“Apa kamu serius mengatakan semua itu, San?” Sadewa menangkup wajah istrinya menggunakan kedua telapak tangan. Sania hanya diam membisu, karena sebenarnya apa yang dia katakan itu hanya dusta belaka. Dia juga begitu takut kehilangan Sadewa karena kasih sayang yang diberikan oleh laki-laki itu selalu membuat dirinya berharga juga berarti. Namun entahlah, pikirannya terasa begitu kacau malam ini. “Kenapa kamu diam, San?” Sadewa terus saja mencecar. Wanita dengan hidung bangir serta bibir tipis itu melesakkan kepala ke dalam dada suaminya, melingkarkan tangan di pinggang laki-laki itu seraya menangis tersedu. “Aku akan tetap berjuang untuk mendapatkan hati kamu, San. Aku tidak akan melepaskan kamu begitu saja, tidak peduli kalau kamu begitu membenci aku. Aku akan mempertahankan kamu setidaknya sampai anak ini lahir. Dan setelah itu kamu boleh minta pi...” “Sssst!” Sania menautkan telunjuk di bibir sang pemilik rahang tegas, mengusap pipi Sadewa yang ditumbuhi jambang kemudian menyent
“Astaga, Ayah. Ayah nuduh aku terlibat? Memangnya apa untungnya buat aku neror Sania, Yah?”“Siapa tau kamu merasa cemburu sama istri baru Ayah. Kamu tidak suka melihat Ayah bahagia, dan tidak mau kasih sayang Ayah untuk kamu terbagi setelah Ayah memiliki istri.”“Enggak, Yah. Seujung kuku pun aku tidak memiliki perasaan seperti itu. Aku juga sayang sama Sania dan merasa senang karena kehadiran Sania mampu mengubah Ayah yang pemarah jadi lebih lembut, bahkan aku merasa lebih diperhatikan oleh Ayah ketimbang sebelum Ayah menikah. Jadi, untuk apa aku cemburu kepada Sania?”Sadewa mengusap wajah dan menatap putrinya, lalu merangkul Clarissa dan meminta maaf.“Katakan sama Ayah. Kamu meminjam uang lima puluh juta sama Sania untuk apa? Apa David yang menyuruh kamu?”Clarissa menelan saliva dengan susah payah sambil melirik tidak suka ke arah ibu tirinya.Ember banget mulut kamu, Sania. Sudah aku bilang jangan mengadu ke Ayah, tapi kamu masih saja mengadukannya. Ia menggumam sendiri dalam h
“Ayo, Ca. Mulai sekarang, kamu dan Enjel akan tinggal di rumah Ayah. Pokoknya Ayah nggak mau kalau kamu sampai kembali sama suami kamu!” ajak Sadewa seraya menarik tangan putrinya.“Tapi, Ayah?”“Kamu itu ya? Apa sih yang membuat kamu begitu tergila-gila dan bertekuk lutut sama si David itu?”“Karena aku mencintai dia, Ayah.”“Cinta? Terus, kamu akan diam saja walaupun terus menerus disakiti? Cinta boleh saja, tapi pake logika!”Clarissa menundukkan wajah tidak berani menatap wajah sang ayah.“Kunci pintu rumah kamu. Kita pulang ke rumah. Lagian, percuma ‘kan kamu punya suami kalau semua keperluan kamu masih jadi tanggungan Ayah. Mending sekalian saja kamu menjadi janda!” sungut Sadewa bertambah meradang.“Jadi selama ini Ayah nggak ikhlas ngasih semuanya ke Ica?”“Astagfirullah, Ica. Kamu itu bo*oh atau apa sih? Buka mata dan hati kamu. Kamu sadar nggak sih, selama ini David itu tidak mencintai kamu. Dia itu Cuma memanfaatkan kamu saja!”Bibir merah Clarissa terkatup rapat. Dia lalu
“Pake gamis sama kerudung. Kita jalan sekarang!” perintahnya membuat Sania langsung tersenyum penuh kemenangan.“Jangan lupa hapus juga riasan kamu. Aku tidak mau ada laki-laki lain yang ikut menikmati kecantikan kamu!”“Siap, Bos!”Sania segera berjalan menuju wastafel, membasuh wajahnya lalu lekas mengganti pakaian. Mereka berdua kemudian berjalan keluar dengan mode saling bergandengan tangan tanpa menghiraukan dua pasang mata yang memandang dengan tatapan cemburu.“Kalian mau ke mana?” tanya Clarissa seraya menelisik tampilan Sania dari ujung kaki hingga ke ujung kepala, karena gamis yang ibu tirinya kenakan selalu baru dan dari merek yang lumayan cukup terkenal.“Beli martabak, Kak. Kakak mau?” Sania menjawab dengan senyuman terkembang di bibir merah mudanya.“Oh...enggak. Aku nggak suka sama terang bulan!”“Kamu mau nitip apaan, Ca? Biar Ayah beliin.” Sambung Sadewa.“Enggak, Yah. Aku nggak kepengen apa-apa.”“Ya sudah kalau begitu. Ayo, Sayang. Kita jalan sekarang. Sudah jam sem
“Enak kamu ya? Jadi ratu dadakan, bahagia di atas penderitaan aku. Dasar ja*ang. Pura-pura nangis, pura-pura sedih, tapi buktinya hamil juga. Enak ya, dikelonin sama om-om, sampe nolak dan histeris saat aku ingin meminta jatah juga. Dasar matre. Liat duit banyak juga mau nyerahin apa saja. Kamu sama Lisa itu sama. Matre dan mur*han. Aku juga nggak yakin kalau anak yang ada di dalam perut kamu itu murni anak ayahku. Palingan anak rame-rame!” umpat Kevin membuat sang ayah kian naik pitam.“Cukup, Kevin. Cukup!” Kini tangan kekar Sadewa mendarat di pipi sang anak, meninggalkan jejak merah serta rasa panas serta perih di sekujur wajah Kevin.“Manis sekali kalian berdua! Pasangan yang sangat me*jijikka*!”“Diam kamu, Kevin!!”Tidak kama kemudian Aditya sampai dan menepikan sepeda motornya di depan rumah Sadewa sambil terus mengamati layar ponsel, menekan nomor yang dikirim Sadewa dan mulai terdengar dering ponsel di saku mantan tunangannya Sania.“Oh, jadi selama ini kamu yang sudah menero
“Enggak, Sayang. Kamu nggak salah. Semua yang terjadi itu sudah takdir. Seperti kehidupan kita berdua juga karena Allah telah menggariskan nasib kita, menentukan siapa yang akan hidup bersama kita. Allah sudah menyiapkan jodoh sejak kita lahir di dunia karena jodoh sudah tertulis di lauhul mahfudz.”Sania mengangguk pelan seraya mengangkat wajahnya dari dada bidang Sadewa.“Kamu sudah makan belum?”Perempuan berwajah cantik nan menawan itu menggelengkan kepala.“Ayo, kita makan dulu. Kasian dedek Utun kalo bundanya kelaparan.” Sadewa menggamit tangan bidadari hatinya, menggandengnya turun dan mengajaknya bersantap sore bersama.“Makan yang banyak, Sayang. Biar anak kita gemuk seperti Enjel.”“Aku nggak laper. Aku mau minum susu saja, Om.”“Sedikit saja, Sayang.”“Aku cukup minum susu saja sudah kenyang. Mulut aku pait dan perut aku enek banget kalo liat nasi.”“Orang lagi hamil muda memang begitu, Pak. Suka nggak doyan nasi. Asal masih ada yang masuk ke perut nggak apa-apa, kok. Bu Sa
Sepanjang perjalanan menuju kantor, banyak sekali yang mereka bicarakan. Tentang nama calon anak, sekolah di mana nantinya, juga jurusan yang akan diambil oleh anak mereka jika sudah kuliah, sampai-sampai tidak menyadari kalau sudah sampai di halaman gedung berlantai tiga dan Barja sang bodyguard membukakan pintu untuk kedua bosnya.“Terima kasih, Barja. Saya bukan Cinderella, jadi tidak usah dibukakan pintu,” ucap Sadewa sembari melangkahkan kaki turun dari mobil, membukakan pintu untuk Barja membalas kebaikan sang anak buah.“Duh, Bos. Terima kasih!”“Kembali kasih.”Semua karyawan yang tengah sibuk di tempat kerja masing-masing menatap Sania ketika mereka berdua masuk dengan mode saling bergandengan tangan. Ini kali pertama para karyawan melihat istri Sadewa, karena selama ini memang dia tidak pernah mengekspos wajah istrinya.Ada yang menatap kagum, tidak sedikit juga yang menatap mencemooh ke arah Sania karena mereka berpikir Sania seorang cewek matre yang mau dinikahi oleh om-om
“Serahkan Enjel, dan akan kutanda tangani surat pengalihan ini,” ucap Sadewa sambil menatap ngeri pisau yang berkilat-kilat di tangan David.“Tanda tangani dulu, Tua Bangka. Baru aku serahkan bocah cengeng ini sama lo!”Sambil menghela napas Sadewa mengambil bolpoin yang disediakan, menanda tangani beberapa lembar kertas yang disodorkan lalu memberikannya kepada David.“Serahkan dulu cucu saya, setelah itu saya berikan ini sama kamu,” lugas pria dengan alis tebal itu.“Oke, kita barter!”Sadewa segera mengambil cucunya dari gendongan David, menyerahkan surat pengalihan yang sudah ditandatangani membuat sang menantu menyeringai puas.Buk!Sebuah tendangan mendarat tepat di ulu hati David, membuat lelaki bertubuh jangkung itu terjerembap sambil terbatuk.Sadewa kembali mengambil berkas-berkas yang ada di tangan suami Clarissa, merobeknya kemudian membuang potongan-potongan kertas tersebut ke sembarang tempat.“Kamu jangan pernah bermain-main dengan saya, David. Atau kamu akan menanggung
Tangis sahabat seperjuangannya itu semakin pecah ketika melihat sang mertua datang. Sadewa ikut duduk di lantai, menatap lemas dengan air mata sudah merebak dari balik kelopak.“Maaf, Pak. Silakan anak-anaknya diazani dulu!” Seorang perempuan berseragam khas perawatan keluar sambil tersenyum, menyuruh Aditya segera masuk untuk mengazani anak-anaknya.Sambil menghapus air mata laki-laki berkumis tipis itu berjalan masuk, menghampiri istrinya yang masih terbaring lemah dan menciumi pipinya sambil menangis.“Jangan cengeng, Abang. Masa seorang penembak jitu nangis sesenggukan begini?” ucap Clarissa sembari menerbitkan senyum.“Iya, Ca. Saking jitunya Abang nembak, sekali jadi langsung tiga! Makanya Abang terharu dan melihat perjuangan kamu melahirkan ketiga anak kita. Padahal, dokter kemarin Cuma bilang kalau kamu hamil kembar. Abang pikir Cuma dua. Ternyata malah tiga!” Aditya kembali mengusap air matanya.“Alhamdulillah, Bang. Rezeki kita langsung dikasih amanah banyak sama Allah. Ting
“Maaf, Sayang. Abang begitu mengkhawatirkan kamu soalnya. Plis jangan nangis. Abang liat kamu kesakitan saja sudah stres, ditambah liat kamu nangis. Abang minta maaf kalo Abang salah. Tolong jangan menangis. Mana yang sakit biar Abang elus-elus.” Aditya terus saja mencerocos sambil mengusap perut gendut istrinya.“Sakit semua, Bang!” Wanita berambut ikal itu melingkarkan tangan di pinggang, mencengkeram baju yang tengah dikenakan sang suami sambil meringis menahan sakit yang semakin terasa.“Minum air hangat dulu, Kak. Biar rileks!” Sania berjalan sambil menyodorkan segelas air putih hangat dan langsung disambar oleh menantunya, ditenggak habis hingga tersisa gelasnya saja.“Istri gue ngasih minum buat anak gue! Kenapa jadi lo yang minum?!” Sadewa menjitak kepala sahabatnya itu.“Maaf, Wa. Aku terlalu grogi!”“Wa...Wa... Dasar mantu durjana, sama mertua sendiri panggil nama. Nanti gue coret kamu dari daftar keluarga!” protes sang pemilik rahang tegas sambil menjitak kepala Aditya seka
“Naik motor, ya Bang. Ica pengen peluk Abang dari belakang!”Lelaki berambut cepak itu menghela napas berat, akan tetapi dia tidak berani menolak permintaan si istri, karena saat ini Clarissa tengah berbadan dua dan perasaannya begitu sensitif. Ia pun akhirnya mendorong sepeda motor miliknya keluar, menyuruh Clarissa merapatkan tubuh serta memeluknya dan segera melajukan kendaraan roda dua miliknya menuju tukang sate langganan.Clarissa tersenyum sembari menyenderkan kepala di punggung sang suami, merasa begitu nyaman serta bahagia hidup bersama sahabat ayahnya yang kini sudah sah menjadi suaminya.Tidak seperti saat membina biduk rumah tangga dengan David dulu, yang penuh luka juga liku. David tidak pernah berlaku manis, bahkan sekedar tersenyum kepadanya pun tidak pernah. Hanya luka yang selalu ditorehkan, baik di sanubari maupun fisiknya.“Terima kasih, ya Bang,” bisiknya seraya mempererat dekapan.“Untuk apa?” Raditya menggenggam jemari Clarissa yang tengah bertengger di pinggang.
Pagi-pagi sekali Sania sudah berjibaku di dapur menyiapkan sarapan untuk suami serta putranya. Kebetulan hari ini Mbak Resti izin libur, karena suaminya sedang kurang sehat jadi Sania harus menyiapkan segala sendiri.“Assalamualaikum, selamat pagi bidadari,” sapa Sadewa sembari melingkarkan tangan di pinggang sang istri.“Emangnya aku secantik bidadari, Yah?”“Lebih cantik dari bidadari malahan. Kamu itu luar biasa. Wanita tercantik yang pernah aku temui juga perempuan terbaik yang pernah aku kenal. Kamu adalah jantung serta napasku, dan tanpamu mungkin aku tidak akan sanggup lagi untuk hidup serta berdiri. Terima kasih atas cinta yang selama ini kamu curahkan kepadaku, terima kasih juga karena sudah mau menjadi ibu dari anak-anakku!” bisiknya mesra di telinga istrinya.Saat sedang santap pagi terdengar suara pintu diketuk nyaring. Sania segera keluar untuk melihat siapa yang datang, dan ternyata Malvin—anaknya Darmi yang bertamu. Sania mengulas senyum tipis kepada anak mantan asisten
“Sudah, buruan dimakan. Biar dedeknya tambah besar!”“Iya, Yah. Ayah juga sebaiknya cepat makan. Nanti Embun habisin loh, jatahnya kalau Cuma diliatin doang.”“Kalau mau silakan habiskan. Kalau kamu minta sekalian dibeli sama kios-kiosnya juga akan aku turuti.”“Ish! Memangnya mau buat apaan?” Sania mencebik. Perempuan berhijab ungu itu segera memotong makanan berbentuk bulat dengan isi tertelan daging tersebut dan lekas menyantapnya dengan semangat, hingga keringat sebiji-biji kacang hijau menitik di dahinya.Buru-buru Sadewa menarik dua lembar tisu, mengelap peluh yang membuat istrinya semakin terlihat bertambah menawan sambil tidak henti-hentinya mengagumi wajah cantik Sania.“Kenapa Ayah liatin aku seperti itu?” Sania menghentikan aktivitasnya menyantap bakso karena terus diperhatikan.“Kamu cantik. Aku mencintai kamu!”“Aku tau, kok, kalau Ayah begitu mencintai aku.”“Aku mencintai kamu lebih dari yang kamu tahu, Mbun. Cinta di hati ini begitu besar, dan bahkan tiap detiknya kian
“Abang ngapain? Kok malah olah raga?” tanya Clarissa seraya menatap bingung ke arah suaminya.“Sayangku itu bagaimana sih? Tadi katanya Abang suruh pemanasan. Sekarang malah ditanya lagi ngapain?”Hah? Mulut perempuan berambut ikal itu menganga lebar.Seriusan ini laki nggak mudeng pemanasan? Pikirnya.“Bang, maksud aku pemanasan itu bukan seperti itu. Tapi...Ah, masa Abang tidak tahu. Kan aneh, Abang ini duda, masa nggak paham pemanasan sebelum perang?” Kedua bulat bening milik Clarissa terus saja menatap wajah Aditya yang terlihat basah oleh keringat juga sudah ngos-ngosan.“Sebenarnya, Abang belum pernah perang sebelumnya, Ca. Abang...” Dia menggaruk kepala yang sebenarnya tidak gatal. “Abang dulu belum sempat kikuk-kikuk sama mantan istri Abang. Dia menolak disentuh sama Abang, dan ternyata setelah beberapa bulan usia pernikahan kami, Abang baru tahu kalau dia sedang mengandung benih orang lain!”“Ya Allah, Bang. Miris sekali kisah cinta Abang dulu. Berarti Abang duda perjaka, don
“Saya terima nikah dan kawinnya Clarissa Arabella binti Veronika untuk diri saya, dengan mas kawin tersebut tunai!” Dengan sekali tarikan napas dan semangat empat lima Aditya mengucap ijab qobul di depan penghulu juga beberapa orang saksi, memindahkan tanggung jawab serta dosa-dosa wanita yang telah resmi menjadi pendamping hidupnya.Clarissa menghampiri lelaki yang kini menyandang gelar suami, menyalami dan mencium bagian punggungnya dengan takzim, disambut ciuman hangat di kening dan Aditya segera membacakan doa setelah ijab kabul.“Alhamdulillah. Akhirnya aku bisa menghalalkan anak kamu, Wa,” ucap Aditya ketika kedua mempelai disuruh sungkeman.“Coba sekali lagi kamu panggilan saya apa?” Kedua manik hitam lawan bicaranya melotot, menatap sang menantu yang tidak ada sopan-sopannya sama sekali.“Lah, saya harus panggil apa, Wa?”“Wa! Wa! Hargai saya sedikit lah, Dit. Saya ini ayahnya Ica dan Ica istri kamu. Otomatis kamu sudah menjadi menantu saya. Harusnya kamu panggil saya ayah. Ja
Kevin tertawa mendengar kabar tersebut, merasa lucu saja jika sang kakak benar-benar menikahi sahabat ayahnya itu.“Kenapa kamu ketawa seperti itu, Kevin? Ada apa? Memangnya nggak boleh, saya nikah sama Ica?” Timpal Aditya yang ternyata sudah berdiri tidak jauh dari tempat kevin serta Sania bercengkerama.“Ya lucu saja, Om. Om kan ... ya sudahlah. Asalkan Om setia dan menyayangi kakak saya. Usia nggak jadi penghalang. Yang penting saling mencintai!” Kevin menjawab sambil menahan tawa.“Tumben kamu lempeng, Vin?”“Kan sudah berguru sama Om waktu saya dipenjara!” kekehnya lagi.Tidak lama kemudian Clarissa keluar sambil menggendong Angel putrinya. Senyum terkembang di bibir merah perempuan itu, apalagi ketika melihat Lisa bersama putrinya datang bertamu untuk pertama kalinya.“Alhamdulillah akhirnya kamu mau main ke rumah juga, Sa. Kakak seneng kamu dateng,” ucap wanita berambut ikal itu seraya menyalami sang adik ipar.“Terima kasih, Kak.”“Hayo masuk ke dalam. Kita ngobrol-ngobrolnya
"Silakan lakukan kalo Mama berani. Aku pastikan Ayah dan Bang Adit tidak akan memberi ampun sama Mama, apalagi sampai melepaskan Mama!" Clarissa mengancam balik. Aditya yang merasa namanya disebut dengan embel-embel 'Bang', tersenyum semringah dan langsung memasang wajah serius serta jemawa. "Maaf, ibu yang pake baju hijau!" Dia menunjuk salah seorang perempuan yang tengah merekam kejadian dan memintanya untuk menghampiri dirinya. "Ma--maaf, Pak. Saya cuma iseng-iseng merekam. Kalo Bapak tidak berkenan akan saya hapus!" Wajah si ibu tampak ketakutan. "Tidak perlu takut, Bu. Saya seorang anggota polisi dan saya akan meminta video yang ibu rekam tadi sebagai barang bukti untuk menjebloskan mantan mertua calon istri saya ke penjara," ucap Aditya kemudian, membuat mamanya David bertambah ketakutan. "Pak, saya tadi cuma bercanda loh. Saya nggak serius ngancem Ica. Lagian Enjel itu kan cucu saya. Mana mungkin saya berani menculik dan menjualnya. Tolong jangan penjarakan saya, Pak Adit.