"Jadi, sampai mana kalian nyelidikin ini?" Diaz menyatukan tangannya di atas meja untuk meminta penjelasan mereka. Dari mulai pertama sampai akhir.
"Gue gak tau." Vio mengangkat kedua bahunya, dia bicara jujur.
"Hm. Gue bahkan bingung yang butuh info itu kalian atau asisten gue." Monica menatap ketidaksukaannya pada mereka.
Mila bingung mau mengatakan apa karena ia kurang paham bagaimana rencana Eric menyelidiki permasalahan yang dihadapi. "Kalau Eric kasih tau apa yang harus kita lakuin, kita bakal bantu."
"Kenapa kamu kekeh cari informasi sendiri?" Diaz bertanya pada Eric. "Ini di luar wewenang kamu sebagai asisten Monica," sambungnya memperjelas.
"Lo ditanya... " Monica menyolek lengan Eric yang menunduk seperti bingung cara menjawab pertanyaan Diaz.
"Semua masih dugaan. Saya gak bisa melibatkan mereka," pungkas Eric.
Diaz mengusap wajahnya dan menghembuskan napas kasar. Mendengar kata dugaan, sepertinya tidak perlu dil
Eric terus berpikir sepanjang hari. Mereka menentangnya untuk menenangkan Monica. Haruskah berhenti di tengah jalan?Mila lewat kamar Monica dan melihat ke dalam ada pria tampan duduk di kursi menatap kosong pintu. "Dia masih pikirin?" Ia menggelengkan kepala dengan kegigihan Eric. "Mau gimana lagi? Dia harus berhenti."Mila yakin Eric akan setuju demi kebaikan mereka. Tinggal tunggu sebentar lagi ... Dia pasti mundur perlahan dan mengistirahatkan pikirannya."Lo ngapain di depan kamar gue?"Mila terkejut Monica tiba entah dari kapan. Setelah dilihat ke belakang, rupanya Diaz yang membantu dia naik namun tidak ikut menciduk perbuatan Mila."Gu- gue ... Olahraga." Mila merentangkan tangannya lalu memutar ke belakang pura-pura pemanasan."Gak waras," celetuk Monica lanjut masuk kamar sebelum Mila tambah gila mencari alasan untuk mengecohnya.Mila melihat mereka. Dari luar saja ia merasa hembusan udara dingin yang bikin merinding. Tidak
Cahaya matahari hari ini mampu menembus dedaunan pohon dan jendela setelah semalam turun hujan deras. Itu juga membuat penghuni rumah bangun lambat dan terburu-buru masak untuk sarapan sekaligus makan siang.Meida mengomeli mereka karena tidak ada satu pun yang bangun pagi. Selain pekerjaan rumah menjadi keteteran, dia juga merelakan kumpulan arisan yang diadakan di luar kota."Besok kalian pasang alarm di masing-masing HP, ya?"Vio paling malas memotong wortel yang agak keras. Itu menyakiti tangannya dan akan sukar direbus bersama sayuran lain. "Vio tiap mau tidur HP dicas, Mah. Gak boleh nyala.""Diaz."Diaz langsung menoleh. "Kapan saya bilang begitu?""Everyday," sambar Mila. Cukup tenang ia menunggu tempe digoreng. Mendengar omelan Meida lebih baik dari pidato Diaz. Pria itu ... Kuat bicara selama 2 jam penuh tanpa minum, sedangkan Meida diberi jeda.Diaz melipat tangannya di depan perut memotong buah-buahan untuk dibuat ju
Rentetan pesan dituju untuk penerima pesan bernama "Diaz Prayoga" membuat sunggingan tipis dari bibir Kiara terukir. Bukan ponsel miliknya, melainkan milik pria yang tergeletak di lantai akibat minum sirup yang dicampur bubuk obat tidur.Kiara telah mengetahui siapa perempuan yang turut menjadi bagian masa lalu Diaz.Dia meminta bantuan pada teman yang handal dalam mencari informasi pribadi sebab tak ada artikel penting di internet mengenai Diaz.Sayang sekali Irene telah tiada, tersisa pamannya, Hanif. Tak ingin datang sia-sia, dia menjebak Om Hanif agar tertidur dalam waktu cukup lama. Mungkin sampai besok karena overdosis.'Saya dalam perjalanan'Tiga kata itu sukses melancarkan aksinya. Diaz tak akan menemukan apa-apa di sana lantaran tidak ada perempuan yang mirip dengan Irene. Kalau ada pun, dia terlahir kembali atau punya saudara kembar.Diaz akan merasa buang-buang waktu dan kembali bekerja. Saat itu juga, Kiara akan mela
'Om Hanif, saya di kafe lebih dari 3 jam. Sebenarnya jadi ketemuan atau batal?'Pesan itu terakhir dikirim 1 jam lalu, berarti 4 jam sudah Diaz menunggu Om Hanif. Dia seperti pria pengangguran di dalam kafe sendirian tanpa rekan, hanya memesan kopi sampai 3 kali agar bertenaga menunggu yang tak kunjung hadir.Decakan lelah dan bosan mendominasi auranya. "Kayaknya Om Hanif salah liat orang." Juga karena malu untuk memberitahu jika perempuan mirip irene tidak betul adanya. Matanya tidak mungkin lewat satu sisi kafe memerhatikan pengunjung yang masuk dan keluar.Telepon dari Wijaya memenuhi riwayat panggilan sejak pagi. Mereka ada janji untuk melihat studio baru yang dibangun di sebelah studio lama. Diaz sudah mengatakan bahwa mereka dipersilakan untuk masuk terlebih dahulu, tetapi Wijaya tidak bisa. Dia ingin masuk bersama untuk menguji coba studio dan peralatan syuting baru.Wijaya dan rekan lain bisa muak kalau lama-lama menunggu di kantor. Memangnya cuma
Mila ingin bergerak leluasa, tetapi kanan dan kirinya terdapat Vio dan Sang Mertua, Nyonya Meida yang dihormati penghuni rumah. Sepakat untuk menonton film horor di ruang tamu, mereka berbaring dengan selimut yang menutupi hingga perut. Bukan sosok hantu yang membuat mereka menjerit, tetapi backsound terkutuk yang seringkali disetel bukan pada tempatnya.Jantung Mila bisa tidak sehat makin ke sini. Monica tidak kunjung pulang, dia juga yang merekomendasikan film horor yang diangkat dari karya novel berjudul "Black Villain" . Mila kira tokoh utama seperti Satria Baja Hitam karena diambil dari arti Black = Hitam, Villain = Penjahat. Ternyata bukan, aktor ternama Indonesia menerima peran psikopat jahanam yang membunuh anggota keluarga dan dikubur di bawah lantai. Tidak hanya sampai di situ, ketiganya dikejutkan sebuah fakta bahwa suami alias pemeran utama pria dirasuki semacam hantu yang ingin balas dendam memusnahkan manusia."Lo bikin pemeran utama dirasuki, tapi perann
Monica tidak pernah mau singgah ke rumah sakit dalam keadaan apa pun, namun situasi yang terjadi pada Mila, dia turut dibawa untuk diobati.Mila sangat membuat Diaz cemas karena bahunya terluka. Dokter bilang, harus dapat 4 jahitan karena sedikit dalam. Selain mereka, Vio dan Meida baik-baik saja sebab kena pukulan di punggung hingga tak sadarkan diri cukup lama."Siapa dia?"Mila diam sampai dokter perempuan keluar memberi mereka ruang dan waktu untuk bicara. "Temen. Btw, tangan aku jadi korban terus. Apa ini pertanda pensiun jadi penulis ya?" guraunya menutupi bahu karena tadi diperiksa ulang usai dijahit."Kamu masih bisa ketawa?" Diaz mengerti Mila baik-baik saja sekarang. Tetapi baginya ini kejadian tidak normal."Terus harus nangis tersedu-sedu?" balas Mila bertentangan dengan wataknya yang remeh usai menghadapi sesuatu. "Mike begini karena butuh uang. Mau gak mau dia turutin Kiara. Urus dia aja sana," suruhnya lama-lama muak."Mike, s
Ingat bahwa Mila menutupi wajahnya ketika disorot senter oleh Mike. Ia sempat menepis senter namun kakinya keburu dipukul dan lehernya disetrum menggunakan alat kejut listrik.Banyak benda yang dipecahkan hingga ada potongan kaca yang menancap di bahu Mila. Ia baru merasa sakit saat sadar dari pingsan. Tidak tahu jika kaca itu dicabut darah makin deras keluar, Mila mendengar obrolan dua orang dari kamar Meida.Dalam keadaan gelap, ia melangkah sesuai instingnya. Dari situlah Mila mengetahui bahwa Mike penyerang rumah keluarga Diaz karena perintah Kiara. Mike tidak bisa menodongkan pisau lebih dekat karena Mila.Sebelumnya Mike tidak tahu ada Mila dalam tugas kali ini, Kiara memberitahu jika keluarga Diaz selanjutnya. Rencana Kiara mematikan aliran listrik berhasil, berlanjut melumpuhkan mereka dan mencari keberadaan Diaz. Mike mencarinya ke lantai atas namun tidak ada.Sedari awal Kiara tahu Diaz tak ada di rumah, melainkan di kantor supaya Mi
"H- hamil?"Mila menilai ekspresi terkejut Diaz cukup lucu. "Suami saya memang ekspresif, Dok." Asalkan tidak membuat mereka malu dan masih bisa dikendalikan tidak masalah, tertutupi dengan ketampanannya."Pak Diaz Prayoga dari PFWorld, ya?"Dokter tersebut tampaknya salah satu penggemar Diaz dari nada bicaranya yang antusias. Terlebih tangannya bergerak mengambil benda pipih dari saku kemeja yang terbalut snelli layaknya ingin berfoto.Diaz mengiyakan pertanyaan dokter. "Ada apa? Mau investasi ke perusahaan saya?" Kebetulan perusahaan ingin membangun satu lantai lagi untuk dijadikan asrama karyawan yang tinggal di luar kota."Saya fans Pak Diaz," ujarnya berdiri di sebelah Diaz dan mengangkat ponsel serta mengarahkan kamera untuk foto."Ah, iya." Diaz menurut saja berfoto dengan penggemarnya. "Dokter kapan pensiun?" tanyanya usai memisahkan diri."Heh!" Mila menarik lengan Diaz dan memelotinya."Kalau pensiun bisa ngelam