Seketika seluruh orang yang berada di ruang itu merasa sangat syok dan juga panik. Dengan segera Sintya menyuruh putrinya untuk mengambil obat dan air putih untuk suaminya.
"Ini, Pah. Diminum dulu, Pah!" Dengan wajah yang terlihat sangat cemas Sintya menyodorkan segelas air putih dan satu butir obat pada suaminya.Setelah meminum obat, rasa nyeri di dalam dada lelaki itu sudah sedikit berkurang. Tiba-tiba tangan Bagus bergerak lemah ingin meraih tangan pria yang berdiri di dekatnya. Pak Hadi yang melihatnya, langsung menyambut dan meraih tangan itu. Lalu menggegamnya erat."P-p-pak Hadi!" ucap Bagus pelan."Iya, Tuan!" jawab Pak Hadi."To-tolong maafkan saya! Ini semua adalah salah saya karena telah gagal mendidik Langit. Sehingga Langit sampai berbuat seperti itu pada Cahaya." Dengan tatapan yang terlihat sendu, Bagus memohon permintaan maaf atas kesalahan yang diperbuat oleh anak sulungnya.Pak Hadi menggeleng. "Tidak, Tuan! Ini bukanlah salah, Tuan.""Ta-tapi, apakah Pak Hadi mau memaafkan anak saya?" ujar Bagus lagi.Kali ini Pak Hadi tak menjawab. Dia hanya melirik sinis ke arah Langit yang sedang berdiri tertunduk tak jauh darinya itu. Dan Bagus dapat melihat kalau laki-laki yang bekerja sebagai sopir pribadinya ini masih belum bisa memaafkan anaknya. Sehingga membuat hatinya tidak bisa merasa tenang.Suasana di dalam ruangan itu kini menjadi tegang dan lenggang karena tidak ada seorang pun yang mau mengeluarkan suaranya. Mereka semua hanya saling melirik satu dengan yang lainnya dan sibuk dengan pemikirannya masing-masing.Karena tak kunjung mendapat jawaban ataupun kata maaf dari Pak Hadi, Bagus kini beralih menatap ke arah gadis yang sedang berdiri di sebelah putrinya. Kemudian ia memanggilnya, "Cahaya.""I-iya, Pak!" jawab Cahaya dengan gugup ia menatapnya iba.Bagus kembali berusaha untuk tersenyum kepada gadis yang akan menjadi calon menantunya itu. "Kamu mau, 'kan memaafkan Langit?"Karena tak tega melihat Bagus yang seperti sedang menahan sakit. Dengan terpaksa Cahaya mau mengangguk."Dan, maukah kamu menikah dengan Langit?" tanya Bagus lagi."Sudahlah, Pah. Ayo sebaiknya kita bawa Papah ke rumah sakit saja sekarang, Mah!" sambar Langit memotong perkataan Papahnya"Papah tidak akan pergi ke mana-mana sebelum masalah ini selesai!" tandas Bagus tegas."Ta-tapi, Papah harus ke rumah sakit sekarang. Kalau tidak, nanti penyakit jantung Papah akan bertambah parah." Langit kekeh ingin membawanya ke rumah sakit."Biarin, Papah mati. Dari pada harus menanggung malu karanamu, Langit!""Papah!" pekik Syntia yang syok mendengar ucapan ngelantur suaminya."Langit, bisa gak sih? Untuk kali ini saja turutin kemauan Papah?" bujuk Syntia. "Apa kamu ingin melihat sakitnya Papah bertambah parah?"Langit menggeleng pelan."Ya sudah, kalau begitu turuti kemauan Papah sekarang!" Dengan penuh penekanan, wanita paruh baya itu menatap tajam ke arah putranya. Menandakan kalau wanita tersebut tengah marah besar.Sehingga membuat lelaki muda itu langsung menunduk lesu, tak berani membantah lagi.Kemudian Syntia kembali memandang sayu wajah suaminya."Sudah Papah tenang saja, ya! Cahaya pasti mau kok, untuk menikah dengan Langit. Iya, 'kan, Cahaya?" Dengan sorot mata memelas dan memohon, Syntia menoleh ke arah Cahaya.Sehingga membuat gadis itu mau tidak mau hanya bisa menggangguk pasrah menyetujui permintaan kedua majikannya.Bagus kini dapat merasa sedikit lega ketika melihat Cahaya setuju."Ya, sudah. Sekarang Papah mau, 'kan ke rumah sakit? Nanti setelah Papah pulang dari rumah sakit, baru kita akan langsung mengadakan resepsi pernikahan Langit dan Cahaya, oke?" bujuk Syntia lembut.Akhirnya Bagus mengangguk setuju.***Setelah melakukan pemeriksaan kesehatan di rumah sakit. Bagus dinyatakan hanya mengalami serangan jantung ringan akibat banyak pikiran yang membuat Bagus merasa tertekan hingga menyebabkan tekanan darah pada tubuh meningkat. Tekanan darah tinggi yang tidak dapat diatasi dengan baik itulah yang memicunya mengalami serangan jantung.Selang beberapa jam kemudian. Bagus yang ditemani oleh istri dan juga kedua anaknya itu sudah diperbolehkan untuk pulang. Namun dengan syarat, lelaki itu tidak boleh banyak beban pikiran lagi. Agar tidak memicu penyakit jantungnya kambuh kembali. Karena jika sampai itu terjadi lagi, maka bisa saja akan berakibat fatal baginya.Sesuai dengan kesepakatan, di malam harinya kini kedua keluarga tengah menyiapkan acara pernikahan yang akan diadakan di rumah keluarga Pak Bagus.Acara pernikahan itu dilakukan secara sangat sederhana, yang hanya akan dihadiri oleh keluarga dari kedua calon pengantin dan beberapa kerabat dekat saja.Di tengah ruang keluarga yang cukup luas, terlihat sudah ada beberapa orang yang duduk menunggu sang mempelai wanita datang.Tak lama kemudian, terlihat sesosok gadis muda dengan balutan kebaya putih yang menempel pas di tubuhnya. Wanita itu tampak begitu cantik dengan sedikit riasan mak up yang menghiasi wajah ayunya. Rambutnya disanggul kecil dengan anak rambut yang menjuntai di sisi kanan kiri pipinya. Riasannya terlihat begitu sederhana. Namun, tidak mengurangi aura cantik yang terpancar jelas dari wajah gadis tersebut.Sehingga membuat semua orang yang berada di ruang itu terpesona melihatnya. Terlebih lagi dengan Langit yang langsung terbengong karena begitu terpukau oleh penampilan Cahaya kali ini.Begitu juga dengan pemuda yang duduk di sebelahnya. Dengan mata yang berbinar, Revan terkesima ketika melihat calon istri dari temannya tersebut. Dia tidak menyangka kalau gadis itu adalah wanita cantik seperti yang ada di hadapannya kini."Gila, ternyata calon istrimu cantik juga! Kalau dia secantik ini sih, aku juga mau kali, Lang. Ngapain juga kamu pakai nolak segala, sih?" Dengan setengah berbisik Revan sengaja meledek temannya yang kini sedang melongo terhipnotis oleh kecantikan calon istrinya sendiri.Sehingga membuat Langit langsung tersadar dan mendengus kesal padanya.Lalu dengan wajah yang tertunduk malu, gadis yang sudah dirias itu kini duduk bersanding dengan Langit menghadap ke Pak penghulu yang akan segera menikahkan mereka berdua.Dada Langit langsung berdebar dengan sangat kencang, kini perasaannya menjadi tidak karuan. Keringat mengucur deras di dahinya. Lelaki itu terlihat begitu gugup dan grogi ketika akan memulai ijab kobul.Di sebelah Langit terlihat ada Revan dan Thalita. Sementara di sebelah Cahaya ada Pak Hadi dan Irma yang tampak gelisah menunggu kedatangan Sely sang anak gadisnya yang tak kunjung datang di rumah tersebut.Sedangkan Syntia yang berada di samping suaminya terduduk di belakang sang calon pengantin. Dengan penuh rasa haru dan bahagia, kini hati Bagus bisa merasa lega, karena pada akhirnya ia bisa menyaksikan pernikahan anak sulungnya tersebut.Ya, walaupun pernikahan ini terkesan mendadak dan dipaksakan. Namun, laki-laki paruh baya itu percaya dan sangat berharap kalau anaknya nanti lambat laun bisa menerima pernikahan ini dan bisa mencintai Cahaya dengan sepenuh hati.Lalu dengan tangan yang bergetar, Langit mulai mengucapkan ijab kabul dengan terbata. Membuatnya harus mengulangnya hingga beberapa kali. Walaupun masih dengan sedikit ragu, pada akhirnya ia pun bisa mengucapkan ijab kobul itu dengan lancar."Saya terima nikah dan kawinnya saudari Cahaya Putri Aulia bin Eko Wijayanto dengan mas kawin uang sebesar 10 juta rupiah dan seperangkat alat sholat dibayar tunai!""Sah?" seru Pak penghulu.Dengan serempak semua orang yang berada di sana langsung menjawab. "SAH!"Ceklik!Dengan sedikit ragu, gadis cantik yang masih memakai kebaya pengantin itu mulai melangkah masuk ke dalam suatu ruang kamar seperti suite room di hotel mewah. Ruangan itu tampak begitu indah dan luas. Namun, di ruang inilah dirinya hampir kehilangan mahkotanya, sehingga membuatnya harus terpaksa menikah dengan sang anak majikan.Untuk sesaat ia mengedarkan pandangan, mengamati ruangan kamar tersebut. Di tengah ruangan itu ia melihat ada sebuah ranjang besar dengan ukuran king size lengkap dengan kasur busa yang terlihat sangat empuk dan nyaman untuk merebahkan diri.Di depan ranjang terdapat TV LED dengan layar yang lebar menempel di dinding. Sedangkan di sebelah kiri ranjang ada sebuah lemari baju yang besar berdiri kokoh di dekat tembok. Sementara di sisi kananya ada sebuah sofa yang terletak di dekat jendela kaca besar yang langsung menghadap ke balkon.Lalu dengan perlahan ia mulai menapakkan kakinya untuk masuk ke dalam kamar. Namun, ketika baru beberapa langkah ia memasuk
Keesokan harinya. Dengan kebingungan Cahaya terbangun hanya seorang diri di dalam kamar. Untuk sesaat gadis itu terdiam menggaruk kepalanya yang tidak gatal, mencoba mengingat-ingat kejadian apa yang telah menimpanya semalam."Huh!" Reflek gadis itu membekap mulutnya dengan kedua tangan. Ia pun teringat dengan kejadian semalam. Sontak rasa takut, cemas dan khawatir mulai menyelimuti hatinya. Dan ia pun berfikir ke mana laki-laki itu berada sekarang? Apakah dia dalam keadaan yang baik-baik saja?Ingin sekali ia mengabaikan rasa itu. Ia berusaha untuk bersikap acuh dan tidak perduli terhadapnya. Tapi tidak bisa. Perasaan bersalah masih saja muncul di benaknya. Sembari berjalan mondar-mandir di samping ranjang, sesekali ia menggigit kuku-kukunya yang sudah sedikit panjang, terlihat jelas kalau ia sedang sangat gelisah memikirkan bagaimana keadaan lelaki itu.Otaknya kini tidak bisa berfikir dengan jernih. Apa bila ia memikirkan sikap Langit yang sangat kasar padanya. Ia tidak tau apa y
Waktu menunjukan pukul jam 05.00 pagi. Seperti biasa, setelah menunaikan sholat subuh, Sintya keluar dari kamar dan segera berjalan menuju dapur. Sesampainya di sana, ia langsung membuka kulkas dan melihat-lihat isi dalam kulkas tersebut."Eh, Nyonya udah bangun?" sapa salah satu pelayan yang biasa bertugas sebagai tukang masak di sana.Sintya menoleh ke arahnya. "Eh, iya, Bik. Nanti kira-kira Bibik mau masak apa buat sarapan pagi ini?""Nyonya mau dimasakin apa hari ini?""Terserah Bibik aja, deh!""Em ... baiklah, Nyah. Bagaimana kalau nasi goreng seafood atau roti panggang isi aja?" usul si pelayan itu."Em ... kalau gitu, Bibik bikin keduanya saja. Biar nanti anak-anak yang akan memilih sendiri makanannya.""Oh, Baik, Nyah, sendiko!""Eh, ya Bik. Bahan makanan kayaknya udah pada mulai habis. Lebih baik nanti setelah Bibik selesai masak langsung pergi belanja ke pasar saja ya! Mumpung masih pagi, kan, masih banyak pilihan dan pastinya juga masih fresh sayurannya.""Iya baik, Nyah.
Di malam hari, Cahaya kembali masuk ke dalam kamar Langit yang kini menjadi kamarnya juga.Kali ini ia bingung harus tidur di mana? Jika ia tidur di atas tempat tidur, apakah nanti Kak Langit tidak akan memarahinya? Di samping itu juga, apabila ia tidur seranjang dengannya lagi, apa itu tidak berbahaya baginya? Bisa saja kejadian yang tadi malam akan terulang lagi padanya, bagaimana?Gadis cantik bermata bening itu langsung menggelengkan kepala. "Tidak tidak tidak! Aku tidak mau kalau itu terulang lagi," gumamnya.Kemudian ia melihat ke arah sebuah sofa berwarna abu yang terbentang di sudut ruangan. Bibirnya langsung merekah merasa senang, pada akhirnya ia menemukan tempat yang aman untuk merebahkan bobot tubuhnya sekarang.Dengan segera Cahaya bergegas ingin mendekati sofa itu. Namun, baru saja ia akan melangkah. Tiba-tiba ia mendengar suara pintu terbuka.Ceklik!Sontak, gadis yang memakai baju tidurnya itu langsung menoleh ke arah sumber suara. Di mana ia melihat sesosok pria jangk
"Gimana, enak, gak?""Em ... biasa aja kok, Mah," jawab Langit berbohong. Dengan ekspresi daftar ia kembali melanjutkan makan.Sebenarnya di dalam hatinya ia setuju dengan perkataan Mamahnya. Memang nasi goreng buatan Cahaya itu terasa lezat dan sangat cocok di lidahnya. Namun, lagi-lagi karena ego dan rasa gengsinya yang tinggi, sehingga membuatnya enggan untuk mengakuinya."Kalau aku bilang enak, yang ada nih cewek besar kepala," gerutunya membatin.Seketika senyum di bibir Cahaya langsung memudar. Seperti tertusuk sambilu, hatinya kini terasa sakit namun tak berdarah. Tak kala ia mendengar jawaban lelaki berkemeja hitam itu yang terkesan sangat dingin dan acuh padanya. Sungguh hatinya merasa sedih. Tak bisakah suaminya ini sedikit saja untuk memujinya?"Cih, Cahaya ... Cahaya! Kamu jangan mimpi, Aya! Mana mungkin Kak Langit mau memujimu. Bahkan untuk memandangmu saja dia tidak sudi," batinnya merasa pilu."Ih, kamu ini gimana sih? Orang enak begini, kok kamu bilang biasa aja!" sahu
Setelah kepergian anak beserta suaminya ke kantor. Seperti biasa, hampir di setiap harinya Sintya akan pergi ke salah satu butik miliknya yang berada tak jauh dari tempatnya tinggal.Begitu juga dengan Thalita. Gadis cantik nan imut itu akan pergi ke kampusnya pada pukul jam delapan pagi dan akan pulang ke rumah pada siang ataupun di sore hari, menyesuaikan dengan jadwal kuliahnya.Kini tinggallah Cahaya sendirian di dalam kamar. Perempuan cantik itu tampak sedikit kebingungan, sedang berkemas-kemas menyiapkan segala sesuatu untuk pindah ke apartemen nanti."Duh ... apa saja yang harus aku siapkan, nih? Lagian Kak Langit dadakan banget sih! Mana dia gak ngomong dulu sama aku. Eh ... tiba-tiba malah ngajak pindah ke apartemen!" gumamnya seraya terus sibuk memilah- milih baju suaminya yang berada di dalam lemari.Lalu sesaat ia teringat dengan perkataan yang diucapkan oleh suaminya tadi.Deg!Jantungnya langsung berdebar dan pipinya juga memerah apabila mengingatnya."Duh ... maksudnya
Waktu menunjukkan pukul jam 05.00 pagi. Sambil menguap, perlahan Cahaya mulai terbangun dari tidurnya. Lalu dengan mengucek kedua mata, gadis itu menoleh ke arah samping. Semula ia mengira akan ada sosok laki-laki yang sedang tertidur di sana.Namun, ternyata perkiraannya salah. Karena ia mendapati kasur di sebelahnya itu kini dalam keadaan kosong melompong tak berpenghuni. Yang berarti tadi malam laki-kaki tersebut tidaklah tidur di sana.Dengan sangat berat wanita cantik itu menghela nafas panjang. Sungguh lagi-lagi hatinya ini harus merasa sedih dan kecewa dengan sikap dingin suaminya."Apakah kamu begitu membenciku, Kak? Sehingga untuk tidur dalam satu ranjang saja, kamu tidak mau. Sebenarnya kamu menganggapku ini apa? Aku ini istrimu bukan patung yang hanya akan diam saja bila terus-terusan kau acuhkan seperti ini."Tanpa terasa bulir-bulir bening seperti kristal mulai basah membanjiri kedua pipinya. Entah mau sampai kapan ia bisa bertahan dalam menghadapi situasi ini.Apabila La
Di sebuah mall. Terlihat ada dua gadis cantik yang sedang terduduk di salah satu restoran yang ada di sana.Sembari asyik menyeruput jus alpukat, salah satu gadis berbaju pink itu mulai berceloteh ria menceritakan tentang kejadian yang telah terjadi pada dirinya beberapa hari yang lalu.Sedangkan gadis berkulit langsat yang ada di hadapannya itu tampak sangat antusias mendengarnya."Jadi ... gara-gara mabok, hingga hampir saja kamu akan diperkosa oleh ... siapa itu namanya anak majikanmu yang cowok itu?""Kak Langit.""Nah iya itu si Langit, Angkasawan itu." Novi teman dekat Cahaya, merasa sangat syok dan tidak percaya menatapnya dengan perasaan sedih dan prihatin padanya.Gadis berparas cantik itu mengangguk lesu."Terus, setelah itu kamu dipaksa menikah dengan dia?" tanyanya lagi.Cahaya kembali nengangguk pelan."Iya, aku sudah menikah dengannya. Tapi ...." Cahaya menjeda ucapannya. Sehingga membuat Novi makin penasaran."Tapi? Tapi kenapa, Ya?" Novi menatapnya bingung."Tapi, dia
Bragk! Dengan sangat kasar Langit membanting pintu. Sehingga membuat semua orang yang sedang berada di luar ruangan langsung terjingkat kaget dan sontak menoleh ke arah sumber suara. Sedangkan Cellina yang berdiri di depan pintu, kini mulai menggedor pintu dan terus memohon padanya. "Lang, aku minta maaf! Aku mohon beri aku kesempatan untuk memperbaiki ini semua, Lang!" bujuknya sedikit memelas. Dengan keheranan semua karyawan yang ada di depan ruang itu pun otomatis melihat ke arahnya dan mulai berkasak kusuk membicarakannya. Kemudian Revan mendekatinya. "Sudahlah, Lin! Sebaiknya kamu pergi dari sini sekarang juga! Kamu sudah puas, 'kan melihat Langit dan Cahaya jadi salah paham? Dan kau telah berhasil membuat mereka berdua bertengkar seperti tadi?" tukasnya. "Kamu ngusir aku?" sahut Cellina sewot. "Bukan aku, tapi Langit yang ingin kamu pergi dari sini, Cellina! Apa kamu nggak malu? Tuh kamu dilihatin banyak orang!" "Ya ya, oke baiklah. Kali ini aku akan pergi dari s
Karena merasa bingung, tak tahu harus membawa Cahaya ke mana. Pada akhirnya Aditya memutuskan untuk mengantarkan gadis itu ke apartemennya saja. "Ayo masuk, Ya!" ajaknya sambil membuka pintu apartemen. Cahaya masih tampak bingung dan merasa ragu, di antara mau masuk apartemen itu atau tidak. Aditya yang melihatnya hanya diam berdiri di depan pintu pun menghampirinya dan lalu menuntunnya untuk masuk ke dalam. "Kamu tenang saja! Dan nggak usah khawatir. Aku nggak tinggal di sini, Kok. Aku jarang tinggal di sini, cuma kalau lagi mau aja sekali-kali baru akan tidur di sini," terangnya. Kemudian keduanya pun mulai memasuki apartemen. "Ayo duduk dulu, Cahaya!" Sembari menganggukan kepala, gadis itu mulai mengedarkan pandangan mengamati keadaan di sekitar. Lalu ia duduk di sofa yang ada di ruang tersebut. "Em ... biar aku ambilkan minuman buat kamu ya?" tawar Aditya. Cahaya kembali mengangguk. Tak lama kemudian lelaki tampan itu sudah membawa 2 gelas air minum untuk mereka b
"Beraninya kamu bawa pergi Cahaya, huh?" ucap Langit sembari terus memukuli wajah tampan sahabatnya itu. Aditya pun tak mau kalah, dia membalasnya juga. Sontak saja baik Cahaya yang masih berada di dalam mobil dan begitu juga Revan, langsung terlihat panik dan kebingungan melihat kedua pria itu yang kini sedang beradu jotos itu. Tentu saja Dengan segera keduanya pun berlari mendekat mereka berdua. Lalu mereka berusaha untuk melerai perkelahian itu dan juga memisahkan keduanya. "Berhenti, udah stop! Kenapa kalian ini jadi seperti anak kecil gini sih? Semuanya kan bisa bicara dengan baik-baik!" Dengan sebisa mungkin Revan yang kini berdiri di tengah-tengah Langit dan Aditya berusaha memisahkan keduanya. Akan tetapi, tidak berhasil. Ia malah ikut terkena bogem mentah dari mereka berdua dan terombang-ambing di antara kedua orang tersebut. "E-eh ... aduh-aduh- duh! Lang, Dit, udah jangan berantem lagi!" serunya lagi. "Sudah cukup, berhenti!" Akhirnya Cahaya berteriak dengan sa
"Loh, Cahaya!" Sontak saja Aditya kaget melihatnya. Aditya yang memang sengaja datang ke kantor itu karena ingin menemui Langit. Namun, di saat lelaki itu sedang berjalan menuju ruangan lelaki itu, ia malah bertabrakan dengan gadis tersebut. Kemudian lelaki itu pun melihat kalau gadis cantik itu kini sedang menangis. Sehingga membuatnya langsung memegang kedua pundaknya dan bertanya, "Loh, kamu kenapa, Aya, kok menangis? Dan kenapa pula kamu bisa berada dari sini, huh?"Dengan sesegukan, gadis itu hanya menggeleng tak mau menjawab. Sementara dari arah belakang gadis itu, ia melihat Langit yang sedang berlari menuju ke arahnya. Kini ia baru mengerti kalau Cahaya sedang ada masalah lagi dengan Langit. Secara otomatis membuatnya merasa sangat marah kepada lelaki tersebut. "Aya, tunggu! Aku mohon, tolong dengarkan penjelasanku dulu, Aya!" Langit kembali bersuara manggilnya. Dengan sangat panik gadis yang sedang menangis itu langsung memohon pada Aditya agar Ia mau membawanya per
Dengan sangat terburu-buru Cellina terlebih dahulu masuk ke dalam kantor dan ia ingin segera menuju ke ruang kerjanya Langit. Sementara Cahaya yang sedang berjalan ingin memasuki kantor. Tiba-tiba saja ada yang memanggilnya dari belakang. "Hay, Cahaya!" Panggil Revan yang kebetulan baru saja datang di kantor itu. Karena merasa ada yang memanggil, gadis itu pun menoleh ke arah sumber suara. "Eh, Revan! Kamu juga kerja di sini bareng Kak Langit, ya?" jawab Cahaya. "Enggak, kok. Kalau aku kerjanya di kantor cabang yang ada di Kebon Jeruk. Biasa aku ke sini karena ada meeting gitu. Nanti setelah meetingnya selesai aku balik lagi deh ke kantor cabang." "Kalau kamu kok tumben datang ke sini mau ketemu sama Langit, ya?" tebaknya. "Oh ini, tadi Kak Langit hp-nya ketinggalan. Jadi aku mau anterin HP ini ke dia." Gadis cantik bergaun putih tulang itu menunjukkan ponsel yang ada di tangan kanannya. "Oh gitu." Revan tampak manggut-mangut. "Ya udah, ayo biar aku antar ke ruangan Lan
Begitu mendengar ucapan Aditya tadi, dengan memasang wajah garang, Cahaya langsung melotot ke arah Langit. "Oh, jadi Kakak masih suka ketemuan sama Mbak Cellina?" tanyanya sewot. "E-eh ... enggak enggak kok!" Dengan gelagapan pria berkemeja hitam itu langsung menggelengkan kepala. "Itu tadi si Aditya berbohong, Sayang. Dia memang sengaja ingin ngerjain aku. Agar kamu marah sama aku. Jadi, jangan percaya ya sama dia! Dan lagi pula mana mungkin aku janjian sama Cellina, sementara ada kamu di sini," lanjutnya lagi. "Oh ... berarti kalau nggak ada aku di sini, Kakak masih suka ketemuan sama dia, gitu?" sahut Cahaya jutek. Lalu dengan terlihat sangat kesal, gadis itu langsung saja melangkah pergi meninggalkan lelaki tersebut. "Ya-ya ... bu-bukan begitu, Sayang. Kok kamu malah jadi marah begini, sih! Ah ... sialan! Ini gara-gara si Aditya rese nih. Eh, tunggu!" Dengan terlihat panik, lelaki itu gegas mengejarnya. "Aya, jangan marah begini, dong! Kan, kamu tahu sendiri. Semenjak
Dengan terus menatap tajam ke arah sepasang suami istri itu, tiba-tiba Cellina terdiam dan menghentikan langkahnya. Sehingga membuat kedua temannya merasa keheranan dan juga ikut menoleh ke arah Langit dan Cahaya. Dengan mata yang membola, kedua wanita itu cukup tercengang ketika melihat Langit yang sedang berjalan sambil bergandengan mesra dengan seorang wanita. "Loh, Itu bukanya si Langit? Kok malah lagi jalan sama si cewek kampungan itu, sih? Bukannya kamu bilang kalau dia masih cinta mati sama kamu. Tapi, kenapa dia malah terlihat sangat mesra dengan cewek udik itu?" ujar Alena merasa keheranan. "Diam! Aku juga kesel tau! Ternyata Langit benar-benar sudah terpikat dengan gadis kampungan itu. Sehingga dia rela meninggalkanku demi cewek murahan itu. Tapi, aku gak akan diam saja seperti ini. Lihat saja akan kuberi pelajaran dia nanti. Karena telah berani merebut Langit dariku," jawab Cellina dengan kesal terus menyorot tajam ke arah sepasang suami istri tersebut. "Terus sek
"Em ... kira-kira siapa, ya? Orang yang aku sukai itu adalah ... Kakak," ucapnya sangat pelan dan nyaris tak terdengar. "Hah! Siapa tadi? Aku nggak dengar, Aya." Langit berpura-pura tidak mendengar. "Ah ... tau, ah!" Karena kesal, gadis itu ingin mendorong tubuh laki-laki itu untuk menjauh. Namun kedua tangannya itu langsung di tahan oleh Langit. "Ayo dong, Aya! Katakan sekali lagi. Aku nggak dengar tadi," bujuknya. Pada akhirnya dengan wajah yang bersemu merah, gadis cantik itu pun menjawab pertanyaannya lagi. "Aku ... sukanya ... sama Kak Langit." Lelaki itu langsung tersenyum sumringah ketika mendengar pengakuannya. Lalu sedetik kemudian pria tersebut menyambar bibir ranum gadis itu dan mulai mengechupnya dengan lembut. Cahaya hanya pasrah memejamkan mata dan membalas ciumannya juga. Dan tidak cukup sampai di situ saja. Sepasang suami istri itu pun melanjutkan aksinya hingga sampai tengah malam. Merasakan surga dunia sebagai sepasang suami istri. Dan itulah hal yang te
"Ya, nggak gimana-gimana dong, Sayang." Sembari tersenyum manis, lelaki itu menoel hidungnya gemas. Kemudian ia menakup kedua pipinya dan menatap dalam dua bola mata bening milik gadis itu. "Dengarkan aku, Aya! Yang terpenting, 'kan aku sekarang cuma cintanya sama kamu. Jadi, kamu nggak usah khawatir. Karena mau sampai kapanpun juga, aku berjanji nggak akan pernah mau tinggalin kamu," tukasnya terlihat dengan sangat sungguh-sungguh berusaha untuk meyakinkan sang istri. Sehingga membuat gadis itu tersenyum bahagia mendengar ucapannya. "Tapi ... seumpamanya Mbak Cellina masih pengen balik lagi sama Kakak gimana?" "Hahaha ...." Sontak saja Langit malah tertawa geli, karena nampaknya saat i i sedangmerasa cembur."Hem ... kelihatannya Istriku yang cantik ini lagi cemburu ya? Tapi nggak papa, aku malah seneng kok kalau kamu cemburu kayak gini, itu tandanya kamu cinta banget sama aku." Dengan terseyum tengil, ia malah mengejeknya. "Cih, siapa juga yang cemburu?" elak Cahaya. "Orang