Ceklik!
Dengan sedikit ragu, gadis cantik yang masih memakai kebaya pengantin itu mulai melangkah masuk ke dalam suatu ruang kamar seperti suite room di hotel mewah. Ruangan itu tampak begitu indah dan luas. Namun, di ruang inilah dirinya hampir kehilangan mahkotanya, sehingga membuatnya harus terpaksa menikah dengan sang anak majikan.Untuk sesaat ia mengedarkan pandangan, mengamati ruangan kamar tersebut. Di tengah ruangan itu ia melihat ada sebuah ranjang besar dengan ukuran king size lengkap dengan kasur busa yang terlihat sangat empuk dan nyaman untuk merebahkan diri.Di depan ranjang terdapat TV LED dengan layar yang lebar menempel di dinding. Sedangkan di sebelah kiri ranjang ada sebuah lemari baju yang besar berdiri kokoh di dekat tembok. Sementara di sisi kananya ada sebuah sofa yang terletak di dekat jendela kaca besar yang langsung menghadap ke balkon.Lalu dengan perlahan ia mulai menapakkan kakinya untuk masuk ke dalam kamar. Namun, ketika baru beberapa langkah ia memasuki kamar tersebut. Sekelebat bayangan kejadian pada malam itu mulai bermunculan di dalam pikirannya. Sehingga membuat gadis itu langsung menggelengkan kepalanya agar bisa menghilangkan bayangan buruk tersebut.Sungguh Cahaya masih merasa sedikit trauma atas kejadian itu. Akan tetapi, ia berusaha menyakinkan diri untuk bisa melupakannya. Walau pada kenyataannya tetap saja tidak bisa.Dengan sangat lesu, terlihat gadis itu menghela nafasnya dengan berat. Ia memaksakan diri untuk tetap masuk ke dalam sana. Dirinya benar-benar sudah merasa sangat lelah. Sehingga ia ingin segera untuk beristirahat saja.Kali ini gadis yang masih lengkap dengan riasan pengantinnya itu berdiri di samping ranjang. Lalu dengan segera ia ingin melepas kebaya pengantin yang masih menempel di tubuhnya kini. Dan menggantinya dengan baju tidur yang diberikan oleh Thalita tadi.Dengan satu per satu jari-jari lentiknya itu mulai sibuk membuka kancing kebaya. Hingga akhirnya kebaya bagian atasnya itu terlepas dan ia letakan di atas kasur.Kemudian ia pun ingin melepaskan rok bagian bawahnya juga. Baru setelah itu ia ingin membersihkan diri terlebih dahulu sebelum tidur.Namun, belum sempat ia melakukan itu semua. Tanpa diduga tiba-tiba saja ia mendengar suara pintu terbuka. Sehingga secara reflek ia pun langsung menoleh ke arah pintu.Dan betapa terkejutnya ia ketika melihat ada seorang pria yang sedang berdiri tepat di depan pintu. Pria bertubuh atletis itu pun tampak sama terkejutnya dengan dirinya.Kini laki-laki dengan tinggi badan 175 cm itu sedang tertegun menatapnya."Aa ... Ka-kak Langit!" pekik Cahaya seraya menyambar atasan kebaya tadi, untuk menutupi tubuh bagian atasnya yang telah terbuka lebar.Sungguh dirinya kini merasa sangat malu, kikuk dan juga grogi kepadanya. Karena pria yang kini berstatus sebagai suaminya itu hanya terdiam memandanginya dengan tatapan yang sulit untuk diartikan.Ya, walaupun ini bukan untuk kali pertamanya laki-laki itu melihatnya dalam keadaan yang seperti ini. Akan tetapi, tetap saja gadis cantik itu masih merasa sangat malu dan risih jika harus berhadapan langsung dengan pria tersebut.Dengan wajah terlihat sangat dingin, sedingin gunung es di kutub utara. Kini laki-laki itu seperti sedang tersenyum menyeringai padanya. Lalu ia menutup pintu dan menguncinya.Klik!Masih dengan wajah datarnya, terlihat Langit mulai melangkah untuk mendekatinya. Sehingga membuat Cahaya dengan susah payah menelan salivanya karena merasa sangat gugup.Dug-dug ... dug-dug!Dengan debar jantung yang berdetak kencang. Saat ini Cahaya sedang menduga-duga apa yang akan dilakukan oleh pria yang ada di hadapannya ini. Dalam seketika ia kembali teringat atas kejadian malam itu. Membuatnya merasa waspada dan takut kalau kejadian itu terulang lagi padanya.Untuk menghindari hal itu, Cahaya ingin segera masuk ke dalam kamar mandi saja. Sembari menundukkan pandangannya, tangannya masih terus memegang kebaya untuk menutupi bagian dadanya yang hanya memakai bra. Kakinya mulai bergerak menuju ke arah kamar mandi tersebut.Namun di luar dugaan, lelaki yang sedari tadi hanya terdiam menatapnya ini, malah langsung menghadangnya. Kini tubuh tegap itu berdiri tepat di hadapannya. Sehingga membuatnya langsung menegakkan kepala dan menatapnya dengan keheranan."M-maaf, Kak. Aku mau ke kamar mandi," ujarnya gugup."Cih, gak usah sok poloslah kamu!" ucap Langit sinis."Hah, maksud Kakak apa?" Dengan mengernyitkan dahi, Cahaya menatapnya kebingungan."Hahaha ...." Bukannya menjawab, laki-laki yang masih mengenakan jas pengantin putih itu malah tertawa lantang, seolah sedang mencemooh."Puas, 'kan kamu sekarang? Karena kamu telah berhasil menikah denganku?"Dahi Cahaya semakin mengerut karena dibuat kebingungan ketika mendengarnya. Sungguh ia tidak mengerti dengan apa yang sedang dipikirkan oleh pria tersebut. Sehingga dia bisa-bisanya berkata seperti itu."Kenapa, kaget? Karena aku bisa tau apa yang sedang kamu rencanakan sekarang?" cetus Langit. Dengan pandangan penuh amarah ia terus menatap tajam gadis yang sedang berdiri mematung di hadapannya ini."Aku tau, kamu memang telah sengaja melakukan itu untuk menjebakku, 'kan?""Sudah cukup, Kak!" Dengan sangat berani Cahaya langsung menyela ucapannya."Sungguh aku benar-benar tidak mengerti dengan apa yang sedang kamu bicarakan. Aku tau, Kakak pasti merasa terpaksa dan sangat tertekan dengan semua kejadian ini. Tapi, Kakak pikir cuma Kakak saja yang merasa seperti itu?""Aku jauh lebih tertekan dan juga masih belum bisa percaya kalau kita ini sudah menikah. Kakak pikir aku bahagia dengan pernikahan ini? Tidak! Karena aku tau, kalau Kakak ini sebenarnya tidak mencintaiku dan masih mencintai wanita lain.""Cih, baguslah kalau kamu tau. Jadi, aku tidak perlu harus berpura-pura bersikap baik kepadamu," jawab Langit sengit."Ok, Kakak tidak perlu bersikap baik kepadaku. Tapi, kita harus tetap berpura-pura baik di hadapan Mamah dan Papah.""Hahaha ... Mamah dan Papah! Sejak kapan kamu menjadi anak dari kedua orang tuaku?" celetuknya terlihat sangat meremehkan Cahaya.Sehingga membuat Cahaya hanya bisa mendengus kesal dan memutar bola matanya dengan malas mendengarnya. Benar kata ibu mertuanya tadi. Kalau dia harus benar-benar bersabar menghadapi sikap Langit yang terkesan sangat keras kepala dan dingin."Sebenarnya apa mau Kakak sekarang?"Lagi-lagi pria berambut klimis itu kembali tersenyum sinis padanya. Lalu ia mendekatkan wajahnya di samping telinganya. Kemudian berbisik, "Jadi, kamu mau tau apa yang aku inginkan sekarang? Yaitu ... tubuhmu!"Brugh!Dengan tanpa aba-aba, tiba-tiba Langit mendorong tubuh Cahaya ke atas ranjang. Lalu dengan cepat ia langsung menindihnya. Sehingga membuat Cahaya langsung membelalakkan matanya karena kaget."Aa ... Kak! Apa yang kamu lakukan?" Seketika itu Cahaya langsung merasa sangat panik."Hahaha ... karena kita sudah menjadi suami istri. Jadi lakukan tugasmu sekarang!" Dengan sorot mata yang tajam, pria itu menatap gadis yang ada di bawahnya itu dengan penuh amarah dan kebencian."Apaa?! Tidak tidak tidak! Aku mohon ya Tuhan! Jangan sampai ini terjadi padaku. Sungguh aku belum siap untuk melakukan ini sekarang!" jerit Cahaya membatin."Ya ya ta-tapi ... mmmgh!" Cahaya tidak bisa mengeluarkan suaranya lagi. Karena bibir lelaki itu telah membekap mulutnya.Kini gadis itu dihadapankan dengan situasi yang sama seperti malam itu. Apakah kali ini dirinya akan diam saja dipaksa untuk melayani laki-laki itu? Sungguh dirinya tidak mengira kalau orang yang selama ini ia puja tenyata mempunyai sikap yang sangat kasar seperti ini.Dengan tidak memperdulikan pergerakan Cahaya yang terus memberontak. Dengan sangat beringas lelaki itu terus melanjutkan aksinya.Yang terpenting bagi Langit sekarang adalah memberikan pelajaran pada wanita yang ada di bawah kungkungannya ini. Dan dia berencana akan membuat wanita itu menderita dengan segala siksaan yang akan ia berikan padanya nanti."Emmh!" Cahaya semakin syok. Lagi-lagi ia tidak siap dengan serangan dadakan seperti ini. Bibir Pria yang kini telah menjadi suaminya itu menyerangnya dengan rakus, menikmati bibir ranumnya lagi.Dengan sekuat tenaga Cahaya berusaha memberontak dan meronta-ronta. Kedua tangannya memukuli dada bidangnya. Namun pukulan itu tak berarti apa- apa bagi Langit. Lelaki itu kini menekannya membuat tubuh mereka semakin menempel erat.Sehingga membuat Cahaya tidak bisa berkutik lagi. Ia kini hanya bisa memejamkan mata, pasrah menerima serangannya.Cahaya kembali bersuara, ketika bibir Langit mulai berpindah ke ceruk lehernya. "Lepaskan Aku, Kak! Aku mohon Hentikan! Jangan lakukan ini lagi! Emmmhg--"Namun Langit kembali membekapnya dengan bibirnya, agar wanita ini tak bisa bersuara lagi. Gejolak birahinya semakin memuncak, sehingga ingin menerkam wanita itu sekarang juga.Tangannya mulai bergerilya menggeranyangi tubuh rampingnya dan melepas pengait bra. Membuat Cahaya semakin merasa ketakutan."Mulai sekarang, bersiap-siaplah untuk menerima hukuman dariku, Jalang!" Langit kembali menyambar bibir ranum itu. Menekannya dan memaksanya untuk mau membalas dan mengimbangi permainnanya.Namun, Cahaya masih menutup rapat bibirnya tidak mau membalasnya. Terpaksa lelaki itu menggigitnya, sehingga gadis itu pun membuka mulutnya. Dan ini kesempatannya untuk memperdalam ciumannya."Emmgh ... !" Cahaya masih terus berusaha meronta. Tangannya mulai meraba-raba ke arah samping berusaha mencari suatu apa pun yang bisa ia gunakan untuk menghentikan lelaki itu.Hingga akhirnya ia bisa meraih vas bunga yang berada di atas nakas, dan kemudian---Prang!Keesokan harinya. Dengan kebingungan Cahaya terbangun hanya seorang diri di dalam kamar. Untuk sesaat gadis itu terdiam menggaruk kepalanya yang tidak gatal, mencoba mengingat-ingat kejadian apa yang telah menimpanya semalam."Huh!" Reflek gadis itu membekap mulutnya dengan kedua tangan. Ia pun teringat dengan kejadian semalam. Sontak rasa takut, cemas dan khawatir mulai menyelimuti hatinya. Dan ia pun berfikir ke mana laki-laki itu berada sekarang? Apakah dia dalam keadaan yang baik-baik saja?Ingin sekali ia mengabaikan rasa itu. Ia berusaha untuk bersikap acuh dan tidak perduli terhadapnya. Tapi tidak bisa. Perasaan bersalah masih saja muncul di benaknya. Sembari berjalan mondar-mandir di samping ranjang, sesekali ia menggigit kuku-kukunya yang sudah sedikit panjang, terlihat jelas kalau ia sedang sangat gelisah memikirkan bagaimana keadaan lelaki itu.Otaknya kini tidak bisa berfikir dengan jernih. Apa bila ia memikirkan sikap Langit yang sangat kasar padanya. Ia tidak tau apa y
Waktu menunjukan pukul jam 05.00 pagi. Seperti biasa, setelah menunaikan sholat subuh, Sintya keluar dari kamar dan segera berjalan menuju dapur. Sesampainya di sana, ia langsung membuka kulkas dan melihat-lihat isi dalam kulkas tersebut."Eh, Nyonya udah bangun?" sapa salah satu pelayan yang biasa bertugas sebagai tukang masak di sana.Sintya menoleh ke arahnya. "Eh, iya, Bik. Nanti kira-kira Bibik mau masak apa buat sarapan pagi ini?""Nyonya mau dimasakin apa hari ini?""Terserah Bibik aja, deh!""Em ... baiklah, Nyah. Bagaimana kalau nasi goreng seafood atau roti panggang isi aja?" usul si pelayan itu."Em ... kalau gitu, Bibik bikin keduanya saja. Biar nanti anak-anak yang akan memilih sendiri makanannya.""Oh, Baik, Nyah, sendiko!""Eh, ya Bik. Bahan makanan kayaknya udah pada mulai habis. Lebih baik nanti setelah Bibik selesai masak langsung pergi belanja ke pasar saja ya! Mumpung masih pagi, kan, masih banyak pilihan dan pastinya juga masih fresh sayurannya.""Iya baik, Nyah.
Di malam hari, Cahaya kembali masuk ke dalam kamar Langit yang kini menjadi kamarnya juga.Kali ini ia bingung harus tidur di mana? Jika ia tidur di atas tempat tidur, apakah nanti Kak Langit tidak akan memarahinya? Di samping itu juga, apabila ia tidur seranjang dengannya lagi, apa itu tidak berbahaya baginya? Bisa saja kejadian yang tadi malam akan terulang lagi padanya, bagaimana?Gadis cantik bermata bening itu langsung menggelengkan kepala. "Tidak tidak tidak! Aku tidak mau kalau itu terulang lagi," gumamnya.Kemudian ia melihat ke arah sebuah sofa berwarna abu yang terbentang di sudut ruangan. Bibirnya langsung merekah merasa senang, pada akhirnya ia menemukan tempat yang aman untuk merebahkan bobot tubuhnya sekarang.Dengan segera Cahaya bergegas ingin mendekati sofa itu. Namun, baru saja ia akan melangkah. Tiba-tiba ia mendengar suara pintu terbuka.Ceklik!Sontak, gadis yang memakai baju tidurnya itu langsung menoleh ke arah sumber suara. Di mana ia melihat sesosok pria jangk
"Gimana, enak, gak?""Em ... biasa aja kok, Mah," jawab Langit berbohong. Dengan ekspresi daftar ia kembali melanjutkan makan.Sebenarnya di dalam hatinya ia setuju dengan perkataan Mamahnya. Memang nasi goreng buatan Cahaya itu terasa lezat dan sangat cocok di lidahnya. Namun, lagi-lagi karena ego dan rasa gengsinya yang tinggi, sehingga membuatnya enggan untuk mengakuinya."Kalau aku bilang enak, yang ada nih cewek besar kepala," gerutunya membatin.Seketika senyum di bibir Cahaya langsung memudar. Seperti tertusuk sambilu, hatinya kini terasa sakit namun tak berdarah. Tak kala ia mendengar jawaban lelaki berkemeja hitam itu yang terkesan sangat dingin dan acuh padanya. Sungguh hatinya merasa sedih. Tak bisakah suaminya ini sedikit saja untuk memujinya?"Cih, Cahaya ... Cahaya! Kamu jangan mimpi, Aya! Mana mungkin Kak Langit mau memujimu. Bahkan untuk memandangmu saja dia tidak sudi," batinnya merasa pilu."Ih, kamu ini gimana sih? Orang enak begini, kok kamu bilang biasa aja!" sahu
Setelah kepergian anak beserta suaminya ke kantor. Seperti biasa, hampir di setiap harinya Sintya akan pergi ke salah satu butik miliknya yang berada tak jauh dari tempatnya tinggal.Begitu juga dengan Thalita. Gadis cantik nan imut itu akan pergi ke kampusnya pada pukul jam delapan pagi dan akan pulang ke rumah pada siang ataupun di sore hari, menyesuaikan dengan jadwal kuliahnya.Kini tinggallah Cahaya sendirian di dalam kamar. Perempuan cantik itu tampak sedikit kebingungan, sedang berkemas-kemas menyiapkan segala sesuatu untuk pindah ke apartemen nanti."Duh ... apa saja yang harus aku siapkan, nih? Lagian Kak Langit dadakan banget sih! Mana dia gak ngomong dulu sama aku. Eh ... tiba-tiba malah ngajak pindah ke apartemen!" gumamnya seraya terus sibuk memilah- milih baju suaminya yang berada di dalam lemari.Lalu sesaat ia teringat dengan perkataan yang diucapkan oleh suaminya tadi.Deg!Jantungnya langsung berdebar dan pipinya juga memerah apabila mengingatnya."Duh ... maksudnya
Waktu menunjukkan pukul jam 05.00 pagi. Sambil menguap, perlahan Cahaya mulai terbangun dari tidurnya. Lalu dengan mengucek kedua mata, gadis itu menoleh ke arah samping. Semula ia mengira akan ada sosok laki-laki yang sedang tertidur di sana.Namun, ternyata perkiraannya salah. Karena ia mendapati kasur di sebelahnya itu kini dalam keadaan kosong melompong tak berpenghuni. Yang berarti tadi malam laki-kaki tersebut tidaklah tidur di sana.Dengan sangat berat wanita cantik itu menghela nafas panjang. Sungguh lagi-lagi hatinya ini harus merasa sedih dan kecewa dengan sikap dingin suaminya."Apakah kamu begitu membenciku, Kak? Sehingga untuk tidur dalam satu ranjang saja, kamu tidak mau. Sebenarnya kamu menganggapku ini apa? Aku ini istrimu bukan patung yang hanya akan diam saja bila terus-terusan kau acuhkan seperti ini."Tanpa terasa bulir-bulir bening seperti kristal mulai basah membanjiri kedua pipinya. Entah mau sampai kapan ia bisa bertahan dalam menghadapi situasi ini.Apabila La
Di sebuah mall. Terlihat ada dua gadis cantik yang sedang terduduk di salah satu restoran yang ada di sana.Sembari asyik menyeruput jus alpukat, salah satu gadis berbaju pink itu mulai berceloteh ria menceritakan tentang kejadian yang telah terjadi pada dirinya beberapa hari yang lalu.Sedangkan gadis berkulit langsat yang ada di hadapannya itu tampak sangat antusias mendengarnya."Jadi ... gara-gara mabok, hingga hampir saja kamu akan diperkosa oleh ... siapa itu namanya anak majikanmu yang cowok itu?""Kak Langit.""Nah iya itu si Langit, Angkasawan itu." Novi teman dekat Cahaya, merasa sangat syok dan tidak percaya menatapnya dengan perasaan sedih dan prihatin padanya.Gadis berparas cantik itu mengangguk lesu."Terus, setelah itu kamu dipaksa menikah dengan dia?" tanyanya lagi.Cahaya kembali nengangguk pelan."Iya, aku sudah menikah dengannya. Tapi ...." Cahaya menjeda ucapannya. Sehingga membuat Novi makin penasaran."Tapi? Tapi kenapa, Ya?" Novi menatapnya bingung."Tapi, dia
Di dalam mall.Terlihat seorang pria tampan berbadan tinggi dan tegap, sedang berdiri di depan sebuah toilet. Sembari memainkan ponsel, punggung pria berambut coklat itu bersenden pada dinding depan toilet.Pria bernama Aditya Sagara atau lebih akrab dipanggil dengan nama Aditya itu sedang menunggu ibunya yang sedang berada di dalam toilet yang ada di salah satu mall tempat mereka kunjungi sekarang.Ya, pria berusia 26 tahunan itu kini tengah menemani ibunya berbelanja di sana. Namun, ketika mereke hendak pulang, sang ibu malah meminta ijin untuk pergi ke toilet sebentar.Akan tetapi, setelah ia menunggu cukup lama, sang ibu belum keluar juga. Sehingga membuatnya mulai merasa bosan."Ih, lama banget sih, Mommy! Betah banget berada di dalam toilet!" gumamnya merasa sedikit kesal. Karena orang yang ditunggunya tak kunjung keluar dari toilet."Dari pada aku bosan, mending aku jalan-jalan di deket sini aja dulu?" ucapnya sembari mengedarkan pandangannya, kedua matanya kini tertuju pada seb