mungkin Rayden begadang malam tadi hingga saat ini dia masih tertidur.Karena tidak ingin mengganggu, Naya memutuskan
Cukup lama Naya berada di rumah sakit, mungkin hampir seminggu. Dan setelah keadaannya pulih Rayden membawa Naya kembali ke rumah. Selama seminggu di rumah sakit, Rayden tidak pernah pulang ke rumah. Setiap malam dia selalu menemani Naya di sana. Bukan hanya khawatir dengan keadaan gadis itu, tapi dia juga khawatir jika Alex datang dan membawa Naya kembali."Turun," Suara Rayden membuat Naya sedikit terkesiap. Selama di perjalanan dia hanya diam dan melamun saja. Tidak tahu harus senang atau tidak, tapi Rayden kembali membawanya ke rumah ini.Naya tidak menjawab, dia hanya keluar dari dalam mobil dan berjalan mengikuti Rayden masuk.Agra berjalan di belakang Naya, sesekali dia memperhatikan istri Tuannya itu yang sedikit lesu. "Selamat datang kembali Nona, Tuan," sapa Bu Minah.Naya tersenyum, dia mengangguk pelan memandang satu-satunya orang yang tulus padanya di rumah ini. Tapi … biasanya Vian yang akan menyambut mereka, kemana dia?"Nona sudah baikan?" Bu Minah terlihat khawatir