Di pinggir jalan, masih tampak dua orang yang tengah sibuk bertengkar. "Ih, apa'an sih? Lepasin, sakit tau!" Dengan sekuat tenaga gadis cantik itu berusaha melepaskan cekalan tangan Rendy.Namun, pria berbadan kekar dan berwajah garang itu masih tetap mencengkeram lengannya dengan sangat erat. Sehingga membuat Cahaya kesusahan untuk bisa melepaskan cekalan pria tersebut."Duh ... bagaiman ini? Sebenarnya nih cowok brengsek mau ngaain sih?" rutuknya membatin."Please, Cahaya. Tolong maafin aku. Aku janji, jika kamu mau balikan denganku lagi. Aku gak akan pernah mengkhianatimu lagi, Aya!" Dengan penuh permohonan, pria itu tampak memelas pada Cahaya.Namun, bukannya luluh. Cahaya malah langsung tertawa sumbang. Merasa geli mendengarnya. "Sudahlah Rendy! Kamu pikir aku akan percaya dengan semua kata-kata palsumu itu. Cih, sekalinya tukang selingkuh, pastinya nanti tetap akan selingkuh lagi," cibir Cahaya. Merasa jengah dengannya.Sembari meraih kedua tangan Cahaya, pria yang dulu sempat
"Hah, Ka-kak Langit!" Cahaya terpekik kagèt melihatnya.Sementara pria angkuh yang berdiri di sampin dirinya pun memicingkan sebelah mata dan tersenyum sinis menatap ke arahnya. "Tidak ada apa-apa, kok! Cuma masalah pribadi aja. Jadi Anda tidak usah ikut campur!" tukasnya.Seraya memasukan satu tangan ke saku celana, pria berpostur tinggi tegap itu menoleh ke arah Cahaya. Ia melihat kalau gadis itu menggelengkan kepalanya dengan tatapan memelas. Seolah-olah Ia kini dalam keadaan yang tertekan dan sedang memohon pertolongan kepada dirinya."Tapi sorry, Bro! Sepertinya aku harus ikut campur! Jadi, lepaskan dia sekarang!" Dengan aura dingin dan menekan, Langit menyorot tajam ke arah pria itu."Siapa kamu? Ini gak ada urusannya sama kamu. Jadi pergilah dari sini!" Tak mau kalah, dengan sengit Rendy mengkibas-kibaskan tangannya tanda ia mengusir lelaki itu agar mau pergi dari sana. Sementara tangan yang satunya lagi masih saja mencengkram tangan Cahaya. Emosi Langit mulai terpancing. Di sa
"Aaa ... !"'Brugg!'Langit reflek menarik Cahaya ke arahnya. Sehingga ia kini menangkap dan memeluk tubuh gadis itu.'Degg!Cahaya merasa sangat syok karena hampir saja dirinya akan terserempet motor. Untung saja dengan sigap Langit menarik tanganya, dan langsung membawanya ke dalam pelukan. Sehingga ia bisa terhindar dari peristiwa naas itu.Seketika itu badannya seolah membeku dan tidak bisa digerakan. Gadis itu masih merasa sedikit syok dengan peristiwa yang hampir saja membuatnya celaka.'Dug-dug, dug-dug ... !'Suara detak jantung keduanya berdetak kencang. Untuk beberapa saat mereka terdiam membatu, sama-sama merasakan desiran aneh di sekujur tubuhnya kini.Namun, kemudian Cahaya pun tersadar. Ia mendungak dan dengan canggung mendorong pelan dada bidang milik suaminya."Eh, makasih, Kak!" ucapnya sambil tertunduk malu."Kamu gak pa-pa, 'kan?" Sebenarnya Langit merasakan hal yang sama denganya. Ia sangat canggung dan salah tingkah sendiri. Namun, rasa khawatir padanya lebih domi
Di sepanjang jalan menuju ke apartemen dengan keadaan yang sangat canggung, keduanya kini terus terdiam dengan pikirannya masing-masing.Hingga tanpa terasa akhirnya mereka pun telah sampai di apartemen. Begitu sampai di sana, keduanya langsung masuk ke dalam kamar.Lalu masih dengan perasaan yang tidak karuan gadis itu membantu Langit melepaskan jas yang ia kenakan."Em ... Kakak yang mau mandi dulu? Atau aku duluan, nih?" tanya Cahaya yang akhirnya memecahkan keheningan di antara mereka."Em .. kamu aja deh, Ya. Aku mau istirahat dulu sebentar." Lelaki itu mengendurkan dasi dan lepasnya. Lalu ia meletakannya di atas kasur.Sementara Cahaya mengambil dasi dan jas itu. Kemudian ingin membawanya masuk ke dalam kamar mandi."Ya udah, aku mandi dulu ya, Kak!" ujarnya.Dengan perasaan yang masih sedikit gugup, ia segera mengambil pakaian ganti dari lemari. Setelahnya ia pun masuk ke dalam kamar mandi.Sementara Langit menghela nafas panjang. Ia kini memilih untuk duduk di sofa yang berada
"Em ... se-sebenarnya--" Cahaya terbata, tampak ragu untuk menjawab.Sedangkan Langit dengan wajah yang tampak serius, ia menatap lekat Cahaya. Ia bisa melihat kalau gadis yang ada di sampingnya itu terlihat sedang panik ataupun kebingungan."Katakan saja yang sebenarnya, Aya. Kamu gak usah takut, aku gak gigit, kok!" candanya sembari tersenyum lembut, ia berusaha untuk membuat gadis itu rilek.Dan benar saja, sembari memanyunkan bibir gadis itu tersenyum kecil. Kemudian dengan sedikit gugup ia memghela nafas terlebih dahulu. Setelah itu baru berkata, "Iya, sebenarnya dia adalah mantan pacar aku, Kak." Degh!Hati Langit berdenyut keras. "Ternyata benar dugaanku. Kalau cowok tadi adalah pacar Cahaya. Eh, salah mantan pacar tadi katanya. Tapi, kenapa cowok tadi masih ngedeketin dia?" ujarnya membatin.Untuk sesaat, Cahaya terdiam. Ia memperhatikan wajah suaminya. Ingin tau bagaimana reaksinya kini. Dan tenyata lelaki itu malah diam terbengong seperti sedang memikirkan sesuatu. "Apakah
Lalu dengan segera ia memejamkan mata berpura-pura sedang tertidur. Hingga setelah ia menunggu beberapa menit kemudian, ia pun memicingkan mata untuk mengintipnya. Dan ia melihat ternyata gadis masih tertidur nyenyak.Seketika itu ia merasa lega. "Oh, ternyata dia cuma menggeliat doang. Huff ... bikin kaget aja sih kamu, Aya!" Sembari menggelengkan kepala lelaki itu terkekeh, merasa geli dengan tingkah konyolnya tadi.Baru kemudian ia menyadari ada sesuatu yang tidak beres di bagian bawah tubuhnya kini."Uh ... sial! Apa yang kamu lakukan, Langit! Liat adik kecilmu mulai jadi terbangun, 'kan! Terus sekarang bagaimana, coba? Tidak mungkin, 'kan jika kamu langsung menyerang Cahaya sekarang?" batin Langit merasa resah. Karena tindakannya tadi membuat benda pusakanya kini mulai menegang dan ia tidak tau harus berbuat apa sekarang.Dengan dada yang kempang kempis, lelaki itu berusaha untuk mengontrol dirinya. "Huff ... tenangkan dirimu, Langit! Jangan sampai kamu menerkamnya sekarang! Kamu
Begitu sampai di apartemen, sepasang suami istri itu langsung masuk ke dalam kamar. Seperti biasa laki-laki itu meletakkan tas kerjanya di atas kasur. Kemudian dengan dibantu sang istri ia melepaskan jas beserta dasi yang masih melingkar di leher."Em ... Kakak mau mandi dulu atau aku dulu?"Pria itu tersenyum mendengar pertanyaan istrinya."Em ... gimana kalau kita mandi bareng aja, Ya?" celetuk Langit sambil tersenyum tengil ke arah gadis yang berdiri tepat di hadapannya kini."Hah!" Otomatis Cahaya langsung terbengong kaget mendengarnya."Hehehe ... bercanda kali, Aya. Ya udah sana buruan kamu yang mandi dulu!"Tanpa menunggu lama lagi, gadis itu segera masuk ke dalam kamar mandi.Sementara Langit memilih untuk duduk di pinggir ranjang.Karena saking gupupnya, gadis cantik itu lupa tidak membawa baju ganti ke dalam kamar mandi. Pada akhirnya ia keluar lagi dari kamar mandi tersebut."Loh, kamu udah selesai, Ya? Cepet banget mandinya?" Dengan dahi yang mengkerut, Langit merasa kehera
Beberapa jam kemudian.Waktu sudah menunjukkan pukul 19.00 WIB.Kini gadis cantik itu sedang berada di dalam kamar, ia sedang kebingungan sendiri saat memilih pakaian yang akan ia kenakan saat makan malam nanti."Haduh, aku gak punya pakaian yang bagus nih!" Cahaya melihat ke arah lemari yang ada di depannya itu. Tadi ia sudah mengbrak-abrik isi lemarinya, untuk mencari gaun yang sesuai dengan keinginannya.Ia juga sudah mengirim beberapa foto baju yang akan menjadi pilihannya kepada Novi. Namun, bukannya membantu, teman baiknya itu malah membuatnya semakin bingung saja. Karena ternyata gadis itu juga ikut merasa kebingungan untuk menentukan gaun yang mana yang akan ia kenakan sekarang.Lalu setelah cukup lama ia berpikir, Akhirnya pilihanya pun jatuh pada gaun tanpa lengan sebatas lutut dengan berhiaskan renda bunga di dadanya yang berwarna putih tulang itu, kini sudah melekat indah di tubuh rampingnya."Aduh, belum make up lagi." Gadis itu melirik ke arah cermin yang memantulkan waja