“Saya terima nikah dan kawinnya Clarissa Arabella binti Veronika untuk diri saya, dengan mas kawin tersebut tunai!” Dengan sekali tarikan napas dan semangat empat lima Aditya mengucap ijab qobul di depan penghulu juga beberapa orang saksi, memindahkan tanggung jawab serta dosa-dosa wanita yang telah resmi menjadi pendamping hidupnya.Clarissa menghampiri lelaki yang kini menyandang gelar suami, menyalami dan mencium bagian punggungnya dengan takzim, disambut ciuman hangat di kening dan Aditya segera membacakan doa setelah ijab kabul.“Alhamdulillah. Akhirnya aku bisa menghalalkan anak kamu, Wa,” ucap Aditya ketika kedua mempelai disuruh sungkeman.“Coba sekali lagi kamu panggilan saya apa?” Kedua manik hitam lawan bicaranya melotot, menatap sang menantu yang tidak ada sopan-sopannya sama sekali.“Lah, saya harus panggil apa, Wa?”“Wa! Wa! Hargai saya sedikit lah, Dit. Saya ini ayahnya Ica dan Ica istri kamu. Otomatis kamu sudah menjadi menantu saya. Harusnya kamu panggil saya ayah. Ja
“Abang ngapain? Kok malah olah raga?” tanya Clarissa seraya menatap bingung ke arah suaminya.“Sayangku itu bagaimana sih? Tadi katanya Abang suruh pemanasan. Sekarang malah ditanya lagi ngapain?”Hah? Mulut perempuan berambut ikal itu menganga lebar.Seriusan ini laki nggak mudeng pemanasan? Pikirnya.“Bang, maksud aku pemanasan itu bukan seperti itu. Tapi...Ah, masa Abang tidak tahu. Kan aneh, Abang ini duda, masa nggak paham pemanasan sebelum perang?” Kedua bulat bening milik Clarissa terus saja menatap wajah Aditya yang terlihat basah oleh keringat juga sudah ngos-ngosan.“Sebenarnya, Abang belum pernah perang sebelumnya, Ca. Abang...” Dia menggaruk kepala yang sebenarnya tidak gatal. “Abang dulu belum sempat kikuk-kikuk sama mantan istri Abang. Dia menolak disentuh sama Abang, dan ternyata setelah beberapa bulan usia pernikahan kami, Abang baru tahu kalau dia sedang mengandung benih orang lain!”“Ya Allah, Bang. Miris sekali kisah cinta Abang dulu. Berarti Abang duda perjaka, don
“Sudah, buruan dimakan. Biar dedeknya tambah besar!”“Iya, Yah. Ayah juga sebaiknya cepat makan. Nanti Embun habisin loh, jatahnya kalau Cuma diliatin doang.”“Kalau mau silakan habiskan. Kalau kamu minta sekalian dibeli sama kios-kiosnya juga akan aku turuti.”“Ish! Memangnya mau buat apaan?” Sania mencebik. Perempuan berhijab ungu itu segera memotong makanan berbentuk bulat dengan isi tertelan daging tersebut dan lekas menyantapnya dengan semangat, hingga keringat sebiji-biji kacang hijau menitik di dahinya.Buru-buru Sadewa menarik dua lembar tisu, mengelap peluh yang membuat istrinya semakin terlihat bertambah menawan sambil tidak henti-hentinya mengagumi wajah cantik Sania.“Kenapa Ayah liatin aku seperti itu?” Sania menghentikan aktivitasnya menyantap bakso karena terus diperhatikan.“Kamu cantik. Aku mencintai kamu!”“Aku tau, kok, kalau Ayah begitu mencintai aku.”“Aku mencintai kamu lebih dari yang kamu tahu, Mbun. Cinta di hati ini begitu besar, dan bahkan tiap detiknya kian
Pagi-pagi sekali Sania sudah berjibaku di dapur menyiapkan sarapan untuk suami serta putranya. Kebetulan hari ini Mbak Resti izin libur, karena suaminya sedang kurang sehat jadi Sania harus menyiapkan segala sendiri.“Assalamualaikum, selamat pagi bidadari,” sapa Sadewa sembari melingkarkan tangan di pinggang sang istri.“Emangnya aku secantik bidadari, Yah?”“Lebih cantik dari bidadari malahan. Kamu itu luar biasa. Wanita tercantik yang pernah aku temui juga perempuan terbaik yang pernah aku kenal. Kamu adalah jantung serta napasku, dan tanpamu mungkin aku tidak akan sanggup lagi untuk hidup serta berdiri. Terima kasih atas cinta yang selama ini kamu curahkan kepadaku, terima kasih juga karena sudah mau menjadi ibu dari anak-anakku!” bisiknya mesra di telinga istrinya.Saat sedang santap pagi terdengar suara pintu diketuk nyaring. Sania segera keluar untuk melihat siapa yang datang, dan ternyata Malvin—anaknya Darmi yang bertamu. Sania mengulas senyum tipis kepada anak mantan asisten
“Naik motor, ya Bang. Ica pengen peluk Abang dari belakang!”Lelaki berambut cepak itu menghela napas berat, akan tetapi dia tidak berani menolak permintaan si istri, karena saat ini Clarissa tengah berbadan dua dan perasaannya begitu sensitif. Ia pun akhirnya mendorong sepeda motor miliknya keluar, menyuruh Clarissa merapatkan tubuh serta memeluknya dan segera melajukan kendaraan roda dua miliknya menuju tukang sate langganan.Clarissa tersenyum sembari menyenderkan kepala di punggung sang suami, merasa begitu nyaman serta bahagia hidup bersama sahabat ayahnya yang kini sudah sah menjadi suaminya.Tidak seperti saat membina biduk rumah tangga dengan David dulu, yang penuh luka juga liku. David tidak pernah berlaku manis, bahkan sekedar tersenyum kepadanya pun tidak pernah. Hanya luka yang selalu ditorehkan, baik di sanubari maupun fisiknya.“Terima kasih, ya Bang,” bisiknya seraya mempererat dekapan.“Untuk apa?” Raditya menggenggam jemari Clarissa yang tengah bertengger di pinggang.
“Maaf, Sayang. Abang begitu mengkhawatirkan kamu soalnya. Plis jangan nangis. Abang liat kamu kesakitan saja sudah stres, ditambah liat kamu nangis. Abang minta maaf kalo Abang salah. Tolong jangan menangis. Mana yang sakit biar Abang elus-elus.” Aditya terus saja mencerocos sambil mengusap perut gendut istrinya.“Sakit semua, Bang!” Wanita berambut ikal itu melingkarkan tangan di pinggang, mencengkeram baju yang tengah dikenakan sang suami sambil meringis menahan sakit yang semakin terasa.“Minum air hangat dulu, Kak. Biar rileks!” Sania berjalan sambil menyodorkan segelas air putih hangat dan langsung disambar oleh menantunya, ditenggak habis hingga tersisa gelasnya saja.“Istri gue ngasih minum buat anak gue! Kenapa jadi lo yang minum?!” Sadewa menjitak kepala sahabatnya itu.“Maaf, Wa. Aku terlalu grogi!”“Wa...Wa... Dasar mantu durjana, sama mertua sendiri panggil nama. Nanti gue coret kamu dari daftar keluarga!” protes sang pemilik rahang tegas sambil menjitak kepala Aditya seka
Tangis sahabat seperjuangannya itu semakin pecah ketika melihat sang mertua datang. Sadewa ikut duduk di lantai, menatap lemas dengan air mata sudah merebak dari balik kelopak.“Maaf, Pak. Silakan anak-anaknya diazani dulu!” Seorang perempuan berseragam khas perawatan keluar sambil tersenyum, menyuruh Aditya segera masuk untuk mengazani anak-anaknya.Sambil menghapus air mata laki-laki berkumis tipis itu berjalan masuk, menghampiri istrinya yang masih terbaring lemah dan menciumi pipinya sambil menangis.“Jangan cengeng, Abang. Masa seorang penembak jitu nangis sesenggukan begini?” ucap Clarissa sembari menerbitkan senyum.“Iya, Ca. Saking jitunya Abang nembak, sekali jadi langsung tiga! Makanya Abang terharu dan melihat perjuangan kamu melahirkan ketiga anak kita. Padahal, dokter kemarin Cuma bilang kalau kamu hamil kembar. Abang pikir Cuma dua. Ternyata malah tiga!” Aditya kembali mengusap air matanya.“Alhamdulillah, Bang. Rezeki kita langsung dikasih amanah banyak sama Allah. Ting
"Aduh, Om. Sakit. Pelan-pelan masukinnya!" pekik Sania membuat Clarissa, anak Dewa yang kebetulan lewat di depan kamar sang ayah langsung menghentikan langkah."Habis sempit banget, San. Aku udah nyoba tapi tetap nggak bisa masuk!" Terdengar suara Dewa membuat anak perempuannya meneguk saliva dengan susah payah."Aduh!! Kalo nggak bisa jangan dipaksa dong, Om. Memangnya Om pikir nggak sakit!!""Iya, sabar. Namanya juga masih baru dan belum pernah dipake!""Udah, ah, Om. Aku nggak kuat, sakit banget."Carissa bergidik ngeri membayangkan apa yang sedang dilakukan oleh ayah juga Sania ibu tirinya, yang seharusnya siang tadi bersanding dengan Kevin--adiknya yang paling bungsu.Namun, di detik-detik sebelum acara sakral itu dimulai, seorang perempuan dengan perut membesar menghentikan rombongan pengantin yang sudah siap-siap berangkat menuju rumah mempelai perempuan."Aku sedang mengandung anaknya Kevin, Om. Jadi tolong jangan nikahkan dia dengan Sania. Bagaimana nasib anak yang sedang aku
Tangis sahabat seperjuangannya itu semakin pecah ketika melihat sang mertua datang. Sadewa ikut duduk di lantai, menatap lemas dengan air mata sudah merebak dari balik kelopak.“Maaf, Pak. Silakan anak-anaknya diazani dulu!” Seorang perempuan berseragam khas perawatan keluar sambil tersenyum, menyuruh Aditya segera masuk untuk mengazani anak-anaknya.Sambil menghapus air mata laki-laki berkumis tipis itu berjalan masuk, menghampiri istrinya yang masih terbaring lemah dan menciumi pipinya sambil menangis.“Jangan cengeng, Abang. Masa seorang penembak jitu nangis sesenggukan begini?” ucap Clarissa sembari menerbitkan senyum.“Iya, Ca. Saking jitunya Abang nembak, sekali jadi langsung tiga! Makanya Abang terharu dan melihat perjuangan kamu melahirkan ketiga anak kita. Padahal, dokter kemarin Cuma bilang kalau kamu hamil kembar. Abang pikir Cuma dua. Ternyata malah tiga!” Aditya kembali mengusap air matanya.“Alhamdulillah, Bang. Rezeki kita langsung dikasih amanah banyak sama Allah. Ting
“Maaf, Sayang. Abang begitu mengkhawatirkan kamu soalnya. Plis jangan nangis. Abang liat kamu kesakitan saja sudah stres, ditambah liat kamu nangis. Abang minta maaf kalo Abang salah. Tolong jangan menangis. Mana yang sakit biar Abang elus-elus.” Aditya terus saja mencerocos sambil mengusap perut gendut istrinya.“Sakit semua, Bang!” Wanita berambut ikal itu melingkarkan tangan di pinggang, mencengkeram baju yang tengah dikenakan sang suami sambil meringis menahan sakit yang semakin terasa.“Minum air hangat dulu, Kak. Biar rileks!” Sania berjalan sambil menyodorkan segelas air putih hangat dan langsung disambar oleh menantunya, ditenggak habis hingga tersisa gelasnya saja.“Istri gue ngasih minum buat anak gue! Kenapa jadi lo yang minum?!” Sadewa menjitak kepala sahabatnya itu.“Maaf, Wa. Aku terlalu grogi!”“Wa...Wa... Dasar mantu durjana, sama mertua sendiri panggil nama. Nanti gue coret kamu dari daftar keluarga!” protes sang pemilik rahang tegas sambil menjitak kepala Aditya seka
“Naik motor, ya Bang. Ica pengen peluk Abang dari belakang!”Lelaki berambut cepak itu menghela napas berat, akan tetapi dia tidak berani menolak permintaan si istri, karena saat ini Clarissa tengah berbadan dua dan perasaannya begitu sensitif. Ia pun akhirnya mendorong sepeda motor miliknya keluar, menyuruh Clarissa merapatkan tubuh serta memeluknya dan segera melajukan kendaraan roda dua miliknya menuju tukang sate langganan.Clarissa tersenyum sembari menyenderkan kepala di punggung sang suami, merasa begitu nyaman serta bahagia hidup bersama sahabat ayahnya yang kini sudah sah menjadi suaminya.Tidak seperti saat membina biduk rumah tangga dengan David dulu, yang penuh luka juga liku. David tidak pernah berlaku manis, bahkan sekedar tersenyum kepadanya pun tidak pernah. Hanya luka yang selalu ditorehkan, baik di sanubari maupun fisiknya.“Terima kasih, ya Bang,” bisiknya seraya mempererat dekapan.“Untuk apa?” Raditya menggenggam jemari Clarissa yang tengah bertengger di pinggang.
Pagi-pagi sekali Sania sudah berjibaku di dapur menyiapkan sarapan untuk suami serta putranya. Kebetulan hari ini Mbak Resti izin libur, karena suaminya sedang kurang sehat jadi Sania harus menyiapkan segala sendiri.“Assalamualaikum, selamat pagi bidadari,” sapa Sadewa sembari melingkarkan tangan di pinggang sang istri.“Emangnya aku secantik bidadari, Yah?”“Lebih cantik dari bidadari malahan. Kamu itu luar biasa. Wanita tercantik yang pernah aku temui juga perempuan terbaik yang pernah aku kenal. Kamu adalah jantung serta napasku, dan tanpamu mungkin aku tidak akan sanggup lagi untuk hidup serta berdiri. Terima kasih atas cinta yang selama ini kamu curahkan kepadaku, terima kasih juga karena sudah mau menjadi ibu dari anak-anakku!” bisiknya mesra di telinga istrinya.Saat sedang santap pagi terdengar suara pintu diketuk nyaring. Sania segera keluar untuk melihat siapa yang datang, dan ternyata Malvin—anaknya Darmi yang bertamu. Sania mengulas senyum tipis kepada anak mantan asisten
“Sudah, buruan dimakan. Biar dedeknya tambah besar!”“Iya, Yah. Ayah juga sebaiknya cepat makan. Nanti Embun habisin loh, jatahnya kalau Cuma diliatin doang.”“Kalau mau silakan habiskan. Kalau kamu minta sekalian dibeli sama kios-kiosnya juga akan aku turuti.”“Ish! Memangnya mau buat apaan?” Sania mencebik. Perempuan berhijab ungu itu segera memotong makanan berbentuk bulat dengan isi tertelan daging tersebut dan lekas menyantapnya dengan semangat, hingga keringat sebiji-biji kacang hijau menitik di dahinya.Buru-buru Sadewa menarik dua lembar tisu, mengelap peluh yang membuat istrinya semakin terlihat bertambah menawan sambil tidak henti-hentinya mengagumi wajah cantik Sania.“Kenapa Ayah liatin aku seperti itu?” Sania menghentikan aktivitasnya menyantap bakso karena terus diperhatikan.“Kamu cantik. Aku mencintai kamu!”“Aku tau, kok, kalau Ayah begitu mencintai aku.”“Aku mencintai kamu lebih dari yang kamu tahu, Mbun. Cinta di hati ini begitu besar, dan bahkan tiap detiknya kian
“Abang ngapain? Kok malah olah raga?” tanya Clarissa seraya menatap bingung ke arah suaminya.“Sayangku itu bagaimana sih? Tadi katanya Abang suruh pemanasan. Sekarang malah ditanya lagi ngapain?”Hah? Mulut perempuan berambut ikal itu menganga lebar.Seriusan ini laki nggak mudeng pemanasan? Pikirnya.“Bang, maksud aku pemanasan itu bukan seperti itu. Tapi...Ah, masa Abang tidak tahu. Kan aneh, Abang ini duda, masa nggak paham pemanasan sebelum perang?” Kedua bulat bening milik Clarissa terus saja menatap wajah Aditya yang terlihat basah oleh keringat juga sudah ngos-ngosan.“Sebenarnya, Abang belum pernah perang sebelumnya, Ca. Abang...” Dia menggaruk kepala yang sebenarnya tidak gatal. “Abang dulu belum sempat kikuk-kikuk sama mantan istri Abang. Dia menolak disentuh sama Abang, dan ternyata setelah beberapa bulan usia pernikahan kami, Abang baru tahu kalau dia sedang mengandung benih orang lain!”“Ya Allah, Bang. Miris sekali kisah cinta Abang dulu. Berarti Abang duda perjaka, don
“Saya terima nikah dan kawinnya Clarissa Arabella binti Veronika untuk diri saya, dengan mas kawin tersebut tunai!” Dengan sekali tarikan napas dan semangat empat lima Aditya mengucap ijab qobul di depan penghulu juga beberapa orang saksi, memindahkan tanggung jawab serta dosa-dosa wanita yang telah resmi menjadi pendamping hidupnya.Clarissa menghampiri lelaki yang kini menyandang gelar suami, menyalami dan mencium bagian punggungnya dengan takzim, disambut ciuman hangat di kening dan Aditya segera membacakan doa setelah ijab kabul.“Alhamdulillah. Akhirnya aku bisa menghalalkan anak kamu, Wa,” ucap Aditya ketika kedua mempelai disuruh sungkeman.“Coba sekali lagi kamu panggilan saya apa?” Kedua manik hitam lawan bicaranya melotot, menatap sang menantu yang tidak ada sopan-sopannya sama sekali.“Lah, saya harus panggil apa, Wa?”“Wa! Wa! Hargai saya sedikit lah, Dit. Saya ini ayahnya Ica dan Ica istri kamu. Otomatis kamu sudah menjadi menantu saya. Harusnya kamu panggil saya ayah. Ja
Kevin tertawa mendengar kabar tersebut, merasa lucu saja jika sang kakak benar-benar menikahi sahabat ayahnya itu.“Kenapa kamu ketawa seperti itu, Kevin? Ada apa? Memangnya nggak boleh, saya nikah sama Ica?” Timpal Aditya yang ternyata sudah berdiri tidak jauh dari tempat kevin serta Sania bercengkerama.“Ya lucu saja, Om. Om kan ... ya sudahlah. Asalkan Om setia dan menyayangi kakak saya. Usia nggak jadi penghalang. Yang penting saling mencintai!” Kevin menjawab sambil menahan tawa.“Tumben kamu lempeng, Vin?”“Kan sudah berguru sama Om waktu saya dipenjara!” kekehnya lagi.Tidak lama kemudian Clarissa keluar sambil menggendong Angel putrinya. Senyum terkembang di bibir merah perempuan itu, apalagi ketika melihat Lisa bersama putrinya datang bertamu untuk pertama kalinya.“Alhamdulillah akhirnya kamu mau main ke rumah juga, Sa. Kakak seneng kamu dateng,” ucap wanita berambut ikal itu seraya menyalami sang adik ipar.“Terima kasih, Kak.”“Hayo masuk ke dalam. Kita ngobrol-ngobrolnya
"Silakan lakukan kalo Mama berani. Aku pastikan Ayah dan Bang Adit tidak akan memberi ampun sama Mama, apalagi sampai melepaskan Mama!" Clarissa mengancam balik. Aditya yang merasa namanya disebut dengan embel-embel 'Bang', tersenyum semringah dan langsung memasang wajah serius serta jemawa. "Maaf, ibu yang pake baju hijau!" Dia menunjuk salah seorang perempuan yang tengah merekam kejadian dan memintanya untuk menghampiri dirinya. "Ma--maaf, Pak. Saya cuma iseng-iseng merekam. Kalo Bapak tidak berkenan akan saya hapus!" Wajah si ibu tampak ketakutan. "Tidak perlu takut, Bu. Saya seorang anggota polisi dan saya akan meminta video yang ibu rekam tadi sebagai barang bukti untuk menjebloskan mantan mertua calon istri saya ke penjara," ucap Aditya kemudian, membuat mamanya David bertambah ketakutan. "Pak, saya tadi cuma bercanda loh. Saya nggak serius ngancem Ica. Lagian Enjel itu kan cucu saya. Mana mungkin saya berani menculik dan menjualnya. Tolong jangan penjarakan saya, Pak Adit.