"Hai, gaes! Maaf aku telat, nih!" Terlihat ada seorang gadis cantik menepuk pelan pundak Cahaya. Sontak Cahaya yang terjingkat kaget langsung menoleh ke arah sumber suara. Begitu juga dengan Novi yang ikut menoleh ke arahnya. Lalu mereka melihat ada seorang gadis cantik yang mengenakan atasan kaos putih lengan pendek dan rok coklat se-atas lutut sedang berdiri tepat di belakang mereka."Ih ... Thalita! Bikin kaget aja!" sungut Cahaya sedikit sewot dan sekaligus merasa lega karena ternyata bukan Sely-lah orang yang menepuk pundaknya tadi."Hehehe ... ya maaf, Kakak ipar!" Dengan memasang cengir kuda, gadis itu sengaja mengodanya. "Udah lama ya, nunggunya?""Udah lama tau! Sampai lumutan nih kaki gara-gara nungguin kamu di sini," jawab Cahaya yang pura-pura memasang wajah jutek."Ih, lebay banget deh! Emang udah berapa tahun semedi di sini? Sampai lumutan gitu?" Thalita balas bercanda."Sepuluh tahun!" sahut Cahaya lagi."Masa, sih?" Gadis muda yang kini telah berstatus sebagai adik ip
"Hai, Bro! Lagi ngomongin apa'an, sih? Kelihatannya seru banget," ujar pria bertubuh jangkung dan berwajah kebule-bulean itu menepuk pundak Langit dari belakang. Seraya mengerutkan dahi, pria tersebut menatap kedua temannya dengan pandangan yang mencurigakan."Hay, Dit. Akhirnya kau datang juga." Langit yang terjingkat kaget langsung menoleh ke arahnya.Sambil terkekeh, Revan menjawab asal. "Biasa, lagi bahas cewek. Apa lagi kalau bukan itu? Iya 'kan, Lang?"Langit pun mengangguk, membenarkan ucapan Revan."Hah, cewek! Ceweknya siapa, kamu apa Langit?" Dengan sangat penasaran Aditya menatap ke arah mereka berdua secara bergantian."Udahlah, gak penting. Ga usah dibahas lagi! Sekarang kamu apa kabar, Bro? Dah lama gak jumpa. Sibuk terus, sampai gak sempet ngumpul bareng kita-kita. Ya gak, Lang?" Revan bangkit dari tempat duduknya dan segera memeluk pria itu.Kemudia Aditya beralih memeluk Langit juga."Yo'i. Sekarang dia, 'kan tambah sukses. Jadi lupa sama kita, Van," ejek Langit semba
Cahaya langsung membelalakan mata, ketika melihat Langit yang hanya mengunakan handuk melilit di pinggangnya itu, sedang berdiri di depan cermin yang pecah, dengan tangan berdarah."Ya Allah, Kak! Kakak kenapa?" pekiknya merasa sangat panik dan juga kaget.Sudah dapat dipastikan kalau suara benda pecah tadi adalah ulah Langit yang memukul kaca tersebut. Pria itu tampak begitu kacau, ia sepertinya baru selesai mandi. Terlihat jelas dari rambutnya yang masih sedikit basah dan hanya menggunakan handuk saja.Dan, yang membuat Cahaya syok, adalah ketika ia melihat tangan suaminya yang berlumuran darah. Namun, sepertinya laki-laki itu seolah tidak merasakan apa-apa.Tanpa berfikir panjang lagi Cahaya langsung menerobos masuk kamar itu tanpa izin dari sang pemilik kamar tersebut.Sebenarnya ia merasa malu karena melihatnya bertelanjang dada seperti itu. Namun rasa khawatirnya lebih besar, sehingga ia mengbaikan rasa malunya itu. Lalu dengan sangat panik ia langsung mendekatinya.Untuk pertam
Tanpa berkata-kata lagi Cahaya hanya mendengus kesal. Ia langsung berdiri dan segera keluar dari kamar itu dengan perasaan dongkol."Huh, dasar aneh! Tadi aja keliatan lemes dan sedih gitu. Eh, sekarang berubah jadi dingin lagi. Terprametal banget sih dia!" gumamnya kesal."Ah, bodo amat! Mending sekarang aku tidur." Tak mau ambil pusing lagi, Cahaya segera masuk ke dalam kamar.Sementara Langit yang masih terduduk di sofa, hanya diam saja melihat kepergiannya. Kemudian ia menghela nafasnya dengan berat."Huff, dasar bodoh-bodoh-bodoh! Apa yang aku lakukan tadi? Sumpah malu banget aku, mana main peluk-peluk aja lagi. Pasti tuh cewek berpikiran macem-macem sama aku," umpatnya dalam hati merutuki dirinya sendiri."Aww ...." Tiba-tiba saja ia baru merasa kesakitan di telapak tangannya yang terluka tadi."Langit-langit, kenapa kamu bisa sebodoh ini, sih?" ujarnya lagi sambil tersenyum kecut memandangi tangannya yang terbalut oleh perban.Lalu ia teringat kembali saat Cahaya dengan begitu
"Aa ... !" Dengan wajah yang memerah menahan malu. Seketika itu Cahaya langsung berteriak sambil memungut handuk untuk menutupi tubuhnya."Ka-kak Langit ngapain di sini? Dan s-sejak kapan Kakak ada di sini?" teriaknya panik."Ekhem-hem!" Sembari memegangi tengkuk leher, lelaki itu terlihat sangat canggung. Ia kini sedang berusaha mengontrol diri, mencoba untuk menetralkan hawa panas tubuhnya yang sudah mulai terpancing gairah karena melihat tubuh polosnya tadi.Seketika itu Langit mengalihkan pandangannya ke arah samping. Sungguh dirinya jadi salah tingkah, gugup dan bingung harus bersikap bagaimana sekarang.Sedangkan Cahaya dengan terburu-buru segera memakai baju tidurnya. Sungguh ia tidak mengira kalau lelaki itu kini tengah berada di kamar ini. Sehingga membuatnya merasa sangat malu dan juga canggung padanya.Walaupun untuk sebelumnya lelaki itu sudah pernah melihat tubuhnya yang dalam keadaan polos. Akan tetapi dirinya masih saja akan tetap merasa sangat malu jika harus berhadap
Tangan Cahaya masih menggantung di udara. "Ini bekel buat Kakak sarapan di kantor nanti. Karena Kakak terlambat, takutnya Kakak malah gak sempet sarapan. Ja-jadi --""Ah ... iya ya kelamaan. Udah sini!" Tanpa menunggu lama, dengan sedikit kasar lelaki itu langsung menyabar kotak nasi itu. Kemudian ia membalikan badan dan segera ingin melangkah pergi."Eh, tunggu, Kak!"Namun lagi-lagi suara cempreng Cahaya kembali memanggilnya. Sehingga membuatnya merasa sedikit jengkel padanya.Lalu dengan menggertakkan giginya ia berkata, "Ada apa lagi, Cahaya ...."Tanpa terduga gadis itu langsung menghampirinya dan mengulurkan tangan padanya. Sehingga membuat laki-laki itu hanya tertegun melihatnya.Karena melihat Langit yang hanya diam saja seperti patung. Cahaya langsung meraih tangan Langit dan mencium punggung tangan laki-laki itu.Deg!Langit masih sedikit kaget melihat sikap sopan santun gadis cantik tersebut."Hati-hati ya, Kak, di jalan! Pelan-pelan saja, jangan ngebut nyetirnya, ok?" uc
Dengan sedikit kasar, Langit langsung merebut kotak makan itu. "E-eh ... itu punyaku." Revan berpura-pura kaget. Tanpa mau menggubrisnya, lelaki berkemeja hitam itu mulai memakan nasi goreng tersebut. Sehingga membuat Revan hanya bisa mendengus kesal padanya."Katanya tadi gak mau. Eh, sekarang malah main nyerobot aja tuh nasi goreng," sungutnya merasa jengkel dengan Langit.Namun, lelaki berkulit putih itu tampak acuh. Ia terus saja melanjutkan makannya. "Em ... ternyata nasi goreng ini beneran enak banget." ujarnya membatin."E-eh, Lang! Itu jangan dihabisin dong! Aku juga masih mau." Dengan iseng Revan ingin mengambil kotak makan itu. Namun, dengan cepat Langit menghalanginya dengan sebelah tangan."Ih ... Lang! Kau ini gimana sih? Jadi orang jangan plin-plan dong! Itu tadi nasi goreng, 'kan udah kau kasih ke aku. Kok, malah kau minta lagi. Sini dong, Lang! Aku masih laper nih!" Tangan lelaki itu ingin menggapai kotak makan tersebut.Sudah layaknya anak kecil, dengan wajah memela
Dengan tanpa sisa, pada akhirnya pria berkemeja hitam dengan lengan yang digulung sebawah siku itu melahap habis semua nasi goreng buatan Cahaya. Sehingga membuat laki-laki yang duduk di sebelahnya itu menggelengkan kepala melihat temannya yang begitu lahap menyantap makanan tersebut.Namun, tiba-tiba saja pandangan matanya kini terpaku pada tangan Langit yang dibalut oleh perban. Ia baru menyadari kalau tangan lekaki itu sedang terluka. Sehingga membuatnya merasa keheranan. Lalu dengan mengerutkan dahi Ia pun bertanya, "Eh tunggu tunggu! Itu tanganmu kenapa?" Langit langsung melihat telapak tangannya sendiri. "Oh, nggak papa kok. Cuma kegores kaca dikit," jawabnya santai."Apa?! Kegores kaca? kok bisa?" sontak lelaki berkulit sawo matang itu merasa syok dan kebingungan. "Memangnya kau habis ngapain? Kok bisa sampai terluka kayak gitu?" Setelah menyelesaikan makannya, terlihat Langit menyapu bibirnya dengan tisu terlebih dahulu. Setelahnya ia pun menyambar gelas air putih yang ada